• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Organisasi

Menurut Dimock dan Koening (Sutarto, 2006) organisasi adalah menghimpun secara teratur bagian-bagian yang saling bergantungan untuk mewujudkan suatu keseluruhan yang bersatu padu dengan mana wewenang, koordinasi, dan kontrol dapat dilaksanakan untuk mencapai maksud tertentu.

Pengertian lain dikemukakan oleh Allen (Sutarto, 2006) organisasi formal merupakan sesuatu sistem dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, masing-masing pekerjaan itu mengandung sejumlah wewenang, tugas dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka.

2.2 Pengertian Pembelajaran (Learning)

Learning merupakan satu proses fundamental yang relevan bagi banyak aspek dari perilaku organisasi. Learning merupakan satu perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran menurut Argyris (Utami, 2009) adalah suatu lingkaran aktivitas di mana seseorang menemukan suatu masalah (discovery), mencoba menemukan solusi atasnya (invention), menghasilkan atau melaksanakan solusi itu (production), dan mengevaluasi hasil yang diperoleh yang mengantarnya pada masalah-masalah baru (evaluation). Aktivitas-aktivitas ini disebut sebagai lingkaran pembelajaran.

Gambar 1. Learning Cycle (Argyris, 1982) Discovery

Invention

Production Evaluation

(2)

2.3 Pengertian Organisasi Pembelajar ( Learning Organization)

Sejak publikasi buku “the fifth discipline” oleh Senge (1990), konsep Learning Organization dipromosikan sebagai cara untuk mentransformasikan organisasi menjadi organisasi pembelajar dalam menghadapi tantangan masa depan. Beberapa organisasi modern telah maju dalam peningkatan kinerjanya melalui organisasi pembelajaran (Learning organization). Berbagai definisi dari learning organization, di antaranya adalah Pedler et al., dalam Dale mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri, sedangkan Lundberg dalam Dale menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya.

Menurut Pedler et al. suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang:

1. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka 2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok, dan

stakeholder lain yang signifikan

3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis

4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus

Watkins dan Marsick (Anggraeni, 2006) mendefinisikan Learning Organization sebagai organisasi yang bercirikan pembelajaran berkelanjutan untuk pengembangan yang berkesinambungan dan dengan kapasitasnya untuk berubah.

Hal lain diungkapkan oleh Sangkala (2007) yang mendefinisikan organisasi pembelajar sebagai perusahaan yang terus-menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengelola pengetahuan, memanfaatkan teknologi, memberdayakan karyawan, dan memperluas pembelajaran agar lebih baik beradaptasi dan berhasil didalam lingkungan yang senantiasa berubah.

(3)

Menurut Marquardt (2002), organisasi pembelajar terkini adalah yang bisa memanfaatkan pengumpulan kepintaran sumber daya manusia di tingkat individu, kelompok dan level sistem. Kemampuan tersebut disertai dengan peningkatan status organisasi, teknologi, pengelolaan pengetahuan, dan pemberdayaan orng/manusia.

Secara umum, organsasi pembelajaran dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisasi memfasilitasi untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki kecepatan berpikir dan bertindak serta pengembangan pengetahuan sehingga dapat merespon beragam perubahan yang muncul.

2.4 Karakteristik Learning Organization

Marquardt (2002), mengungkapkan bahwa pada kondisi saat ini, pembelajaran di organisasi mendatangkan bentuk pembelajaran yang baru dengan cara berikut ini:

1. Berbasis kinerja dan terkait dengan tujuan bisnis

2. Menekankan pentingnya proses belajar atau belajar bagaimana cara belajar

3. Kemampuan untuk mendefinisikan pembelajaran merupakan hal yang sama pentingnya dengan menemukan jawaban dari pertanyaan yang spesifik

4. Peluang besar organisasi untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

5. Pembelajaran adalah bagian dari pekerjaan seluruh anggota organisasi Megginson dan Pedler (Ginting, 2004) memberikan sebuah panduan mengenai konsep organisasi pembelajaran, yaitu “Suatu ide atau metaphor yang dapat bertindak sebagai bintang penunjuk. Ia bisa membantu orang berpikir dan bertindak bersama menurut apa maksud gagasan semacam ini bagi mereka sekarang dan di masa yang akan datang. Seperti halnya semua visi, ia bisa membantu menciptakan kondisi di mana sebagian ciri-ciri organisasi pembelajarna dapat dihasilkan”. Kondisi-kondisi tersebut adalah:

1. Strategi pembelajaran

(4)

3. Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang tersedia)

4. Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu belajar dari keputusan)

5. Pertukaran internal 6. Kelenturan penghargaan

7. Struktur-struktur yang memberikan kemampuan 8. Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan 9. Pembelajaran antar perusahaan

10. Suasana belajar

11. Pengembangan diri bagi semua orang

Meskipun suatu organisasi melakukan semua hal di atas, tidak otomatis suatu organisasi menjadi learning organization. Perlu dipastikan bahwa tindakan-tindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan. Tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar strategi pengembangan sumber daya manusia. Dalam learning organization, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara berperilaku, dan sistem.

2.5 Konsep Learning Organization

Watkins dan Marsick (1998) memiliki 7 (tujuh) dimensi yang berkaitan dengan pembentukan organisasi pembelajar, yaitu:

1. Menciptakan kesempatan belajar yang terus menerus (continous learning), yaitu menggambarkan usaha organisasi dalam menciptakan kesempatan learning berkesinambungan untuk seluruh anggotanya

2. Mendukung Inquiry dan dialog, yaitu usaha organisasi dalam membangun budaya “mempertanyakan, umpan balik dan melakukan percobaan

3. Mendorong kelompok learning dan kolaborasi (team learning), yaitu menggambarkan semangat kerjasama dan kemampuan kerjasama yang mendukung pemanfaatan tim secara efektif

(5)

4. Memberikan kewenangan kepada karyawan melalui visi bersama (empowerment), yang diartikan dengan proses organisasi untuk membangun dan mensosialisasikan visi bersama dan mendapatkan umpan balik dari anggotanya tentang kesenjangan antara keadaan saat ini dengan visi yang baru

5. Menyusun sistem untuk mengakomodasi dan menyebarkan learning (embedded sistem), yaitu menandakan usaha organisasi untuk menerapkan suatu sistem guna menampung dan menyebarkan learning

6. Menghubungkan organisasi dengan lingkungannya (system connection) yang memperlihatkan pemikiran global dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menghubungkan organisasi dengan lingkungan eksternal dan internalnya

7. Menyediakan kepemimpinan strategik untuk learning (strategic leadership), memperlihatkan sejauh mana pemimpin berpikir secara strategis tentang bagaimana memanfaatkan learning untuk menciptakan perubahan dan membawa organisasi ke tujuan / pasar baru.

Berdasarkan hasil penelitian Tjakraatmaja (2006) dihasilkan temuan bahwa untuk membangun Learning Organization dibutuhkan tiga pilar yang saling mendukung, yaitu (1) pembelajaran individual (individual learning), (2) jalur transformasi pengetahuan, dan (3) pembelajaran organisasional (organizational learning). Proses pembelajaran diawali dengan individual learning untuk memahami potensi diri, yang merupakan proses akumulasi pengetahuan individu untuk menghasilkan keahlian/kemahiran pribadi (personel mastery). Individual learning didapatkan melalui pendidikan, pelatihan, dan kesempatan berkembang yang membuat individu tumbuh. Pilar transformasi pengetahuan berfungsi sebagai alat untuk munculnya proses transformasi pengetahuan (kompetensi) melalui proses berbagi pengetahuan di antara anggota-anggota organisasi. Pilar organizational learning adalah suatu pilar untuk menghasilkan intellectual capital yang mampu memberikan value added bagi organisasi. Organizational learning dapat dikatakan sebagai suatu wadah untuk membangun kelompok manusia yang memiliki kompetensi yang beragam dan mampu melaksanakan

(6)

kerjasama, sehingga mampu untuk berbagi visi, knowledge, untuk disinergikan dan ditransformasikan menjadi intellectual capital. Pembelajaran organisasi dicapai melalui riset dan pengembangan, evaluasi dan perbaikan siklus, ide dan input dari karyawan dan pelanggan, berbagai praktik terbaik dan benchmark.

Neffe (dikutip dari Anggraeini, 2006) menyimpulkan beberapa elemen yang harus ada dalam Learning organization, yaitu:

a. The Learning Process. Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir semua definisi.

b. Knowledge Acquisition or Generation. Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial and error. Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan menyebut knowledge generation

c. Individual Learning. Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris, Schon dan Pawlowsky.

d. Teams Learning. Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan bahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi. e. Organizational Knowledge. Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas

penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinya organizational actions.

Disisi lain, Senge (1990) mengemukakan bahwa di dalam organisasi pembelajaran (Learning Organization) yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni: Personal Mastery, Mental Models, Shared Vision, Team Learning, dan Sistem Thinking.

Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan

dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima

dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan sumber daya

(7)

manusia, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan di masa depan.

