• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG HIV/AIDS DI KOTA GARUT TAHUN Oktoruddin Harun * Syafrida Harahaf **

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG HIV/AIDS DI KOTA GARUT TAHUN Oktoruddin Harun * Syafrida Harahaf **"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG HIV/AIDS DI KOTA GARUT TAHUN 2008

Oktoruddin Harun * Syafrida Harahaf **

ABSTRAK

Dampak penyebaran HIV/AIDS di negara-negara berkembang sungguh menghawatirkan. Populasi angka kesakitan dan kematian penduduk produktif meningkat terus sehingga usia harapan hidup menurun. Selain berdampak langsung bagi kehidupan social, ekonomi suatu bangsa dan telah menimbulkan keprihatinan baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Selain epidemik HIV/AIDS yang semakin merebak, maka krisis ekonomipun perlu diatasi secara lebih baik lagi, hal ini dikarenakan penyebaran HIV/AIDS tidak dapat dipisahkan dengan masalah kemiskinan, sebagai dampak krisis ekonomi yang berlarut-larut menyebabkan jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) terus bertambah PSK merupakan kelompok rawan terjangkit virus HIV/AIDS, untuk itu mereka harus dibekali pengetahuan dan sikap yang baik tentang HIV/AIDS agar dapat bertanggung jawab melindungi diri mereka sendiri dari virus HIV/AIDS yang mematikan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS di kota Garut tahun 2008, dengan variabel-variabel penelitian adalah umur, pendidikan, pendapatan, lama bekerja, akses informasi, pengaruh rekan kerja, anjuran medis dan sikap petugas kesehatan

Metode penelitian adalah metode survei dan merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan kros seksional. Populasi dalam penelitian ini adalah para PSK yang berada pada tempat penginapan, warung remang-remang dan yang beroperasi di jalan-jalan.. Tehnik pengambilan sampel dengan accidental sampling( responden yang diperoleh pada saat penelitian dilakukan ) sebanyak 35 orang.

Hasil penelitian menunjukkan dari variabel-variabel yang diteliti setelah dilakukan uji statistik fisher exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS .

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome ( HIV/AIDS ) merupakann salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh Virus HIV dan secara kilinis untuk pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1981 ( Kementrian Pemberdayaan Perempuan, 2002 )

Berdasarkan laporan UN-AIDS tahun 2003, epidemik HIV/AIDS global sampai saat ini masih mengancam dan kasus-kasus baru meningkat pesat. Setiap hari diperkirakan 14.000 orang terinfeksi HIV, dan ini berarti terdapat penambahan 1 ( satu) kaasus baru HIV/AIDS setiap 6 detik diseluruh dunia. Hingga akhir tahun 2003 diperkirakan terdapat 40 juta orang dengan HIV/AIDS ( ODHA ) diseluruh dunia. Dan lebih dari 95 % ODHA tersebut berada di negara berkembang ( Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2002 ) Di banyak negara epidemik AIDS masih dianggap “ rendah “ atau “ terkonsentrasi “. Terutama di dalam kelompok-kelompok yang mempunyai risiko tinggi, termasuk didalamnya kaum lelaki yang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenisnya, kelompok menggunakan narkoba suntik dan mereka yang berada di dalam perdagangan seks. Sebuah epidemik dianggap “ terkonsentrasi “ ketika jumlah orang yang terinfeksi kurang dari 1 ( satu ) persen populasi umum dan lebih dari 5 ( lima) persen infeksi terjadi pada kelompok “ berisiko tinggi “..

Di Eropa Timur dan Asia Tengah, hampir semuanya melaporkan penularan HIV berhubungan dengan penyuntikan narkoba dan telah menyebar luas dikalangan anak-anak muda, terutama kaum pemudanya. Di beberapa bagian wilayah Amerika Latin dan Asia dan banyakm negara-negara maju, epidemik terkonsentrasi pada pria yang berhubungan seksual dengan sesama jenisnya, beberapa negara ini juga mempunyai konsentrasi epidemik hetero seksual dikalangan anak mudanya yang menjajakan seks dan pria-pria yang membeli seks dari mereka, Di beberapa negara Asia Tenggara seperti Nepal dan Vietnam, epidemik meledak dikalangan pemakai narkoba yang menggunakan jarum suntik dan para pekerja seks dengan mayoritas usia dibawah 25 tahun. Di Cina, dimana sepertiga masyarakat dunia hidup, konsentrasi epidemik telah muncul dibeberapa Provinsi, dan HIV dengan cepat meluas masuk kedalam kelompok-kelompok baru ( UNICEF/UN-AIDS, 2002 ).

D Indonesia, kasus pertama ditemukan di Bali sekitar April Tahun 1987 pada seorang wisatawan Belanda. Erdwar Hop yang meninggal di RS. Sanglah Bali. Smentara itu, orang Indonesia yang pertama kali meninggal akibat AIDS terjadi pada Juni 1998, juga terjadi di Bali ( Amir Syafruddin, 2006 ).

Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia juga sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Menurut catatan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI ( Ditjen PP & PL ), sampai dengan 30 Juni 2006 kasus HIV secara Kumulatif telah mencapai angka 10.859 kasus dengan rincian 6.332 penderita AIDS dan 4.527 pengidap HIV. Adapun ratio kasus AIDS antara pria dan wanita adalah 4,5 : 1. Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta, Jawa

(3)

Timur, Jawa Barat,Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah.

Kondisi diatas semakin memprihatinkan karena persentase tertinggi terdapat pada usia produktif ( 54,12 % ) yaitu kelompok usia 20-29 tahun dan sekitar 26,41% pada kelompok usia 30-39 tahun diikuti kelompok umur 40-49 tahun sekitar 8,42%. Disamping itu, telah terjadi pergeseran dalam cara penularannya yang semula hubungan seksual menjadi penyebab utama, kini kasus penularan terbanyak ( 50,5% ) melalui penggunaan jarum suntik oleh kelompok pengguna narkoba dengan jarum suntik ( Injecting Drugs Users- IDU ), sedangkan penularan melalui heteroseksual sebesar 38,7% dan homoskesual 4,7% (Amir Syafruddin, 2006 )

Ditjen PP & PL juga menyampaikan bahwa rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 31 Maret 2006 adalah 3,15 per 100.000 penduduk ( Sensus, 2000) Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua ( 15,88 kali angka nasional ), Maluku ( 2,71 kali angka nasional, Kalimantan Barat ( 1,97 kali angka nasional ), Riau dan Kepulauan Riau ( 1,82 kali angka nasional ), Sulawesi Utara ( 1,62 kali angka nasional ) dan Bangka Belitung ( 1,55 kali angka nasional ). Sedangkan proporsi kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal adalah 23,8% (Amir Syafruddin , 2006 )

Meskipun data diatas merupakan data resmi dari pemerintah, namun data sesungguhnya tidak ada yang tahu berapa persisnya, karena HIV/AIDS seperti fenomena gunung es, apa yang telihat hanyalah puncak yang menyembul di permukaan tanpa diketahui seberapa dalam dan berapa besar kasus yang sebenarnya terjadi. Saat ini diperkirakan jumlah pengidap HIV/AIDS di Indonesia adalah 13.00 – 90.000 orang (Amir Syafruddin, 2006 ) Tingkat penyebaran HIV dan AIDS sudah mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan. Dari tahun ke tahun jumlah penderita HIV/AIDS mengalami peningkatan pesat. Dari catatan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, penyebarannya terutama ditularkan melalui seks berisiko dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada pengguna narkoba suntik. Selain itu diperkirakan ada 13 juta orang berisiko terinfeksi HIV yang disebabkan perilaku berisiko, baik penggunaan penjaja seks, isteri pelanggan seks, serta pengguna narkoba suntik dan pasangan seksnya (Amir Syafruddin, 2006 )

Secara global, perempuan lebih rentan tertular HIV dari pada laki-laki. Kerentanan kaum perempuan untuk tertular HIV pada umumnya karena kurangnya pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS ataupun kurangnya akses untuk mendapatkan layanan pengetahuan HIV . Selain itu secara biologis perempuan lebih berisiko untuk tertular HIV jika melakukan hubungan seksual tanpa kondom dibandingkan dengan laki-laki. Ironisnya, perempuan lebih sulit melindungi dirinya dari infeksi HIV karena pasangan seksualnya tidakmau menggunakan kondom. Berdasarkan data Depkes RI tahun 2002 disebutkan bahwa hanya 10% yang bersedia menggunakan kondom dari sekitar 10 juta pasangan seks ( Kampanye AIDS Sedunia, 2004 )

Adapun stigma masyarakat terhadap HIV/AIDS sendiri lebih cenderung menganggap HIV/AIDS hanya dialami oleh perempuan Pekerja Seks Komersial ( PSK ) menambah

(4)

berat masalah sosial yang dialami odha perempuan, meskipun PSK merupakan kelompok rentan “ berisiko tinggi “ untuk tertular HIV/AIDS, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan yang tidak melakukan perilaku berisikopun bisa saja terinfeksi HIV dari pasangan tetapnya ( suami)

Pekerja Seks Komersial atau PSK, kata-kata itu sudah tidak asing lagi terdengar di masyarakat kita. Istilah PSK yang dianggap sebagai penghalusan bahasa ( eufimisme ) dari istilah pelacur atau “ lonte “, tanpa disadari seolah-olah menjadikan perbuatan itu legal karena disebut sebagai pekerja. Adapun sebagai pekerja, dikhawatirkan mereka akan menuntut legitimasi dan hak-haknya sebagai pekerja yang memberikan pelayanan kepada mereka yang membutuhkannya. Meskipun sampai dengan saat ini keberadaannya masih menjadi kontroversi, karena mereka dianggap tidak pantas atau “ dipandang hina “ oleh sebagian masyarakat kita untuk berbaur bersama komunitas masyarakat yang hidup normal lainnya. Padahal mau tidak mau, suka tidak suka kita tidak dapat menutup mata terhadap keberadaan mereka dan mereka juga merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan yang lainnya (Amir Syafruddin , 2006) Pandangan sinis yang datang dari masyarakat, membuat mereka menutup diri dari masyarakat yang hidup normal, sehingga pada akhirnya kebanyakan dari mereka berkumpul menjadi komunitas yang tinggal dalam suatu lokalisasi dan baru beraksi pada malam hari ditengah hingar bingarnya kehidupan dunia gemerlap malam untuk menjajakan cinta dan seks kepada konsumennya yang justru sebagian besar datang dari komunitas masyarakat yang mengaku berasal dari masyarakat yang hidup normal. Suatu fenomena kemunafikan atau mungkin juga merupakan degradasi moral atau gaya hidup ( LSM Mitra Perempuan )

Hal ini juga ditunjang dengan maraknya industri seks di Indonesia yang ikut mengantarkan peluang terbesar meningkatnya kasus HIV/AIDS dikalangan pekerja seks komersial . Di Provinsi Papua sampai dengan tanggal 8 September 2007 telah ditemukan 14 pekerja seks komersial yang positif HIV/AIDS ( Info papua.com, 2008 )

PSK dan HIV/AIDS merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan dalam menjalankan pekerjaannya, pelanggan yang ditemui selalu berbeda, datang dari mana saja dengan berbagai latar belakang fisik, sosial budaya, biologis dan lingkungan yang tidak diketahui asal usulnya,dengan satu tujuan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan seks para lelaki hidung belang. Fenomena himpitan ekonomi orang tua terpaksa membuat mereka menjalani pekerjaan di dunia pelacuran, karena merupakan cara pintas mendapatkan uang banyak, atau karena diperkosa, terjebak penjualan ( trafficking ) atau bahkan terjebak pergaulan bebas ( free-seks) dan berbagai macam motif lainnya kenapa mereka menjadi seperti itu ( LSM Mitra Perempuan Mandiri, 2006 ).

Ketika mereka telah terjebak didalamnya, akan sangat sulit bagi mereka untuk keluar dari situasi tersebut. Hal ini disebabkan karena ketiadaan bentuk pekerjaan alternatif atau pengganti yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keteranpilan yang dimiliki atau yang dapat menandingi jumlah pendapatan mereka ketika bekerja sebagai PSK.

(5)

Mereka akan terus menjadi objek seks “ sugar daddy “ ( laki-laki yang menawarkan kompesnasi uang tunai untuk melakukan hubungan seksual ) yang hampir tidak pernah menawarkan perlindungan terhadap HIV/AIDS ( UNICEF/ UNAIDS, 2002 )

Mereka sering bergonta-ganti pasangan, tergantung kepada siapa yang memakainya. Konsumennyapun berbagai macam kalangan dari tingkat ekonomi. Ada yang menjajakan birahinya di pinggir jalan, di rel-rel kereta api, panti pijat, warung remang-remang, salon-salon terselubung, dan di taman-taman kota yang siap sedia dibawa kemana pun sipemakai mengajaknya. Ada juga yang mejeng di mall-mall, di tempat-tempat kos, dilokalisasi bahkan ada yang gentayangan mencari mangsa di hotel-hotel melati dan berbintang (Amir Syafruddin , 2006 )

Kehidupan yang dijalani oleh PSK tersebut bukan hanya milik kota-kota besar saja seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung, tetapi juga sudah merambah ke kota-kota kecil lainnya termasuk Garut. Kenyataan kehidupan yang demikian sudah menjadi keseharian di kota Garut yang konon sangat relegius ini ( LSM Mitra Perempuan Mandiri, 2006 ) Berdasarkan laporan DInas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi ( DISNAKERSOSTRAN ) tahun 2006 terdapat 158 PSK yang beroperasi di kota Garut Meskipun upaya meminimalisir jumlah PSK dalam berbagai program rehabilitasi yang dilakukan oleh berbagai macam LSM, DISNAKERSOSTRAN bekerja sama dengan POLRES dan KESBANG ( SATPOL PP ) tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, paling tidak membekali mereka pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi penting untuk menekan bertambah tingginya kasus HIV/AIDS di kalangan kelompok “ risiko tinggi “ dengan tindakan preventif bagi mereka dalam melayani para pelanggannya. Karena bagaimanapun juga PSK adalah perempuan yang pada mereka terdapat hak-hak reproduksi sama seperti perempuan “ normal “ lainnya. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik mnelakukan penelitian tentang fakto-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap pekerja seks komersial tetang HIV/AIDS di kota Garut

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deksriptif korelasi yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan umur PSK, pendidikan PSK, pendapatan PSK, lama bekerja PSK, akses informasi tentang HIV/AIDS, anjuran medis, pengaruh rekan kerja PSK dan sikap petugas kesehatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS di kota Garut . Waktu penelitian dilakukan dari tanggal 01 Juni sampai dengan tanggal 19 Juli 2008. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kros seksional.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua PSK yang berada di kota Garut, yang diperkirakan berjumlah sekitar 158 PSK..

(6)

Sampel yang digunakan adalah sebagian dari PSK yang ada di kota Garut. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling yaitu pengambilan responden PSK yang kebetulan ada atau tersedia pada waktu penelitian, adapun jumlah sampel 35 orang PSK.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup.

HASIL PENELITIAN Hasil Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Tehnik dalam analisis ini adalah tabulasi silang dengan uji statistik Kai Kuadrat dengan derajat kemaknaan pada α = 0,05 dan uji Fisher Exact karena dari hasil penelitian pada tabel 2 X 2 yang mempunyai satu atau lebih sel mempunyai nilai harapan kurang dari 5

1.Hubungan antara umur dengan Sikap PSK tentang HIV/AIDS Tabel 1

Hubungan Antara Umur Dengan Sikap PSK Tentang HIV /AIDS Di Kota Garut Tahun 2008

Umur Sikap n Nilai p Positif Negatif f % f % Muda 19 82,6 4 17,4 23 100 0.670 Tua 9 75 3 25 12 100 Total 28 80 7 20 35 100

Hasil analisis hubungan antara umur dengan PSK tentang HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 23 orang ( 82,6 %) dari 23 responden termasuk dalam kategori umur muda memiliki sikap positif dan 4 orang ( 17,4 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori umur tua terdapat 9 orang ( 75 %) dari 12 responden yang memiliki sikap positif dan sisanya 3 responden ( 25% ) memiliki sikap negatif.

Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara umur responden dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

(7)

2.Hubungan antara pendidikan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Tabel 2

Hubungan Antara Pendidikan Dengan Sikap PSK Tentang HIV /AIDS Di Kota Garut Tahun 2008

Pendidikan Sikap n Nilai p Positif Negatif f % f % Tinggi 17 73,9 6 26,1 23 100 0,380 Rendah 11 91,7 1 8,3 12 100 Total 28 80 7 20 35 100

Hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 17 orang ( 73,9% %) dari 23 responden termasuk dalam kategori pendidikan tinggi memiliki sikap positif dan 6 orang ( 26,1 %) memilikisikap negatif. Sedangkan pada kategori pendidikan rendah 11 orang ( 91,7 %) dari 12 responden yang memiliki sikap positif dan 1 orang ( 8,3 % ) memiliki sikap negatif.. Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara pendidikan responden dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p < 0,05 )

3.Hubungan antara pendapatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Tabel 3

Hubungan Antara Pendapatan Dengan Sikap PSK Tentang HIV AIDS Di Kota Garut Tahun 2008

Pendapatan Sikap n Nilai p Positif Negatif f % f % Tinggi 10 83,3 2 16,7 12 100 1,00 Rendah 18 78,3 5 21,7 23 100 Total 28 80 7 20 35 100

Hasil analisis hubungan antara pendapatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 10 orang ( 83,3 %) dari 12 responden termasuk dalam kategori pendidikan tinggi memiliki sikap positif dan 2 orang ( 16,7 %) memilikisikap negatif. Sedangkan pada kategori pendapatan rendah 18 orang (78,3 %) dari 23 responden yang memiliki sikap positif dan 5 orang (21,7%) yang memiliki sikap negatif. Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara pendapatan responden dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p < 0,05 )

(8)

4.Hubungan antara lama kerja dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Tabel 4

Hubungan Antara Lama Kerja Dengan sikap PSK Tentang HIV / AIDS Di Kota Garut Tahun 2008

Lama Kerja Sikap n Nilai p Positif Negatif f % f % Lama 1 33,3 2 66,7 3 100 0,095 Baru 27 84,4 5 15,6 32 100 Total 28 80 7 20 35 100

Hasil analisis hubungan antara lama kerja dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 1 orang ( 33,3 %) dari 3 responden termasuk dalam kategori sudah lama bekerja memiliki sikap positif dan 2 orang ( 66,7 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori baru bekerja 27 orang (84,4 %) dari 32 responden yang memiliki sikap positif dan 5 orang (15,6 %) yang memiliki sikap negatif.

Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara lama kerja responden dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

5.Hubungan antara akses informasi dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Tabel 5

Hubungan Antara Akses Informasi Dengan Sikap PSK Tentang HIV /AIDS Di Kota Garut Tahun 2008

Akses Informasi Sikap n Nilai p Positif Negatif f % f % Pernah 19 90,5 2 9,5 21 100 0,090 Tidak Pernah 9 64,3 5 35,7 14 100 Total 28 80 7 20 35 100

Hasil analisis hubungan antara akses informasi dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 19 orang ( 90,5 %) dari 21 responden termasuk dalam kategori pernah mengakses informasi memiliki sikap positif dan 2 orang ( 9,5 %) memilikisikap negatif. Sedangkan pada kategori tidak pernah mengakses informasi 9 orang (64,3 %) dari 14 responden yang memiliki sikap positif dan 5 orang (35,7 %) yang memiliki sikap negatif.

Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara lama kerja responden dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

(9)

6.Hubungan antara anjuran medis dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Tabel 6

Hubungan Antara Anjuran Medis Dengan Sikap PSK Tentang HIV /AIDS Di Kota Garut Tahun 2008

Anjuran Medis Sikap n Nilai p Positif Negatif f % f % Pernah 9 90 1 10 10 100 0,084 Tidak Pernah 18 72 7 28 25 100 Total 27 77.1 8 22,9 35 100

Hasil analisis hubungan antara anjuran medis dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 9 orang ( 90 %) dari 10 responden termasuk dalam kategori pernah mendapat anjuran medis memiliki sikap positif dan 1 orang ( 10 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori tidak pernah mendapat anjuran medis 18 orang (72 %) dari 25 responden yang memiliki sikap positif dan 7 orang (28 %) yang memiliki sikap negatif.

Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan anjuran medis dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

7.Hubungan pengaruh rekan kerja dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Tabel 7

Hubungan Antara Pengaruh Rekan Kerja Dengan sikap PSK Tentang HIV /AIDS Di Kota Garut Tahun 2008

Pengaruh Rekan Sikap n Nilai p Positif Negatif f % f % Positif 20 86,9 3 13,1 23 100 0,200 Negatif 8 66,7 4 33,3 12 100 Total 28 80 7 20 35 100

Hasil analisis hubungan antara pengaruh rekan kerja dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 20 orang ( 86,9 %) dari 23 responden termasuk dalam kategori pernah mendapat pengaruh positif rekan kerja memiliki sikap positif dan 3 orang ( 13,1 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori pernah mendapat pengaruh negatif 8 orang (66,7 %) dari 12 responden yang memiliki sikap positif dan 4 orang ( 33,3 %) yang memiliki sikap negatif.

Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara pengaruh rekan kerja dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

(10)

8.Hubungan sikap petugas kesehatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Tabel 8

Hubungan Antara Sikap Petugas Kesehatan Dengan sikap PSK Tentang HIV /AIDS Di Kota Garut Tahun 2008

Sikap Petugas Sikap n Nilai p Positif Negatif f % f % Ramah 13 86,7 2 13,3 15 100 0,672 Tidak Ramah 15 75 5 25 20 100 Total 28 80 7 20 35 100

Hasil analisis hubungan antara sikap petugas kesehatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 13 orang ( 86,7 %) dari 15 responden termasuk dalam kategori yang menyatakan sikap petugas kesehatan ramah dalam memberikan pelayanan memiliki sikap positif dan 2 orang ( 13,3 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori yang menyatakan petugas tidak ramah sebanyak 15 orang (75 %) dari 20 responden yang memiliki sikap positif dan 7 orang ( 20 %) yang memiliki sikap negatif.

Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara sikap petugas kesehatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

PEMBAHASAN

1.Hubungan antara umur dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS

Hasil penelitian yang didapat, ternyata dari 23 responden yang termasuk kategori muda, 19 orang ( 82,6%) diantaranya memiliki sikap positif tentang HIV/AIDS sedangkan 4 orang ( 17,4%) memiliki sikap positif tentang HIV/AIDS dan 9 rsponden yang masuk kategori umur tua memiliki sikap positif tentang HIV/AIDS. Hasil uji statstik ternyata tidak ada hubungan antara umur dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

Berdasarkan teori, umur berhubungan dengan pengetahuan salah satunya pengalaman, yaitu seseorang yang berumur lebih berpengalaman yang didapat tentu lebih banyak dan pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang ( Notoatmodjo, 2003 ). Dengan semakin bertambah pengetahuan, diharapkan sikap orang tersebut dapat berubah terhadap sesuatu.

Hasil penelitian ini umur responden muda justru mempunyai sikap yang positif tentang HIV/AIDS. Hal ini bisa disebabkan karena jumlah responden usia muda dalam penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan responden usia tua. Selain itu sikap

(11)

positif tentang HIV/AIDS terbentuk karena didasari pengetahuan responden usia muda lebih tinggi daripada usia tua.

2.Hubungan antara pendidikan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS

Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 17 orang ( 73,9%) dari 23 responden yang berada pada kategori pendidikan tinggi memiliki sikap positif tentang HIV/AIDS, dan 6 orang ( 26,1%) memiliki sikap yang negative tentang HIV/AIDS. Sedangkan dari 12 orang responden yang masuk kategori berpendidikan rendah, 11 orang ( 91,7%) memiliki sikap positif tentang HIV/AIDS, dan hanya 1 orang ( 8,3 % ) yang memiliki sikap negatif tentang HIV/AIDS. Hasil uji statistik ternyata tidak ada hubungan antara pendidikan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

Adanya responden yang berpendidikan tinggi tetapi memiliki sikap negative tentang HIV/AIDS, bias disebabkan karena responden tidak peduli dengan risiko bahaya HIV/AIDS meskipun mereka mengetahuinya. Selain itu juga mereka belum pernah melihat secara langsung kasus nyata HIV/AIDS pada rekan kerja terdekat mereka.

3.Hubungan antara pendapatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS

Hasil penelitian diperoleh sebanyak 10 orang ( 83,3 %) dari 12 responden termasuk dalam kategori pendidikan tinggi memiliki sikap positif dan 2 orang ( 16,7 %) memilikisikap negatif. Sedangkan pada kategori pendapatan rendah 18 orang (78,3 %) dari 23 responden yang memiliki sikap positif dan 5 orang (21,7%) yang memiliki sikap negatif.Hasil uji statistik ternyata tidak ada hubungan antara pendapatan responden dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

Sebagian besar sikap yang ditunjukkan responden tentang HIV/AIDS baik yang berpendapatan tinggi maupun rendah adalah positif. Sikap positif ini bisa terbentuk karena didukung banyak hal. Semakin besar pendapatan responden tentu diharapkan sikap mereka tentang HIV/AIDS juga semakin positif.

Dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara pendapatan dengan sikap sikap tentang HIV/AIDS bias disebabkan karena responden mungkin memahami tentang risiko dan bahaya HIV/AIDS itu sendiri bahwa berapapun pendapatan mereka.

4.Hubungan antara lama kerja dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS

Hasil penelitian diperoleh sebanyak 1 orang ( 33,3 %) dari 3 responden termasuk dalam kategori sudah lama bekerja memiliki sikap positif dan 2 orang ( 66,7 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori baru bekerja 27 orang (84,4 %) dari 32 responden yang memiliki sikap positif dan 5 orang (15,6 %) yang memiliki sikap negatif.

Hasil uji statistik ternyata tidak ada hubungan antara lama kerja responden dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 ), kondisi ini dapat disebabkan karena responden belum menemukan alternatif pekerjaan pengganti yang lebih baik

(12)

untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik selain sebagai PSK. Responden kategori baru kerja justru memiliki sikap yang positif dibandingkan dengan responden sudah lama bekerja, hal ini bias terjadi karena pendidikan dan pengetahuan yang lebih baik ada pada responden dengan masa kerja baru.

5.Hubungan antara akses informasi dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS

Hasil penelitian diperoleh sebanyak 19 orang ( 90,5 %) dari 21 responden termasuk dalam kategori pernah mengakses informasi memiliki sikap positif dan 2 orang ( 9,5 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori tidak pernah mengakses informasi 9 orang (64,3 %) dari 14 responden yang memiliki sikap positif dan 5 orang (35,7 %) yang memiliki sikap negatif. Hasil uji statistik ternyata tidak ada hubungan antara lama kerja responden dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 )

Hal ini dapat dipengaruhi oleh seberapa seringnya akses yang mereka dapatkan, bila akses informasi yang mereka dapat hanya sedikit kemungkinan sikap responden tentang juga negatif atau kurang baik.

6.Hubungan antara anjuran medis dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS

Hasil penelitian diperoleh sebanyak 9 orang ( 90 %) dari 10 responden termasuk dalam kategori pernah mendapat anjuran medis memiliki sikap positif dan 1 orang ( 10 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori tidak pernah mendapat anjuran medis 18 orang (72 %) dari 25 responden yang memiliki sikap positif dan 7 orang (28 %) yang memiliki sikap negatif. Hasil uji statistik ternyata tidak ada hubungan anjuran medis dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 ).

Anjuran medis yang didapat akan mempengaruhi sikap responden tentang HIV/AIDS, tetapi dalam penelitian ini responden yang tidak pernah mendapatkan anjuran medis justru mempunyai sikap positif tentang HIV/AIDS dibadingkan dengan yang pernah mendapatkan anjuran medis. Sikap positif ini bisa terbentuk dari berbagai faktor lainnya selain anjuran medis seperti pengetahuan, pengalaman dan lingkungan.

7.Hubungan antara pengaruh rekan kerja dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Hasil penelitian diperoleh sebanyak 20 orang ( 86,9 %) dari 23 responden termasuk dalam kategori pernah mendapat pengaruh positif rekan kerja memiliki sikap positif dan 3 orang ( 13,1 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori pernah mendapat pengaruh negatif 8 orang (66,7 %) dari 12 responden yang memiliki sikap positif dan 4 orang ( 33,3 %) yang memiliki sikap negatif. Hasil uji statistik ternyata tidak ada hubungan antara pengaruh rekan kerja dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 ). Keadaan ini bisa disebabkan karena rekan kerja yang ditemui selalu berbeda-beda dan seringnya para PSK ini berpindah dari satu tempat ketempat lain membuat mereka tidak terlalu mengenal rekan sekerja.

(13)

8.Hubungan antara sikap petugas kesehatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS Hasil penelitian diperoleh sebanyak 13 orang ( 86,7 %) dari 15 responden termasuk dalam kategori yang menyatakan sikap petugas kesehatan ramah dalam memberikan pelayanan memiliki sikap positif dan 2 orang ( 13,3 %) memiliki sikap negatif. Sedangkan pada kategori yang menyatakan petugas tidak ramah sebanyak 15 orang (75 %) dari 20 responden yang memiliki sikap positif dan 7 orang ( 20 %) yang memiliki sikap negatif. Hasil uji statistik ternyata tidak ada hubungan antara sikap petugas kesehatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS ( p > 0,05 ).

Responden yang menyatakan sikap petugas kesehatan tidak tentang HIV/AIDS.Terbentuknya sikap positif tersebut bisa disebabkan faktor lain seperti pengetahuan atau media lain yang lebih menarik dalam menyampaikan informasi HIV/AIDS walaupun sikap petugas kesehatan kurang ramah.

KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Tidak ada hubungan antara umur dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS 2. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS 3. Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS 4. Tidak ada hubungan antara antara lama bekerja dengan sikap PSK tentang

HIV/AIDS

5. Tidak ada hubungan antara akses informasi dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS 6. Tidak ada hubungan antara anjuran medis dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS 7. Tidak ada hubungan antara pengaruh rekan kerja dengan sikap PSK tentang

HIV/AIDS

8. Tidak ada hubungan sikap petugas kesehatan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS

SARAN

Meningkatkan kerja sama berbagai sektor yang terkait dalam upaya penyuluhan dan pelayanan kesehatan sehingga sikap responden tentang HIV/AIDS menjadi positif

*Dosen STIKes Budi Luhur Cimahi **Dosen AKBID YPSDMI Garut

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1.Amir Syafruddin, 2006. HIV/AIDS Dalam Solusi Islam. Bandung. Idea Publishing 2.Badan KB Kependudukan Dan Catatan Sipil Garut, 2007. Materi Kesehatan Reproduksi Remaja ( KRR ).

3.Burns, August dkk, 2000. Pemberdayaan Wanita Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta. Yayasan Essentia Medika.

4.Depkes RI, 2003. Informasi Tentang AIDS Waspadalah Terhadap AIDS.

5.---, 2003. Pedoman Nasional, Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi ODHA. 6.Depsos RI, 2005. Pendidikan Sebaya. Prevention and Allevation of HIV Impact to Indonesia.

7.---, 2005. Strategi Penanggulangan HIV/AIDS Bidang Sosial Tahun 2005-2009 8.Dinsos Provinsi Jawa Barat, 2007. Kebijakan dan Strategi Dinas Sosial Dalam Penanggulangan HIV/AIDS.

9. ---, 2007. Pedoman Penanggulangan AIDS.

10.Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2002. Pemberdayaan Perempuan Dalam Pencegahan HIV/AIDS.

11. ---, 2004. Hak-hak Reproduksi.

12. ---, 2004. Pedoman Pelaksanaan Kampanye Nasional HIV/AIDS Sedunia 13.Machfoed Ircham, 2006. Metodologi Penelitian. Yogyakarta Fitramaya. 14.LSM Mitra Perempuan Mandiri, 2007.

15.Notoatmodjo, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta 16.Sudjana, 2002. Metoda Stastitika. Bandung Tarsito.

17.UNICEF, UNAIDS. WHO, 2002. Generasi Muda dan HIV/AIDS, Peluang Dalam Krisis.

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran dengan Pendekatan Eksplorasi untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama.. Disertasi Sekolah Pasca

Hal ini juga didukung dengan data wawanca- ra yang diperoleh dari beberapa masyarakat dari desa yang berbeda, dari lima narasumber yang dimintai keterangan seputar apa yang

Kewenangan yang dimiliki oleh Komnas HAM sebagai lembaga negara yang berhak dan diamanti oleh presiden untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM di rasa kurang

Titik sumur yang ke 2 berbeda dengan sampel yang lain hal ini disebabkan sumur berada di dekat laut yang sudah mengendap pada air sumur sehingga dapat mempengaruhi warna

Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak adalah buah kemukus (Piper cubeba) dan daun kacang babi (Tephrosia vogelii) yang masing- masing diperoleh dari

Pencalonan diri sendiri tidak diperbolehkan sebagai ketentuan umum, akan tetapi pencalonan diri sendiri diperbolehkan jika dituntut suatu keterpaksaan (keadaan

Pelaksanaan pembelajaran menggunakan media audio visual pada metode penugasan berjalan baik ini dapat dilihat dari hasil lembar observasi yang dilaksanakan oleh

Rasio utang terhadap aset merupakan rasi yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara tota utang dengan total aset. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk