• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hak Debitur untuk Mengetahui Peralihan Piutang T1 312007070 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hak Debitur untuk Mengetahui Peralihan Piutang T1 312007070 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Alasan Pemilihan Judul

Apakah hukum itu acuh tak acuh dan tidak peduli kepada pihak Debitur,

ketika terjadi peralihan piutang dari Krediturnya, dalam hal ini apabila Kreditur

mengalihkan piutang kepada pihak lain? Pertanyaan inilah yang antara lain telah

menjadi alasan yang menimbulkan rasa ingin tahu dan dengan demikian juga

menjadi alasan yang pertama, mengapa Penulis memilih: “Hak Debitur untuk

Mengetahui Peralihan Piutang”.

Sedangkan alasan yang kedua, mengapa judul skripsi sebagaimana yang

dikemukakan di atas adalah, seperti yang pernah dikemukakan oleh seorang pakar

hukum,1 tugas hakim tidak pernah dapat dipisahkan dari sistem hukum.Artinya

menemukan hukum yang koheren dengan sebuah kasus untuk memutuskan kasus,

membangun argumentasi hukum untuk menjustifikasi putusannya, berdasarkan

sistem hukum.

Melalui penelitian ini dan akhirnya penulisan skripsi kesarjanaan ini,

Penulis hendak memastikan bahwa asas-asas dan kaedah-kaedah yang dirujuk

atau dijadikan referensi oleh hakim-hakim Indonesia di dalam

putusan-putusannya, antara lain putusan-putusan yang menjadi satuan amatan penelitian

ini koheren atau konsisten dan sistemik sebagaimana pendapat yang telah

dikemukakan oleh Pakar Hukum di atas.

1

(2)

Sedangkan alasan yang ketiga, mengapa Penulis memilih judul sebagaimana dikemukakan di atas adalah adanya perbedaan pandangan dalam

menilai praktek peralihan piutang yang dilakukan oleh Bank.Perbedaan

pandangan tersebut dapat dilihat dalam rangkaian putusan pengadilan yang

berujung pada Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dengan nomor registrasi

700/PDT/1998/PT.SBY tertanggal 11 Februari 1999.

Adapun kasus posisi dari perkara dalam Putusan tersebut di atas adalah

sebagai berikut.Ny.Hanny Natali adalah nasabah atau dalam judul Penelitian ini

disebut dengan istilah Debitur dari PT. Bank Umum Majapahit (Bank Majapahit)

Cabang Surabaya.Ny. Hanny Natali meminjam uang di Krediturnya yaitu Bank

Majapahit atas namanya sendiri, yaitu Ny. Hanny Natali. Untuk memberi rasa

aman kepada Krediturnya, sesuai tuntutan hukum (the dictate of law) kredit Ny.

Hanny Natali tersebut diikat dengan jaminan benda tetap, dalam hal ini sejumlah

bidang tanah. Ketika pinjaman Ny. Hanny Natali itu dilakukan, waktu itu diikat

dengan hipotek2.

Pada suatu ketika, PT. Bank Majapahit mengalami permasalahan

likuiditas. Pihak Management Bank Majapahit kemudian memutuskan untuk

menjual asset Bank itu dalam bentuk kredit kepada Bank lain dengan prinsip

novasi subyektif aktif.

2

(3)

Dalam hal ini yang dimaksud dengan novasi subyektif aktif adalah yang

diperbaharui subyek Kreditur yang sebelumnya Bank Majapahit, diperbaharui ke

Bank Lippo3.

Pihak dalam peralihan piutang itu adalah Bank Majapahit, menerima

peralihan piutangDebitur Ny. Hanny Natali.Peralihan piutang dari Kreditur (Bank

Majapahit) ke Bank Lippo sebagai pihak Kreditur baru itu kemudian dituangkan

dalam Akta nomor 119 tanggal 28 Oktober 1992.Akta tersebut dibuat di hadapan

Notaris Rini Soemantapoera, SH.

Bank Lippo sebagai Kreditur baru, pada bulan Juli 1993 menagih

Debiturnya Ny. Hanny Natali untuk melunasi utangnya kepada Bank Lippo.

Debitur Ny. Hanny Natali menolak membayar utang yang ditagih Bank Lippo.

Adapun alasan-alasan mengapa si Debitur itu menolak melakukan

pembayaran kredit yang si Debitur yakini dipinjam dari Bank Majapahit dan

bukan dari Bank yang lain itu adalah Debitur Ny. Hanny Natali tidak diberitahu

adanya akta peralihan piutang No. 119 antara Bank Majapahit dan Bank Lippo.

Menurut Debitur Ny. Hanny Natali, ia tidak mengetahui berapa utang yang dijual

kepada Bank Lippo.Hal ini juga dirasakan merugikan Ny. Hanny Natali.Akta

nomor 119 tanggal 28 Oktober 1992 tersebut oleh Pengadilan belakangan

dinyatakan tidak sah.

Debitur Ny. Hanny Natali berpendirian bahwa menurut Pasal 4 akta

dimaksud, pihak Bank Majapahit dibebankan kewajiban kontraktual berupa

pemberitahuan kepada Debitur tentang beberapa jumlah utang Debitur.

3

(4)

Namun belum dilaksanakan hingga saat gugatan diajukan oleh Kreditur

Bank Majapahit tersebut.

Pihak Bank Lippo yang merasa dirugikan atas tindakan si Debitur, dalam

hal ini Ny. Hanny Natali, kemudian menggugat Ny. Hanny Natali ke Pengadilan.

Pihak Bank Lippo yang merasa sebagai Kreditur baru yang sah mengajukan

gugatan kepada Pengadilan agar supaya pihak Bank Lippo dapatmeminta

Pengadilan untuk melakukan eksekusi atas grosse akte Hipotek yang menjamin

utang Debitur kepada Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor registrasi

296/pdt.G/1995/PN Surabaya.

Debitur Ny. Hanny Natali menolak eksekusi grosse Akta Hipotek dan

kemudian melakukan perlawanan.Disamping itu,Ny. Hanny Natali kemudian

mengajukan gugatan perdata kepada Bank Majapahit sebagai tergugat I dan Bank

Lippo sebagai tergugat II dengan nomor registrasi 322/pdt G/1995/PN Surabaya.

Hakim Pengadilan Negeri menerima eksepsi yang diajukan oleh Bank

Lippo sebagai tergugat II serta memutuskan bahwa gugatan Ny. Hanny Natali

tidak dapat diterima.

Adapun dasar pertimbangan para hakim dalam kasus ini adalah bahwa

gugatan Ny. Hanny Natali yang tercatat dalam registrasi nomor 322/Pdt

G/1995/PN Surabaya adalah sama isinya dengan “gugatan perlawanan” yang

diajukan oleh Ny. Hanny Natali terhadap gugatan Bank Lippo nomor

296/Pdt.G/1995/PN Surabaya.

Dengan mendasarkan diri kepada putusan Mahkamah Agung No.

(5)

berperkara serta barang yang disengketakan sama, maka perkara yang demikian

ini adalah Ne bis in Idem.

Namun demikian, Majelis hakim Banding di dalam putusannya

menyatakannya tidak sependapat dengan pertimbangan hukum dan putusan

pengadilan Negeri dengan alasan hukum sebagai berikut, yaitu bahwa eksepsi

yang diajukan oleh Bank Lippo, seharusnya ditolak oleh Pengadilan Negeri.

Menurut para hakim di Pengadilan Tinggi Surabaya tersebut, perkara

nomor 296/Pdt.G/1995/PN Surabaya yang diajukan dan diputus terlebih dahulu

masih belum berkekuatan hukum tetap.Majelis hakim di Pengadilan Tinggi

Surabaya juga berpendapat bahwa dalam perkara itu para pihak ternyata berbeda

dengan perkara gugatan nomor 322/Pdt G/1995/PN Surabaya. Atas dasar itu

Majelis hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa gugatan ini bukan Ne bis in

Idem.

Para hakim juga berpendapat bahwa Bank Majapahit sebagai Kreditur

Lama tidakbolehbegitu saja mengalihkan tagihannya kepada Bank Lippo tanpa

adanya persetujuan dari Debitur. Namun, mengingat pengalihan tagihannya

kepada Bank Lippo tanpa adanya persetujuan dari Debitur, maka tindakan Bank

Majpahit yang mengalihkan piutangnya tersebut merupakan perbuatan ingkar janji

(wanprestasi) yang melanggar Akta nomor 119 tanggal 28 Oktober 1992. Akta

dimaksud memuat kewajiban pemberitahuan kepada Debitur tentang berapa

jumlah utang Debitur.

Selain itu Bank Majapahit mempunyai kesempatan untuk mengajukan

(6)

bermasalah selama 90 (sembilan puluh) hari. Namun, upaya hukum itu rupanya

tidak nampak dalam proses ini4.

Dalam Undang-Undang Perbankan tidak diatur tentang hak Debitur untuk

mengetahui peralihan piutang.Namun, secara eksplisit diatur tentang upaya

Perbankan dalam mengatasi permasalahan yang mungkin terjadi jika sistem

Perbankan tidak terdukung untuk berjalan normal.

Tindakan pengalihan tagihan dalam kasus tersebut di atas adalah perbuatan

wanprestasi.Oleh sebab itu Majelis hakim Pengadilan Tinggi Surabaya

berpendapat bahwa grosse akta hipotek dan sertifikat hipoteknya pun tidak dapat

dibenarkan menurut hukum.Dengan demikian, Majelis Hakim Banding

berpendapat bahwa semua grosse akta hipotek tersebut tidak dapat dilaksanakan

atau dieksekusi berdasarkan pasal 224 HIR.

Akhirnya, Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Jawa Timur

memberikan putusan supaya membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya.

Para hakim di Pengadilan Tinggi Surabaya mengabulkan gugatan Ny. Hanny

Natali untuk seluruhnya.

Para hakim juga menyatakan sebagai hukum bahwa Bank Majapahit

wanprestasi atau cidra janji. Menurut para hakim tersebut, Bank Majapahit telah

melanggar pasal 4 akta Notaris nomor 119 tanggal 28 Oktober 1992.Hakim-hakim

dimaksud juga menyatakan sebagai hukum bahwa pemasangan hipotek dari

grosse akta hipotek adalah tidak sah menurut hukum.

4

(7)

Atas dasar itu juga, para hakim tersebut kemudian menetapkan semua

grosse akta hipotek tersebut tidak dapat dilaksanakan dan mengikat Ny. Hanny

Natali karena batal demi hukum5atau dalam bahasa Ilmu hukum yang lebih

sofisticated atau canggih disebut null and void.

Atas putusan itu, Sutan Remy Sjahdeniberpendapat bahwa putusan

Pengadilan Tinggi itu ternyata keliru. Mestinya, menurut pendapat tersebut, pihak

Debitur tidak perlu diberitahu, atau dalam konsep Judul Penulis, tidak mempunyai

hak untuk mengetahui peralihan piutang dari Kreditur Bank Majapahit kepada

Bank Lippo tersebut di atas. Benarkah pendapat seperti itu?Hal itu jugalah yang

menyebabkan Penulis tertarik untuk melakukan Penelitian dengan judul

sebagaimana telah dikemukakan di atas.

1.2.Latar Belakang Masalah

Adapun hal yang melatarbelakangi Penelitian dengan judul sebagaimana

telah Penulis kemukakan di atas adalah bahwa apabila diperhatikan dengan

saksama, Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

mengenal dua lembaga hukum yang dapat mengakomodir peralihan piutang yaitu

subrogasi dan Cessie.

Subrogasi menurut perumusan dalamPasal 1400 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata) adalah suatu pengalihan hak-hak dari Kreditur

5

Dalam konteks perjanjian utang piutang, baik untuk tujuan perdagangan maupun (kredit), bisanya pengalihan hak kebendaan (tak bertubuh) tersebut dilakukan untuk tujuan pemberian jaminan atas pelunasan utang.Dalam konteks ini, isi cessie yang bersangkutan sedikit berbeda dengan isi akta

(8)

kepada seorang pihak ketiga.Pihak ketiga itu membayar kepada Kreditur,

pembayaran oleh pihak ketiga tersebut dapat terjadi karena kontrak ataupun

terjadi karena Undang-Undang6, yang menurut Jeferson Kameo SH; LLM;

Ph.D,baik itu terjadi karena kontrak maupun karena Undang-Undang tetap terjadi

oleh kontrak.

Lebih lanjut, di dalamPasal 1400 KUHPerdata menentukan bahwa

pergantian kedudukan sebagai Kreditur yang terjadi dengan persetujuan Debitur,

apabila pihak Kreditur menerima pembayaran dari seseorang pihak ketiga, maka

orang yang menggantikan Kreditur semula tersebut menggantikan hak-haknya,

gugatan-gugatannya, hak-hak istimewanya dan hipotek-hipoteknya yang dipunyai

terhadap (against) pihak Debitur dan dalam kasus di atas adalah terhadap

(against) pihak Ny. Hanny Natali.

Sedangkan background lainnya adalah bahwa yang merupakan

unsur-unsur yuridis dari pengertian subrogasi tersebut adalah bahwa dalam subrogasi,

inisiatif untuk melakukan peralihan piutang datang dari pihak Kreditur.Dalam

subrogasi ada pembayaran utang oleh Debitur kepada Kreditur lama.Pembayaran

utang tersebut dilakukan oleh pihak ketiga (Kreditur baru). Subrogasi dinyatakan

secara tegas (expressed) serta dilakukan tepat pada waktu pembayaran7.

Salah satu akibat hukum yang penting dengan adanya subrogasi adalah

Kreditur baru menempati kedudukan sebagai Kreditur lama. Dengan ditempatinya

kedudukan Kreditur lama oleh Kreditur baru tersebut maka pihak Kreditur baru

6

Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Sinar Grafika: Jakarta), 2007, hlm. 332.

7

(9)

dapat menagih piutangnya dari pihak Debitur, sepanjang pergantian kedudukan itu

sah, antara lain misalnya dengan terlebih dahulu telah diketahui oleh Debitur.

Pada subrogasi tidak ada kewajiban dari Kreditur untuk memberitahukan

kepada Debitur tentang adanya pergantian kedudukan dimaksud apalagi

pengakuan atau persetujuan dari Debitur8.

Namun, ada cara kedua yang dapat mengakomodir peralihan piutang, yaitu

cessie. Cessie adalah suatu pengalihan piutang (atas nama) terhadap utang Debitur dari Kreditur lama kepada Kreditur baru.Dengan cara yang diatur oleh

Undang-Undang yakni dengan jalan membuat akta Cessie. Akta cessie dapat berupa akta

otentik maupun suatu akta di bawah tangan.Dalam cessie, hukum

mewajibkankepada pihak Kreditur untuk memberitahukan kepada Debitur atau

secara tertulis disetujui dan diakui oleh Debitur.

Dilihat dari pengertian tersebut,Cessie mempunyai elemen-elemen yuridis

yaitu adanya pihak cedent (Kreditur lama), adanya pihak cessus (Debitur), adanya

piutang/tagihan dengan tittle yang sah, adanya pengalihan piutang, adanya akta

cessie serta adanya pemberitahuan kepada pihak cessus atau adanya persetujuan

dan pengakuan tertulis dari cessus. Menurut pendapat Penulis pada prinsipnya

setiap peralihan piutang di mana ada bersangkut dengan hak-hak Debitur atau

benda jaminan, maka setiap peralihan baik itu dengan cara subrogasi atau cessie

harus memperoleh persetujuan dari Debitur. Hal seperti ini adalah prinsip hukum

(legal principle) yang fundamental dan harus dipatuhi (obidient) oleh siapa saja.

8

(10)

KUHPerdata mensyaratkan agar cessie diberitahukan (berkening) kepada

pihak cessus atau adanya persetujuan dan pengakuan tertulis dari cessus.Namun

demikian, tidak dipenuhinya syarat pemberitahuan (transparansi) dimaksud tidak

sampai mengakibatkan gagalnya tindakan cessie tersebut9.

Dalam hal ini cessie tersebut tetap sah dan mengikat secara hukum.Hanya

saja tindakan hukum (cessie) tidak berpengaruh/mempunyai akibat hukum kepada

Debitur. Hal ini sesuai dengan Pasal 1613 Ayat (2) KUHPerdata Indonesia yang

di dalamnya dirumuskan bahwa

“penyerahan demikian bagi si berutang tidak ada akibatnya. Melainkan

setelah penyerahan itu secara resmi diberitahukan kepadanya (betekde)

atau secara tertulis disetujui dan diakuinya”10 .

Unsur yang perlu diperhatikan adalah adanya pemberitahuan secara resmi

(tertulis) kepada Debitur untuk diketahui.Dalam unsur tersebut mengandung

makna bahwa pemberitahuan Kreditur tentang pengalihan piutang kepada pihak

ketiga dapat dilakukan dengan bukti yang otentik berupa surat pemberitahuan

kepada Debitur yang kemudian menjadi bahan pertimbangan untuk diketahui

oleh pihak Debitur, sebelum terjadinya suatu peralihan piutang dari Kreditur lama

kepada pihak Kreditur yang baru.

Dari uraian subrogasi dan cessie tersebut diatas, ada satu hal penting yang

merupakan persamaan dari kedua lembaga hukum dimaksud, yaitu peralihan

piutang pada subrogasi dan cessie didasarkan atas tindakan sepihak dari Kreditur

tanpa diperlukannya campur tangan dari pihak Debitur, hanya saja, menurut

9

Karya tulis kesarjanaan ini disusun dengan suatu ideal bahwa pandangan-pandangan yang bertentangan dengan hukum perlu diluruskan.

10

(11)

hukum, perlu diketahui peralihan piutang dari Kreditur lama kepada Kreditur baru

serta persetujuan atas peralihan piutang yang di dalamnya terdapat hak-hak

Debitur atas benda jaminan juga adalah tindakan sepihak yang wajib diberikan

oleh pihak Debitur, maka, kewajiban tersebut hanya berupa pemberitahuan,

namun demikian tidak dipenuhinya kewajiban pemberitahuan itu pun tidak sampai

membatalkan cessie yang dimaksud. Sebagaimana telah dikemukakan di atas,

subrogasi maupun cessie tersebut tidak mengikat pihak Debitur, apabila tidak

diketahui dan diakui oleh Pihak Debitur11.

Sesuai dengan bunyi ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata bahwa

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka

yang membuat perjanjian tersebut, lebih lanjut ditentukan pula pada Pasal 1340

KUHPerdata bahwa perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi pihak yang

membuatnya12

.

Seharusnya memperhatikan kedua asas hukum di atas sertifikat hipotek

dan grosse akta hipoteknya pun dapat dibenarkan menurut hukum serta dapat dilaksanakan atau dieksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR.Namun tidak berlaku

bagi pihak Debitur yang belum diberitahukan dan memberikan

persetujuan.Karena, menurut ketentuan pasal 1533 KUHPerdata pengalihan suatu

piutang meliputi pula segala sesuatu yang melekat padanya, seperti

11

Lihat, catatan kaki No.9, supra. 12

(12)

penanggungan, hak istimewa dan hipotek-hipotek13, yang menurut hukum wajib

diketahui oleh pihak Debitur.

1.3.Rumusan Masalah

Memperhatikan alasan-alasan pemilihan Judul dan Latar Belakang

permasalahan sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas, berikut ini rumusan

permasalahan yang mengarahkan penelitian ini dan juga pada akhirnya karya tulis

skripsi kesarjanaan dari Penulis ini yaitu:ApakahDebitur mempunyai hak untuk

mengetahui peralihan piutang?

1.4.Tujuan Penelitian

Sedangkan tujuan dari penelitian dan pada akhirnya tujuan dari penulisan

skripsi kesarjanan ini adalah: Untuk mengetahui, apakah Debitur mempunyai hak

untuk mengetahui peralihan piutang.

1.5.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum. Penelitian ini bermaksud tidak ada lain kecuali mencari dan menemukan

prinsip-prinsip atau asas-asas dan kaedah-kaedah dalam suatu sistem hukum yang

mengatur para pihak yang terlibat di dalam perhubungan hukum atau perikatan di

13

(13)

mana hak-hak Debitur perlu diperhatikan, ketika terjadi suatu peralihan piutang,

atau peralihan hak untuk menagih utang yang dimiliki oleh seorang Kreditur lama

atas Debiturnya kepada Kreditur baru.

Adapun satuan amatan dari penelitian ini adalah: (1) Putusan Pengadilan

Negeri Surabaya dengan nomor registrasi 296/Pdt.G/1995/PN Surabaya, (2)

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya nomor registrasi 32/Pdt G/1999/PN

Surabaya, (3) Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya nomor registrasi

700/PDT/1998/PT.SBY.

Putusan ini menjadi titik perhatian Peneliti dalam penelitian ini dan pada

akhirnya penulisan skripsi kesarjanaan Penulis ini.Di samping putusan-putusan

pengadilan yang disebutkan di atas, Penulis juga melakukan pengamatan terhadap

beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hak

Debitur untuk mengetahui peralihan piutang yaitu: Kitab Undang-Undang hukum

perdata dan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 jo Undang-Undang No. 23 tahun

1999 joUndang-Undang No. 3 tahun 2004 jo Undang-Undang No. 2 tahun 2008

Jo Undang-Undang No. 6 tahun 2009 tentang Bank Indonesia.

Berkaitan dengan permasalahan benda jaminan milik Debitur yang telah

dihipotekkan, sementara hipotek telah digantikan dengan hak tanggungan maka

suatu studi perbandingan dengan satuan amatan undang-undang No. 4 tahun 1996

tentang Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda yang berkaitan dengan

Tanah juga akan menjadi perhatian penelitian ini.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah meguraikan apakah hak Debitur

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Durian Sebatang (Lapen) Kec.. M.Si

Adapun sisanya untuk bagian anak-anak, yaitu satu anak laki-laki (bagiannya sama dengan bagian dua anak perempuan), sementara dua anak perempuan masing-masing

Pf,MENANC LELANG!. Nt6a

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa program pascasarjana berikut ini adalah mahasiswa yang sedang aktif