Hal serupa diungkapkan oleh Marquardt (2002) mengenai dimensi pada subsistem learning pada model sistem Learning Organization dan menambahkan satu dimensi yaitu dialog. Dalam mewujudkan proses pembelajaran (Learning) pada organisasi pembelajar, diperlukan enam dimensi didalamnya yaitu; sistem berpikir, model mental, keahlian personal, kerjasama tim, membagi visi bersama, serta dialog. Secara menyeluruh, Marquardt (2002) menjelaskan bahwa untuk mentransformasikan sebuah organisasi untuk menjadi organisasi pembelajar, maka setiap individu ataupun sebuah organisasi harus menggabungkan lima subsistem yang ada dalam model sistem organisasi pembelajar seperti pada gambar berikut:

Gambar 2. Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 2002)

Gambar tersebut menunjukan bahwa irisan matematis pada model sistem organisasi pembelajaran tersebut menggambarkan bahwa proses pembelajaran juga merupakan bagian dari model sistem dan harus terjadi pada seluruh subsistem lainnya yaitu subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisasi pembelajar terjadi, akan terjadi perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan

Transformasi Organisasi

Manusia

Pengetahuan Teknologi

(8)

manusia ataupun organisasi. Kelima subsistem tersebut saling berhubungan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu subsistem tidak dimiliki atau lemah, maka subsistem lainnya akan terganggu secara signifikan.

2.5.1 Subsistem Pembelajaran (Learning)

Subsistem pembelajaran adalah inti dari organisasi pembelajar. Berada pada tingkat-tingkat pembelajaran, tipe dari pembelajaran yang krusial bagi pembelajaran yang terorganisasi, dan keahlian kritis dalam pembelajaran yang terorganisasi.

Subsistem pembelajaran dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3. Subsistem Pembelajaran (Marquardt, 2002)

Menurut Marquardt (2002) untuk membangun subsistem pembelajaran dibutuhkan beberapa hal, yaitu:

1. Tingkatan Belajar

Organisasi pembelajar termanifestasi melalui tiga tingkatan pembelajar yaitu individu, tim atau kelompok, dan organisasi (sangkala, 2007).

a. Pembelajaran tingkat individu, pembelajaran dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan, wawasan, pengetahuan, sikap, dan

Pembelajaran Tipe: 1. Adaptive 2. Anticipaty 3. Action Tingkatan: 1. Individual 2. Grup 3. Organisasi Keahlian: 1. System Thingking 2. Mental Models 3. Personal Mastery 4. Team Learning 5. Shared vision 6. Dialogue

(9)

nilai-nilai yang diperoleh pembelajaran yang mandiri, petunjuk berbasis teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990), organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki kemampuan untuk belajar, namun jika individunya tidak ingin belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajar. Sebaliknya, apabila individu memiliki keinginan untuk belajar maka akan tercipta organisasi pembelajar. Hal ini membuktikan bahwa peranan pembelajaran individu sangat penting bagi pembentukan organisasi pembelajar. Karena itu organisasi pembelajar sebaiknya senantiasa memberikan ruang inovasi dan kreatifitas melalui berbagai percakapan dan pengambilan tindakan nyata. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Marquard dan Kaipa (dikutip dari Sangkala, 2007), bahwa kreativitas akan muncul jika karyawan diberikan ruang “kebebasan” untuk berpikir, menantang “wisdom”, dan berpikir dengan cara baru.

b. Pembelajaran tingkat kelompok atau tim, mencakup usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi-kompetensi yang dicapai oleh dan didalam kelompok itu sendiri. Pembelajaran tim dapat terlaksana melalui berbagai upaya penyelesaian konflik dengan menyatukan sudut pandang yang berbeda kedalam pemahaman yang dapat diterima tanpa kompromi. c. Pembelajaran tingkat organisasi, mewakili upaya peningkatan

intelektual dan prokduktivitas melalui komitmen dan peluang untuk upaya perbaikan yang berkesinambungan diseluruh organisasi. Pembelajaran tingkat organisasi juga merupakan keseluruhan dari pembelajaran individu dan organisasi, sehingga menghasilkan pengetahuan keseluruhan dalam organisasi.

