• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIDANG ARSIP DAN MUSEUM"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

RISALAH

PANITIA KHUSUS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

DESA

JENIS RAPAT: RDPU

TANGGAL: 24 MEI 2012

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

(2)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DESA Tahun Sidang Masa Persidangan Sifat Jenis Rapat Hari / Tanggal Waktu Tempat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara Hadir : : : : : : : : : : : 2011-2012 IV Terbuka

Rapat Dengar Pendapat Umum Kamis, 24 Mei 2012

Pukul 13.30 - 16.30 WIB

Ruang Pansus B, Nusantara II Lt. 3, DPR RI

DRS. H. AKHMAD MUQOWAM MINARNI,SH

Masukan/tanggapan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Desa.

PIMPINAN

1. Drs. H. Akhmad Muqowam 2. Drs. H. Ibnu Munzir 3. Budiman Sudjatmiko

Anggota Pansus RUU tentang Desa : Fraksi Partai Demokrat:

4. H. Subyakto, SH, MH 5. Drs. Eddy Sadeli, SH

Fraksi Partai Golongan Karya:

6. Ir. Ali Wongso Halomoan Sinaga 7. Ir. Bambang Sutrisno

Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia:

8. Nursuhud

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera:

9. Hermanto, SE, MM 10. Ir. Abdul Azis Suseno, MT.

Fraksi Partai Amanat Nasional:

11. 10. H. Totok Daryanto, SE.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan:

12. 11. DR. A.W. Thalib, M.Si

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa :

13. H. Bahrudin Nasori, SSI, MM.

(3)

Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya:

14. Hj. Mestariyani Habie, SH.

Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat:

15. Miryam S. Haryani, SE, M. Si

Undangan:

1. H. Sudir Santoso (Parade Nusantara)

2. H. Sindawatarang, SH, MM (Ketua Umum APDESI) 3. Suryokoco Suryosaputro (Ketua PPRPDN)

4. Ubaidi Rosidi ( Ketua PPDI)

(4)

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT (BUDIMAN SUDJATMIKO/F.PDIP):

Dari Ketua Umum Parade Nusantara? Hadir?

Dari Ketua Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara? Hadir.

Dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI)?Sudah hadir.

Dari Asosiasi Kepala Desa? Mana? Tidak, soalnya ada nama Asosiasi Kepala Desa. Setahu saya di peta politik gerakan desa ini, nama ini tidak ada ya? Tidak ada kan? Kalau begitu salah ini, tidak ada Asosiasi Kepala Desa itu tidak ada.

Dari Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) sudah hadir? Tidak, yang disana, dari sana. Oke.Baik.Berarti ini ada yang salah.Terima kasih ya?

KETUA RAPAT (DRS. H. AKHMAD MUQOWAM/F.PPP):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Bismillah Alhamdulillah, Wa shalaatu wassalammu’ala rosulillah,

Waala alihi Washohbihi Wama walalah Walaquwwata Illa billahi, Amma ba’du.

Yang saya hormati Pimpinan Pansus Rancangan Undang-undang Tentang Desa,

Yang saya hormati Anggota Pansus Rancangan Undang-Undang Tentang Desa yang hari ini yang sempat hadir adalah Saudara Ali Wongso HS, dan Yang kedua adalah Pak Eddy Sadeli.

Jadi mohon maaf sebelumnya, karena memang banyak sekali, tadi barusan, seperempat jam yang lalu, setengah jam yang lalu paling lama kita selesai rapat Paripurna, kemudian anggota yang lain, tentu menyebar kepada Pansus-pansus yang ada.Karena itu saya, Saudara Budiman, Saudara Ali Wongso dan Pak Eddy Sadeli siap untuk menampung aspirasi dari Bapak dan Ibu sekalian.Jadi asasnya adalah asas formalistic substansial, bukan semata-mata melihat jumlah yang hadir siapa yang ada didalam ruangan ini.

Ibu dan Bapak sekalian,

Pertama-tama marilah kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa hari ini kita bisa melakukan RDPU dengan jajaran Pengurus Parade Nusantara, mana Pak Ketua Umumnya?Wah ngeri, sudah pakai peci, pakai jas hitam, jaket ya? Kemudian jajaran Pengurus Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, kemudian dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), aduh kuningnya bukan kuningnya Pak Ali Wongso lho ya, kuning desa lho ya? Kalau kuningnya kuning Pak Ali Wongso, beda lagi. Jadi saya dulu punya gubernur, ada kuningisasi.Sampai gigipun harus kuning, begitu. Gubernur saya pada waktu itu,, gubernur Pak Sudir juga. Kemudian segenap pengurus dan jajaran Persatuan Perangkat Indonesia (PPDI), Pak Ketua Umum, ini sudah biru nampaknya. Saya tidak tahu, maksudnya biru apa ini? Apakah biru itu biru F-PAN atau biru F-PD, Wallahualam bishowaf.Ya pertama-tama marilah kita bersyukur pada Allah SWT bahwa atas ijin dan hidayah-Nya hari ini kita semua dapat ikut serta dalam RDPU dalam keadaan sehat wal afiat. Semoga kita semua dapat melaksanakan RDPU ini dengan baik sehingga mendapatkan masukan yang sangat berarti bagi pembentukan sebuah undang-undang yaitu Undang-undang tentang Desa.

Sebelum kami sampaikan lebih lanjut Ibu dan Bapak sekalian, bahwa kita ini hari ini ada 4, 1. Parade Nusantara

2. Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara 3. Persatuan Perangkat Desa Indonesia

4. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia.

Nah satu hal, Bapak-Ibu sekalian, kami dalam Reses kemarin, saya membaca pemberitaanmedia cetak, sampai kemudian PP, SMS, gambar-gambar, nampaknya seluruh anggota Pansus ini sudah menyebar kemana-mana. Paling tidak di Nusa Tenggara Barat juga ada, kemudian di Madura kemarin juga ada. Di Jawa Timur, ada. Di Jawa Tengah, ada. Kemudian di Jawa Barat juga ada.Kemudian pada waktu kita kemarin di Bali, juga mendapatkan masukan yang berkaitan dengan RUU Desa.Saya kira saya tidak tahu mengapa ini begitu menarik, Undang-Undang Desa ini. Kalau saya sih tidak pangling Pak, saya dipilih

(5)

ketua Pansus disini karena wajahnya ndesani, Pak. Jadi saya bilang sama Pak Budiman, wajah ndesani tidak apa-apa, asal rejekinya sama dengan Ketua Parade Nusantara.

Jadi rapat hari ini kita akan berlangsung sampai dengan Pukul 14.00 WIB, karena itu saya mohon bisa mengatur masing-masing secara substansi. Lah iya, jam 4 sore maksud saya.Beda tipis saja itu. Lho itu kan beda tipis, kalau itu memperbaiki, terima kasih, tapi tidak dalam rangka mendown grade saya, saya setuju.

Baik, Ibu dan Bapak sekalian,

Rancangan Undang-undang Desa ini merupakan Rancangan Undang-undang dari Pemerintah yang terdiri dari 18 Bab dan 96 pasal. Keberadaan desa yang selama ini atau yang disebut dengan nama lain, banyak sekali, diakui oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (2)b. Hal tersebut semakin jelas, manakala keberadaan desa kemudian kita lihat, saya pastikan bahwa narasumber yang hadir ini sudah sangat ngelotok, mulai Undang-undang 1 Tahun 1945, sampai terakhir di jaman Orde Baru itu adalah Undang-undang No. 18 Tahun 1969, Undang-undang No. 5 Tahun 1974, Undang-undang No. 5 Tahun 1979, kemudian dikoreksi melalui Undang-undang Tahun 1999, No. 22, kemudian yang terakhir Undang-undang No.32 Tahun 2004.

Nah didalam percakapan berbagai forum, ada 3 besaran paling tidak, masa dimana masa pasca kemerdekaan sampai dengan tahun 1970, dengan Undang-undang No. 68, dimana Undang-undang Dasar dan berbagai undang-undang itu yang saya catat, masalah desentralisasi, kemudian masalah otonomi daerah, sudah sangat kuat pesan itu tertuang didalam Undang-undang yang pada periode 45 sampai dengan tahun 1969, 70-an itu. Tetapi saya tidak tahu mengapa, dengan munculnya Undang-undang 74 kemudian 99, Nampak sekali bahwa ada berbagai hal yang kemudian pada akhirnya desa tidak bisa menambahkan dirinya sebagai sebuah entitas yang punya kekuatan. Nah oleh karena itu reformasi kemudian melakukan proses eksplorasi pembelajaran, dengan melihat Undang-undang yang produk lama sampai dengan produk Orde Baru, kira-kira apa yang masih bisa diatur kembali, dalam rangka melakukan

empowering terhadap desa itu. Karena itu Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

juga sudah mengatur secara jelas mengenai desa.Namun demikian, didalam perjalanannya, Undang-undang No. 32 belum secara jelas mengatur tata kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Desa.Selain itu, desain kelembagaan Pemerintahan Desa yang tertuang dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 juga belum sempurna sebagai visi dan kebijakan untuk membangun kemandirian, demokrasi dan kesejahteraan desa.

Koreksi terhadap desain Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang terkait dengan Desa, terlalu umum, sehingga dalam banyak hal pasal-pasal tentang Desa baru bisa dijalankan setelah lahir Peraturan Pemerintah dan atau Peraturan Daerah yang cenderung membuat implementasi keuangan daerah ke desa, sangat tergantung pada kecepatan dan kapasitas Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam membuat pengaturan lebih lanjut tentang Desa ini. Karena itu Bapak-Ibu sekalian, kalau kemudian kita memperhatikan apa yang disampaikan oleh Pemerintah, Presiden melalui Menteri Dalam Negeri pada waktu Rapat Kerja yang lalu, beberapa pendekatan dilakukan, baik pendekatan historis maupun pendekatan filosofis konseptual. Dimana kemudian, fokusnya memberikan satu perhatian bahwa kita membutuhkan desa sebagai entitas lokal yang bertenaga sosial, berdaulat secara politik, berdaya secara ekonomi dan bermartabat secara budaya.Saya kira baik itu desa formal atau pun desa adat ataupun kelurahan di perkotaan, saya kira kisi-kisi ini menjadi sesuatu yang penting, untuk menumbuhkan jati diri yang namanya desa itu.

Nah, karena itu Bapak dan Ibu sekalian, yang ketiga juga kemudian Pemerintah melakukan suatu pendekatan sosiologis dan pendekatan psikopolitik.Kemudian Pemerintah juga menjelaskan bahwa didalam Rapat Kerja yang lalu, yang disampaikan yang cukup penting yang pertama adalah mengenai kedudukan desa.Pemerintah menandaskan bahwa desa adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem Pemerintahan Daerah dan nasional.Kemudian yang kedua, ini mengandung beberapa aspek.Pada aspek pengaturan, kemudian pada aspek pemberdayaan, aspek implementasi.Nah setelah itu ada yang kedua adalah mengenai penataaan desa. Pemerintah melakukan suatu penjelasan kepada DPR bahwa, penataan desa ini dilakukan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan

(6)

kualitas pelayanan public, peningkataan kualitas tata kelola pemerintahan dan peningkatan daya saing desa.

