• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Evakuasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Evakuasi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

V-65

BAB V

ANALISIS

Pada bab ini dilakukan analisis terhadap proses dan hasil pengembangan model yang sudah dibuat.

5.1 Analisis Evakuasi

Berdasarkan pengembangan model yang dilakukan untuk menentukan total biaya evakuasi penduduk ke barak pengungsian, aliran evakuasi dilakukan dalam satu waktu. Truk yang mengangkut penduduk yang mengungsi diasumsikan memiliki jumlah truk yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk evakuasi dan memiliki kapasitas angkut yang lebih atau sama dengan jumlah penduduk yang mengungsi menggunakan truk tersebut. Dengan adanya asumsi tersebut maka seluruh truk yang mengangkut pengungsi akan menempuh sekali perjalanan menuju barak pengungsian tanpa harus bolak-balik ke lokasi pengungsi sebelumnya.

Pada penelitian ini titik penentuan lokasi berkumpulnya para pengungsi di lokasi bencana (meeting point) ditentukan berdasarkan titik berat dari luas lokasi bencana. Titik berat lokasi bencana dipilih sebagai meeting point karena dari titik berat tersebut merupakan titik imbang dari lokasi bencana, sehingga titik tersebut titik terdekat yang dapat ditempuh setiap wilayah di lokasi bencana dan dapat mencangkupi seluruh penduduk yang berkumpul untuk melakukan evakuasi.

Meeting point tersebut digunakan sebagai titik penjemputan pengungsi dari lokasi

bencana ke barak sementara. Jarak yang dihitung dalam model pada status siaga penelitian ini adalah jarak dari meeting point ke barak sementara.

Barak pengungsian seperti barak permanen dan barak sementara pada penelitian ini diasumsikan memiliki total kapasitas pengungsi lebih atau sama dengan total jumlah pengungsi yang akan menempati masing-masing barak pengungsian. Jumlah barak sementara lebih banyak daripada barak permanen karena kapasitas tampung barak sementara relatif kecil. Barak sementara didirikan di lapangan terbuka sekitar wilayah KRB III berupa tenda pengungsi. Fasilitas yang ada pada barak sementara kurang memadai bagi pengungsi seperti fasilitas kamar mandi dan dapur. Barak permanen didirikan berupa bangunan luas dengan kapasitas tampung yang besar. Barak permanen memiliki fasilitas yang cukup

(2)

commit to user

V-66

lengkap karena sudah tersedia kamar mandi dan dapur yang dibutuhkan bagi pengungsi.

Biaya evakuasi untuk mengirimkan pengungsi ke barak pengungsian memperhatikan biaya bahan bakar dan biaya sewa truk evakuasi. Kapasitas tampung truk evakuasi juga diperhatikan, jika 1 truk evakuasi belum mencukupi untuk menampung semua penduduk di satu lokasi bencana maka BPBD akan menyewa tambahan truk sehingga semua penduduk dapat dievakuasi dan proses evakuasi dapat berjalan dengan cepat.

Model yang telah dikembangkan pada bab sebelumnya menghasilkan alokasi jumlah pengungsi yang optimal di setiap tingkatan Gunung Merapi. Jumlah alokasi dan aliran evakuasi dari lokasi bencana ke barak sementara, dari barak sementara ke barak permanen ataupun dari barak permanen ke barak sementara sudah ditetapkan. Pengungsi dapat memilih barak pengungsian jika aliran evakuasi bercabang namun dalam alokasi yang sudah ditetapkan.

5.2 Analisis Distribusi

Aliran distribusi pada penelitian ini berawal dari kantor BPBD sebagai gudang pemasok kemudian dikirim ke barak pengungsian. Pada status siaga distribusi bantuan dikirim dari gudang pemasok ke barak sementara melalui barak permanen. Barak permanen berfungsi mendata dan menyimpan sementara distribusi bantuan dari gudang pemasok yang kemudian akan dialokasikan kemasing-masing barak sementara. Pada saat pergantian dari status siaga menjadi status awas diasumsikan bantuan yang dikirim ke barak sementara habis terkonsumsi oleh pengungsi. Pada status awas tidak ada aliran distribusi yang menuju ke barak sementara melaiinkan semua distribusi bantuan terpusat pada barak permanen. Pada pasca bencana aliran distribusi diteruskan ke barak sementara berbarengan dengan aliran evakuasi sehingga bantuan dapat dibawa oleh pengungsi langsung menuju barak sementara.

Aliran distribusi pada penelitian ini juga dilakukan dalam satu waktu. Truk yang mengangkut distribusi bantuan diasumsikan memiliki jumlah truk yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk distribusi dan memiliki kapasitas angkut yang lebih atau sama dengan jumlah bantuan yang telah disesuaikan dengan

(3)

commit to user

V-67

jumlah kebutuhan pengungsi menggunakan truk tersebut. Dengan adanya asumsi tersebut maka seluruh truk yang mengangkut bantuan akan menempuh sekali perjalanan menuju barak pengungsian tanpa harus bolak-balik ke gudang pemasok.

Barak pengungsian seperti barak permanen dan barak sementara pada penelitian ini juga diasumsikan memiliki total kapasitas bantuan lebih atau sama dengan total jumlah kebutuhan bantuan pengungsi yang akan menempati masing-masing barak pengungsian. Jumlah bantuan distribusi ini dihitung berdasarkan total pengungsi dikalikan dengan kebutuhan setiap pengungsi. Jika setiap 1 pengungsi membutuhkan 2 unit distribusi bantuan maka gudang pemasok akan mengirimkan bantuan yang berjumlah 2 kali total pengungsi.

Biaya distribusi untuk mengirimkan bantuan ke barak pengungsian memperhatikan biaya bahan bakar dan biaya sewa truk evakuasi. Kapasitas tampung truk distribusi juga diperhatikan, jika 1 truk evakuasi belum mencukupi untuk menampung semua kebutuhan bantuan penduduk maka BPBD akan menyewa tambahan truk sehingga semua penduduk mendapat distribusi bantuan secara merata dan proses distribusi dapat berjalan dengan cepat.

5.3 Analisis Model

Model pada penelitian ini dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkatan status Gunung Merapi yaitu : Model pada status siaga, model saat status awas, dan model saat pasca bencana.

Perbedaan masing model terletak pada fungsi dan arah dari masing-masing aliran distribusi atau aliran evakuasi. Pada status siaga terdapat 1 fungsi evakuasi dan 2 fungsi distribusi. Fungsi evakuasi pada status siaga terdapat pada aliran evakuasi dari lokasi bencana mengarah ke barak sementara. Fungsi distribusi pada status siaga terdapat pada aliran distribusi dari gudang pemasok mengarah ke barak permanen dan aliran distribusi dari barak permanen mengarah ke barak sementara. Pada status awas terdapat 1 fungsi evakuasi dan 1 fungsi distribusi. Fungsi evakuasi pada status awas terdapat pada aliran evakuasi dari barak sementara mengarah ke barak permanen. Fungsi distribusi pada status siaga terdapat pada aliran distribusi dari gudang pemasok mengarah ke barak permanen.

(4)

commit to user

V-68

Pada pasca bencana terdapat 1 fungsi evakuasi dan 2 fungsi distribusi. Hampir sama seperti pada status siaga namun perbedaannya terdapat pada aliran fungsi evakuasi yaitu dari barak permanen mengarah ke barak sementara. untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada gambar 5.1

Persamaan dari model status siaga, status awas dan pasca bencana adalah fungsi distribusi dari gudang pemasok mengarah ke barak permanen. Aliran distribusi dari gudang pemasok ke barak permanen pasti dialami pada setiap status siaga, awas dan pasca bencana karena gudang pemasok merupakan pusat terkumpulnya unit bantuan yang ingin disalurkan kepada penduduk yang terkena bencana Gunung Merapi.

Pada model pada status awas dan pasca bencana memiliki aliran evakuasi yang berkebalikan. Pada status awas aliran evakuasi dari barak sementara ke barak permanen sementara pada pasca bencana aliran evakuasi dari barak permanen ke barak sementara. Model yang membentuk aliran itu hasil keduanya sama dengan asumsi biaya evakuasi dan jalur evakuasi yang dilewati pada status awas dan pasca bencana adalah sama.

Gudang Pemasok i Barak Permanen j Barak Sementara k Lokasi Bencana l Fij Fjk Flk Gudang Pemasok i Barak Permanen j Barak Sementara k Lokasi Bencana l Fij Fjk Gudang Pemasok i Barak Permanen j Barak Sementara k Lokasi Bencana l Fij Fjk Fjk (B) (A) (C)

Gambar 5.1 Perbandingan masing-masing model

Keterangan Gambar: A : Model pada status siaga B : Model pada status awas C : Model pada pasca bencana

: Aliran distribusi : Aliran evakuasi

Alokasi evakuasi pengungsi dari setiap model dapat dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang akan mengungsi ke barak pengungsian dikalikan variabel

(5)

commit to user

V-69

biner yang menentukan berapa alokasi pengungsi optimal yang perlu dikirim agar total biaya evakuasi minimum. Penghitungan alokasi evakuasi pengungsi tersebut juga memperhatikan biaya, kapasitas barak dan jarak dari lokasi awal ke lokasi yang dituju. Jika salah satu barak alokasi evakuasi pengungsi tidak sesuai maka akan timbul kerugian biaya evakuasi.

Alokasi distribusi dari setiap model dapat dihitung berdasarkan jumlah unit bantuan yang akan dikirim ke barak pengungsian dikalikan variabel biner yang menentukan berapa alokasi distribusi optimal yang perlu dikirim disesuaikan dengan kebutuhan setiap pengungsi agar total biaya distribusi minimum. Penghitungan alokasi evakuasi pengungsi tersebut juga memperhatikan biaya, kapasitas barak dan jarak dari lokasi awal ke lokasi yang dituju.

Setiap tanda panah pada alokasi dari hasil model menandakan bahwa alokasi tersebut optimal ke arah yang dituju dengan jumlah yang optimal pula. Jika tanda panah mengarah ke lokasi lain atau berbalik arah maka akan timbul kerugian. 5.4 Analisis Pencarian Solusi Model

Pada bab sebelumnya telah dilakukan pencarian solusi dari model yang dikembangkan menjadi 3 model yaitu : model pada status siaga, model pada status awas dan model pada pasca bencana.

5.4.1 Analisis Solusi Model pada Status Siaga

Pada status Siaga aliran evakuasi dilakukan dari 5 lokasi bencana alam yaitu: Sidorejo, Tegalmulyo, Tlogowatu, Balerante, dan Panggang ke 4 lokasi barak sementara yaitu: Dompol, Keputran, Kepurun, dan Bawukan. Aliran distribusi dilakukan dari 1 gudang pemasok yaitu: Kantor BPBD ke 3 barak permanen kemudian dilanjutkan ke 4 barak sementara.

Alokasi optimal untuk masing-masing distribusi maupun evakuasi dicari menggunakan software Excel Solver. Pada aliran evakuasi, 3977 penduduk Sidorejo akan mengungsi ke barak sementara Dompol namun karena kapasitas tampung manusia pada barak sementara Dompol hanya 3200 orang maka sisa 777 orang penduduk Sidorejo akan mengungsi ke barak sementara yang terdekat lain yaitu barak sementara Keputran. Hal tersebut membuktikan barak Dompol dan barak Keputran merupakan variabel biner yang bernilai 1 terhadap penduduk Sidorejo. Seluruh penduduk Tegalmulyo yang berjumlah 2157 orang mengungsi

(6)

commit to user

V-70

hanya 1 barak sementara yaitu barak sementara keputran. Sisa kapasitas barak sementara Keputran berjumlah 266 digunakan oleh pengungsi Tlogowatu. 3102 penduduk Tlogowatu yang lain mengungsi ke barak sementara Kepurun. Barak sementara bawukan menerima seluruh penduduk Balerante yang berjumlah 1665 orang dan penduduk Panggang yang berjumlah 1440 orang. Dari aliran tersebut dapat terlihat barak sementara yang memiliki sisa kapasitas hanya barak sementara Kepurun sebanyak 98 orang. Dari alokasi tersebut membuktikan semua barak sementara terpilih untuk dijadikan tempat pengungsian. Barak Keputran dan barak Bawukan merupakan barak yang masing-masing menampung penduduk dari 3 lokasi bencana. Barak Dompol dan barak Kepurun menampung masing-masing dari 1 lokasi bencana. Untuk persentase penduduk yang mengungsi ke barak sementara dapat dilihat pada gambar 5.2 serta jalur distribusi dan evakuasi dapat dilihat pada gambar 5.3

Keterangan :

(7)

commit to user V-71 Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan 9. Tlogowatu 10. Panggang 11. Sidorejo 12. Tegalmulyo 13. Balerante

Gambar 5.3 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada status Siaga

Alokasi distribusi dari gudang pemasok bernilai 1 terhadap semua barak permanen ini berarti semua barak permanen terpilih sebagai tempat pengungsian dan jalur distribusi bantuan. BPBD sebagai gudang pemasok dengan kapasitas 13.000 unit dan kebutuhan setiap 1 pengungsi adalah 1 unit maka kebutuhan

(8)

commit to user

V-72

12702 pengungsi akan tercukupi. Gudang pemasok mengirimkan 4300 unit bantuan ke barak permanen Demak Ijo kemudian meneruskan 3200 unit ke barak sementara Dompol dan 1100 unit ke barak sementara Keputran. Gudang pemasok mengirimkan 4102 unit ke barak permanen Menden lalu dikirimkan 2100 unit ke barak sementara Keputran dan 2002 unit ke barak sementara Bawukan. Gudang pemasok juga mengirimkan 4300 unit ke barak permanen Kebondalem Lor lalu dikirim 3102 unit ke barak sementara Kepurun dan 1198 unit ke barak sementara bawukan. Dilihat dari jumlah unit dan jumlah penduduk yang mengungsi di barak sementara berjumlah sama, sehingga hasil alokasi distribusi dan evakuasi sesuai dan optimal karena telah memperhatikan jarak terpendek dan biaya minimal yang akan dikeluarkan. Alokasi tersebut dikalikan dengan jarak dan biaya evakuasi dan distribusi sehingga total biaya evakuasi dan distribusi minimum yang dikeluarkan pada status siaga adalah sebesar Rp548.465.700

5.4.2 Analisis Solusi Model pada Status Awas

Pada status awas seluruh pengungsi yang mengungsi di barak sementara Dompol berjumlah 3200 orang akan mengungsi ke barak permanen Demak Ijo, barak sementara Keputran mengirimkan 1100 orang ke barak permanen Demak Ijo dan 2100 orang ke barak permanen Menden. Barak sementara Kepurun mengirimkan seluruh pengungsinya ke barak permanen Kebondalem Lor sebanyak 3200 orang. Selain itu barak sementara Bawukan mengirim 1198 orang ke barak permanen kebondalem Lor dan 2002 orang ke barak permanen Menden. Persentase pengungsi dari barak sementara ke barak permanen ditunjukan pada gambar 5.4 serta jalur evakuasi dan distribusi dapat dilihat pada gambar 5.5

(9)

commit to user

V-73

Gambar 5.4 Persentase penduduk yang mengungsi ke barak sementara

Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan

(10)

commit to user

V-2

Distribusi bantuan yang ada di barak sementara di asumsikan sudah habis terkonsumsi penduduk yang mengungsi saat status siaga. Distribusi ke barak sementara pada status awas dihentikan dan distribusi bantuan akan terpusat ke barak permanen saja. Alokasi tersebut dikalikan dengan jarak dan biaya evakuasi dan distribusi sehingga total biaya evakuasi dan distribusi minimum yang dikeluarkan pada status awas adalah sebesar Rp374.106.900

5.4.3 Analisis Solusi Model pada Pasca Bencana

Pada pasca bencana alokasi evakuasi dan distribusi dari barak permanen ke barak sementara adalah sama, untuk jalur evakuasi dan distribusi dapat dilihat pada gambar 5.6. Alokasi evakuasi sama dengan alokasi distribusi karena kebutuhan setiap 1 orang pengungsi adalah 1 unit, selain itu jarak tempuh distribusi dari barak permanen ke barak sementara sama dengan jarak tempuh evakuasi dari barak permanen ke barak sementara. Alokasi tersebut dikalikan dengan jarak dan biaya evakuasi dan distribusi sehingga total biaya evakuasi dan distribusi minimum yang dikeluarkan pada pasca bencana adalah sebesar Rp555,294,900 Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan

(11)

commit to user

V-3 5.5 Analisis Perubahan Situasi

Pada sub bab ini memaparkan mengenai adanya kemungkinan situasi-situasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan model. Dari setiap perubahan situasi yang ada ditentukan sebuah tindakan dan penyelesaian agar kondisi tetap optimal. Beberapa kemungkinan perubahan situasi yang ada adalah sebagai berikut:

5.5.1 Jalur Evakuasi dan Distribusi Rusak Tidak Dapat Dilalui

Jalur rusak dapat terjadi pada sebelum dan setelah bencana. Jalur rusak sebelum bencana terjadi karena jalur sering dilewati oleh truk pembawa material seperti batu dan pasir sehingga mengakibatkan jalan berlubang sedangkan jalur rusak setelah bencana terjadi karena adanya material lahar dingin yang dapat merusak jembatan penghubung dan memotong jalur evakuasi dan distribusi. Jika terdapat jalur rusak maka BPBD akan mengubah jalur evakuasi atau distribusi menggunakan jalur alternatif terpendek lain.

Dari studi kasus yang dicontohkan pada bab sebelumnya dapat dibuat sebuah skenario baru untuk menentukan biaya minimum evakuasi dan distribusi dari sebuah perubahan situasi. Skenario baru diberikan pada saat pasca bencana dengan situasi jalur yang menghubungkan antara keputran dengan kepurun atau bawukan tidak dapat dilalui karena jembatan rusak akibat adanya banjir lahar dingin. Sehingga BPBD menentukan alternatif jalur terpendek yang dapat menghubungkan kedua tempat tersebut dengan perubahan jarak sebagai berikut:

Tabel 5.1 Jarak Barak sementara dengan Barak Permanen (Km)

Barak permanen Demak ijo Menden Kebondalem

Lor Bara k Sem en tara Kepurun 26,5 19,3 8,9 Bawukan 30,2 22,9 11,1 Dompol 7,9 11,7 14,1 Keputran 7,1 9,7 11,4

Skenario perubahan situasi tersebut dapat ditunjukan pada gambar sebagai berikut:

(12)

commit to user V-4 Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan

Gambar 5.7 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada Pasca Bencana dengan Adanya Jalur

yang Tidak Dapat Dilalui

Dengan menggunakan model yang telah ditunjukan pada bab sebelumnya maka didapatkan perubahan alokasi optimum dari barak permanen ke barak sementara adalah sebagai berikut:

Tabel 5.2 Alokasi Optimum Evakuasi dan Distribusi dengan Adanya Perubahan Situasi (unit, orang)

Barak permanen Demak

ijo Menden Kebondalem Lor Bara k Sem en tara Kepurun 0 2002 1100 Bawukan 0 0 3200 Dompol 1100 2100 0 Keputran 3200 0 0

(13)

commit to user

V-5

Dari alokasi tersebut didapatkan total biaya minimum untuk pasca bencana adalah sebesar Rp 612.704.700,- . Dapat disimpulkan dengan keputusan dari adanya perubahan situasi tersebut akan mengakibatkan biaya evakuasi atau distribusi bertambah. Selain itu waktu tempuh untuk melakukan evakuasi maupun distribusi akan semakin lama serta memungkinkan terjadinya perubahan alokasi evakuasi dan distribusi di masing-masing barak.

5.5.2 Barak Sementara Tidak Dapat Didirikan di Lokasi yang Ditentukan

Barak sementara didirikan saat Gunung Merapi pada status waspada menuju siaga dan saat pasca bencana. Jika lokasi barak sementara yang telah ditentukan tidak bisa digunakan karena kondisi lapangan yang tidak memadai atau akses lokasi yang tidak bisa dilalui, maka BPBD akan memilih lokasi barak sementara pada lokasi lain yang bisa diakses dan memadai untuk menampung pengungsi atau dengan cara menambah kapasitas unit bantuan dan pengungsi pada masing-masing barak yang tersisa. Untuk keputusan menambah kapasitas, lokasi barak yang tersisa harus memiliki ruang lebih untuk dapat menampung unit bantuan dan pengungsi.

Pada situasi ini juga dapat dibuat skenario untuk studi kasus yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Dengan adanya dampak letusan Gunung Merapi menyebabkan lokasi barak sementara di Bawukan tidak dapat digunakan untuk mengungsi sehingga BPBD memutuskan akan menambahkan kapasitas pada barak sementara Kepurun, Keputran dan Dompol menjadi 4300 unit dan 4300 orang. Skenario tersebut dapat ditunjukan pada gambar berikut:

(14)

commit to user V-6 Keterangan : 1. Gudang Pemasok 2. Demak Ijo 3. Menden 4. Kebondalem Lor 5. Keputran 6. Kepurun 7. Dompol 8. Bawukan

(15)

commit to user

V-1

Gambar 5.8 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada Pasca Bencana dengan Adanya

Barak Sementara yang Tidak Dapat Didirikan.

Dari skenario tersebut dapat dihasilkan alokasi optimal menggunakan pengembangan model yang telah ditunjukan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut:

Tabel 5.3 Alokasi Optimum Evakuasi dan Distribusi dengan Adanya Perubahan Situasi (unit, orang)

Barak permanen Demak

ijo Menden Kebondalem Lor Bara k Sem en tara Kepurun 0 0 4300 Dompol 4102 0 0 Keputran 198 4102 0

Dengan alokasi tersebut didapatkan total biaya minimum evakuasi dan distribusi pada pasca bencana dengan tidak didirikannya barak sementara Bawukan adalah sebesar Rp 528.531.900,-. Dapat disimpulkan dengan keputusan pada situasi tersebut maka akan mengubah alokasi evakuasi dan distribusi pada tiap barak sementara. Dilihat dari total biaya, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengurangan barak akan mengurangi total biaya yang dikeluarkan.

5.5.3 Jumlah Penduduk Melebihi Kapasitas Tampung Barak Sementara dan Permanen

Kapasitas barak terutama barak permanen di desain untuk dapat menampung semua penduduk pada lokasi bencana yang mengungsi. Jika jumlah penduduk melebihi kapasitas tampung barak sementara dan barak permanen

(16)

commit to user

V-2

karena adanya pertumbuhan penduduk maka BPBD akan menambah jumlah tenda-tenda ungsi untuk barak sementara, sedangkan untuk barak permanen BPBD akan menggunakan gedung-gedung milik pemerintah Kabupaten Klaten yang tersedia dan dekat dengan lokasi barak permanen untuk dapat menampung kelebihan kapasitas pengungsi. Untuk perubahan situasi tersebut akan menjadikan biaya evakuasi bertambah.

5.5.4 Jumlah Truk Evakuasi dan Distribusi yang Minim

Truk merupakan alat transportasi yang sangat penting dalam penelitian ini karena berperan besar dalam menampung pengungsi maupun unit bantuan dalam jumlah banyak. Jika truk yang tersedia sedikit maka dalam memenuhi alokasi evakuasi atau distribusi akan terjadi pengangkutan berulang. Pengulangan tersebut akan mengakibatkan waktu evakuasi dan distribusi akan semakin lama, padahal dalam rangka pemenuhan tujuan mitigasi dibutuhkan waktu evakuasi dan distribusi yang cepat agar para pengungsi yang masih ada di lokasi bencana terhindar dari bahaya letusan dan para pengungsi yang telah berada di barak sementara atau permanen tidak merasakan kelaparan, sakit atau kekurangan pemenuhan kebutuhan lain karena adanya keterlambatan distribusi bantuan. Dengan adanya situasi tersebut BPBD akan menyewa truk-truk untuk melancarkan proses evakuasi dan distribusi dengan menambah biaya evakuasi dan distribusi untuk tiap truk yang disewa.

Gambar

Gambar 5.1 Perbandingan masing-masing model Keterangan Gambar:
Gambar 5.2 Persentase penduduk yang mengungsi ke barak sementara
Gambar 5.3 Jalur Distribusi dan Evakuasi pada status Siaga
Gambar 5.4 Persentase penduduk yang mengungsi ke barak sementara
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan teori budaya konsumen, respon orang tua terhadap biaya pendidikan tidak terlepas dari ekspetasi pada sekolah yang membawa pada harapan-harapan cemerlang

Hal ini yang sering terjadi pada sebagian perempuan yang memiliki keterbatasan pendidikan dan keterampilan, melakuakan perilaku yang cenderung menyimpang dari kehidupan sosial

Jadi yang tersisa adalah Aktivitas-aktivitas internal yang tidak dapat dihapus atau diganti menjadi aktivitas eksternal, selain itu dari aktivitas-aktivitas

Berdasarkan hasil pengembangan model dan analisis yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh 9 atribut pelayanan yang diurutkan berdasarkan prioritas Kano yaitu

ini dirancang agar dapat membaca data inputan gesture yang sebelumnya sudah direkam dengan kamera pada Kinect dan disimpan kedalam database, data akan berupa kordinat yang sudah

Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Zumiati (2014) bahwa persentase rasio berat daging basah pada kerang yang berukuran kecil lebih tinggi dibandingkan

Melalui pembelajaran dan pengembangan potensial diri pada pembelajaran IPA siswa akan memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan diperlukan

Dalam makalah ini, kunci dari ad hoc adalah kemampuan melakukan routing pada setiap host, sehingga mampu memperluas cakupan layanan komunikasi, teknik routing