2. Tipe Pembelajaran

Ada tiga pendekatan untuk proses pembelajaran yang bernilai dan signifikan bagi organisasi pembelajar. Walaupun masing-masing tipe pembelajaran tersebut berbeda-beda namun seringkali tumpang tindih dan saling melengkapi. Tipe pembelajaran tersebut yaitu:

(10)

a. Pembelajaran adaptif, terjadi ketika organisasi merefleksikan pengalaman masa lalu dan mengubah tindakan di masa depan. Bagi tipe pembelajaran ini, masa lalu dapat dijadikan pembelajaran untuk dapat menentukan langkah-langkah yang lebih baik di masa depan.

b. Pembelajaran antisipatif, merupakan proses memperoleh pengetahuan dari cara pandang kedepan melalui pendekatan yang merubah pandangan menjadi tindakan dan untuk refleksi.

c. Pembelajaran tindakan, merupakan pembelajaran yang melibatkan pemecahan permasalahan yang nyata dan fokus kepada perolehan pengetahuan dan benar-benar menerapkan solusi.

3. Keahlian Pembelajaran

Senge (1990) menjelaskan bahwa dimensi organisasi pembelajar adalah visi bersama, model mental, tim pembelajaran, individu yang ahli dibidangnya, berpikir sistem. Marquardt (2002) menambahkan satu dimensi lagi yaitu dialog untuk membentuk subsistem pembelajaran yang membentuk organisasi pembelajar.

a. Berpikir Sistem

Berpikir sistem mencakup pengujian dan refleksi atas seluruh aspek kehidupan organsiasi seperti misi dan strategi, struktur, kultur dan praktik manajerial. Berpikir sistem merupakan bagian dari pemimpin, manajer, dan karyawan yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan tindakannya lebih fokus pada pengintegrasian bagian atau divisi yang berbeda kearah memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, serta meningkatkan seluruh operasionalisasi organisasi.

b. Model Mental

Keahlian ini mencakup nilai-nilai, kepercayaan, sikap, dan asumsi yang membentuk cara pandang seseorang. Struktur, pengalaman, kultur, dan sistem kepercayaan mendukung model mental, dimana member pedoman kepada seseorang dan bertindak sebagai

(11)

penyaring selama keputusan dibuat. Model mental berperan mendukung organisasi pembelajaran dengan membantu setiap karyawan memahami setiap peristiwa yang tampak acak.

c. Individual yang Ahli dibidangnya

Hal ini menjadi pra syarat yang penting sebagai bagian dari asset organisasi yang sangat strategis. Keahlian dan keterampilan individu dapat diperoleh dari pendidikan, aktivitas pembelajaran formal, informal, dan pengalaman kerja.

d. Pembelajaran Tim

Pembelajaran tim ini membantu proses komunikasi dan kerja sama, menggiring kearah sinergi dan rasa saling menghormati diantara anggota. Anggota tim akan dapat memperluas wawasannya. Pembelajaran tim ini dipandang sebagai interaksi dan sekaligus refleksi dari suatu tindakan.

e. Visi Bersama

Merupakan landasan untama organisasi pembelajar karena menggambarkan perspektif bersama anggota organisasi termasuk pemahaman mereka terhadap misi dan sasaran organisasinya. Pimpinan, manajer, dan karyawan memiliki persepsi yang sama mengenai pentingnya pembelajaran, bagi karyawan maupun organisasi.

f. Dialog

Merupakan intensitas, komunikasi tingkat tinggi yang berdasar pada kebebasan, kreatifitas, eksplorasi timbal balik, saling mendengarkan satu sama lain, dan menanggukan pandangan diri. Dengan menerapkan disiplin dialog ini, dapat dipelajari pola-pola interaksi tim yang dapat menguatkan atau melemahkan pembelajaran.

2.5.2 Subsistem Transformasi Organisasi (Organization)

Untuk merubah diri dari organisasi yang belum melaksanakan pembelajaran menjadi organisasi pembelajar, dibutuhkan transformasi yang signifikan seperti halnya metamorfosis sebuah ulat untuk menjadi

(12)

kupu-kupu. Struktur dan stragegi organisasi harus mengalami perubahan secara dramatis sebelum terbentuk menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Dalam mengembangkan organisasi dalam bentuk yang baru, organisasi harus mengatur kembali organisasi tesebut dengan fokus pada empat dimensi subsistem transformasi organisasi, seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4. Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 2002)

Pada gambar diatas dijelaskan bahwa tujuan dan desain organisasi pada masing-masing dimensi subsistem transformasi organisasi harus berubah yang semula fokus kepada pekerjaan dan produktivitas, menjadi fokus secara bersama kepada pembelajaran dan pengembangan organisasi.