Lalu yang ketiga, Pemerintah menjelaskan bahwa arti penting dari sebuah substansi tentang kewenangan desa. Dalam rangka menunjang kemandirian desa, maka desa perlu diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Karena itu Bapak-Ibu sekalian, berbagai teori, konsep, mengenai desa ini, kemudian mencuat ke ranah public.Apakah kewenangan itu kewenangan yang sifatnya adalah delegatif, atau kewenangan yang merupakan asal-usul.Nah ini saya kira perdebatan atau wacana ini sudah menyeruak ke public yang sedemikian kuatnya.

Kemudian yang keempat adalah, mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jadi substansinya adalah meliputi pengaturan mengenai struktur organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa, tugas, wewenang, hak dan kewajiban desa, larangan bagi kepala desa, pemberhentian dan pemilihan kepala desa, tindakan penyidikan terhadap kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Yang saya kira dari point terakhir, Ibu dan Bapak sekalian, kalau Pak Sudir katakan, yang namanya Lembaga Permusyawaratan Desa, itu menggik mentol, orang Jawa bilang.Jadi yang bukan orang Jawa tidak paham ini.Jadi artinya bahwa, kita fair.Keberadaan lembaga ini ada yang kemudian ada yang dirangkap oleh kepala desa.Ada kemudian bahwa lembaga ini adalah bukan merupakan atau tidak dirangkap oleh kepala desa.Jadi pada waktu saya kecil misalnya ada Bamusdes, Badan Musyawarah Desa.Kemudian ada LKMD, dalam pengertian Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. Karena ada singkatan lain ini, Pak Budiman waktu kecil, LKMD disingkat lain sama dia. Ya kan? Jadi kalau orang kampung kalau ada kecelakaan itu, sebut saja LKMD, katanya begitu.Ya?Lamaran keri, metenge disik. Jadi kalau ada orang kecelakaan, sudah hamil duluan begitu, dibilang bahwa itu LKMD, katanya.Lamaran keri, metenge disik. Dan LMD kemudian sekarang ini menjadi Badan Perwakilan Desa.Ini saya kira satu dinamika yang sangat luar biasa, jadi karena itu pengalaman Bapak-Bapak sekalian dalam rangka memberikan kontribusi kepada Pansus, kita harapkan sekali.

Kemudian yang kelima adalah mengenai keuangan desa.Kemudian yang keenam mengenai pembangunan desa, dan pembangunan kawasan pedesaan. Jadi Ibu dan Bapak sekalian, saya pernah juga berada di Komisi yang berdomain dengan Pak Ali Wongso ini. Masalah kawasan.Republik ini pada tahun 1974, 1978, menggalang kemudian sampai terealisasi sebuah kawasan yang namanya Batam.Batam itu Pak, Senzhen itu belajar dari Batam, sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, eh Specialis Economic Zone. Uni Emirat, juga belajar dari Indonesia. Macau, belajar dari Indonesia.Tetapi tidak tahu kenapa kemudian pada hari ini Batam menunjukkan kondisi yang decline, menurun.Setiap hari saya kira kita mendengar bahwa investor tidak masuk, bahkan ada yang keluar dari Batam.

Lalu yang kedua Pak Ali, mengenai KAPEK, Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu.Indonesia ini mempunyai 13 KAPEK, Pak. Tetapi dalam bahasa saya, hidupnya kopat-kapit, Pak. Layamutu wala

yahya.Sudah tidak butuh, menghabiskan biaya, Pak. Saya pernah suatu kali datang ke Nusa Tenggara

Tilmur, ada KAPEK Mbay disitu. Sudah sekian tahun ada dana dari APBN terus-menerus. Tapi begitu yang kita lihat adalah ilalang, ilalang dan ilalang.Yang paling maju itu adalah KAPEK di Bitung. Yang overborder nya adalah, memberikan rekomendasi reklamasi terhadap pantai yang ada di Manado itu. Jadi saya tidak mengerti, di Negara itu harus dibangun seperti apa. Kalau DPR saya kira mempunyai kewenangan regulative, dalam hal legislasi itu. Dalam banyak hal, terjadi overborder yang seperti itu. Karena itu Bapak-Ibu sekalian, saya kira desa dan kawasan desa ini adalah menjadi sesuatu yang saya yakin, banyak pemikiran dari Bapak sekalian, dan lebih dari itu banyak sekali idealistik-idealistik yang dibangun oleh kita semua, bahwa desa ke depan adalah merupakan sebuah entitas, sebuah komunitas, sebuah kelompok, sebuah apalah disitu, yang mempunyai kekuatan sosial, budaya, ekonomi, hukum dan lain-lain. Ini saya kira sebagai pengantar.

Dan untuk menambahkan kedekatan Ibu-Bapak sekalian, dan kepada yang hadir, di ujung ini adalah Pak A.W. Thalib.Kalau ini tadi Pak A.W. Halomoan.Beliau aslinya dari mana ya, kalau Ali Wongso itu? Sumatera Utara, Pak, Ali Wongso Halomoan Sinaga. Kemudian Pak A.W. Thalib ini adalah dari Gorontalo, Pak. Kemudian Pak Hermanto, namanya Jawa Pak, tetapi bukan wong Jowo, Pak. Tetapi bahwa dia pro desa, iya, karena memang memenuhi persyaratan kriteria sebagai desa, makanya ikut Pansus Desa itu Pak. Beliau dari Sumatera Barat, Pak Hermanto yang dulu di Komisi II sekarang sudah beralih ke Komisi berapa Pak? IV. Kemudian Pak Azis, saya kira yang dari Jawa Timur kemarin pasti

(7)

paham itu. Bahwa di Madura itu ada photo besar sekali, photo Pak Azis itu. Itu sudah konstituen itu Pak, sudah begini, begini itu Pak. Jadi saya kira Pak Azis kemarin juga melakukan proses apa namanya, jarring asmara, penjaringan aspirasi masyarakat. Bukan yang lain-lain ini.Jaring Asmara itu adalah penjaringan aspirasi masyarakat.Kemudian yang berbadan besar ini, dan nyalinya juga besar, Cuma barangnya yang kecil. Badan besar, nyali besar, Cuma barangnya kecil, barang apa, tidak tahu. Ini adalah Pak Bahruddin Nasori.Harus hati-hati Nasorinya membacanya, Pak. Sebab salah-salah itu, dibaca Nasroni. Bahruddin Nasori Pak. Jadi saya kira ini adalah sebagian Pansus yang sempat hadir, jadi karena itu ke depan kita harapkan Undang-undang Desa ini menjadikan desa sebagai subjek pembangunan yang mendasarkan pada prencanaan pembangunan yang berasas pada potensi dan kearifan lokal.

Karena itu pada kesempatan ini, kami dari Fraksi-fraksi Pak, ini sebuah mekanisme yang perlu kami sampaikan kepada Bapak-Ibu sekalian. Ada Pansus, kami diruangan ini, dan juga ada fraksi-fraksi. Saya kira silakan Bapak-Bapak melakukan suatu proses komunikasi substansial pada undang-undang ini, kepada fraksi-fraksi yang ada di DPR ini. Mulai dari F-PD, F-PG, F-PDIP, F-PKS, F-PAN, F-PPP, F-PKB, F-GERINDRA dan F-HANURA, saya kira Pansus ini adalah semuanya ada yang mewakili dari fraksi-fraksi, silakan dilakukan komunikasi secara football kepada semuanya, agar undang-undang ini bisa berhasil.

Nah kemudian yang kedua adalah, masing-masing fraksi yang ada di Pansus ini kemudian membuat DIM, Daftar Inventaris Masalah. Saya kira teman-teman kemarin ke daerah pun sudah mendapatkan beberapa DIM ya? Misalnya ini, bukan bocoran ini Pak Sudir.Misalnya adalah pernyataan sikap.Ini sudah masukan.Ada beberapa point yang disampaikan, yang ujungnya itu berakhir kata “merdeka” itu Pak. Ini misalnya saja.Lho tidak, ini “merdeka”, itu saya bacanya begitu saja. Kalau

Wallahumuafik itu kan bisa diduga, begitu kan? Itu kan baru di nasori, begitu kan? Tapi kalau merdeka itu

kan bisa diduga intinya ya sebelah kiri saya kan, itu. Tidak, ini untuk menyegarkan suasana. Lalu yang lain adalah, saya juga ada, ada misalnya ini, saya terima photocopy, waktu saya saya ketemu dengan PPDI di Pemalang, kemudian Pekalongan juga. Jadi ada materi-materi yang sudah sangat, sudah tersistematisasi.Misalnya sudah menunjuk pada Pasal 23. Sudah menunjuk Pasal-pasal 35, sudah menunjuk Pasal 36. Jadi saya kira hari ini adalah dengan beberapa organisasi, baik di fraksi, jam 14.00 WIB nanti kita ketemu, jadi karena itu secara formal sekali lagi, secara formal Bapak-Bapak bisa ikut dalam Rapat Dengar Pendapat Umum, walaupun secara informal, materi-materi sudah masuk pada berbagai pintu yang saya tahu, itu Bapak-Bapak lakukan dengan baik.

Jadi karena itu secara formal pada kesempatan kali ini kami akan meminta masukan dari; 1. Parade Nusantara.

2. Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara. 3. Persatuan Perangkat Desa Indonesia.

4. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia.

Jadi waktu yang kita miliki 2 jam, mulai sekarang sampai dengan jam 16.00 WIB. Karena itu berikan kesempatan, paling tidak 1 jam bisa berbagi pada berempat, kalau mungkin. Kemudian kalau tidak mungkin, kalau mungkin ada dialog. Tetapi kalau tidak mungkin maka silakan masing-masing setengah jam, kami mendengar dengan baik semuanya. jadi kita lebih kepada mendengarkan, lebih pada bagaimana mendapatkan penjelasan dari Organisasi yang hadir pada siang hari ini. Jadi karena itu kita fleksibel, akan tetapi nanti kalau sudah injury time, saya akan putus dari sini. Kalau Pak Sudir misalnya, lebih dari setengah jam, saya urus dari sini. Dua jam itu kan logikanya adalah maksimal 30 menit. Lebih dari 30 menit, saya bunuh mike-nya nanti, dari sini. Bukan Pak Sudirnya, mana berani.

Baik, pertama saya berikan kesempatan kepada Parade Nusantara.

PARADE NUSANTARA (H. SUDIR SANTOSO):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang saya hormati Bapak Kyai Muqowam, demikian saya memanggilnya sejak bertahun-tahun yang lampau selaku Pimpinan Sidang, Ketua Pansus Rancangan Undang-undang Desa,

Yang saya hormati Wakil Ketua Pansus yang hadir disini, adik saya tercinta, Budiman Sudjatmiko, MSc, M.Pil, merdeka!

