• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendekatan pembelajaran yang berbasis pada teori taksonomi tujuan pendidikan secara umum sudah dikenal luas dalam lima dasawarsa terakhir. Berdasarkan teori taksonomi, capaian pembelajaran dikelompokkan dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (M. Hosnan, 2014: 34). Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara. Di Indonesia, Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan

mencakup substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu bagaimana”, dan ranah pengetahuan mencakup transformasi substansi atau materi ajar anak didik “tahu apa”. Sebagai perwujudannya, sistem pendidikan di Indonesia

menggunakan pendekatan saintifik pada Kurikulum Tahun 2013. Pada Kurikulum 2006 atau disebut juga sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sistem pendidikan di Indonesia menggunakan pendekatan kontekstual.

(2)

2 Menurut Yunus Abidin (2007: 125), model pembelajaran proses saintifik merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa beraktivitas sebagaimana seorang ahli sains. Di dalam praktiknya siswa diharuskan melakukan serangkaian aktivitas selayaknya langkah-langkah penerapan metode ilmiah.

Di lain pihak M. Hosnan (2014: 34) menjelaskan bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Di dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan, akan tetapi bantuan guru tersebut semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya peserta didik atau semakin tingginya kelas peserta didik. Pendapat M. Hosnan tersebut dikuatkan oleh Daryanto (2014: 51). Daryanto mengatakan bahwa pembelajaran pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data/informasi dengan berbagai teknik, menganalisis data/informasi, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

(3)

3 upaya membangun/mengonstruksi pengetahuan dengan proses memahami informasi faktual dalam kerangka konseptual yang memungkinkan siswa untuk mengambil, mengatur, dan mempertahankan informasi tersebut.

Model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual berlandaskan pada filosofi kontruktivisme. Berdasarkan filosofi tersebut, siswa diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan secara bertahap. Pendekatan kontekstual dimulai dari pengamatan konkret, kemudian ke semi konkret, dan akhirnya abstraksi permasalahan. Menurut Wina Sanjaya (2006: 109), pembelajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan proses keterlibatan siswa untuk menemukan konsep materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga siswa dapat menerapkan dalam kehidupan mereka. Hal tersebut akan membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa sehingga dapat menarik minat siswa untuk lebih mempelajari matematika. Menurut Suwarsono (Sri Wardhani, 2004: 6), pembelajaran kontekstual dalam matematika sangat bermanfaat untuk menunjukkan beberapa hal kepada siswa antara lain keterkaitan antara matematika dengan dunia nyata, kegunaan matematika bagi kehidupan manusia, dan matematika merupakan suatu ilmu yang tumbuh dari situasi kehidupan nyata.

(4)

4 dunia nyata siswa kemudian membimbing dan melibatkan siswa secara penuh untuk dapat menemukan, memahami konsep materi yang dipelajari, dan menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk membahas kedua pendekatan tersebut (saintifik dan kontekstual). Penelitian yang dilakukan Novita Cahyaningsih (2014) dan Nanda Clara Afnitasari (2014) dengan objek dan materi yang berbeda menyebutkan bahwa pendekatan saintifik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Dilain pihak, penelitian yang dilakukan Harnita Dwi Afriyanti (2009) dan Etik Yuniarti (2013) dengan objek dan materi yang berbeda menghasilkan kesimpulan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. *Berdasarkan keempat penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kedua pendekatan (saintifik dan kontekstual) sama-sama dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Namun, belum ada penelitian yang membandingkan efektifitas kedua pendekatan tersebut. Oleh karena itu, pada skripsi ini akan dibandingkan kedua pendekatan tersebut. B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasakan pada latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas VIII sebagai berikut:

(5)

5 2. Pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa.

3. Belum ada penelitian yang membahas perbandingan efektifitas kedua pendekatan.

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini hanya dibatasi pada komparasi model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Materi yang dipilih adalah kubus dan balok, karena kubus dan balok banyak pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari/nyata. Obyek penelitian yang diambil adalah siswa kelas VIII MTs Al-Mahali Pleret Bantul.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah diatas, maka dalam penelitian ini permasalahannya dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII?

(6)

6 3. Manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII?

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendiskripsikan keefektifan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII.

2. Untuk mendiskripsikan keefektifan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII.

3. Untuk mendiskripsikan manakah yang lebih efektif diantara model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII.

F. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

(7)

7 b. Mendorong siswa untuk memposisikan dirinya sebagai subyek

belajar yang aktif dalam pembelajaran matematika. c. Mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajar. d. Mendorong siswa agar menyukai pelajaran matematika. 2. Bagi mahasiswa

a. Menambah pengetahuan tentang model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan pendekatan kontekstual.

b. Menambah pengetahuan keterampilan mengelola proses belajar mengajar di kelas.

c. Meningkatkan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan penelitian.

3. Bagi guru mata pelajaran

a. Bahan pertimbangan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

b. Memacu guru untuk menggunakan model pembelajaran yang lain selain model pembelajaran tradisional, sehingga proses belajar di kelas semakin menarik.

4. Bagi sekolah

(8)

8 sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa meningkat.

(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendekatan pembelajaran yang berbasis pada teori taksonomi tujuan pendidikan secara umum sudah dikenal luas dalam lima dasawarsa terakhir. Berdasarkan teori taksonomi, capaian pembelajaran dikelompokkan dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (M. Hosnan, 2014: 34). Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara. Di Indonesia, Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan

mencakup substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu bagaimana”, dan ranah pengetahuan mencakup transformasi substansi atau materi ajar anak didik “tahu apa”. Sebagai perwujudannya, sistem pendidikan di Indonesia

menggunakan pendekatan saintifik pada Kurikulum Tahun 2013. Pada Kurikulum 2006 atau disebut juga sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sistem pendidikan di Indonesia menggunakan pendekatan kontekstual.

(10)

2 Menurut Yunus Abidin (2007: 125), model pembelajaran proses saintifik merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa beraktivitas sebagaimana seorang ahli sains. Di dalam praktiknya siswa diharuskan melakukan serangkaian aktivitas selayaknya langkah-langkah penerapan metode ilmiah.

Di lain pihak M. Hosnan (2014: 34) menjelaskan bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Di dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan, akan tetapi bantuan guru tersebut semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya peserta didik atau semakin tingginya kelas peserta didik. Pendapat M. Hosnan tersebut dikuatkan oleh Daryanto (2014: 51). Daryanto mengatakan bahwa pembelajaran pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data/informasi dengan berbagai teknik, menganalisis data/informasi, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

(11)

3 upaya membangun/mengonstruksi pengetahuan dengan proses memahami informasi faktual dalam kerangka konseptual yang memungkinkan siswa untuk mengambil, mengatur, dan mempertahankan informasi tersebut.

Model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual berlandaskan pada filosofi kontruktivisme. Berdasarkan filosofi tersebut, siswa diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan secara bertahap. Pendekatan kontekstual dimulai dari pengamatan konkret, kemudian ke semi konkret, dan akhirnya abstraksi permasalahan. Menurut Wina Sanjaya (2006: 109), pembelajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan proses keterlibatan siswa untuk menemukan konsep materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga siswa dapat menerapkan dalam kehidupan mereka. Hal tersebut akan membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa sehingga dapat menarik minat siswa untuk lebih mempelajari matematika. Menurut Suwarsono (Sri Wardhani, 2004: 6), pembelajaran kontekstual dalam matematika sangat bermanfaat untuk menunjukkan beberapa hal kepada siswa antara lain keterkaitan antara matematika dengan dunia nyata, kegunaan matematika bagi kehidupan manusia, dan matematika merupakan suatu ilmu yang tumbuh dari situasi kehidupan nyata.

(12)

4 dunia nyata siswa kemudian membimbing dan melibatkan siswa secara penuh untuk dapat menemukan, memahami konsep materi yang dipelajari, dan menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk membahas kedua pendekatan tersebut (saintifik dan kontekstual). Penelitian yang dilakukan Novita Cahyaningsih (2014) dan Nanda Clara Afnitasari (2014) dengan objek dan materi yang berbeda menyebutkan bahwa pendekatan saintifik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Dilain pihak, penelitian yang dilakukan Harnita Dwi Afriyanti (2009) dan Etik Yuniarti (2013) dengan objek dan materi yang berbeda menghasilkan kesimpulan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. *Berdasarkan keempat penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kedua pendekatan (saintifik dan kontekstual) sama-sama dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Namun, belum ada penelitian yang membandingkan efektifitas kedua pendekatan tersebut. Oleh karena itu, pada skripsi ini akan dibandingkan kedua pendekatan tersebut. B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasakan pada latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas VIII sebagai berikut:

(13)

5 2. Pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa.

3. Belum ada penelitian yang membahas perbandingan efektifitas kedua pendekatan.

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini hanya dibatasi pada komparasi model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Materi yang dipilih adalah kubus dan balok, karena kubus dan balok banyak pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari/nyata. Obyek penelitian yang diambil adalah siswa kelas VIII MTs Al-Mahali Pleret Bantul.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah diatas, maka dalam penelitian ini permasalahannya dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII?

(14)

6 3. Manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII?

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendiskripsikan keefektifan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII.

2. Untuk mendiskripsikan keefektifan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII.

3. Untuk mendiskripsikan manakah yang lebih efektif diantara model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII.

F. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

(15)

7 b. Mendorong siswa untuk memposisikan dirinya sebagai subyek

belajar yang aktif dalam pembelajaran matematika. c. Mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajar. d. Mendorong siswa agar menyukai pelajaran matematika. 2. Bagi mahasiswa

a. Menambah pengetahuan tentang model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan pendekatan kontekstual.

b. Menambah pengetahuan keterampilan mengelola proses belajar mengajar di kelas.

c. Meningkatkan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan penelitian.

3. Bagi guru mata pelajaran

a. Bahan pertimbangan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

b. Memacu guru untuk menggunakan model pembelajaran yang lain selain model pembelajaran tradisional, sehingga proses belajar di kelas semakin menarik.

4. Bagi sekolah

(16)

8 sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa meningkat.

(17)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran berasal dari kata dasar belajar. Belajar artinya suatu aktivitas yang dilakukan masing-masing individu untuk mengembangkan potensi diri, meliputi aspek kognitif (intelektual), afektif sikap (sikap, keyakinan, dan kebiasaan), konatif (motif, minat, dan cita-cita), serta psikomotorik (keterampilan). Masing-masing individu melakukan upaya untuk mengembangkan potensi diri melalui interaksi dengan lingkungan sekitar (Syamsu Yusuf, 2006: 138). Selanjutnya Hamzah, dkk. (2007: V) berpendapat bahwa pembelajaran adalah upaya mempengaruhi siswa agar belajar sesuatu yang mereka tidak akan mempelajari tanpa adanya tindakan pembelajaran atau mempelajari sesuatu dengan cara yang lebih efisien.

(18)

10 bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru.

Biggs (Muhibbin Syah, 1997: 91) mendefinisikan belajar dalam tiga rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan kualitatif. Secara kuantitatif, belajar berarti proses pengembangan kemampuan kognitif dengan sumber sebanyak-banyaknya. Secara institusional belajar dipandang sebagai proses pengukuhan terhadap penguasaan siswa atas ilmu pengetahuan yang telah dipelajari. Secara kualitatif, belajar merupakan proses yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh pemahaman tentang bagaimana menafsirkan dunia di sekelilingnya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

(19)

11 dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sementara itu, Reys dkk (Erman Suherman, 2001: 19) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

Matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang pola keteraturan dan struktur-struktur yang terorganisasikan. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis, mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks (Erman Suherman dkk, 2003: 22).

Soedjadi (2000: 11) menyajikan beberapa definisi matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya sebagai berikut:

1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.

2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan.

4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah ruang dan bentuk.

(20)

12 Depdiknas (2008: 135) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk mempelajari keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

(21)

13 Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan aktifitas mengkonstruksi ilmu pengetahuan (matematika) sebagai proses pembentukan pola pikir dalam memahami konsep matematika secara sistematis yang bertujuan agar siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari–hari maupun membantu dalam mempelajari ilmu pengetahuan lain.

Proses pembelajaran tersebut meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam tahap perencanaan guru merancang bagaimana pembelajaran dilakukan agar bisa terarah dan mencapai tujuan. Dalam tahap pelaksanaan, terjadi timbal balik antara guru dan siswa. Guru sebagai fasilitator jalannya pembelajaran dan siswa sebagai pelaku utama yang harus aktif dalam pembelajaran. Setelah pembelajaran, dilakukan evaluasi oleh guru terhadap hasil belajar yang sudah didapat siswa.

2. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik

(22)

14 kepada pesera didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi dan bukan hanya diberi tahu.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.

(23)

15 penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal diatas bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan saintifik.

Teori Piaget menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasikan lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi dapat terjadi melalui dua cara, yaitu asimilasi dan adaptasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berubah persepsi, konsep, hukum prinsip, ataupun pengalam baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbang atau ekuilibrasi antara asimilasi dan adaptasi.

(24)

16 proximal development, yaitu daerah yang terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Langkah–langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran dengan pendekatan ilmiah (saintifik) meliputi : menggali informasi melalui observing/pengamatan, questioning/bertanya, experimenting/percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, associating/menalar, kemudian menyimpulkan, dan menciptakan serta

membentuk jaringan/networking. a) Mengamati (Observing)

(25)

17 disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gajala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan.

Pengertian metode observasi menurut para ahli, merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004: 104). Sebelum observasi itu dilaksanakan, pengobservasi (observer) hendaknya telah menetapkan terlebih dahulu aspek-aspek apa yang akan diobservasi dari tingkah laku seseorang. Aspek-aspek tersebut hendaknya telah dirumuskan secara operasional, sehingga tingkah laku yang akan dicatat nanti dalam observasi hanyalah apa-apa yang telah dirumuskan tersebut.

b) Menanya (Questioning)

(26)

18 mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Dijelaskan oleh Sudirman (1987: 119) bahwa tanya jawab ini dapat dijadikan sebagai pendorong dan pembuka jalan bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut (dalam rangka belajar) dengan berbagai sumber belajar, seperti buku, majalah, surat kabar, kamus, ensiklopedi, laboratorium, video, masyarakat , alam, dan sebagainya.

c) Mengumpulkan Informasi

(27)

19 d) Menalar (Associating)

Kegiatan mengasosiasi/mengolah informasi/menalar dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

(28)

20 dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.

e) Mengkomunikasikan Pembelajaran

Pendekatan scientific, guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan mengkomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. 3. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual

(29)

21 menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan tersebut akan diaplikasikan. sehingga digunakanlah pendekatan kontekstual yang merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Pendekatan kontektual memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka.

Menurut Wina Sanjaya (2006: 109), pembelajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan proses keterlibatan siswa untuk menemukan konsep materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga siswa dapat menerapkan dalam kehidupan mereka. Hal tersebut akan membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa sehingga dapat menarik minat siswa untuk lebih mempelajari matematika. Menurut Suwarsono (Sri Wardhani, 2004: 6), pembelajaran yang kontekstual dalam matematika sangat bermanfaat untuk menunjukkan beberapa hal kepada siswa antara lain keterkaitan antara matematika dengan dunia nyata, kegunaan matematika bagi kehidupan manusia, dan matematika merupakan suatu ilmu yang tumbuh dari situasi kehidupan nyata.

(30)

22 siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yakni : kontruktivisme (contruktivisme), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic asessment).

Pendekatan kontekstual mengasumsikan bahwa secara natural pikiraan mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup, menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar.

(31)

23 Ketiga, mengaplikasikan (applying) yaitu mengaplikasikan konsep-konsep

ketika mereka berhubungan dengan aktivitas penyelesaian masalah dan proyek-proyek. Keempat, bekerja sama (cooperating) yaitu saling berbagi, merespon, dan mengkomunikasikan dengan siswa lainnya. Kelima, proses transfering ilmu (transfering) yaitu strategi belajar menggunakan pengetahuan dalam konteks baru atau situasi baru suatu hal yang belum teratasi/diselesaikan dalam kelas.

Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen, yaitu :

a) Kontruktivisme (Contruktivism)

Kontruktivisme (Contruktivism) merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengonstruksi pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata.

(32)

24 apabila konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal development siswa. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat

perkembangan sedikit lebih diatas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Dengan demikian, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “

menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun

sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Proses pembelajaran berpusat kepada siswa, bukan guru.

b) Inkuiri (Inquiry)

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri.

Adapun siklus inkuiri terdiri dari : 1. Observasi (Observation); 2. Bertanya (Questioning);

(33)

25 Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut

1. Merumuskan masalah;

2. Mengamati atau melakukan observasi;

3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya;

4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.

c) Bertanya (Questioning)

Bertanya (Questioning) adalah strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

Kegiatan bertanya berguna untuk :

1. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis; 2. Mengecek pemahaman siswa;

3. Membangkitkan respon kepada siswa;

(34)

26 6. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki

guru;

7. Membangkitkan kembali pengetahuan siswa; d) Masyarkat belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar yang diperoleh dari hasil sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Setiap yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Jadi masyarakat belajar bisa terjadi jika ada proses komunikasi dua arah.

e) Pemodelan (Modeling)

(35)

27 f) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Pengetahuan yang dimiliki diperluas melalui konteks pembelajaran, kemudian diperluas sedikit demi sedikit.

Realisasinya berupa :

1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu; 2. Catatan atau jurnal di buku siswa;

3. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini; 4. Diskusi;

5. Hasil karya.

g) Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

(36)

28 Karakteristik penilaian autentik :

1. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung;

2. Bisa digunakan untuk formatif atau sumatif;

3. Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta;

4. Berkesinambungan; 5. Terintegrasi; dan

6. Dapat digunakan sebagai feedback;

4. Kompetensi Dasar Materi Kubus dan Balok Kelas VIII SMP

(37)

29 pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.

Tujuan pembelajaran pada kompetensi dasar unsur-unsur, luas permukaan, dan volume kubus dan balok ini adalah (1) siswa dapat menemukan unsur-unsur kubus dan balok, (2) siswa dapat menghitung ukuran unsur-unsur kubus dan balok, (3) siswa dapat menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok, (4) siswa dapat menghitung luas permukaan kubus dan balok, (5) siswa dapat menemukan rumus volume kubus dan balok, dan (6) siswa dapat menghitung volume kubus dan balok.

Kubus

 Unsur-unsur kubus meliputi titik sudut, rusuk, sisi (bidang), diagonal bidang dan diagonal ruang dan bidang diagonal.

 Pada kubus terdapat :

 8 titik, yaitu A, B, C, D, E, F, G, H.

 12 rusuk, yaitu AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, DH.

 6 sisi (bidang), yaitu ABCD, BCGF, CGHD, DHEA, ABFE, EFGH.

 12 diagonal bidang yaitu AF, BE, BG, CF, CH, DG, DE, AH, AC, BD, EG, FH.

 4 diagonal ruang, yaitu HB, EC, DF, AG.

 6 bidang diagonal ruang, yaitu BCHE, ADGF, ABGH, CDEF, DBFH, ACGE.

 Semua rusuk kubus berukuran sama. G

H

F s E

D C

(38)

30

 Jika panjang rusuk kubus adalah s, maka:

 Jumlah panjang rusuk kubus (J) = 12 s.

 Panjang diagonal bidang kubus (db) = s

 Panjang diagonal ruang (dr) = s

 Jaring-jaring kubus merupakan rangkaian 6 buah persegi yang jika dillipat-lipat menurut garis persekutuan dua persegi dapat membentuk kubus.

 Luas permukaan kubus adalah jumlah luas seluruh persegi pada jaring-jaring kubus atau dengan kata lain, luas permukaan kubus adalah jumlah luas seluruh sisi kubus.

 Bila panjang setiap rusuk kubus s satuan panjang, maka luas permukaan kubus = 6 s2

 Jika sebuah kubus memiliki panjang rusuk s satuan panjang maka volume kubus tersebut dapat dihitung dengan rumus V = s x s x s atau s3

Balok

 jika balok memiliki panjang = p, lebar = l, dan tinggi = t, maka :

 jumlah panjang rusuk balok (J) = 4 (p + l + t)

 panjang diagonal bidang balok :

 Panjang diagonal ruang balok (dr) =

P Q

R S

U T

V W

p l

(39)

31

 Jaring-jaring balok merupakan rangkaian 6 buah persegi panjang yang jika dillipat-lipat menurut garis persekutuan dua persegi panjang dapat membentuk balok.

 Bila sebuah balok memiliki ukuran panjang = p, lebar = l, tinggi = t, maka luas permukaan balok = 2 (p x l) + 2 (p x t) + 2 (l x t)

 Jika sebuah balok memiliki ukuran panjang = p, lebar = l, dan tinggi = t, maka volume balok tersebut dapat dihitung dengan rumus V = p x l x t. B. Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Erman Suherman dkk (2001: 86), suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Suatu soal atau pertanyaan merupakan suatu masalah apabila soal tersebut menantang untuk diselesaikan atau dijawab, dan prosedur untuk menyelesaikannya atau menjawabnya tidak dapat dilakukan secara rutin (Djamilah Bondan Wijayanti, 2009).

(40)

32 1. Latihan yang diberikan pada waktu belajar matematika adalah bersifat berlatih agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru saja diajarkan.

2. Masalah tidak seperti halnya latihan, menghendaki siswa untuk menggunakan sintesis atau analisis. Untuk menyelesaikan suatu masalah, siswa harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu mengenai pengetahuan, keterampilan dan pemahaman, tetapi dalam hal ini ia menggunakan pada situasi baru.

NCTM (Susan O’connell, 2007: 1) menyatakan bahwa pemecahan

masalah adalah lebih dari sekedar tujuan pembelajaran matematika, namun pemecahan masalah juga merupakan proses berfikir kritis yang dilakukan melalui kegiatan eksplorasi dan pemahaman matematika. Untuk memecahkan suatu masalah dibutuhkan suatu strategi atau tahapan dalam memecahkan masalah. Menurut Polya (Erman Suherman dkk, 2001: 79) terdapat empat tahapan dalam proses pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut

a. Memahami masalah

Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.

b. Merencanakan penyelesaian

(41)

33 mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah.

c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat.

d. Melakukan pengecekan kembali

Melakukan pengecekan kembali terhadap apa yang dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan dapat terkoreksi sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.

Menurut Herman Hudojo (2005: 140) terdapat empat komponen untuk merevisi suatu penyelesaian, yaitu:

1. Mengecek kembali hasilnya.

2. Menginterpretasikan jawaban yang telah diperoleh.

3. Kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah ada cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama.

4. Kita bertanya pada diri kita sendiri, apakah ada penyelesaian yang lain. Sedangkan menurut Susan O’connell (2007: 17) terdapat 5 langkah

(42)

34 4. mengecek jawaban.

5. merefleksikan apa yang telah diperoleh.

Pada tahap memahami masalah, siswa diminta untuk mengidentifikasikan apa yang hendak dicari dari suatu permasalahan dan mengidentifikasikan apa yang hendak dicari dari permasalahan tersebut. Selanjutnya pada tahap merencanakan penyelesaian, siswa diharapkan mampu menuliskan strategi penyelesaian masalah yang akan digunakan untuk menyelesaiakan masalah tersebut. Pada tahap menyelesaiakan masalah sesuai rencana, siswa diharapkan dapat menyelesaiakan permasalahan tersebut sesuai dengan rencana atau strategi yang telah dibuat. Tahap yang terakhir adalah melakukan pengecekan kembali. Pada tahap ini siswa diminta untuk melakukan pengecekan kembali terhadap jawaban yang sudah ditulis dan memeriksa dengan teliti supaya jawaban sudah benar secara keseluruhan. C. Kerangka Berfikir

(43)

35 data/informasi, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk

memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi secara searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

Selain model pembelajaran dengan pendekatan saintifik, berdasarkan deskripsi teori, peneliti mengasumsikan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal ini karena model pembelajaran dengan pendekatan kontektual adalah suatu pembelajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa kemudian membimbing dan melibatkan siswa secara penuh untuk dapat menemukan dan memahami konsep materi yang dipelajari dengan menggunakan tujuh komponen utama yaitu kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning comunity), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian

sebenarnya (authentic assessment).

(44)

36 kemampuan pemecahan masalah matematika, karena pembelajaran dengan pendekatan saintifik bisa dikatakan pengembangan dari pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, siswa diarahkan dari pandangan bahwa matematika barawal dari masalah sehari-hari yang dialami, kemudian dibuat menjadi model masalah matematika, baru diselesaikan dengan menggunakan rumus/konsep matematika. Jadi dari proses konkret ke semi konkret, terakhir ke abstraksi. Sedangkan dalam proses saintifik siswa diarahkan untuk menemukan konsep-konsep baru yang ditemukan melalui proses yang ilmiah dengan menggunakan pengetahuan/ilmu yang sudah dimiliki ataupun yang sudah ada.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII MTs Al-Mahali Pleret.

2. Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII MTs Al-Mahali Pleret.

(45)

37 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi exsperiment research) karena penelitian ini dilakukan untuk menguji

hipotesis tentang mana yang lebih baik jika suatu tindakan dibandingkan dengan tindakan yang lainnya yang dilakukan pada penelitian ini adalah membandingkan keefektifan kelompok eksperimen yang menerapkan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan kelompok eksperimen yang menerapkan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi kubus dan balok.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

[image:45.595.122.508.621.733.2]

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al-Mahali Pleret dan waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 – 23 April 2015. Perlakuan diberikan kepada siswa kelas VIII A dan VIII B semester genap tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun jadwal pelaksanaannya sebagai berikut:

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kelas Hari/Tanggal Jam Keterangan 1 Eksperimen

I

(46)

38 2 Eksperimen

II

Selasa, 17 April 2015 07.40-09.00 Pertemuan II Sabtu, 18 April 2015 07.00-08.20 Pertemuan III Selasa, 21 April 2015 07.40-09.00 Post-test 3 Kelas C Rabu, 22 April 2015 07.00-08.20 Pengujian

reliabilitas soal pre-test 4 Kelas D Kamis, 23 April 2015 07.00-08.20 Pengujian

reliabilitas soal post-test

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Al-Mahali Pleret tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari empat kelas.

2. Sampel Penelitian

(47)

39 pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik sebagai kelas eksperimen I dan VIII B terdiri dari 31 siswa diterapkan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual sebagai kelas eksperimen II.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu : 1. Variabel Bebas

Sugiyono (2012: 39) menyatakan bahwa variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.

2. Variabel Terikat

Sugiyono (2012: 40) menyatakan bahwa variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

E. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test and post-test group design. Alasan pemilihan desain ini adalah karena

(48)
[image:48.595.139.507.195.284.2]

40 pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika.

Tabel 2 Desain Penelitian

Kelas Pre-test Perlakuan Post-test

E1 XE1 A YE1

E2 XE2 B YE2

Keterangan:

E1 = Kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik.

E2 = Kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.

XE1 = Pre-test kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik.

XE1 = pre-test kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.

A = Model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik. B = Model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontektual. YE1 = Post-test kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran

matematika dengan pendekatan saintifik.

(49)

41 F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik tes. Teknik tes digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar matematika siswa. Tes menurut Suharsimi Arikunto (2012:67) adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara, dan aturan yang telah ditentukan.

1) Pre-test dan Post-test

Teknik pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap. Pertama, pengukuran kemampuan awal siswa (pre-test) dan yang kedua pengukuran kemampuan akhir siswa (post-test). Tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum mendapat perlakuan, sedangkan tes akhir digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah mendapat perlakuan. Soal tes awal dan tes akhir dibuat setara dengan mengacu pada kompetensi dasar dan indikator yang ingin dicapai pada materi kubus dan balok.

2) Metode Dokumentasi

(50)

42 G. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2012: 73), instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti, yaitu instrument tes.

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes. Intrument tes dalam penelitian ini adalah tes tertulis berupa soal uraian yang berkaitan dengan materi yang telah diajarkan pada saat pembelajaran. Dalam penelitian ini ada dua tahap tes yang diberikan, yaitu pre-test dan post-test.

[image:50.595.141.455.498.667.2]

Pedoman penskoran yang digunakan untuk menilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa disesuaikan dengan tahap-tahap pemecahan masalah yang terdiri dari empat tahap, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali. Pedoman penskoran pemecahan masalah yang disajikan pada table 3 berikut ini:

Tabel 3 Pedoman Penskoran Pemecahan Masalah No Tahap-tahap pemecahan masalah skor

1 Memahami masalah 4

2 Merencanakan penyelesaian masalah 5 3 Menyelesaikan masalah sesuai rencana 12 4 Melakukan pengecekan kembali 4

(51)

43 H. Validasi dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas Item

Menurut Suharsimi Arikunto (2012: 85), sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas item atau validitas butir. Suharsimi Arikunto (2012: 90) menjelaskan bahwa sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Suharsimi Arikunto (2012: 100) menjelaskan bahwa konsep reliabilitas terkait dengan pemotretan berkali-kali. Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajeg memberikan data yang sesuai dengan kenyataan. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes uraian, maka uji reliabilitas tes untuk pre-test dan post-test dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha-Cronbach (Ruseffendi, 1994:144).

(52)

44 Keterangan:

= Koefisien reliabilitas instrumen

= Jumlah variansi skor butir soal ke-i

= 1, 2, 3, ...n

k = banyaknya butir

= Variansi total

[image:52.595.162.469.364.540.2]

Tinggi rendahnya reliabilitas instrumen ditentukan dengan menggunakan kategori pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4 Kategori Reliabilitas

Interval Kategori

0,80 ≤ r11 < 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,60 ≤ r11 < 0,80 Reliabilitas tinggi

0,40 ≤ r11 < 0,60 Reliabilitas sedang 0,20 ≤ r11 < 0,40 Reliabilitas rendah 0,00 ≤ r11 < 0,20 Reliabilitas sangat rendah

(53)

45 0,58, maka dapat disimpulkan instrumen tersebut termasuk kategori reliabitas sedang.

I. Analisis Data

Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu membandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam pembelajaran matematika antara pembelajaran menggunakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual maka diperlukan analisis data yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika siswa maka digunakan analisis data. Tahap-tahap analisis data yang telah terkumpul meliputi analisis deskriptif, pengujian asumsi analisis dan pengujian hipotesis menggunakan statistic inferensial. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi analisis yang terdiri atas uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan data yaitu hasil pre-test kelompok eksperimen I, post-test kelompok eksperimen I, pre-post-test kelompok eksperimen II, post-post-test

(54)

46 a. Rata-Rata (Mean)

Rumus untuk menghitung rata-rata (mean) sebagai berikut: �̅=

Keterangan:

�̅= Rata-rata (Mean)

n = Banyak siswa �i = Skor siswa ke-i

b. Ragam (variansi)

Rumus untuk menghitung rata-rata (mean) sebagai berikut:

S2 =

Keterangan:

2 = Ragam (Variansi) � ㄴ̅= Rataan (Mean)

n = Banyak siswa �i = Skor siswa ke-i

c. Standar Deviasi

Rumus untuk menghitung Standar Deviasi sebagai berikut:

Keterangan:

= Standar Deviasi

(55)

47 �̅= Rataan (Mean)

n = Banyak siswa �i = Skor siswa ke-i

Data ketercapaian kemampuan pemecahan masalah matematika siswa diperoleh melalui instrumen tes. Skor untuk kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dijadikan nilai/skor dengan rentang 0–100. Skor ketuntasan untuk kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah untuk mata pelajaran matematika yaitu 75.

Penskoran kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam penelitian ini memiliki skor dengan rentang 0–100, sehingga untuk menentukan kriteria kemampuan pemecahan masalah matematika siswa digunakan klasifikasi yang ditentukan sebagai berikut:

Rata-rata ideal (�i ) =

Satuan lebar wilayah skor (�� 昰�)=

.

(56)
[image:56.595.197.514.151.495.2]

48 Tabel 5

Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Rumus Rerata skor Klasifikasi

�� + 1,5 × ��� < �

��� + 3 × ���

75,005 < � � Sangat Tinggi

�� + 0,5 × ��� < �

��� + 1,5 × ���

58,335 < � � , Tinggi

���− 0,5 × ��� <

� ���+ 0,5 × ���

41,665 < � � , Sedang

��− 1,5 × ���< �

��� − 0,5 × ���

24,995 < � � , Rendah

��− 0,5 × ���< �

��� + 0,5 × ���

0 < � � , Sangat Rendah

(57)

49 efektif apabila dari hasil yang diperoleh � %� siswa memenuhi KKM yang telah ditetapkan yaitu 75.

2. Uji Asumsi Analisis

Pada uji asumsi analisis dilakukan uji normalitas dan uji homogenitassebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan terhadap skor variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika siswa baik sebelum maupun sesudah diberi perlakuan. Pengujian normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengambilan keputusan yaitu jika signifikansi lebih dari 0,05 maka data berdistribusi normal. Uji normalitas menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows. Hipotesis yang diajukan untuk mengukur normalitas pada data pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Data populasi berdistribusi normal. H1 : Data populasi tidak berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas

(58)

50 Pengujian homogenitas varians ini menggunakan Uji Box’s M. Uji Box’s M menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows digunakan

untuk menguji homogenitas varians dari kelompok data. Kriteria pengambilan keputusan yaitu jika signifikansi lebih dari 0,05 maka varian kelompok data adalah sama (homogen). Hipotesis yang diajukan untuk mengukur homogenitas varians pada data pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Varians-kovarian antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 adalah homogen.

H1 : Varians-kovarian antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 adalah tidak homogen.

3. Statistik Inferensial

Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hipotesis yang diajukan kemudian dianalisis menggunakan teknik uji anova dan jika hasil yang signifikan didapatkan dari analisis anova,

maka dilanjutkan dengan uji univariat. Sebelumnya dilakukan uji One Sample t test untuk melihat pengaruh masing-masing model pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

a. Uji One Sample t-test

(59)

51 model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Model pembelajaran yang dilakukan dikatakan efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa jika � %�hasil post-test siswa minimal mencapai KKM yaitu 75.

1) Pengujian hipotesis pertama untuk Uji One Sample t-test Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII MTs Al-Mahali Pleret jika 75% siswa tuntas dengan rata-rata nilai post-test siswa minimal mencapai KKM dengan nilai 75.

Hipotesis:

H0 : Model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik tidak efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

H1 : Model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Secara matematis:

H0: � � ,9

(60)

52 Taraf signifikan: � = 0,05

Statistik Uji:

Kriteria: H0 ditolak jika nilai thit > -ttab. Keterangan:

= hitung

= rata-rata nilai post-test

�0 = nilai yang dihipotesiskan (74,9) � = simpangan baku

� = jumlah siswa

2) Pengujian hipotesis kedua untuk Uji One Sample t-test

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII MTs Al-Mahali Pleret jika 75% siswa tuntas rata-rata nilai post-test siswa minimal mencapai KKM dengan nilai 75. Hipotesis:

(61)

53 H1 : Model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Secara matematis:

H0: � � ,

H1: � > 74,9

Taraf signifikan: � = 0,05 Statistik Uji:

Kriteria: H0 ditolak jika nilai thit > -ttab. Keterangan:

= hitung

�̅= rata-rata nilai posttest

�0 = nilai yang dihipotesiskan (74,9) � = simpangan baku

n = jumlah siswa

b. Uji Anova (One Way Analysis of Variance)

(62)

54 Anava. Selain itu, kedua kelompok data tersebut masing-masing

dikumpulkan dari dua kelompok yang berbeda yaitu kelompok kelas eksperimen 1 yang menggunakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan kelompok kelas eksperimen 2 yang menggunakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual. Statistik uji yang digunakan yaitu uji dua kelompok (Anova/One Way Analysis of Variance) terhadap post-test. Pengujian hipotesis mengenai apakah terdapat perbedaan antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan pembelajaran menggunakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual di Kelas VIII MTs Al-Mahali Pleret.

Hipotesis:

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

(63)

55 pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Secara matematis: H0: µ1 = µ2 H1: µ1 ≠ µ2 Keterangan:

= Nilai mean post-test kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas eksperimen I. = Nilai mean post-test kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas eksperimen II. Tingkat signifikan:

� = 0,05

H0 ditolakjika�sig� �0,05 c. Uji Lanjut

(64)

56 atau H0 ditolak, berarti perhitungan selanjutnya dapat dilakukan, maka uji selanjutnya adalah melihat kelompok mana saja yang berbeda. Untuk menentukan uji lanjut mana yang digunakan, maka kembali kita lihat tabel Test of Homogeneity of Variances, bila hasil tes menunjukan varian sama, maka uji lanjut yang digunakan adalah uji Bonferroni. Namun bila hasil tes menunjukan varian tidak sama, maka uji lanjut yang digunakan adalah uji Games-Howell. Jika hasil uji menunjukan Ho gagal ditolak (tidak ada perbedaan), maka uji lanjut (Post Hoc Test) tidak dilakukan. Sebaliknya jika hasil uji menunjukan Ho ditolak (ada perbedaan), maka uji lanjut (Post Hoc Test) harus dilakukan.

Hipotesis:

H0 : Model pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik tidak lebih efektif dibandingkan model pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ditinjau dari post-test kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Gambar

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 2 Desain Penelitian
Tabel 3 Pedoman Penskoran Pemecahan Masalah
Tabel 4 Kategori Reliabilitas
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sistem struktur pondasi pada Hotel Resort Syariah di Kawasan Wisata Ngarai Sianok merupakan bangunan multi massa dengan kontur yang berbeda, maka peletakkan pondasi

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Plandi Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.. Desain penelitian ini

Ketiga hal ini dapat menjadi acuan dalam hidup kita untuk mengetahui sudah sejauh mana hidup kita saat ini untuk terus dapat mengingat kuasa dan kebaikanNya dalam hidup kita,

Keunggulan teknik ini ialah siswa akan belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan dan dan mudah, anak hanya menganalisa banyak lobang dan menjawab

Jumlah anggota rumah tangga juga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Bagi rumah tangga dengan anggota rumah tangga banyak, pada kondisi tersebut maka tingkat konsumi pangan

Dari hasil analisa tersebut dapat diketahui bahwa pada bor 1 beban kolom struktur tersebut dapat dipikul oleh konfigurasi kelompok tiang 3x3 diameter tiang spacing 2D dengan

Pada Tabel 2 dapat dilihat bah- wa belut yang berjenis kelamin betina mempu- nyai ukuran kurang dari 29 cm dan perubahan menjadi jantan pada ukuran lebih dari 29 cm ,

Alasan pemilihan peristiwa politik Pilkada DKI Jakarta 2017 pada Putaran Kedua digunakan sebagai obyek dalam penelitian adalah karena peristiwa tersebut sangat menarik perhatian