1. Visi (Vision), hal utama dan langkah paling penting untuk menjadi organisasi pembelajar adalah penanaman fondasi yang kuat dengan membangun visi bersama mengenai pembelajaran. Visi mengungkapkan tujuan, sasaran, dan arah yang ingin dituju oleh organisasi (sangkala, 2007). Visi organisasi pembelajar mengungkapkan pentingnya pembelajaran untuk mencapai sasaran masa depan yang diinginkan, membangun keinginan organisasi, serta

Organisasi Visi

Budaya

Strategi Struktur

(13)

terus menerus memperbarui organisasi dalam rangka mempertahankan pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Budaya (Culture), seperti sebuah bangsa yang memiliki bermacam-macam budaya, organisasi memiliki berbagai kepercayaan, cara berpikir, dan tindakan yang diwujudkan oleh simbol-simbol, adat-istiadat, kebiasaan, ideologi, dan nilai-nilai. Sifat dari pembelajaran dan sikap yang terjadi di organisasi ditentukan secara signifikan oleh budaya organisasi. Budaya pembelajar mendorong individu dan tim tumbuh dan berkembang melalui kreatifitas, tim kerja, perbaikan yang kontinyu, dan manajemen diri. Organisasi pembelajar memberikan iklim yang mendukung fasilitasi pembelajaran serta hadiah (reward) bagi personil dan tim yang melakukan pembelajaran dengan baik. 3. Strategi (strategy), kekuatan dan pengaruh strategi dapat mempercepat

dan mengaktifkan sebuah organisasi untuk merubah dirinya menjadi organisasi pembelajar dengan mendorong dan memaksimalkan pembelajaran yang diperlukan, penyebaran dan pemanfaatan oleh seluruh departemen, tindakan dan inisiatif organisasi.

4. Struktur (Structure), menurut sangkala (2007), struktur organisasi mencakup konfigurasi unit, departemen dan divisi. Organisasi pembelajar menunjukan struktur yang sederhana yang meminimalkan pemisahan antara orang dengan proses, sambil memaksimalkan kontak, alur informasi, dan kolaborasi diantara individu dan tim.

Untuk memeprcepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi transformasi organisasi untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Melakukan dialog untuk mengembangkan visi pada organisasi pembelajar

2. Adanya dukungan dari manajemen tingkat atas untuk mewujudkan organisasi pembelajar dan proyek pemenang pembelajar

3. Menciptakan iklim perusahaan untuk pembelajaran yang berkelanjutan

(14)

5. Mengakui dan menghargai pembelajaran individu dan tim

6. Menjadikan pembelajaran menjadi bagian dari seluruh kebijakan prosedural

7. Membuat unit percontohan untuk menjalankan proyek pembelajaran 8. Menggunakan ukuran finansial dan non finansial dalam menentukan

aktivitas pembelajaran

9. Menciptakan waktu, ruang dan lingkungan fisik untuk pembelajaran 10. Membuat keinginan untuk belajar pada setiap waktu dan lokasi 2.5.3 Subsistem Pemberdayaan dan Pengaktifan Orang / Manusia (People)

Manville (dikutip dari Marquardt, 2002) menyatakan bahwa penjelasan strategis telah bergeser dari “mengelola pengetahuan” menjadi “mengelola orang dengan pengetahuan” serta memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tersebut dengan mutu yang tinggi. Pertumbuhan, inovasi, dan ciri khas organisasi pembelajar diperoleh dari kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya manusia. Subsistem ini memiliki enam komponen seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Subsistem Pemberdayaan Orang / Manusia (Marquardt, 2002)

Sebagai kontribusi kepada organisasi pembelajar, masing-masing dari komponen ini harus diberdayakan dan diaktifkan. Jika mereka diberdayakan namun tidak diaktifkan maka mereka hanya akan memiliki sumber daya yang diperlukan tetapi tidak memiliki pengetahuan untuk memberdayakan mereka secara efektif. Komponen yang diaktifkan namun tidak diberdayakan hanya akan memiliki pengetahuan yang

Orang / Manusia Karyawan Konsumen Rekan Kerja dan Aliansi Suplier dan Vendor Masyarakat Manajer dan Pemimpin

(15)

diperlukan namun tidak tahu bagaimana cara mengaplikasikannya (Marquardt, 2002). Oleh karena itu masing-masing komponen tersebut diberikan kesempatan untuk belajar.

Para manajemen infrastruktur organisasi menekankan kemampuan dalam hal membangun infrastruktur sumber daya manusia yang professional dan efektif sehingga seluruh proses yang berkaitan seperti penempatan, pelatihan, penilaian, promosi dan sebagainya dalam pengelolaan alur kepegawaian dalam organisasi berjalan sebagaimana mestinya.

Masing-masing komponen tersebut dapat diberdayakan dan aktif dalam pelaksanaan organisasi pembelajar, yaitu:

1. Para manajer melaksanakan tugas untuk tugas-tugas pelatihan, penasehatan, dan permodelan dengan suatu tanggung jawab utama membangkitkan dan mempertinggi kesempatan pembelajaran bagi orang-orang disekitar mereka.