(8)

Pak Bahrudin Anshori, ingat saya Jurkamnya Mas Bahrudin, tahun 2009, Dan anggota Pansus yang lain,

Saudaraku senasib sepenanggungan, teman seiring dan seperjuangan dari Jajaran APDESI yang dipimpin oleh Saudaraku Sindawatarang,

PPDI yang dipimpin adik saya, Ubaidi Rosidi,

Kemudian Relawan Pemberdayaan Desa, yang dipimpin oleh adik saya, Mantan Sekjen Parade Nusantara, Bapak Suryokoco, SE,

Dan semua yang hadir disini.

Bismillah Alhamdulillah Pak Kyai Muqowam, hari ini saya tetap istiqomah. Saya sebagai santrinya

Kyai Muqowam. Oleh karena itu agar kyai saya tidak malu, kemarin ada rumor bahwa Sudir Santoso mengumpulkan uang Rp 1 juta tiap desa, saya jawab, tidak. Dan saya tidak ketinggalan, lebih berani dari Bang Anas Urbaningrum, saya mau digantung di Monas sekalian.

Bapak-Ibu, Saudara sekalian yang saya hormati,

Saya bangga punya Ketua Pansus dan Pimpinan Sidang yang orator sebagai seorang kyai. Memang kali ini Parade Nusantara tidak ingin memaparkan substansi dan esensi. Mengapa demikian? 90% dari 30 anggota Pansus ketika mengadakan Reses, Parade Nusantara sudah melakukan audiensi di Dapil masing-masing. Lengkap Parade Nusantara memberikan Rancangan Undang-undang Sandingan, yang hari ini pun kami akan berikan kembali kepada seluruh anggota Pansus RUU Desa, dilengkapi dengan resume, juga kami siapkan didalamnya adalah Daftar Inventarisasi Masalah. Jadi waktu setengah jam sebelum saya dibunuh, saya lebih baik menyampaikan ini saja secara langsung. Yang anggota Pansus dari luar Jawa, saya melalui fraksi dan partai masing-masing, Jajaran Parade Nusantara terus melakukan komunikasi secara intens. Artinya kami sudah komunikasi dengan anggota Pansus, kami sudah komunikasi dengan seluruh fraksi, kami sudah komunikasi dengan seluruh Ketua DPP Partai, kecuali yang belum adalah Ketua DPP Partai PKS, yang belum adalah kami belum menghadap Tuhan Yang Maha Esa saja, dalam rangka golnya Rancangan Undang-undang Desa ini.

Bapak-Ibu, Saudara sekalian yang sangat saya hormati, terutama Pak Kyai Muqowam,

Berbicara tentang Undang-undang Desa, Parade Nusantara sudah mempelopori sejak tahun 2007, ulangi, sejak tahun 2007. Sudah banyak berganti anggota Komisi II saat itu, mulai dari Mas Priyo Budi Santoso, yang saat itu baru untulan jadi Anggota Komisi II, sekarang sudah jadi Wakil Ketua DPR RI. Dan seterusnya. Oleh karena itu saya akan menyampaikan secara verbal saja, sekedar mengingatkan. Karena saya yakin, anggota Pansus yang terbentuk dalam rangka Rancangan Undang-undang Desa ini adalah orang yang sudah terpilih, yang sudah tersaring, yang mengerti dan memahami betul tentang apa itu desa. Dari mana desa berasal, dimana desa saat ini dan kemana desa di Indonesia ini akan menuju.

Sekali lagi saya hanya sekedar mengingatkan, Bapak-Ibu, Saudara sekalian, utamanya adalah Anggota Pansus RUU Desa. Mari kita cermati, kalau memang tidak punya data, saya siap kontribusi data. Sejak Undang-undang yang mengatur tentang Desa jaman Belanda, yaitu inlandjimentie ordonantie, saya melompat langsung tentang Desa yang dibuat jaman Orde Lama, Orde Baru, dan dimana saat ini sampai orde reformasi, terakhir dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Tolong dibaca dan dicermati. Kalau tadi didepan Pak Kyai Muqowam mengatakan, mengapa desa tidak pernah menampakkan entitas, menampakkan jati dirinya sebagai entitas yang ada dipaling bawah. Karena dalam Undang-undang Desa sampai hari ini, desa hanya diberi kewajiban. Ulangi, desa hanya diberi kewajiban, tanpa diberi kelengkapan hak dan kewenangan.

Dalam strata, struktur pemerintahan, dimana pun negeri didunia ini termasuk di Indonesia, setiap strata struktur pemerintah harus minimal memiliki 3 dasar yaitu :

1. Hak

2. Kewenangan 3. Kewajiban.

Tapi sekali lagi, desa hanya diberi kewajiban Pak Kyai, tolong digarisbawahi. Secara lipstick, basa-basi, dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 memang diberi suatu kewenangan, tapi kewenangan itu hanya bersifat delegatif atau pendelegasian. Jadi ulangi sekali lagi, yang seharusnya dalam ilmu

(9)

pemerintahan, seharusnya disini ada mentor saya, Prof. DR. Ryaas Rasyid, MA, PHd., tidak akan pernah jalan sebuah strata pemerintah baik itu Pemerintah desa, Pemerintah kabupaten/kota, Pemerintah provinsi, Pemerintah pusat maksudnya, kalau tidak dilengkapi dengan 3 hal yaitu kewajiban, hak dan kewenangan. Sementara desa sejak jaman Orde Lama berubah ke Orde Baru, sampai dengan era reformasi saat ini, aturan Undang-undang yang mengatur tentang Desa, Desa hanya dikasih 1 saja, yaitu kewajiban. Itupun diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah dengan bahasa yang malu-malu yaitu dikemas dengan suatu bahasa, pendelegasian. Itu dulu.

Oleh karena itu, Anggota Pansus yang terhormat, saya mohon,

(rekaman terputus)

Termasuk saya sebetulnya akan berbicara rasionalisasi dalam draft RUU sandingan Parade Nusantara ini tentang apa sih alokasi Dana Pembangunan Desa, sebetulnya saya bawa Tim Parade Nusantara. Disebelah kiri saya adalah Dr. Herman, yang spesialis ahli anggaran. Kita godok draft Rancangan Undang-undang sandingan tentang Desa ini bersama teman-teman dari UGM, Unpad dan beberapa perguruan tinggi lainnya selama lebih dari 2 tahun. Tetapi sekali lagi, saya tidak ingin berbicara pasal demi pasal substansi, lebih dari itu saya akan memberikan secara global Undang-undang Desa saja. Sebagai contoh kongkrit Pimpinan Sidang, karena desa tidak diberi hak dan kewenangan, contoh dampak kecil saja, masih ada ribuan contoh yang lain, di desa kita saat ini utamanya di Pulau Jawa, bukan Jawa sentris sebetulnya saya bicara, tapi diluar Jawapun akan mengalami nasib yang sama, desa-desanya. Sekarang ini terjadi fenomena yang nyata dan tidak terbantahkan, bahwa pasar desa atau pasar tradisional, sekarang ini cenderung lemah, lesu dan mati sehingga pedagang tradisional di desa banyak gulung tikar. Kenapa? Karena kalah bersaing dengan toko-toko modern, yang namanya Alfamart, Indomart, Hypermart dan mart-mart yang lain. Mengapa mereka bisa masuk menjorok sampai ke desa-desa yang dianggap potensial marketnya? Mengapa mereka masuk berlomba-lomba sampai ke wilayah kecamatan? Jujur saya sampaikan, cukup dengan uang Rp 50 juta, seorang bupati atau walikota, dengan tutup mata dia tanda tangan, memberikan ijin IMB untuk berdirinya warung-warung modern. Mengapa desa tidak bisa menolak? Karena desa dalam aturan perundangan tidak dikasih alat kelengkapan Pemerintah Desanya punya kewenangan dan hak untuk menolak. Betul? Satu. Tolong itu, Pak Kyai Muqowam.

Rasionalitas dan faktual apa yang saya sampaikan secara global dan umum ini, untuk mengisi roh nyawa Undang-undang Desa yang nanti akan segera dibahas anggota Pansus RUU Desa, kami bisa cek lapangan secara bersama-sama.

Dampak yang kedua, ada ribuan dampak, saya sampaikan yang kedua saja. Sampai hari ini saya berbicara disini, dihadapan yang terhormat anggota Dewan yang menjadi anggota Pansus RUU Desa. Sudah 67%, ulangi, 67% sumber mata air yang mengalir dari pegunungan dan di pedesaan telah dikuasai oleh PT Danone Indonesia. Siapa PT Danone Indonesia? Sebuah perusahaan dari Perancis yang beroperasi di Indonesia sebagai produsen air mineral bermerk Aqua dan seterusnya. Menguasai 67% sumber mata air yang ada di desa dan yang dipegunungan. Kenapa mereka bisa mengkoop itu semua? Karena ijinnya, eksploitasinya diterbitkan dari Pemerintah pusat, Pemerintah provinsi, Pemerintah daerah yang dalam hal ini kabupaten/kota, dengan berbagai alasan dan kepentingan. Pemerintah desa tidak punya kemampuan untuk menolak. Mengapa demikian? Karena mereka tidak dilengkapi dengan hak dan kewajiban. Hak dan kewenangan. Yang jadi pertanyaan, Bapak-Bapak yang terhormat, kita semua sebagai Bapak saat ini, mungkinkah anak cucu kita yang hidup di pedesaan 10-20 tahun mendatang, ketika akan minum dari mata air yang keluar dari tanah leluhurnya sendiri, mereka harus membeli dari orang asing? Membeli dari orang Perancis? Panggilan jiwa kita saat ini, dalam kesempatan inilah sebetulnya ada kesempatan kepada wakil rakyat untuk memperjuangkan amanat penderitaan rakyat, terutama rakyat desa.

Agar menjadi perhatian, Saudara-saudaraku, Bapak-Bapak yang terhormat Anggota Pansus RUU Desa, ketika kita semua menyebut “desa” berdasarkan Sensus Penduduk yang dilakukan oleh Pemerintah Tahun 2010, dari 234,7 juta jiwa manusia, 78% nya hidup di pedesaan. Pak Kyai Muqowam, itu orang desa. Beliau di Jakarta menjadi warga tetap di Jakarta, hanya karena dua alasan, yaitu pekerjaan dan perkawinan. Jadi hakekatnya orang kita pun, 98% adalah orang desa yang menjadi urban tetap di kota. Ini

(10)

Pak Kyai, masalah betapa pentingnya Undang-undang Desa. Supaya anggota Pansus punya spirit, roh vibrasi dan semangat untuk melakukan Undang-undang Desa, dan atas itu harus sudah ditelorkan, ditetapkan di tahun 2012 ini. Saya akan jelaskan, bahwa sejak Orde Baru tumbang oleh gelombang pasang Tsunami reformasi, desa sebagai komunitas terbesar negeri ini tidak pernah punya undang-undang sendiri. Waktu jaman Orde Baru, apapun buruk dan baiknya, Pemerintah Desa punya undang-undang sendiri, yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1979, yang mengatur tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa. Ketika benteng Orde Baru tumbang oleh gelombang tsunami reformasi, undang-undang No. 5 Tahun 1979 diubah dengan undang No.22 Tahun 1999. Pertanyaannya adalah, apakah Undang-undang No. 22 Tahun 1999 itu mengatur tentang desa? Jawabannya, tidak. Undang-Undang-undang No. 22 Tahun 1999 adalah tentang Otonomi Daerah. Karena euphoria demokrasi saat itu, Undang-undang No. 22 Tahun 1999, desa dibelah menjadi 2, atas nama demokrasi. Yaitu eksekutif desa, kepala desa, perangkat desa disatu sisi, dilain sisi adalah legislatif desa, Pak Kyai, yaitu Badan Perwakilan Desa. Culture desa dalam mengambil keputusan yang biasanya adalah musyawarah untuk mencapai mufakat, diubah menjadi one

man one foot, didalam setiap keputusannya. Sehingga kultur desa yang biasanya saling asah, saling asih,

saling asuh, kemudian berubah sontak menjadi saling gasak, saling gesek dan saling gosok.

