Daftar Pustaka
• Fitzpatrick's Dermatology, Ninth Edition
1. Seorang bayi berusia 6 bulan datang di bawa ibunya
karena muncul bercak-bercak merah di tangan dan kaki serta sekitar mulut sejak 2 minggu ini. Anak juga
mengalami diare 3 hari ini dan rambut yang lebih
banyak rontok dari biasanya, Berdasarkan anamnesa dari ibunya anak baru saja disapih setelah sebelumnya mendapat ASI eksklusif. Ibu memiliki riwayat alergi dan 3 hari terakhir makan udang dan ayam. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan lesi eritematosa yang
berskuama, berbatas tegas, di regio perioral, dan akral, jari tangan dan kaki. terdapat alopesia juga. Diagnosis yang paling mungkin adalah
a. Reaksi alergi
b. Akrodermatitis Enteropatika c. Miliaria
d. Dermatitis atopik e.Vitiligo
Akrodermatitis Enteropatika
• Akrodermatitis enteropatika adalah salah satu
penyakit genodermatosis yang bersifat autosomal
resesif, jarang terjadi, disebabkan gangguan
penyerapan seng, dan umumnya muncul pada
usia bayi
• Penyebab pasti belum diketahui, diduga karena
mutasi gen SLC39A4 pada kromosom 8q24.31,5
yang mengode transporter seng ZIP4 dan
1. Terjadi beberapa hari hingga beberapa minggu setelah lahir pada bayi yang diberi susu formula, atau segera setelah disapih pada bayi yang diberi air susu ibu
2. Gejala khas terdapat “trias”: lesi kulit pada daerah akral dan periorifisial, diare, serta alopesia
3. Predileksi: periokular, perioral, anogenital, akral, jari tangan dan kaki, serta ntertriginosa
4. Kelainan kulit: distribusi simetris berupa bercak
eritematosa yang berskuama, berbatas tegas, dapat menjadi lesi vesikobulosa, pustulosa, psoriasiformis, dan erosi
5. Dapat disertai gejala sistemik lainnya akibat defisiensi seng berupa gangguan pertumbuhan, sistem imun, penyembuhan luka, dan emosi.
2. Akrodermatitis Enteropatika disebabkan oleh
gangguan penyerapan mikronutrient
a. Zat besi
b. Vitamin A
c. Vitamin E
d. Seng
3. Terapi yang dapat diberikan pada pasien
dengan Akrodermatitis Enteropatika adalah
a. Zat besi
b. Vitamin A
c. Vitamin E
d. Seng
4. Dokter Kulit mendapat konsultasi dari dokter
anak mengenai bayi baru lahir. Pasien bayi
laki-laki terdapat membran koloidon. Rambut kepala
jarang, tipis, dan tumbuh lambat. Pasien tidak
nampak berkeringat walaupun diletakkan pada
incubator. Ditemukan juga hiperpigmentasi
periorbital yang khas. Diagnosis yang paling
mendekati adalah
a. Displasia ectodermal hipohidrotik
b. Displasia eritema
c. Displasia eritrodermal
d. Sindroma down
Displasia Ektoderma
• Displasia ektodermal (DE) adalah kelompok
kelainan genetik yang mengenai jaringan yang
berasal dari ektodermal (rambut, kuku, gigi,
kulit, dan glandula sebasea
Displasia ektodermal hipohidrotik (displasia ektodermal anhidrotik, sindrom Christ-Siemens-Touraine)
• Insidens: 1 dalam 100.000 kelahiran.
• Dapat diturunkan secara terkait-X (XLHED; MIM MIM#305100) atau dominant autosomal
(MIM#129490) atau resesif (MIM#305100)
• Pada laki-laki yang terkena ekspresinya lengkap,
sedangkan pada wanita pembawa gen (carrier) dapat tanpa kelainan, atau apabila terdapat kelainan biasanya terdistribusi patchy
• Disebabkan mutasi pada gen EDA (MIM *300451), EDAR (MIM *604095), dan EDARADD (MIM *06603)
• Pada laki-laki yang terkena, saat lahir terdapat membran kolodion atau dengan skuama, menyerupai iktiosis kongenital • Rambut kepala jarang, tipis,
dan tumbuh lambat. Rambut tubuh yang lain biasanya
jarang atau tidak ada • Gangguan kemampuan
berkeringat
• Sebagian besar laki-laki yang terkena menderita intoleransi panas yang nyata
• Pori-pori kelenjar keringat tidak dapat dilihat pada
pemeriksaan fisik dan rigi sidik jari tidak tampak jelas
• Gangguan berkeringat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh
• Kuku biasanya normal
• Sering dijumpai keriput dan hiperpigmentasi periorbital yang khas
• Hiperplasia kelenjar sebaseus terutama pada wajah, tampak sebagai papul-papul miliar seperti mutiara, berwarna kecoklatan sampai putih menyerupai milia
• Temuan khas: tidak adanya
puncta lacrimal
• Wanita karier menunjukkan gambaran kulit normal dan abnormal mengikuti garis Blaschko
5.Displasia ectodermal hipohidrotik diturunkan
secara
a. X-linked
b. Random
c. Autosomal ganda
d. Y-linked
6.Seorang anak usia 2 hari datang dengan berbagai
keluhan kulit. Rambut kepala berwarna terang
dan sering didapatkan alopesia setempat.
Didapatkan macula hiperpigmentasi reticular atau
difus kulit di atas lutut, siku, dan sendi sering
menebal dan hiperpigmentasi. Pada mata
meliputi strabismus, pterygium, konjungtivitis,
dan katarak premature.
a. Displasi ectodermal hidrotik
b. Displasia ectodermal hipohidrotic
c. Displasia ectodermal hiperhidrotik
d. Sindroma AEC
Displasia ektodermal hidrotik (Sindrom
Clouston; MIM 129500)
• Penyebab: mutasi pada gen connexin, GJB6 atau connexin 30 pada kromosom 13q11-q12.1
• Gambaran klinis
- Rambut kepala wry, brittle, berwarna terang, dan sering didapatkan alopesia setempat
- Sering didapatkan makula hiperpigmentasi retikular atau difus
- Kulit di atas lutut, siku, jari, dan sendi sering menebal dan hiperpigmentasi
- Kuku tampak menebal dan terjadi perubahan warna; sering disertai infeksi paronikia persisten
- Kelainan pada mata meliputi strabismus, pterigium, konjungtivitis dan katarak prematur
- Gigi biasanya tak ada kelainan tetapi sering terdapat karies - Kelainan ektodermal lain:
leukoplakia oral, tuli
sensorineural, polidaktili, sindaktili, dan poromatosis ekrin difus
- Berlawanan dengan bentuk hipohidrotik, sebagian besar pasien mempunyai
kemampuan berkeringat
normal dan kelenjar sebaseus berfungsi normal
7. Penyebab dari displasia ectodermal hidrotic
a. Mutasi pada gen connexing
b. Mutasi pada gen P20
c. Mutasi pada gen P16
d. Mutasi pada gen GJ12
e. Mutasi pada gen GAB2
8. Seorang anak 3 tahun datang dibawa ibunya dengan keluhan sering muncul benjoan berisi air di bagian tubuhhnya, yang hilang timbul terutama di daerah tangan dan kaki. Keluhan seperi ini muncul sejak ana berusia 1 tahun. Keluhan lain -, Pada pemeriksaan fisik didapatkan bula di daerah tangan dan lutut. Tidak
didapatkan scar. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Diagnosis kilnis yang paling mungkin adalah
a. EB-Simpleks (EBS)
b. Junctional EB (JEB)
c. Dystrophic EB (DEB) d. Sindrom Kindler
Epidermolisis Bulosa Yang Diturunkan
• Kelompok kelainan mekanobulosa yang diturunkan secara genetik, khas ditandai oleh bula pada kulit, dan kadang
mukosa, akibat trauma gesekan ringan atau secara spontan • Klasifikasi:
• Telah dilakukan revisi klasifikasi EB yang diturunkan, berdasarkan fenotip klinis dan genotip, yaitu:
1. EB-Simpleks (EBS) 2. Junctional EB (JEB) 3. Dystrophic EB (DEB) 4. Sindrom Kindler (SK)
Klinis
1. EBS
- Bula tegang timbul setelah gesekan - Hiperhidrosis, bisa terdapat milia,
dan onikodistrofi
2. EBJ
- Bula dan erosi timbul tidak lama setelah lahir
- Erosi dan bula pada kulit dan
mukosa generalisata, terutama di punggung dan bokong
- Onikodistrofi hingga kuku hilang - Distrofi gigi dan enamel yang
3. EBD
- Erosi atau bula luas timbul saat atau segera setelah lahir
- Bula dapat timbul spontan terutama di daerah tekanan. Bila sembuh meninggalkan skar, atrofi, hiper- atau hipopigmentasi dengan milia di atas skar
- Pseudosyndactyly, glove-like epidermal sac,
claw-like clubbing atau mittenclaw-like deformities
- Pada EBD resesif, terdapat erosi gastrointestinal
4. SK
- Bula generalisata saat lahir, terdapat
poikiloderma, fotosensitivitas, skar atrofi, dan onikodistrofi
- Dapat terjadi kolitis berat, esofagitis, striktur uretra, dan ektropion
9. Skor yang di gunakan untuk memantau perkembangan terapi dan derajat keparahan penyakit Epidermiolisis bulosa adalah
a. Epidermolysishh Bullosa
Monitoring Therapy Index (EBDMTI)
b. Epidermolysishh Bullosa Index
(EBI)
c. Epidermolysishh Bullosa
Outcome Index (EBOI)
d. Epidermolysishh Bullosa
Disease Activity and Scarring Index (EBDASI)
e. Epidermolysishh Bullosa
Disease Severity Index (EBDSI)
• Untuk pengukuran aktivitas penyakit dan kerusakan kulit yang terjadi, digunakan
Epidermolysishh Bullosa
Disease Activity and Scarring Index (EBDASI) dengan
menilai kulit kepala berambut, kulit, membran mukosa, kuku, dan permukaan epitel lain
• EBDASI dapat digunakan untuk memantau terapi dan derajat keparahan penyakit, sehingga mencegah timbulnya kerusakan yang permanen
10. Prinsip penatalaksanaan Epidermolisis Bulosa adalah a. Menghindari terbentuknya
bula serta perawatan luka b. Melindungi kulit terbuka dan
mencegah infeksi/sepsis c. Pada kondiri berat harus
dirawat intensif dan ditangani oleh dokter
spesialis anak, kulit, gizi dan fisioterapis.
d. Semua jawaban di atas benar
e. Semua jawaban di atas salah
• Penatalaksanaan • Prinsip
1. Menghindari terbentuknya bula serta perawatan luka 2. Melindungi kulit terbuka
dan mencegah
infeksi/sepsis, terapi paliatif 3. Pada kondiri berat harus
dirawat intensif dan ditangani oleh dokter spesialis anak, kulit, gizi dan fisioterapis
11. Seorang anak berusia 4 tahun datang diantar
ibunya karena muncul sisik-sisik di kulitnya.
Keluhan ini baru ada sejak 2 bulan terakhir.Pada
pemeriksaan fisik didapatkan skuama putih
keabuan yang luas terutama pada ekstensor
ektremitas dan badan. Sifat skuama melekat di
tengah, dengan “cracking”. Pemeriksaan lain
dalam batas normal. Berdasarkan pemeriksaan
fisik, diagnosis klinis yang paling mungkin adalah
a.Psoriasis vulgaris
b.Dermatitis atopi
c.Staphylococcal scalded skin syndrome
d. Iktiosis vulgaris
Iktiosis
• Iktiosis adalah kelompok kelainan kulit genetik
disebabkan kelainan kornifikasi yang secara
klinis dan etiologi heterogen
• Dapat timbul sejak lahir atau setelahnya,
dapat terbatas hanya pada kulit atau
merupakan bagian dari kelainan multisistem
• Iktiosis diklasifikasikan berdasar disertai atau
Iktiosis vulgaris
• Tidak dijumpai saat lahir,
biasanya timbul dalam tahun pertama kehidupan
• Skuama putih keabuan yang luas terutama pada ekstensor ektremitas dan badan
• Skuama melekat di tengah, dengan “cracking” (fisura superfisial pada stratum korneum) pada tepinya • Sering disertai keratosis
folikularis, ditemukan terutama pada anak-anak dan remaja
12. Iktiosis Vulgaris berespon baik terhadap salep topikal a.Asam salisilat
b.Urea
c.Asam laktat d. Semua benar e. B dan C benar
• Hiperkeratosis yang luas, tebal, keras memerlukan hidrasi, lubrikasi, dan terapi keratolitik (krim dan lotion yang mengandung urea, asam salisilat, asam alfa hidroksi, atau propilen glikol)
• Namun demikian sering tidak dapat ditoleransi
dengan baik terutama pada anak-anak, karena adanya rasa terbakar dan stinging
jika terdapat fisura atau
kulit denuded
• Aplikasi topikal asam salisilat dan asam laktat
harus hati-hati karena risiko absorbsi sistemik
13. Seorang anak berusia 1 hari dikonsulkan dari
bagian pediatric karena erosi dan eritroderma.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan eflorosensi
berupa erosi dan kulit denuded yang luas serta
eritroderma disertai berkurang dan
hyperkeratosis. Lesi ini dipicu dari trauma proses
persalinan.Berdasarkan pemeriksaan fisik,
diagnosis klinis yang paling mungkin adalah
a. Epidermolitik hiperkeratosis
b.Staphylococcal scalded skin syndrome
c.Tuberous sclerosis.
d. Multipel lipomatosis
e. Sindrom Proteus
Epidermolisis Hiperkeratotik (Bullous congenital ichthyosiform
erythroderma of Brocq, Bullous ichthyosis)
• Sejak lahir terdapat erosi dan kulit denuded yang luas serta
eritroderma;cdipicu oleh trauma proses persalinan
• Selanjutnya bula berkurang dan tampak hiperkeratosis berat
• Terdapat kelainan batang
rambut dan kerontokan rambut • Dapat timbul sepsis dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
14. Prinsip penatalaksanaan bayi dengan Epidermolisis Hiperkeratotik adalah
a. Bayi dengan eritema, bula, erosi luas, dan kulit yang
denuded memerlukan
perawatan di neonatal
intensive care unit
b. Hindari trauma c. Monitor terhadap
terjadinya sepsis.
d. Antibiotik spektrum luas. e. Semua Benar
• Bayi dengan eritema,
bula, erosi luas, dan kulit yang denuded
memerlukan perawatan di neonatal intensive care
unit
• Harus dihindari trauma terhadap kulit dan
timbulnya bula, monitor terhadap terjadinya
sepsis
• Pada beberapa pasien diperlukan terapi dengan antibiotik spektrum luas
15. Seorang bayi datang dengan kulit mengelupas
dan erosi superfisial, menyerupai membrane
kolodion. Ditemukan dermatitis erosive kronik
pada kulit kepala. Ditemukan juga alopesia
patchy, rambut kepala kering, dan kasar. Kuku
hiperkonfeks menebal, ditemukan distrofi parsial.
Diagnosis yang paling mendekati adalah
a. Displasi ectodermal hidrotik
b. Displasia ectodermal hipohidrotic
c. Displasia ectodermal hiperhidrotik
d. Sindroma AEC
Sindrom AEC, Ankyloblepharon Filiforme
Adnatum-Ectodermal Dysplasia-Cleft Palate Syndrome (Hay-Wells Syndrome; MM 106260)
• Penyebab: mutasi pada tumor suppressor gene
p63, gen yang juga berperan pada patogenesis
sindrom EEC, limb-mammary syndrome,
acro-dermatoungual-lacrimal-tooth (ADULT) syndrome
• Mutasi yang menyebabkan EEC dan AEC terletak
pada kelompok yang berbeda pada gen tsb
• Sindrom AEC: kelainan dominan autosomal
dengan penetransi lengkap dan ekspresi
• 90% bayi yang terkena, pada saat lahir didapatkan kulit mengelupas dan erosi
superfisial, menyerupai
membran kolodion. Skuama akan mengelupas dalam
beberapa minggu dan kulit di bawahnya kering dan tipis • Sering didapatkan dermatitis
erosif kronik dengan
granulasi abnormal pada kulit kepala
• Pada kulit kepala juga sering terjadi infeksi bakterial
rekuren
• Alopesia patchy, dan rambut kepala yang ada sering wiry, kasar dan berwarna terang. Rambut tubuh jarang bahkan tidak ada
• Biasa dijumpai atresia atau obstruksi duktus lakrimalis • Kuku normal atau
hiperkonfeks dan menebal, distrofi parsial atau bahkan tidak ada kuku
• Seluruh perubahan dapat ditemukan pada pasien yang sama
• Kemampuan berkeringat biasanya normal, meskipun beberapa pasien
merasakan intoleransi panas secara subjektif
16.Sindrom AEC disebabkan oleh
a. Mutasi pada tumor supressorr gen P63
b. Mutasi pada gen P20
c. Mutasi pada gen P16
d. Mutasi pada gen GJ12
e. Mutasi pada gen GAB2
17. Bayi baru lahir datang dengan keluhan veiskel
dan pustule yang mncul pada kulit yang eritem.
Vesikel muncul di seluruh tubuh selain wajah.
Erupsi vesikulobulsa tampak dan khas mengikut
garis Blaschko. Diagnosis yang tepat pada pasien
ini adalah
a. Inkontinensia Pigmenti
b. Displasia ectodermal hipohidrotic
c. Displasia ectodermal hiperhidrotik
d. Sindroma Dunning-Krugger
Inkontinensia Pigmenti
(Sindrom Bloch-Sulzberger)
• Inkontinensia pigmenti (IP) merupakan sindrom
neurokutan yang diturunkan secara dominan
terkait X dan letal in utero pada sebagian besar
laki-laki yang terkena dan ekspresinya bervariasi
pada wanita
• Berbagai kelainan rambut, kuku, tulang, gigi,
mata, dan saraf berkaitan dengan IP.
• Mutasi pada gen NEMO (nuclear factor-kappa B
(NF- B) essential modulator) pada kromosom
• Manifestasi pada kulit secara klasik dibagi menjadi 4 stadium, namun tidak seluruh stadium muncul dan beberapa stadium dapat tumpang tindih
• Kelainan yang terjadi pada kulit terdistribusi mengikuti garis Blaschko
• Lesi kulit pada stadium yang berbeda ditandai oleh: • Stadium 1: eritema, vesikel dan pustul
• Stadium 2: papul, lesi verukosa, dan hiperkeratosis • Stadium 3: hiperpigmentasi
18. Pada diagnosis inkontinensia pigmenti yang
muncul hipopigmentasi, atrofi, dan skar sikatriks,
merupakan tahap penyakit pada stadium
a. I
b. II
c. III
d. IV
e. V
19. Seorang anak berusia 3 tahun dikonsulkan dari bagian pediatric karena memiliki bercak warna kecokelatan di beberapa bagian tubuhnya. Pada pemeriksaan fisik anak tampak sehat. Didapatkan makula cafe-au-lait lebih besar dari 5 mm yang berjumlah 8 yang tersebar di seluruh tubuh, Anak juga memiliki benjolan di
daerag tangan yang setelah di konsulkan ke bagian
bedah merupakan neurofibroma. Berdasarkan gejala di atas diagnosis kinis yang paling mungkin adalah
a.Familial cafe-au-lait spots
b.Neurofibrodermatosis Tipe 1 c.Tuberous sclerosis.
d. Multipel lipomatosis e. Sindrom Proteus
Neurofibrodermatosis Tipe 1
• Kondisi autosomal dominan dengan insiden
1:3000 kelahiran hidup yang ditandai dengan dua
dari tanda berikut, yaitu cafe-au-lait,
neurofibroma kutaneus atau plexiform, freckling
intertriginosa, glioma optikum, nodul lisch iris,
lesi tulang yang khas atau saudara tingkat
pertama yang menderita penyakit yang sama
• Neurofibroma: benign nerve sheath tumors,
dengan gambaran massa diskret yang menimbul
dari saraf perifer
• Klinis
1. Enam atau lebih makula cafe-au-lait lebih besar dari 5 mm pada individu prepubertal, dan lebih dari 15 mm pada individu postpubertal
2. Dua atau lebih neurofibroma tipe apapun atau satu neurofibroma pleksiform
3. Freckling pada regio aksila atau inguinal, dan dibawah
payudara
4. Glioma optikum
5. Dua atau lebih nodul Lisch iris
6. Lesi tulang yang dapat dibedakan seperti sphenoid displasia atau penipisan korteks tulang panjang
dengan atau tanpa pseudarthrosis
7. Saudara tingkat pertama (orang tua, saudara) dengan NF-1 dengan kriteria di atas
Penatalaksanaan
• Non medikamentosa 1. Konseling genetik 2. Konsul ophtalmologik 3. Konsul ortopedi • Medikamentosa 1. Vitamin D3 analog • Tindakan1. Bedah Laser untuk
cafe-au-lait spots
2. Bedah eksisi untuk
20. Terapi yang dapat diberikan untuk pasien
dengan Neurofibrodermatosis Tipe 1 adalah
a. Vitamin D1 analog
b. Vitamin D2 analog
c. Vitamin D3 analog.
d. Vitamin D4 analog
21. Terapi pilihan untuk bercak cafe-au-lait spots
pada pasien dengan Neurofibrodermatosis
Tipe 1 adalah
a. Steroid topikal kekuatan sedang
b. Steroid topikal kekuatan potent
c. Laser
d. Eksisi
22. Inkontinensia pigmenti diturunkan secara a. X-linked b. Y-linked c. Autosomal dominan d. Autosomal resesif e. Random • Inkontinensia pigmenti (IP) merupakan sindrom neurokutan yang
diturunkan secara
dominan terkait X dan letal in utero pada
sebagian besar laki-laki yang terkena dan
ekspresinya bervariasi pada wanita
23. Kriteria diagnosis klinis gambaran mayor
pada pada tuberous skelrosis adalah, kecuali
a. Makula hipomelanotik
b. Angiofibroma
c. Hamartoma retinal multiple
d. Diplasia kortikal
Tuberous Sklerosis
• Tuberous sklerosis (TS) merupakan genodermatosis yang diturunkan secara dominan autosomal, ditandai oleh hamartoma di berbagai organ terutama kulit, otak, mata, jantung, dan ginjal
• TS disebabkan oleh mutasi pada 2 gen yang berbeda, yaitu TSC1 pada kromosom 9q34 dan TSC2 pada
kromosom 16p13
• Kriteria diagnosis secara genetik:
- Mutasi patogenik pada TSC1 atau TSC2 pada DNA dari jaringan normal (diagnosis definitif)
• Catatan: 10-25% pasien TSC tidak ditemukan mutasi pada pemeriksaan genetik konvensional
Kriteria diagnosis secara klinis
Diagnosis definitif: 2 gambaran major atau 1 gambaran major disertai ≥2 minor Diagnosis possible: 1 gambaran major atau ≥2 gambaran minor
Gambaran major
• Makula hipomelanotik (≥3, diameter sekitar 5 mm)
• Angiofibroma (≥3) atau plak fibrosa di dahi
• Fibroma ungual (≥2) • Shagreen patch
• Hamartoma retinal multipel • Displasia kortikal’
• Nodul-nodul subependimal • Subependymal giant cell
astrocytoma • Rhabdomioma kardial • Limfangioleiomiomatosis (LAM)‡ • Angiomiolipoma (≥2)‡ Gambaran Minor
• Lesi kulit “confetti”
• Lekuk-lekuk pada enamel dental (>3)
• Fibroma intraoral (≥2) • Patch retinal akromik • Kista renal multipel • Hamartoma nonrenal
Catatan:
’ Termasuk tuber dan cerebral white matter
radial migration lines
‡ Kombinasi 2 gambaran klinis major LAM dan angiomiolipoma tanpa gambaran lain tidak memenuhi kriteria diagnosis definitif
24. Tuberous sclerosis diturunkan secara
a. Autosomal dominan
b. Autosomal resesif
c. Autosomal campuran
d. X-linked
e. Y-linked
25. Prinsip tatalaksana pada tuberous skelrosis
adalah
a. Pencegahan demam
b. Pencegahan kejang
c. Rawat lika
d. Terapi abalasi
e. Bedah eksplorasi
Penatalaksanaan
• Penting dilakukan kerjasama multidisiplin untuk penatalaksanaan: spesialis kulit, spesialis anak,
spesialis jiwa, psikolog, spesialis saraf, spesialis mata, spesialis penyakit dalam, radiologi, spesialis bedah, spesialis bedah saraf. (Tabel 1)
• Prinsip:
1. Umumnya tanpa terapi, kecuali bila ada tumor yang mengganggu fungsi atau estetika
2. Pencegahan kejang, terutama pada usia awal, dapat meningkatkan perkembangan mental. Intervensi
neurologis mungkin diperlukan bila terjadi tanda peningkatan tekanan intrakranial (misalnya nyeri
kepala, muntah, gangguan penglihatan, edema papil) 3. Angifibroma dapat diterapi dengan dermabrasi,