2. Para pegawai diberi wewenang dan diharapkan untuk belajar, merencanakan kompetensi masa depan mereka, mengambil tindakan dan risiko, dan memecahkan masalah. Organisasi sebaiknya memperlakukan karyawan sebagai karyawan yang dewasa dengan kapasitas untuk belajar, mempunyai keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, memiliki tanggung jawab serta menyukai penghargaan. Jika karyawan diindikasikan sebagai pembelajar, maka mereka perlu diberikan kebebasan serta dorongan dari organisasi. 3. Para pelanggan berpartisipasi dalam mengidentifikasi

kebutuhan-kebutuhan, menerima pelatihan, dan dihubungkan dengan pembelajaran organisasi. Organisasi pembelajar mengakui bahwa pelanggan bisa menjadi ladang yang subur atas informasi dan ide-ide yang terkait erat dengan sistem dan strategi organisasi pembelajar. 4. Para supplier dapat menerima dan memberi kontribusi terhadap

instruksi program. Organisasi pembelajar menyadari bahwa kesuksesan bergantung kepada sebagian besar keberhasilan seluruh

(16)

jaringan bisnis, tidak hanya mengacu kepada karyawan dan pelanggan saja.

5. Para partner aliansi / mitra kerja dapat berbagi kompetensi dan pengetahuan.

6. Kelompok-kelompok komunitas masyarakat termasuk wakil-wakil ekonomi, pendidikan, dan sosial dapat berbagi dalam menyediakan dan menerima pembelajaran.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pemberdayaan manusia untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Membuat kebijakan yang menghargai personil yang belajar

2. Membentuk tim kerja yang memiliki otonomi mengatur dirinya sendiri

3. Memberi karyawan wewenang untuk belajar

4. Mendorong pimpinan untuk menjadi model pembelajaran

5. Melibatkan pimpinan dalam melakukan proses pembelajaran dan pengerjaan proyek-proyek, misalnya dengan mendorong ide penyelesaian masalah tanpa diminta, menanggapi ide dan usulan karyawan, membina dan menghargai pembelajaran

6. Menyeimbangkan kebutuhan individu dengan organisasi sehingga akan mendorong menjadi pembelajar yang lebih baik dan karyawan yang lebih produktif

7. Mendorong dan menyingkatkan partisipasi pelanggan dalam organisasi pembelajar

8. Menyiapkan kesempatan belajar bagi masyarakat

9. Membangun hubungan belajar dengan suppliers dan vendors

10. Memaksimalkan pembelajaran dari mitra aliansi dan mitra kerjasama

2.5.4 Subsistem Pengetahuan (knowledge)

Stewart dalam Marquardt (2002), mengatakan bahwa “dengan sederhana mengatakan, pengetahuan telah menjadi lebih penting untuk organisasi daripada sumberdaya keuangan, posisi pasar, teknologi, atau

(17)

asset perusahaan lainnya”. Dunia kerja saat ini, pengetahuan terlihat sebagai sumberdaya primer untuk kinerja dalam sebuah organisasi. Perusahaan memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk memperbaiki produk dan jasa dengan demikian dapat memberikan keuntungan bagi klien dan konsumen. Subsistem pengetahuan memiliki 6 dimensi seperti gambar berikut ini:

Gambar 6. Subsistem Pengetahuan (Marquardt, 2002)

Enam dimensi tersebut merupakan sebuah proses perolehan pengetahuan dari sumber awal hingga siap digunakan. Organisasi belajar secara efektif dan efisien ketika keenam proses ini berjalan dengan baik dan interaktif.

1. Akuisisi (penguasaan), berkenaan dengan pengumpulan informasi dan data yang ada dari dalam dan luar organisasi.

2. Penciptaan, melibatkan pengetahuan baru yang diciptakan dalam organisasi melalui wawasan dan pemecahan masalah

3. Penyimpanan, merupakan suatu pengkodean dan pemeliharaan pengetahuan berharga organisasi untuk akses yang mudah oleh anggota staf pada suatu waktu dan dari mana pun.

4. Analisis dan penggalian data, merupakan cara untuk menganalisis dan menggali data. Cara manual memiliki keterbatasan dalam menganalisis data dengan jumlah (volume) yang meningkat dalam jumlah besar, oleh karena itu proses penggalian data (data mining)

Pengetahuan Penciptaan Penyimpanan Analisis dan Penggalian data Transfer dan Penyebaran Aplikasi dan Pengesahan Penguasaan

(18)

dilakukan. Salah satu contoh alat untuk melakukan penggalian data tersebut adalah Data Mind dan IBM’s Intellegent Miner yang sangat membantu untuk menganalisis data. Penggalian data ini digunakan oleh organisasi yang sedang mempersiapkan pertumbuhannya.