Sejak itu, Parade Nusantara sudah turun ke bawah, sudah menjadi parlemen jalanan, untuk menekan undang No. 22 Tahun 1999 ini diubah. Diubahlah undang itu dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Undang-Undang-undang No. 32 Tahun 2004 ini khusus mengatur tentang desa? Jawabannya tidak. Mengatur atas 3 hal, yaitu Pemerintahan daerah, pemilihan kepala daerah, numpang didalamnya adalah tentang Pemerintahan Desa. Saya mau tanya sebetulnya, tapi sayangnya Beliau sudah pada pensiun semua. Yang memutuskan Undang-undang Desa, DPR RI- nya. Jadi anggota DPR RI periode masa lalu, mengganggap rakyat desa, pemegang terbesar saham mayoritas bangsa ini, hanya penumpang gelap saja. Tidak patutkah komunitas rakyat desa yang 78% dari keseluruhan penduduk negeri ini mendapatkan Undang-undang Desa sendiri, yang tentu didalamnya adalah mengatur tentang Pemerintahan Desa. Itu saja yang bisa kami sesuaikan rohnya, agar menjadi semangat kepada seluruh Bapak-Bapak anggota RUU Desa ini, yaitu satu, untuk memutuskan Undang-undang Desa ditahun ini. untuk memutuskan Undang-undang Desa ditahun ini. Yang kedua, memberi nyawa yang sehat, yaitu antara kewajiban, hak dan kewenangan. Bapak bisa mengacu konsideran dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (1) a dan b, silakan nanti Bapak pelajari, tentu Bapak sudah lebih ahli dan memahami itu semua.

Bapak-Ibu, Saudara sekalian yang sangat saya hormati, Saudara-saudaraku teman senasib dan seperjuangan, Dari APDESI, PPDI, Relawan Desa,

Saatnya kita sekarang memperkuat barisan dan merapatkan shaf. Tidak saatnya lagi kita saling gasak, saling gosok dan saling gasak. Kita harus sudah saling asah, saling asih dan saling asuh. Apapun konten dan isinya, apapun khilafiah perbedaannya adalah hal kecil. Yang baku adalah Undang-undang Desa harus lahir tahun 2012. Sepakat?

(RAPAT SETUJU).

Terakhir Pak Kyai, sebenarnya ada 2 lagi substansi, akan disampaikan masing-masing Juru Bicara Parade Nusantara. Tapi kalau ini sempat disampaikan, syukur, kalau tidak, kami tidak ingin mengurangi atau merampas hak dari teman-teman lain termasuk dari PPDI. Utama dan utama yang diperjuangkan oleh Parade Nusantara adalah alokasi dana pembangunan desa dari APBN. Kenapa demikian?

Bapak anggota Pansus yang saya hormati,

Kenapa saya minta seperti itu? Sebab kita semua menjadi kidung sedih dan tembang klasik bahwa rakyat desa itu identik dengan kemiskinan, Pak Kyai. Pak Muqowam dulu kalau mengajari saya katanya, kemiskinan itu dekat dengan kekhufuran. Jadi yang mengajari Pak Kyai sendiri, sekarang saya menagih janji. Rakyat desa selalu dekat dengan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Ini fakta. Kenapa rakyat desa itu miskin? Apakah rakyat desa ditakdirkan oleh Allah SWT, oleh Tuhan Yang Maha Esa mesti jadi miskin? Jawabannya tentu tidak. Apakah rakyat desa itu malas bekerja? 90% rakyat miskin di desa adalah pekerja sangat keras. Petani kebun kita, berangkat sebelum matahari terbit dan pulang setelah

(11)

matahari tenggelam. Pedagang keliling kita, berangkat fajar, pulang setelah Magrib, Pak. Ini fakta. Kami pernah melakukan studi banding dengan teman IRE dari Jogyakarta, dengan USAID, dan teman-teman lain. Petani, orang miskin didesa, itu adalah pekerja keras. Mengapa mereka miskin? Mengapa desa miskin? Setelah kami pelajari Pak Kyai, ternyata ujung-ujungnya rakyat desa ini diperlakukan tidak adil dalam bidang anggaran. Oleh siapa? Oleh anggota DPR RI. DPR RI masa lalu, Pak, bukan yang sekarang. Bukan Pak Kyai Muqowam. Diberlakukan tidak adil dalam kebijakan anggaran oleh Pemerintah pusat. Terbukti apa, mengapa DPR RI terlibat? Mari kita buka APBN kita sejak tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012. Dengarkan, termasuk wartawan. APBN kita yang dibuat oleh Pemerintah pusat dan DPR RI ini, kalau saya boleh rata-rata minimal, setiap tahunnya sejak tahun 2009-2012 Rp 1300 triliun. Ternyata setelah diketok didalam Sidang Paripurna, yang dinikmati oleh 71.862 desa dari Sabang sampai Merauke, diketok dengan asumsi alokasi dana desa itu hanya Rp 17 triliun. Rp 17 triliun dari Rp 1300 triliun artinya hanya 1,3%. Sementara didepan saya mengatakan, rakyat yang hidup di desa, rakyat Indonesia ini, 78%. Sangat tidak rasional, tidak proporsional. Kalau komunitas rakyat 78% ini hanya dikasih jatah 1,3 %. Padahal waktu saya ngaji dengan Pak Muqowam namanya, kewajiban fakir miskin, anak yatim ketika mendapatkan zakat mal dan zakat-zakat lain minimal itu adalah 2,5%. Artinya, Pemerintahan Pusat memandang rakyat desa ini lebih nista daripada yatim piatu, mukoroh wama sakin.

Itulah dasar Parade Nusantara meminta minimal 10%. Tapi ini masih negosiabel Pak. Kalau Menteri Keuangan nanti tidak mau ya bilang saja 9,5%, Pak Bahrudin Nasori. Itu saja. Kami minta 10%. Kalau 10% ini dikabulkan, berarti ada angka Rp 130 triliun, karena keseluruhan APBN Rp 1300 triliun, ketika dibagi 71 ribu desa sesuai dengan luas wilayah dan jumlah penduduk, rata-rata setiap tahun akan mendapatkan Rp 1,3 miliar. Dan saya yakin, akan segera tumbuh dan berkembang perekonomian sehat ditingkat lini desa, sehingga kembali membantu Pemerintah pusat, tidak ada lagi banjir, apa, perpindahan penduduk dari desa ke kota, urbanisasi, tidak lagi banyak anak-anak kita yang menjadi TKI keluar negeri, yang meskipun banyak yang sukses, tapi tidak sedikit yang berakhir nyawanya di tiang gantungan dan tiang pancungan, di meja pancungan. Ini. Kami mintalah itu.

Ketika kami melakukan RDPU dengan Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Negara, Pak Kyai Muqowam, saya dibantah hebat. “Pak Sudir, tidak bisa, ada alokasi dana dari APBN langsung diberikan kepada desa”. Mengapa? Karena itu bertentangan dengan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 yaitu tentang Sistem Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Yang dimaksud pusat dan daerah itu adalah kabupaten dan kota. Artinya, desa bukan pemangku anggaran. Tolong, oleh Pemerintah, saya jangan diajari kayak anak kecil. Karena ini S1 saya hukum, S2 saya hukum dan saya pernah dihukum. Itu sama sebelahnya Pak Kyai Muqowam, Budiman itu.

Kami tidak ingin Pak, mengamandemen Undang-undang No. 33 Tahun 2004, Saudaraku, Teman-teman APDESI, PPDI, Relawan Desa. Karena apa? Saya pasti akan dikeroyok, kita akan dikeroyok, oleh Bupati, gubernur se-Indonesia. Kalah kita. Kenapa? Dia punya duit, kita mlarat. Tidak, silakan Pak, andaikan dikabulkan alokasi pembangunan desa itu, jangan transfer ke rekening desa. Sebab kalau sampai ditransfer langsung ke rekening desa, menurut saya juga itu tidak berkah tapi musibah. Pasti banyak kepala desa kawin lagi. Transfer ke rekening daerah atau kabupaten. Tapi tolong dalam undang-undang besok, kunci Pak, dengan satu pasal yang diktumnya menyatakan ”kepala daerah tidak boleh mengurangi dan atau mengalihkan alokasi dana dimaksud, dengan dalih dan alasan apapun”. Sehingga dana yang diplot untuk desa, betul-betul utuh ke desa. Kalau tidak dipercaya dianggap Pemerintah desa tidak mampu, silakan Pemerintah Kabupaten, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, mendampingi dan mengawasi. Sehingga terjadilah pembangunan desa. Tidak seperti sekarang ini, pembangunan di desa. Perlu dijelaskan tidak, Pak Kyai ini? Pembangunan di desa adalah pembangunan yang dilakukan oleh supra desa, orang-orang, pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat, dilakukan oleh mereka didesa. Rakyat desa sebagai penonton dan pemanfaat. Tapi kalau pembangunan desa, pembangunan yang digagas oleh rakyat desa, pembangunan yang disiapkan oleh masyarakat desa, pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat desa, dan diawasi oleh masyarakat desa, secara kultural dan kelembagaan. Tujuannya itu. Ini Pak. Berapa menit lagi Pak Kyai?

KETUA RAPAT:

Masih punya waktu 6 menit.

(12)

PARADE INDONESIA (H. SUDIR SANTOSO):

6 menit ya? Terima kasih.

Itu yang saya maksudkan. Jadi alokasi pembangunan desa, mutlak. Kalau diluaran kemarin terjadi stigma, Saudara saya, adik-adik saya dari PPDI. Setuju tidak, kalau perangkat desa menuntut sebagai PNS? Saya setuju. Kenapa? Pemerintahlah yang salah. Saya dengan Saudara Suryokoco pernah berhadapan langsung, head to head dengan waktu itu Pak Ma’ruf, sampai Pak Ma’ruf stroke. Saya tentang berdua, waktu itu, “jangan sampai ada kebijakan Sekdes diangkat PNS”. Kita lawan. Karena kita tahu, akan terjadi apa? Terjadi disharmonisasi, akan terjadi kecemburuan. Dan apa yang saya teriakkan dihadapan Saudara tua saya Bahrudin Anshori saat itu, terbukti hari ini. Pak Bahrudin Nasori. Betul kan? Ramai-ramai adik-adik kita sekarang perangkat desa, ingin diangkat PNS. Mengapa? Karena kesalahan Pemerintah atas nama Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2007. Tetapi ini konten, teknis, silakan rasionalitas seperti apa, sampaikan.

Posisi Parade Nusantara kali ini, saya, tidak menentang, tetapi saya juga merekomendasikan, sepanjang rasionalitas, alasannya secara akademis benar, yuk kita bersama. Itu yang saya berikan.

Yang terakhir sekalian, masa jabatan. Masa jabatan kepala desa, Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Bapak, adalah 5 tahun. Undang-undang No. 5 Tahun 1979, 8 tahun. Undang-undang No. 32 Tahun 2004, 6 tahun. Saya pernah ngomong dengan Komisi II saat itu, tapi bukan yang sekarang, “apa sih Pak sebetulnya pertimbangannya, kok sekarang dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 itu 6 tahun”. “Ya begini Mas, undang No. 5 Tahun 1979 kan 8 tahun, begitu katanya Pak Muqowam, Undang-undang No. 22 Tahun 1999 kan 5 tahun, supaya tampil beda, 6 tahun”. Lho, mana ada, Undang-undang-Undang-undang dibuat atas dasar tampil beda? Saya ini sampai jamuran Pak, saya berjuang atas nama desa dulu, saya masih muda belia dan ganteng, sekarang rambut saya sudah memutih. Tolong mohon dengan hormat dan sangat gol-kan Undang-undang Desa, ketika itu diundangkan sesuai dengan harapan teman-teman semua elemen desa ini, saya pensiun, Pak.

Oleh karena itu saya minta, disamping saya mengusulkan, silakan teman-teman dari PPDI, Perangkat Desa, kami usulkan 65 tahun jabatannya. Kepala desa saya minta dari 6 ke 8 tahun. Alasan akademiknya memang tidak ada Pak, tapi saya punya alasan kultural. Kalau kepala desa ini masa jabatannya 6 tahun, mari kita hitung Pak Kyai Muqowam. Tahun pertama, kepala desa menjadi kepala desa ditahun pertama Pak, saya jamin, sumpah kidding, mereka belum mampu membangun desanya. Belum mampu memikirkan kemajuan nasib rakyatnya. Kenapa? Kepalanya masih pusing, membayar hutang waktu Pilkades. Betul?

Dua tahun Pak, mereka menjadi kepala desa, belum bisa efektif. “Masih cari-cari tugas dan kewenangan saya menjadi kepala desa, apa ya?” karena kepala desa itu latar belakangnya sangat hydrogen, Pak Kyai. Mulai dari kyai sampai gali. Ada TNI/Polri dan seterusnya. Dua tahun belum efektif jadi kepala desa, karena mereka masih direcoki oleh rival pada waktu Pilkades yang tidak jadi. Betul? Tahun ketiga menjadi kepala desa, mereka baru mencari-cari teman, Pak Muqowam. Bergabung supaya cerdas, perangkat desa dengan PPDI, kepala desa dengan APDESI atau Parade Nusantara, itu baru cari-cari teman, cari-cari pengalaman. Tahun ke-4 mereka bisa bekerja, baru latihan jalan. Euphoria. Saking euphorianya, stempelnya itu tali sampai katok kolornya kemana-mana dibawa. Tahun kelima, saya jamin mereka tidak akan mampu memikirkan desanya lagi. Mengapa? Persiapan tahun depan Pilkades lagi, tahun ke-6. Masih direcoki pilihan kepala desa, pilihan bupati kadang 2 kali ulangan, pilihan gubernur, Pemilu legislatif, pilihan Presiden, pilihan Pria Idaman Lain dan PIL-PIL lainnya. Kapan Pak, desa ada kesinambungan? Kapan ada pembangunan? Oleh karena itu, Parade Nusantara mengusulkan dari 6 ke 8 tahun. Kalau saya dituntut alasan akademik, saya tidak bisa. Selebihnya, saya pertanggungjawabkan dengan alasan-alasan akademik, terutama bidang anggaran. Di …. Ini sebetulnya kalau ada waktu akan disampaikan oleh Dr. Herman, sebelah kiri saya. Tapi tidak punya cukup waktu. Pak Nursuhud ini harus ini, harus mendukung Undang-undang Desa. Kalau sampai tidak, tidak apa-apa, ini kan kawan saya ini. Kalau sampai tidak, Haram Nursuhud 2014 dipilih rakyat desa. Setuju?

RAPAT SETUJU.

(13)

Itu berlaku kepada seluruh anggota Pansus RUU Desa. Dia bela apa tidak, setiap ada pembahasan, antara Pemerintah dan DPR, elemen Parade, Relawan Pemberdayaan Desa, APDESI dan PPDI, akan berdiri.

Terima kasih.

Billahitaufik Walhidayah.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jadi luar biasa Pak Ketua Umum Parade Nusantara ini. Jadi tadi sudah janji kan, pokoknya kalau lebih, gue matiin dari sini. Tidak ada urusan pokoknya. Mau APDESI, mau Parade Nusantara, gue matiin

dari sini, mike-nya tapi, bukan apa-apanya.

Jadi Saudara-Saudara sekalian, hadir juga sebelah kanan saya ini adalah Pak Ibnu Munzir, wakil ketua Pansus Desa dari F-PG. Kemudian sebelah saya ada Mas Totok Daryanto, Beliau ini adalah Ketua Pansus Pemda. Jadi saya kasih tahu tapi tidak usah sampeyan ngomongin ya? Jadi Undang-undang Pemda dan Desa ini, jangan ngomong pada yang lain nanti, kita-kita saja disini ini, ini orangnya sama, 30 orang. Anggotanya sama persis, wakil ketuanya sama persis, yang bedanya Cuma ketuanya. Kalau pas Pansus Desa saya ketuanya, kalau Pansus Pemda, Pak Totok ketuanya. Wakil ketuanya tetap, Pak Ibnu Munzir, Pak Budiman, satu lagi Pak Khatibul Umam. Jadi saya dan Mas Totok saya bilang, “wis Mas,

nasibne partai cilik yo ngene iki lah Mas, dikeroyok partai-partai besar begini ini”. Tapi bukan itu

konteksnya, tapi adalah kebersamaan yang ada di kita. Jadi karena itu kalau dalam desa saya adalah ketuanya, kalau sudah Pemda, saya ditempatnya Mas Totok. Tidak apa-apa, ini gantian antara.

F.PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE):

Mas, kalau gagal, Undang-undang Desa itu yang gagal partai-partai besar.

KETUA RAPAT:

Tidak, jangan anulah, jangan mengambil di tikungan dululah.

WAKIL KETUA (DRS. H. IBNU MUNZIR/F.PG):

Cepat ini Pak Totok mengambil tikungan. Yang gagal, ketua-ketua ini.

KETUA RAPAT:

Kemudian sebelah kiri saya itu, yang sudah sama dengan Pak Sudir, seragamnya. Pak Nursuhud itu saya kasih tahu, orang yang jarang pakai dasi itu ya dia itu. Hari ini, tidak tahu ini ada apa. Karena Parade datang, APDESI datang,

PARADE NUSANTARA (H. SUDIR SANTOSO):

Saya juga baru kali ini Pak, pakai dasi ini.

KETUA RAPAT:

Oh tidak, sampeyan sudah sering. Kalau Pak Nursuhud ini Pak, mulai dari kampungnya dulu sampai sekarang, saya baru kali ini pakai rapih begini ini. Biasanya slebor, Pak. Tapi ya tidak mengurangi substansi itu. Lalu disebelah sana, ada ibu-ibu yang paling cantik diantara Pansus. Karena laki semua,

(14)

yang hadir. Ini adalah Ibu Mestaryani Habie, Beliau dari F-GERINDRA. Tahu kan GERINDRA? Tahu? Tahu F-PPP? Itu saja. Ini bukan kampanye, Bu.

Baik, selanjutnya akan kita berikan kesempatan kepada, yang kedua adalah dari Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara. Jadi silakan yang mewakili atau ketua umum? Jam 14.26 WIB, mulai.

RELAWAN PEMBERDAYAAN DESA NUSANTARA (SURYOKOCO SURYOPUTRO):

Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang terhormat Pimpinan Sidang, Pak Muqowam, dan Wakil Pimpinan Pansus, Juga yang sangat saya hormati, Para Anggota Pansus RUU Desa.

Satu kehormatan buat kami, dari Relawan Pemberdayaan Desa untuk diundang pada kesempatan yang sangat luar biasa ini. Terus-terang mendapatkan undangan dari Sekretariat melalui email, saya sempat kaget, kok saya diundang. Tapi sekaligus Alhamdulillah, setelah saya bongkar-bongkar, mungkin karena saya pernah mengajukan permohonan untuk beraudiensi dengan F-PDIP 2 tahun yang lalu, 27 April 2010, tapi belum pernah diberi waktu. Jadi ini mungkin satu penghormatan, menunggu 2 tahun langsung ditemukan dengan Pansusnya. Saya sangat berterima kasih sekali. Dan Alhamdulillah beberapa rapat kerja kami sempat mengikuti penjelasan dari Menteri, kemudian jawaban, Pandangan Mini Fraksi, kami juga sempat mengikuti. Oleh karenanya kami sudah menyampaikan sekilas paparan, mohon dibantu dari Operator.

Jadi ada 2 kelompok besar yang kami coba sampaikan. Yang pertama adalah catatan dari keterangan Pemerintah dan yang kedua adalah catatan pasal demi pasal dari RUU Desa. Catatan yang kami berikan dalam keterangan Pemerintah ada 3, yaitu tentang disampaikan bahwa norma dasar pemahaman konstitusi terhadap Undang-undang Desa adalah Pasal 18 b. Dan menurut kami, menurut pemahaman kami, setelah kami coba cermati dan seterusnya, maka sebenarnya Undang-undang Dasar Pasal 18 itu mengatur tentang Pemerintah Daerah, dan Pasal 18 b lebih mengarah kepada Undang-undang Keistimewaan Daerah, Undang-Undang-undang Masyarakat Adat. Mungkin lebih pas kesana, bukan ke Undang-undang Desa. Mengapa ini saya sampaikan? Karena sudah terjadi amandemen Undang-undang Dasar 1945 yang kalau tidak salah amandemen ketika itu sudah jelas dan tegas, penjelasan Pasal 18 itu sudah hapus. Sementara penjelasan Pasal 18 lah yang menyebutkan adanya desa diakui keberadaannya. Jadi menurut hemat kami, norma dasar yang digunakan oleh Pemerintah, salah. Yang kedua, disebutkan oleh Menteri bahwa sulit membangun kesepakatan politik dalam mendudukkan desa sebagai subjek pembangunan serta memperkuat komitmen politik terhadap desa agar tidak menjadi ajang politisasi. Ini sangat menarik menurut kami penjelasan dari Menteri. Oleh karenanya kami memberikan pandangan, Undang-undang No. 22 Tahun 1999 lahir, sebenarnya berlanjut ada TAP MPR No. 4 Tahun 2000, dimana disana menyebutkan tentang rekomendasi kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya rekomendasi No. 7 yang menekankan adanya otonomi bertingkat, provinsi, kabupaten/kota serta desa dan nama lainnya. Artinya, saya sampaikan, Undang-undang No. 32 yang dibuat setelah lahirnya TAP MPR ini inkonstitusional karena tidak memperhatikan peraturan perundangan yang lebih tinggi yaitu TAP MPR No. 4 Tahun 2000. Kalau mengarah pada itu, maka sebenarnya tidak ada bahasa sulit untuk membuat kesepakatan politik, apabila memang secara bersama-sama kita menyepakati penghormatan terhadap konstitusi. Tata urutan perundangan jelas, TAP MPR sebagai salah satu posisi perundangan yang lebih tinggi daripada undang-undang.

Oleh karenanya kami berpendapat, Undang-undang Desa ke depan lebih mengarah kepada pemberian otonomi tingkat III untuk desa. Dan ini sudah pernah dilontarkan, digagas oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, dan sebenarnya bagian-bagian itu sudah dipersiapkan. Persiapan untuk memenuhi tingkat III, tetapi kemudian masuk Orde Baru, semua itu dipangkas, penyeragaman dan disitulah kita berbicara karakter desa, penguatan politisasi desa untuk satu kekuatan partai politik tertentu. Oleh karenanya ini menjadi suatu catatan yang kami bisa sampaikan.

(15)

Catatan terakhir dari keterangan Pemerintah adalah, tentang desa diharapkan dapat meningkatkan peran aparat Pemerintah Desa dalam mendukung otonomi desa dan mewujudkan desa sebagai garda terdepan pembangunan bangsa. Menjadi sebuah ambivalen, ketika dalam semangat mengakui keberadaan desa, keragaman desa, kelebihan desa, hak asal-usul desa dan seterusnya, tetapi dalam Undang-undang Desa yang diusulkan Pemerintah mengatur desa demikian rijit, demikian detail. BPD harus seperti apa, perangkat desa harus seperti apa, bahkan sampai Sekretaris desa menjadi apa, diisi oleh PNS dan seterusnya. Sebenarnya yang sedang disampaikan oleh Pemerintah, akankah memberi, menghormati, hak-hak adat, hak asal-usul, atau sebenarnya sedang menjadikan desa sebagai alat pengendalian birokratisasi? Ketika Sekdes menjadi PNS, ini menjadi quote unquote pertanyaan besar, ada apa dibelakang itu semua?

Oleh karenanya, kalau toh semangatnya memang seperti itu, banyak hal yang memang harus dikaji, menjadi catatan-catatan penting bagi Pansus, dan nanti kami akan sampaikan catatan dan pandangan kami. Bahkan sebagai ilustrasi, beberapa waktu kemarin dalam sebuah media saya tulis, Republik ini lebih tidak menghargai desa dibanding kolonial Hindia Belanda. Hindia Belanda itu tidak pernah memberikan hak-hak otonom kepada desa, tetapi membiarkan itu hidup. Seorang kepala desa pada jaman Hindia Belanda tidak harus dilaporkan ke Gubernur Jenderal, tidak harus mendapatkan persetujuan dari Bupati, tidak harus mendapatkan persetujuan dari Residen. Karena kepala desa pada saat itu, menurut eyang saya, dia adalah bupati cilik. Dia yang berkuasa betul didesanya. Nah ini yang mungkin menjadi suatu catatan dari apa yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri pada saat itu, dari paparan yang Beliau sampaikan, Alhamdulillah kami sempat mendapatkan dari Tim D.A. Kementerian Dalam Negeri.

Selanjutnya untuk pasal per pasal, di Pasal 2 ada satu catatan menurut kami bahwa disitu disebutkan, “didaerah kabupaten/kota dibentuk desa yang pengelolaannya berbasis masyarakat”. Menurut saya, karena sejarahnya desa itu ada lebih dahulu daripada republik, daripada Hindia Belanda, dari pada Republik Presiden sekarang, maka lebih pantas disebut bahwa “daerah kabupaten/kota dibagi” bukan dibentuk. Karena kalau dibentuk, otomatis kemudian sekarang akan melakukan pembentukan. Ini desa sudah ada, sama halnya dengan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18 menyebutkan NKRI terbagi atas daerah provinsi, kabupaten/kota. Jadi saya pikir itu catatan di Pasal 2.

Pasal 5, untuk penjelasan detailnya ada di paper yang sudah kami persiapkan. Pasal 5 disebutkan, “pembentukan desa sebagaimana dimaksud Ayat (1) dan seterusnya memenuhi syarat”, ada bagian didalam itu yang kemudian kita perlu ada satu kesepahaman tentang desa itu apa, kota itu apa. Artinya bahwa ada satu karakteristik desa dengan mata pencaharian dibidang pertanian dan seterusnya itu menjadi catatan penting. Ketika kemudian akan menjadi kelurahan, ada aturannya bahwa minimal mereka sudah tidak lagi berprofesi sebagai petani atau buruh tani atau apapun, sekian persen, sehingga layak menjadi kelurahan, sehingga itu menjadi satu proses pelayanan administrative dan seterusnya. Oleh karenanya persyaratan untuk pembentukan desa, saya pikir itu perlu menjadi catatan dan kami usulkan untuk sekurang-kurangnya 50% penduduk bermata pencaharian pertanian.

Ke Pasal 13, penyesuaian kelurahan didalam itu disebutkan, dilaksanakan berdasarkan prakarsa masyarakat, memenuhi karakteristik persyaratan. Merujuk pada penjelasan Pasal 13, penyesuaian kelurahan menjadi desa hanya dilakukan dalam waktu tertentu, maka dipandang perlu Pasal 13 diberikan penjelasan karakteristik dan struktur pedesaan.

Pasal 24, “Kepala desa mempunyai hak mengusulkan, pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa lainnya kepada camat”. Didalam Rancangan Undang-undang yang diusulkan oleh Pemerintah, sekretaris desa diisi PNS yang itu kemudian saya melihat, tidak ada otorisasi atau tidak ada kekuatan kepala desa untuk sekedar mengusulkan pengangkatan dan penghentian Sekdes atau dipindahkan dari desa yang bersangkutan. Ini artinya, sedang ada satu langkah sistematis untuk merusak desa. Mengapa saya bilang merusak desa? Nanti akan ada dalam catatan kami, bahwa dalam Rancangan Undang-undang Desa disebutkan ada peraturan desa. Pada kenyataannya, Bapak-Bapak anggota DPR 2012 sudah memutuskan sebuah undang-undang yang berisi tentang tata urutan perundangan, dimana tata urutan perundangan yang terdahulu mengakomodir peraturan desa sebagai tata urutan perundangan terendah, hari ini, undang-undang itu sudah dicabut dan peraturan desa tidak masuk dalam tata urutan perundangan.

(16)

Artinya, bahwa kalau toh desa membuat peraturan desa, itu tidak mempunyai kekuatan hukum dan akan dengan gampang dipatahkan oleh kekuatan-kekuatan ahli hukum bahwa Anda tidak punya cantolan untuk kemudian itu harus dipatuhi. Jadi ini satu catatan yang mungkin kami perlu sampaikan.

Sekretaris desa diisi PNS, perangkat desa lainnya tidak, Pasal 35, Pandangan kami, Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, sama halnya kami waktu itu bersama dengan Pak Sudir untuk menahan supaya tidak dibikin PP dulu. Karena kalau sudah dibuat PP berarti otomatis itu akan berjalan. Adalah bahwa terjadi diskriminasi dalam Pemerintahan di desa. Dan itu jelas sekali, Undang-undang Dasar mengamanatkan Negara tidak boleh diskriminasi. Pasal 28 i Ayat (2) menyebutkan, bahwa “setiap orang berhak dan seterusnya…” walaupun ini debatable, teman-teman dari Kementerian Dalam Negeri kemarin juga kami sempat berdiskusi kecil, itu tidak diskriminasi. Tapi menurut saya, sama-sama mereka bekerja dibawah kepala desa, sama-sama bekerja membantu kepala desa, tetapi kenyataannya, mereka diperlakukan beda. Ini pasti diskriminasi.

Bahwa pilihan akan membatalkan Sekdes atau mengangkat perangkat desa lain, itu adalah pilihan yang bisa, hanya bisa dilakukan oleh anggota Pansus, bukan oleh Relawan Desa. Kami mendukung teman-teman PPDI, Alhamdulillah minta maaf Mas,Alhamdulillah April 2010, kami menyampaikan surat ke fraksinya Mas Budiman Sudjatmiko. Alhamdulillah belum diberi waktu, atas nama Relawan Desa. Dan kemudian Mei 2010, artinya 2 tahun yang lalu, kami mendampingi teman-teman perangkat desa, memberikan advokasi kepada teman-teman perangkat desa, membuat Rancangan Undang-undang tentang Desa dan Perdesaan, bukan hanya Desa. Artinya apa yang disampaikan Pak Muqowam bahwa kita perlu bicara kawasan, sepakat, kawasan desa, kawasan dengan pertanian, kawasan dengan agroindustry, itu adalah Kawasan Perdesaan, bukan Pedesaan. Karena kadang-kadang, ada r sama tidak ada r itu berbeda. Jadi inilah yang kami sempat lakukan, 2 tahun yang lalu sudah kami siapkan dan kami, seingat saya, ini nanti teman-teman PPDI akan melaporkan sudah kemana saja ini, dan sudah ada tanggapan atau belum.

Kemudian catatan yang keenam, Pasal 46, ”masa jabatan kepala desa 6 tahun terhitung dan seterusnya….”sudah disampaikan oleh Pak Sudir Santoso tadi, memang benar ada sesuatu yang aneh dari jawaban DPR waktu itu, bukan DPR yang sekarang. Tapi dari kami sepakat, teman-teman di Relawan Pemberdayaan Desa melihat, mungkin agak berbeda dengan teman-teman Parade Nusantara,8 tahun. Kami memberikan pemikiran ada 2 opsi. Masa jabatan kepala desa adalah jabatan politik, maka kita mencoba pada jabatan politik yang ada, artinya 5 tahunan. Opsi yang pertama adalah tiap 5 tahun mereka diberikan kesempatan untuk maju tetapi tidak dibatasi 2 kali, artinya selama masyarakat menghendaki, selama itu juga mereka masih bisa mencalonkan diri, atau 5 tahun. Itu opsi yang pertama. Opsi yang kedua adalah 10 tahun langsung dengan bahasa yang tadi sudah dijelaskan Pak Sudir, ada waktu tenggang untuk berpikir dan seterusnya, 10 tahun sekalian. Dengan catatan hanya 2 kali. Itu sudah 20 tahun. Jadi kalau saya mencalonkan diri umur 23, maka 20 tahun, 2 kali masa jabatan, 43, maka saya suah layak mencalonkan diri jadi bupati, kan begitu Mas Budiman, ya? Jangan sampai kepala desa stug, tidak ada karier politik. Kalau sudah 43, ya mungkin waktunya di DPRD. Lima tahun tanpa batas, atau 10 tahun 2 kali. Itu yang kami coba tawarkan.

Kemudian masa keanggotaan BPD, saya pikir kalau BPD tidak terlalu berpengaruh terhadap Tata Pemerintahan Desa. Saya pikir 5 tahunan BPD walaupun kades 10 tahun, tapi 5 tahun tetap ada pemilihan BPD. Supaya kita mengikuti sistem politik masa periodesasi pejabat-pejabat politik yang ada. Ini pertimbangan kami seperti itu.

Kemudian yang penting dan Alhamdulillah menurut saya ini ada satu catatan menarik. Pasal 63 tentang Pendirian Badan Usaha Milik Desa. Gagasan penguatan Badan Usaha Milik Desa, ini suatu gagasan yang luar biasa. Dan sebenarnya disinilah sumber dari potensi mengembangkan pendapatan asli desa. Potensi-potensi yang ada didesa bisa dikembangkan dengan Badan Usaha Milik Desa. Namun sayang sekali, dalam Rancangan Undang-undang ini kami melihat bahwa dalam penjelasan itu Badan Usaha Milik Desa, menurut kami sangat tidak jelas. Karena apa? Karena Badan Usaha Milik Desa cukup dibentuk dengan Peraturan Desa. Sementara Peraturan Desa tidak diakui dalam tata urutan perundangan. Ini menjadi pertanyaan. Oleh karenanya kami mengusulkan, untuk dibuka peluang Badan Usaha Milik Desa berbentuk badan hukum usaha menurut peraturan perundangan yang berlaku. Kalau perlu, dijadikan

(17)

PT. Apa sih susahnya? Desa punya asset. Kalau kemudian asset itu dikerjasamakan, tinggal dihitung itu sebagai investasi saham, berapa persen PT Desa punya disitu, kemudian ada passive income untuk desa, maka kesejahteraan terjadi disitu. Aqua yang tadi disampaikan, toko Indomart, Alfamart dan seterusnya, kalau desa punya kekuatan, mempunyai badan usaha dan kemudian disitu ada potensi sarjana-sarjana desa mengembangkan desanya, maka badan usaha milik desa ini yang berbentuk perseroan, bisa memiliki

golden share diperusahaan pertambangan sekalipun bahwa boleh disini, tapi desa harus sekian persen golden share. Ini sangat penting menurut saya, karena apa? Karena banyak sekali industri-industri,

usaha-usaha yang menggunakan tanah desa, cukup hanya berhubungan dengan kepala desa transaksi,

pologoro, bayar, selesai, kemudian ketika masyarakat bergolak, Pak Kades dipanggil, diajak

makan-makan, Pak Kades tolong diatur, pakailah preman-preman tandingan dan seterusnya, tidak sehat. Jadi menurut saya, pintu Badan Usaha Milik Desa ini adalah pintu untuk mensejahterakan desa yang sangat luar biasa. Dan ini gagasan yang menarik dari Pemerintah, dan kami layak mengapresiasi.

Dan satu catatan, karena anggota Dewan mungkin lebih punya kesempatan daripada saya, anak jalanan, ada satu referensi yang menarik, disatu desa di China, itu ketika mereka mengembangkan konsep seperti itu, bahwa setiap perusahaan masuk harus berurusan dengan perusahaan milik desa, informasi yang kami dapat dari internet per satu bulan yang lalu, setiap kepala di desa tersebut mempunyai tabungan senilai Rp 2 miliar, pembagian dari desa. Artinya apa? Ketika desa punya perusahaan dan kemudian perusahaan itu jadi multinasional, deviden dia masuk, tidak perlu menunggu Pemerintah pusat harus membagi Jamsostek, kepala desa bisa mengatur ini, ada duit. Asuransi kalau perlu bikin klinik sendiri dan seterusnya. Jadi menurut saya, kita tidak perlu anti atau phobi bahwa Badan Usaha Milik Negara saja tidak ada yang untung. Banyak yang rugi. Badan Usaha Milik Daerah saja banyak yang koleps. Apa itu berarti Badan Usaha Milik Desa akan seperti itu? Jawaban saya, tidak. Karena sudah terbukti dibeberapa desa, hanya bermodalkan sumber air, bermodalkan bantuan Pemerintah dengan pipanisasi, ketika kepala desanya kreatif, itu dijadikan usaha desa. Setiap rumah harus membayar Rp 3000,- dan seterusnya untuk pemeliharaan, untung. Artinya apa? Artinya Badan Usaha Milik Desa ini menjadi pintu yang sangat luar biasa, yang perlu mendapat perhatian dan saya dengan sangat berharap, anggota Pansus Desa mengawal itu, dalam konteks berilah ruang Badan Usaha Milik Desa, untuk punya Badan Hukum Usaha.

Satu catatan Pak Muqowam, Mas Budiman dan anggota Pansus yang lain, kami pernah beraudiensi dengan Menteri Koperasi. Kami cerita tentang gagasan Depdagri, pengembangan Badan Usaha Milik Desa dan seterusnya. Terbayang jawabannya, Badan Usaha Milik Desa bukan koperasi berarti bukan wilayah kami. Ketika kami berbicara dengan teman-teman Perindustrian dan Perdagangan, Badan Usaha Milik Desa itu badan hukumnya apa, Mas? Karena kita tidak mungkin membantu dengan ketidakjelasan seperti ini. Akan lebih jelas kalau perorangan. Lebih jelas membantu asosiasi kaki lima satu gerobak, daripada harus Badan Usaha Milik Desa, karena binatang apa, tidak jelas. Jadi menurut saya ini fatal. Republik ini menyakitkan begitu, menurut saya, untuk desa. Karena banyak peluang yang sebenarnya ada tetapi tidak digarap.

Dan Peraturan Desa tadi yang sudah kami sampaikan, jadi inilah yang kami perlu titip pesan kepada teman-teman, Ibu-Bapak yang terhormat anggota Pansus, ada hal-hal yang sangat krusial didalam Desa ini yang coba kita cermati. Belanda datang mulai dari VOC sampai Hindia Belanda sampai hari ini mungkin Bapak-Bapak dan Ibu Anggota DPR sangat paham, Hindia Belanda sampai sekarang sebenarnya negaranya belum pernah bubar dan punya asset. Artinya apa? 350 tahun Belanda ada di Indonesia, kenapa bisa bertahan? Karena dia menghargai dan menghormati desa. Apakah harus, kemudian teman-teman Kepala Desa ini selalu berpikir mengganti kepemimpinan dan tiap lima tahunan menjadi agenda untuk mengganti Undang-undang Desa Tahun 1999, 2004, 5 tahun, waktu yang sangat penting, 2004, 2012, okelah, agak panjang disini. Semoga ini menjadi suatu catatan yang penting.

Untuk teman-teman PPDI yang karena saya juga diminta oleh Pengurus menjadi penasehat, saya sampaikan disini secara jelas, terbuka, bahwa Relawan Pemberdayaan Desa mendukung teman-teman PPDI dalam konteks tidak ada diskriminasi. Jadi mohon menjadi catatan, karena saya takut juga ada anggota Dewan yang pasang badan untuk PNS. Saya bukan anggota Dewan dan saya tidak berani pasang badan, urusan itu. Saya lebih berkata bahwa, “Anda tidak layak diperlakukan diskriminatif” itu saja.

Mungkin itu yang bisa kami sampaikan. Terima kasih. Satu pesan, mungkin yang ingin saya sampaikan, semoga anggota Pansus, semoga Anggota DPR dan Pemerintah tidak lupa sejarah, bahwa

(18)

ada satu proses dimana republik ini pernah mempersiapkan otonomi tingkat III yang kemudian terpotong dan tidak jelas asal-usulnya hari ini. Semoga ini menjadi catatan. Semoga juga tidak ingkar konstitusi, karena ada konstitusi yang jelas. TAP MPR amanatnya seperti itu. Artinya, ketika undang-undang ini dibikin kemudian tidak mengikuti kaidah-kaidah itu, bisa saya katakan, undang-undang yang akan datang sama juga, inkonstitusional.

Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

RELAWAN PEMBERDAYAAN DESA NUSANTARA (SURYOKOCO SURYOPUTRO):

Mohon waktu untuk menyerahkan, boleh Bapak?

KETUA RAPAT:

Silakan.

Ini Ketua Umum ya, Pak Suryokoco Suryoputro? Calon DPR RI dari Fraksi partai ke-10. Terima kasih Pak Suryo. Salah satu yang menjadi narasumber disini ada beberapa ini ya, ini ada Pengantar, kemudian catatan dari Pemerintah. Ya sudah beberapa yang saya kira dari berbagai para pakar ini ya, baik dari Pak Ateng Syafrudin, Bu Kushandayani, dan lain-lain. Saya kira belum sempat disampaikan secara keseluruhan, tetapi Pansus pasti akan membaca secara baik. Yang hadir ini Pak, yang merah ini Pak, barusan, kecil-kecil cabe rawit, karena itu pasti merah, Pak. Dan jangan diduga ini dari F-PDIP, karena merah, bukan. Beliau ini dari fraksi, tidak semua merah itu F-PDIP. Pak Sudir berdasi merah, tapi saya yakin bukan F-PDIP. Yang terakhir datang ini adalah Ibu Miryam Haryani, didalam statusnya selalu mengatakan, Srikandi dari Hanura, katanya begitu. Hati Nurani Rakyat.

Baik, saya kira beberapa point sudah masuk, mulai dari Pasal 18 b sampai dengan yang terakhir itu adalah Pasal 60, saya kira. Kemudian kita masuk pada yang ke-3 adalah sekarang jam 14.55 WIB, kepada Persatuan Perangkat Desa Indonesia. Kepada Pak Ubaidi Rosidi, kami persilakan.

PERSATUAN PERANGKAT DESA INDONESIA (UBAIDI ROSIDI):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang saya hormati Bapak Kyai Muqowam, yang sampingannya adalah Ketua Komisi, atau Ketua Pansus,

Kemudian unsur Pimpinan yang lain, Mas Budiman, sering ketemu, mungkin tidak pangling, Serta Bapak dan Ibu-Ibu anggota Pansus RUU tentang Desa.

Alhamdulillah pada kesempatan ini saya merasa bahagia sekalipun saya belum mengungkapkan

apa yang menjadi uneg-uneg PPDI ternyata kakanda Pak Sudir Santoso sudah mendukung perangkat desa PNS.

Kemudian yang kedua, kakanda Suryokoco juga sama. Sebentar lagi, 5 menit lagi, Pak Budiman Sudjatmiko akan mengatakan “jalan”. Artinya komplit. Ini Jawa Tengah, dan hormat kami satu kampung dengan Pak Bahrudin Nasori, ini juga sudah getol dari dulu, ini salah satu Dewan yang paling berbobot di Kab. Tegal, Pak. Sampai 1 kuintal ya Pak? Semoga kami selaku aparatur Pemerintah Desa ini yang saat ini Cuma berat badan kurang dari 60 kg, termasuk yang belum sejahtera, agar cepat menyusul seperti Pak Bahrudin.

(19)

Jadi perlu kami sampaikan bahwa dalam kesemaptan yang baik ini, terutama mengenai Undang-undang tentang Desa, kami sepakat, intinya di tahun 2012 ini paling tidak Pansus harus bersungguh-sungguh dan Undang-undang ini harus terwujud menjadi undang-undang yang sah untuk desa. Kemudian sisi lain yang perlu kami sampaikan bahwa disamping kita sepakat, juga harus ada satu substansi yang menurut kami ini harus perlu diperjelaskan. Karena informasi yang kami dapat, baik membaca buku-buku yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini adalah Depdagri, terkesan bahwa kita, komunitas desa, dikembalikan pada jaman dulu. Sehingga ada penafsiran, desa adalah adat. Jadi ini yang menurut kami, bahwa adat tersebut adalah kampung, identik, nagari, dan sebagainya. Padahal yang namanya Pemerintahan Desa di Indonesia ini hampir menyeluruh, di Indonesia itu ada. Nah inilah yang perlu menjadi satu bahan. Kemudian kita sepakati, dalam satu pembentukan Rancangan Undang-undang ini, apa yang telah disampaikan oleh Pak Sudir, kewajiban tetap, kewenangan tetap, bayaranpun harus tetap ada. Baik mengenai perangkat desa, kepala desa, maupun sekretaris desa yang bekerja pada Pemerintahan Desa. Yang kemudian mengapa perangkat desa mengusulkan perangkat desa untuk menjadi PNS? Karena menampung aspirasinya Pak Sudir, ketika anggaran APBN masuk, perangkat desa PNS, sudah bisa melaksanakan tugas-tugasnya. Karena kita melihat bahwa proposisi hukum yang ada, di saat kita melihat Kepres No. 80 yang sekarang direvisi menjadi No. 54, PP No. 28, 29, yang kemudian Undang-undang No. 6, 7, itu semuanya mendelegasikan bahwa yang dapat mengelola uang Negara menjadi pengguna anggaran dan lain sebagainya adalah pegawai negeri sipil, TNI/Polri. Nah apabila perangkat desanya sendiri masih statusnya “dan lain-lain” itu bukan swasta dan bukan negeri, maka kapasitas untuk menyentuh pada tataran itu adalah sangat susah.

Sehingga harapan kami dari PPDI mungkin tidak akan panjang lebar, karena kami sudah mempunyai beberapa rekomendasi dukungan dari 8 partai, dan Pak Sudjatmiko katanya 1 minggu lagi akan dikeluarkan ini nanti kita juga akan mengutus delegasi yang ke Pak Budiman Sudjatmiko. Saya yakin Pak Budiman Sudjatmiko juga akan mendukung langkah-langkah PPDI. Karena Pak Sudir sudah, Pak Suryokoco sudah, yang lain APDESI dan AKD, paling-paling ya akan bilang, “Ya sudahlah, PNS, perangkat desa”. Adalah satu harapan yang kami minta, yang kemudian apapun, sebuah substansi yang lain, saya berharap desa adalah sebuah komunitas yang kemudian didalam desa sendiri banyak rakyatnya, banyak masyarakat yang butuh sentuhan yang benar-benar secara riil, bukan saja sentuhan-sentuhan itu sekedar program. Dan ini ketimpangan-ketimpangan yang ada, yang perlu kami sampaikan dengan Ketua Pansus dan Anggota Pansus, disaat ada proyek-proyek yang masuk desa, semua aparatur Pemerintahan Desa ini tidak dilibatkan bahkan lepas daripada program-program itu. Nah inilah yang kita kaji, bahwa kamipun siap untuk melaksanakan program-program Pemerintah, apalagi yang diusulkan Pak Sudir, Rp 1,3 M. Kami, selaku aparatur Pemerintah Desa juga siap untuk melaksanakan program-program tersebut.

Inilah konteks yang kita ada, apabila dalam kesempatan yang baik ini, semoga Pansus ini lebih menekankan pada kebutuhan-kebutuhan secara riil. Apabila kesempatan yang baik ini, perangkat desa bisa diberi mandat, diberi amanat, kemudian kepercayaan diangkat menjadi pegawai negeri sipil, bukanlah hal yang akan merusak tatanan adat . Kami tetap ketika diangkat menjadi pegawai negeri sipil, buatkan Undang-undang khusus kuasa orang untuk mengatur, biar tetap bekerja selama 24 jam didesa masing-masing. Jadi tidak usah ada satu ketakutan, PNS Pemda, PNS Pemda. Kita buatkan peraturan tersendiri. Yang terpenting bahwa unsur diskriminasi yang ada, ini bisa kita lepaskan. Betapa sedih, kita sudah memakai baju keki, betapa sedih kita sudah memakai baju Korpri, korban perintah, nah inilah yang perlu kita sadari. Keki Pak, layaknya pegawai negeri. Tetapi ketika kita membuat SIM saja, saya lihat disitu tidak ada adanya PNS. Wiraswasta. Nah perangkat desa dimana? Ternyata masuk kolom “dan lain-lain”. Nah inilah yang kemudian konsep yang seperti ini kami percayakan dengan Pansus, karena Pansus juga manusia, punya hati nurani, Pak Budiman juga punya hati nurani, saya yakin hal ini juga akan terakomodir, perangkat desa bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil.

Saya kira itu saja Pak, tidak usah panjang lebar, yang jelas ada beberapa perspektif masalah perjuangan PPDI yang kemudian Rancangan Undang-undang versi PPDI, dan yang terakhir adalah kajian akademis mengenai perangkat desa diangkat menjadi PNS, dan yang terakhir adalah dukungan dari Bapak-Bapak semua, saya catat, saya kliping, yang kemudian saya kembalilkan lagi kepada Pansus untuk diingat-ingat, ternyata Pansus sendiri sudah mendukung perangkat desa menjadi PNS. Jadi harapan kami, inilah apa yang menjadi permintaan PPDI saya serahkan sepenuhnya pada Pansus. Karena Pansus juga punya hati nurani dan saya yakin Pansus juga akan mengiyakan antara perangkat desa PNS dan dana masuk ke desa dari APBN.

(20)

Sekian, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Ketua Umum PPDI, partai apa itu? Persatuan Perangkat Desa Indonesia. Bukan Partai PDI, bukan. Mengapa yang disebut Budiman terus, bukan saya? OH tidak ada konteks itu ya? Syukur. Baik, terima kasih Pak Ubaidilah, betul ya? Ubaidi? Yang betul itu Ubaidillah, Pak. Ya kan, begitu ya? Orang Tegal apalagi, tetangganya Pak Bahrudin Nasori, bukan Ansori, bukan Nasroni, Pak. Saya ulangi, Bahrudin Nasori. Jadi waktu kampanye kemarin memang di Tegal itu Pak, banyak tronton disana, lewat Pantura itu Pak. Tapi hanya satu partai yang ramai pakai tronton, karena tidak kuat mengangkat orangnya, hanya F-PKB yang mengangkat ini saja. Hanya tronton yang bisa mengangkat Pak Bahrudin ini. Yang lain kan Pak Totok kan pakai yang itu, sunroof itu, dibuka bisa. Ini tidak, pakai tronton Pak. Ini kurang ajar Pak Bahrudin ini, badan besar, tapi anunya kecil tadi.

Baik, terima kasih Pak. Point-point sudah kita catat semua. Yang terakhir saya kira, dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia. Kepada Saudara Sindawatarang kami persilakan.

KETUA UMUM APDESI (H. SINDAWATARANG, SH, MH):

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati, saya cintai dan kita banggakan bersama, Pimpinan Pansus, Pak Kyai Muqowam, Pak Budiman dan Pak Ibnu Munzir,

Bapak-Ibu Anggota Pansus Rancangan Undang-undang yang sama-sama saya cintai dan saya banggakan,

Para Pimpinan dan anggota organisasi, elemen desa, stakeholder desa yang hadir pada hari ini.

Tiada kata yang paling indah dan tiada ucapan yang paling mulia kecuali mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya jualah sehingga pada siang hari ini kita dapat berkumpul di tempat ini dalam rangka Rapat Dengar Pendapat Umum tentang Rancangan Undang-undang Pemerintahan Desa.

Kita semua sepakat bahwa dalam perjalanan bangsa ini kita telah diatur oleh 3 Undang-undang yang didalamnya ada desa. Yang pertama adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1979 yang berlaku kurang lebih 20 tahun, sampai dengan tahun 1999 yaitu Undang-undang No. 22. Kemudian 5 tahun kemudian, Undang-undang No. 32 Tahun 2004.

Yang menjadi catatan bagi APDESI adalah, dalam Undang-undang No. 5 tahun 1979 desa diatur oleh Undang-undang tersendiri. Kemudian Undang-undang No. 22 Tahun 1999, desa hanya diatur oleh sebuah Peraturan Pemerintah. Kemudian di Undang-undang No. 32, lagi-lagi desa hanya diatur oleh sebuah Peraturan Pemerintah. Artinya apa? Bahwa memang kita semua sepakat bahwa di bangsa kita, ini yang bernama Indonesia yang kita cintai dan kita banggakan bersama, derajat pengaturan undang-undang tentang Desa mengalami penurunan. Artinya apa? Perhatian, konsentrasi, petinggi-petinggi Negara ini, elite-elite bangsa ini memang belum memberikan perhatian yang maksimal tentang keberadaan Pemerintah dan masyarakat desa.

Pimpinan Pansus,

Hadirin sekalian yang sama-sama saya cintai dan saya banggakan,

Kita tentu semua bersyukur, sebagai anak bangsa yang bernama Indonesia, bangsa kita adalah bangsa yang subur, boleh dikata adalah zamrud khatulistiwa di negeri ini, didunia ini malah. Kalau saja kita makan Mangga, maka bijinya kita buang, 2 tahun kemudian akan menghasilkan beribu-ribu Mangga. Di

Referensi

Dokumen terkait

yang baik akan menunjukan brand loyalty yang positif, sehingga brand loyalty yang positif akan menunjukan bahwa market share yang positif dan semakin penting

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Menurunnya Kedekatan

Jadi melalui model pembelajaran CIRC berbasis pendekatan DDCT yang akan saling melengkapi, diharapkan pembelajaran akan lebih meningkatan aktivitas belajar yang tepusat

Berdasarkan hasil analisis varian, kecepatan berkecambah biji jagung yang rendah pada perlakuan 0 gram/100 biji (kontrol) tidak berbeda nyata dengan perlakuan

6 pada pengecualian Rawat Inap, untuk Ketentuan Pertanggungan Tambahan Kehamilan, Persalinan dan Nifas ini berubah menjadi: komplikasi disfungsi atau kekurangan,

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui distribusi spasial ATM, kesesuaian lokasi ATM, serta pelayanan unit ATM (ditinjau dari segi perangkat lunak)

Hal ini terjadi karena pada awal biosorpsi, permukaan dinding sel yang terdiri dari polisakarida yaitu senyawa alginate belum mengikat logam berat, sesuai dengan