• Tidak ada hasil yang ditemukan

alasan perceraian dan penerapan pasal 762

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "alasan perceraian dan penerapan pasal 762"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

halaman 1 dari 5 ALASAN PERCERAIAN DAN PENERAPAN PASAL 76 UU NO.7 TAHUN 1989

YANG DIUBAH OLEH UU NO.3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA OLEH UU NOMOR 50 TAHUN 2009

Oleh Drs. H. Jojo Suharjo

( Wakil Ketua Pengadilan Agama Brebes Kelas I. A. )

KATA PENGANTAR

Tulisan ini pernah diunggah melalui website resmi Pengadilan Agama

Purwokerto Kelas I.B ketika penulis bertugas sebagai Wakil Ketua di Pengadilan

Agama tersebut.

Tulisan ini semula dibuat dan diserahkan penulis kepada Panitia

Penyelengara Pelatihan sebagai ketentuan mengikuti pelatihan Hakim di hotel

Sahid Raya Jogjakarta dari tanggal 06-23 Oktober 2003.

Oleh karena dirasa masih sangat berguna untuk diingat terutama diri penulis

sendiri dan barangkali untuk pembaca sekalian, kini tuangkan kembali seutuhnya

dengan penambahan seperlunya.

Semoga bermanfaat.

ALASAN PERCERAIAN

Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian atau keputusan

Pengadilan.

Putusan perkawinan yang dikarenakan perceraian dapat terjadi karena talak

atau berdasarkan gugatan perceraian. Dan perceraian hanya dapat dilakukan di

depan sidang Pengadilan Agama ( bagi yang beragama Islam ) setelah Pengadilan

yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan suami isteri.

Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami isteri

tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. Alasan perceraian tertuang

dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) Undang-undang No.1 Tahun 1974 Jo. Pasal 19

Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 Jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI)

yakni tertuang dalam huruf (a) sampai (f) dan tersebut dalam KHI sampai dengan

(2)

halaman 2 dari 5

PASAL BERKAITAN ALASAN PERCERAIAN KARENA PERSELISIHAN DAN

PERTENGKARAN TERUS MENERUS.

Pasal 76 Undang-undang No.7 Tahun 1989 berbunyi :

(1) .“Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk

mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi

yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat dengan suami isteri”.

(2) .“Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat

persengketaan antara suami isteri dapat mengangkat seorang atau lebih

dari keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi

hakam”.

Penjelasan Pasal tersebut berbunyi:

Ayat (1) : “Syiqaq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus

antara suami isteri”.

Ayat (2) : “Hakam ialah orang yang ditetapkan pengadilan dari pihak

keluarga suami atau pihak keluarga isteri atau pihak lain

untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan terhadap

syiqaq”.

Pasal 22 PP. No.9 Tahun 1975 berbunyi:

Ayat (1) : “Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam 19 huruf (f),

diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman Tergugat”.

Ayat (2) : “Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah

cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan

pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga, serta

orang-orang yang dekat dengan suami istri itu”.

Penjelasan ayat (2) pasal tersebut berbunyi : “Sebab-sebab perselisihan dan

pertengkaran itu hendaknya dipertimbangkan oleh Hakim apakah benar-benar

berpengaruh dan prinsipiil bagi keutuhan kehidupan suami isteri.

Pasal 134 KHI berbunyi : “Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam

(3)

halaman 3 dari 5 mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar

pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut”.

SAKSI KELUARGA ATAU ORANG DEKAT

Pada prinsipnya ketiga pasal tersebut mengharuskan Hakim untuk

mendengar dan memeriksa keluarga dekat suami isteri. Jika ternyata keluarga dekat

tidak ada atau jauh dan sulit untuk dihadirkan ke dalam persidangan, maka Hakim

dapat memerintahkan para pihak untuk menghadirkan siapa-siapa orang yang

dekat dengan mereka. Bila tidak dapat menghadirkannya setelah diperintahkan dan

waktu yang cukup maka tidak perlu menghadapkannya, bila duduk perkaranya

sudah cukup terang, sebab keterangan mereka adalah kepentingan para pihak. Bila

pihak Tergugat yang tidak mampu atau tidak mau menghadirkannya maka Hakim

dapat menganggap Tergugat mengakui dalil-dalil Penggugat.

Saksi keluarga didengar keterangannya tentang sebab-sebab dan sifat-sifat

perselisihan antara suami isteri, karena merekalah yang paling dekat, lebih tahu

tentang situasi rumah tangga suami isteri.

NILAI KESAKSIAN SAKSI KELUARGA

Saksi keluarga dan orang-orang dekat adalah saksi yang kedudukannya sama

dengan saksi-saksi dalam perkara, maka pemeriksaannya dilaksanakan pada tahap

pembuktian, karenanya mereka didudukan secara formil harus disumpah dan

keterangan yang mereka berikan memenuhi syarat materiil yakni keterangan yang

mereka berikan berdasar pendengaran, penglihatan atau pengalaman sendiri, yang

kemudian keterangan yang mereka berikan saling berkesesuaian dengan saksi atau

alat bukti lain dan yang mereka berikan sah serta bernilai alat bukti olehnya bernilai

kekuatan pembuktian.

Bila mereka diajukan sebelum pembuktian maka sebagai pendamai saja.

Keterangan mereka disumpah berarti bertentangan dengan Pasal 145 dan

146 HIR/172 Rbg. Hal itu tidak mengapa, karena apa yang diatur dalam Pasal 76

ayat (1) Undang-undang No.7 Tahun 1989 adalah kehendak dari undang-undang itu

(4)

halaman 4 dari 5 perceraian atas dasar perselisihan dan pertengkaran terus menerus, tidak bisa

diterapkan dalam perkara perceraian yang lain. Rasionya keterlibatan keluarga

sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan rumah tangga. Pada

umumnya keluarga akan bersikap lebih ingin mempertemukan dan menyatukan

kembali ikatan perkawinan. Jarang yang berkeinginan untuk menghancurkan rumah

tangga anak atau adiknya, kecuali jika keadaannya sudah benar-benar parah.

Biasanya orang yang selalu dekat dengan suami atau isteri siapa lagi kalau bukan

keluarga. Jarang orang tua yang tidak tahu segala peristiwa yang terjadi dalam

rumah tangga suami isteri.

Apabila keluarga tidak bersedia disumpah dalam memberikan

keterangannya maka keterangan hanya dapat dijadikan sebagai bukti persangkaan

Hakim yang hanya dapat dijadikan sebagai bukti permulaan, sehingga harus

ditambah dengan bukti lain.

Disebutkan dalam Buku II Edisi 2009 Halaman 223 bahwa “Gugatan atas alasan

syiqaq harus dibuat sejak awal bahwa perkara tersebut perkara syiqaq, bukan

perubahan dari gugat cerai atas dasar perselisihan dan pertengkaran terus menerus

yang kemudian dijadikan perkara syiqaq”.

SYIQAQ

Diatas sudah disebutkan pengertian syiqaq dalam penjelasan ayat (1) Pasal

76 Undang-undang No.7 Tahun 1989. Dan ada yang berpendapat bahwa dikatakan

syiqaq kalau selisihnya itu mengandung unsur-unsur membahayakan suami isteri

dan terjadi pecahnya perkawinan. Sedangkan bila tidak mengandung unsur-unsur

yang membahayakan dan belum sampai pada tingkat darurat, maka hal tersebut

belum dikatakan syiqaq.

Berkaitan dengan syiqaq ada yang berpendapat, kalau dari suami

merupakan alasan perceraian hingga mengacu pada Pasal 19 huruf (f) Peraturan

Pemerintah No.9 Tahun 1975 tetapi kalau dari isteri maka syiqaq merupakan

lembaga sehingga mengacu pada Pasal 76 ayat (1) Undang-undang No.7 Tahun

(5)

halaman 5 dari 5 Dengan telah dimantapkannya syiqaq dalam Undang-undang No.7 Thaun

1989 sehingga ada yang berpendapat bahwa syiqaq merupakan alasan cerai yang

diajukan pada Pengadilan Agama sebagai perkara tersendiri. Sejak semula sudah

merupakan syiqaq, jadi bukan perkara lain yang disyiqaqkan setelah

berlangsungnya pemeriksaan perkara dalam persidangan. Dan itu memudahkan

pengisian laporan Model LI-PA.8 Pola Bindalmin.

Kemudian bila syiqaq merupakan lembaga maka ditempuh pelaksanaan

penyelesaiannya dengan hakam yakni melalui tahapan-tahapan sebagaimana

tersebut dalam halaman 225 Buku II Coklat MARI, Edisi Revisi.

KESIMPULAN

Dari uraian-uraian tersebut diatas maka Penyusun simpulkan yang intinya:

1. Bila perceraian dengan alasan tersebut dalam huruf (f) maka keluarga atau

orang dekat suami isteri harus didengar keterangannya.

2. Keluarga atau orang dekat dapat sebagai saksi formil dan materiil.

3. Alasan perceraian dengan tersebut dalam huruf (f) dapat ditingkatkan

dengan pengangkatan hakamain sebagaimana tersebut dalam Pasal 76

Undang-undang No.7 Tahun 1989.

BAHAN BACAAN

1. Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan

Agama, Bapera Departemen Agama RI.

2. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II,

Mahkamah Agung RI Edisi Revisi.

3. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama oleh, M. Yahya

Harahap, SH.

4. Mimbar Hukum No.31 Tahun VIII 1997 bulan Maret-April.

5. Permasalahan Hukum Perdata Agama (Tanya – Jawab MARI Tahun 1996).

6. Beberapa Temuan Hukum Materiil dan Formil pada Pemeriksaan Tingkat Banding (PTA Semarang 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dasar hukum dari berlakunya Perjanjian Perceraian ini harus dilihat dari dua segi, segi materiilnya atau isi dari Perjanjian Perceraian yaitu hak dan kewajiban

2 6 Firda Aprilianto, Perceraian Yang terjadi Akibat Kurang adanya Perhatian dan Kasih sayang antar suami dan isteri dalam lembaga keluarga.. sahkan antara

1) Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau

Jika salah satu pihak (suami atau isteri) meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa alasan yang sah, maka ini menjadi alasan diperbolehkannya

Tinjauan KHI terhadap Ejakulasi Prematur sebagai Alasan Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia, perceraian diatur dalam pasal 116 yang memuat alasan-alasan

Alasan-alasan diperbolehkan mengajukan perceraian di Pengadilan yaitu : salah satu pasangan baik suami atau istri menjadi pemadat, penjudi, pemabuk, melakukan perbuatan zina

Permohonan perceraian diajukan pada Pengadilan Agama Kota Malang dengan alasan istri telah berbuat nusyuz dengan cara meninggalkan suami selama dua tahun

Sehingga dasar hukum dari berlakunya Perjanjian Perceraian ini harus dilihat dari dua segi, segi materiilnya atau isi dari Perjanjian Perceraian yaitu hak dan kewajiban