5. Transfer dan penyebaran, termasuk kepada mekanikal, elektronik, dan pergerakan interpersonal dari informasi dan pengetahuan, secara sengaja dan tidak sengaja diseluruh organisasi serta aplikasinya dan kegunaannya oleh para anggota organisasi.

6. Aplikasi dan pengesahan, teknologi memungkinkan pengaplikasian pengetahuan organisasi secara optimal. Sebuah perusahaan yang memiliki kemampuan untuk memelihara konsumennya melalui pengenalan dan membantu pemecahan masalah adalah contoh yang baik dari pengaplikasian dan pengesahan pengetahuan.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Menciptakan kesadaran bagi semua akan pentingnya mengumpulkan dan menyebarkan pengetahuan

2. Menangkap kemungkinan untuk mendapat pengetahuan dari luar secara sistematik

3. Mengatur kegiatan pembelajaran seperti forum-forum dimana pengetahuan dapat dibagi-bagi, misalnya dengan mengadakan simposium dan internal benchmarking

4. Mengembangkan kreatifitas dan cara yang baik dalam berpikir maupun belajar, misalnya dengan menghargai usaha yang imaginatif dan beresiko, mengadakan workshop mengenai kreatifitas dan penggunaan cara berpikir dengan otak sebelah kanan, mendorong penemuan banyak ide untuk mencapat satu ide yang terbaik, mendorong dan menghargai inovasi dan penemuan 5. Mengajari karyawan untuk menyimpan dan mencari kembali

(19)

6. Mendorong pencampuran tim dan perputaran pekerjaan untuk memaksimalisasi penyebaran pengetahuan

7. Mengembangkan pengetahuan berdasarkan nilai dan kebutuhan pembelajaran

8. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan pengetahuan

9. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan pembelajaran

10. Merubah pembelajaran "dalam kelas" kepada pemanfaatan belajar disertai pekerjaan (on-the-job)

2.5.5 Subsistem Teknologi (Technology)

Subsistem yang kelima adalah subsistem teknologi yang terdiri dari dimensi pengelolaan pengetahuan dan peningkatan pembelajaran. Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 7. Subsistem Teknologi (Marquardt, 2002)

Menurut Marquardt (2002), masing-masing dimensi tersebut memiliki peran untuk mendukung organisasi pembelajaran, seperti berikut:

1. Teknologi untuk mengelola pengetahuan, meliputi teknologi berbasis komputer untuk mengumpulkan, pengkodean, memproses, penyimpanan, transfer dan penggunaan data antara mesin, orang-orang, dan organisasi

2. Teknologi untuk meningkatkan kecepatan dan kualitas pembelajaran, melalui video, audio, dan training multimedia berbasis komputerisasi

Teknologi

Peningkatan Pembelajaran Pengelolaan

(20)

untuk membawakan dan membagikan pengetahuan dan kemampuan dimanapun dan kapanpun.

Tanpa kelima subsistem tersebut, organisasi hanya akan memiliki sebagian apresiasi dari proses dan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam mentransformasikan sebuah organisasi yang dalam keadaan belum belajar menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Mendorong dan mengajari seluruh karyawan dalam memanfaatkan informasi teknologi

2. Mengembangkan penggunaan multimedia dan pembelajaran yang menggunakan teknologi

3. Menciptakan / memperluas interaksi dengan menggunakan video 4. Menggunakan teknologi untuk mendapatkan pengetahuan dari dalam

maupun luar organisasi

5. Mengembangkan kompetensi dan pembelajaran dengan menggunakan teknologi

6. Menggunakan EPSS yang dimengerti oleh wartawan

7. Merencanakan dan mengembangkan sistem pembelajaran just in time.

8. Membangun kemampuan dan keahlian penggunaan teknologi

9. Mengembangkan kesadaran dan penghargaan akan teknolohi sebagai alat yang canggih dalam proses belajar

10. Meningkatkan kemampuan manajemen dan staf sumber daya manusia

2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Utami (2009), skripsi dengan judul identifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT. Taspen (Persero) cabang Bogor. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor, serta mengidentifikasi ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan

(21)

karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajar. Peneliti menggunakan kuesioner Learning Organization Profile untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, sedangkan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan model sistem organisasi belajar, peneliti menggunakan uji kruskal wallis. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa keseluruhan tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) adalah sebesar 34,35 yang berarti sangat baik karena telah diatas rata-rata perusahaan yang diteliti oleh Marquardt yang dikutip dari Rahmatunnisa (2000), yaitu rata-rata 22,00. Dari hasil uji kruskal wallis, nilai p untuk keseluruhan model sistem organisasi pembelajar diperoleh sebesar 0,366 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi mengenai penerapan model sistem organisasi pembelajar di PT Taspen (Persero).

Purnama dan Budiharjo (2009) dengan jurnal penelitian yang berjudul peran budaya pembelajaran dan knowledge management terhadap kinerja perusahaan: studi kasus PT XYZ. Pada jurnal penelitian ini ada beberapa tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengidentifikasi budaya pembelajaran di PT XYZ berdasarkan tujuh dimensi nilai dari Learning organization, mengintervensinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode field study non experimental dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Intstrumen yang digunakan yaitu Dimensions of Learning organization questionnaires (DLOQ) dari Marsick dan Watkins (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai budaya pembelajaran di PT XYZ berdasarkan 7 dimensi organisasi pembelajaran, dimensi empowerment masuk kedalam kategori dimensi yang buruk yang belum mencapai nilai ideal. Sedangkan dimensi yang lain masuk kedalam kategori rata-rata baik walaupun belum memiliki nilai diatas rata-rata 3,25 – 4,00 (sangat baik). Secara keseluruhan diketahui bahwa nilai total dari dimensi organisasi pembelajar adalah sebesar 2,63 yang masuk kedalam kategori baik (minimal). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa persepsi karyawan mengenai aktivitas

(22)

pembelajaran PT XYZ lebih kearah single loop Learning (adaptive Learning) dimana belum tampak generate Learning yang dapat menumbuhkan knowledge creation.

Kesumaningdyah (2010), dengan judul skripsi penerapan organisasi pembelajar pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui penerapan seluruh dimensi organisasi pembelajar pada level individu, kelompok, dan organisasi serta menganalisis persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor. Penarikan sample yang digunakan adalah metode purposive serta metode yang digunakan untuk menganalisis yaitu metode kruskal wallis. Hasil pada penelitian ini dikemukakan bahwa LPP RRI telah menerapkan dimensi organisasi pembelajar sebesar 41,28% . selain itu juga didapatkan hasil bahwa LPP RRI memiliki nilai 25,92 diatas perbandingan nilai rata-rata penelitian 500 perusahaan yang dilakukan oleh Marquardt (1996). Hasil uji kruskal wallis menunjukan bahwa nilai P-value adalah 0,331 lebih besar dari 0,005, maka dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara karyawan dan pimpinan dalam penerapan organisasi pembelajar di LPP RRI Bogor.

Gambar

Gambar 2. Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 2002)
Gambar 4. Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 2002)
Gambar 5. Subsistem Pemberdayaan Orang / Manusia (Marquardt, 2002)
Gambar 6. Subsistem Pengetahuan (Marquardt, 2002)

Referensi

Dokumen terkait

5eluhan yang paling utama adalah hematuri )-*+ baik mikroskopis maupun makroskopis tanpa disertai rasa nyeri dan intermiten. Pada masa sebagian ke!il pasien dapat

Untuk respon laju pengerjaan bahan ( Material Removal Rate ) normalisasi rasio S/N akan menggunakan karakteristik semakin besar semakin baik, dengan rumus (6) ,

Tanpa model fisik mungkin siswa trampil mengerjakan soal- soal prosedural seperti : kesamaan pecahan, kabataku pecahan, mengubah pecahan dari pecahan biasa, campuran ke

Selama ini Kelompok Nanzankai (Kelompok Orang Jepang pensiunan tamatan beberapa perguruan tinggi terkenal) yang selama ini berupaya membantu UNSADA melalui diskusi dengan

Menyatakan bahwa penulisan tugas akhir yang berjudul ” Pengaruh Waktu Perendaman Air Terhadap Kuat Tekan Beton Dengan Penambahan Superplasticizer 1,5% Menggunakan 3

18 GANESH Universitas Pendidikan Ganesha 19 WISANGGENI_USRC Universitas Negeri Malang 20 ETAM – X2 Institut Teknologi Kalimantan 21 KING PHOENIX Universitas Ahmad Dahlan 22

d. bahan yang diperbolehkan sebagai Bahan Tabir Surya sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Cara pembuatan

Berdasarkan uji statistik (ANAVA) menunjukkan bahwa nilai eritrosit ikan nila yang diberi perlakuan dengan probiotik Bacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan