• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Dilla Wahyuni NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : Dilla Wahyuni NIM :"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT, PROTEIN, LEMAK, DAN SERAT DENGAN KEJADIAN SINDROMA METABOLIK PADA ORANG

DEWASA DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2014

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan ke Program Studi D.III Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Oleh :

Dilla Wahyuni

NIM : 112110179

JURUSAN GIZI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

TAHUN 2014

(2)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN D III GIZI

Karya Tulis Ilmiah, Juli 2014 Dilla Wahyuni

Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak, dan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

viii + 62 halaman + 13 tabel, 13 lampiran ABSTRAK

Sindroma metabolik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk didalamnya pola hidup terutama pola aktivitas dan makanan. Prevalensi kejadian sindroma metabolik di dunia berkisar 20-25 %, Amerika 23,7 %, Bali 20,3 %, dan di Surabaya 32 %. Obesitas dan kelainan-kelainan yang menyertainya merupakan komponen dari sindrom metabolik yang saat ini menjadi epidemik di seluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak, dan serat dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik, menggunakan desain cross

sectional. Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi

Sumatera Barat pada bulan September 2013 sampai Juli 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah orang dewasa berumur 30-60 tahun yang memeriksakan kolesterol lengkap, gula darah puasa dan belum terdiagnosa penyakit. Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling dan diperoleh sampel sebanyak 56 orang. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian diperoleh kejadian sindroma metabolik sebanyak 46,4 %, sebanyak 66,1 % sampel dengan asupan karbohidrat berlebih, 71,4 % asupan protein berlebih, 73, 4 % asupan lemak berlebih dan 69,6 % asupan serat kurang. Ada hubungan bermakna antara asupan karbohidrat, lemak, dan serat dengan kejadian sindroma metabolik dan tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan protein dengan kejadian sindroma metabolik.

Disarankan kepada Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat untuk lebih memperkenalkan fasilitas dan jasa medis kepada masyarakat. Disarankan kepada orang dewasa untuk meningkatkan konsumsi serat dan mengurangi konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak untuk mencegah sindroma metabolik Selain itu bagi peneliti selanjutnya, bisa menjadikan KTI ini sebagai referensi.

Kata Kunci (Key Word) : Sindroma Metabolik, Asupan Zat Gizi Daftar Pustaka (42) (1999-2013)

(3)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN DIII GIZI

Karya Tulis Ilmiah, Juli 2014 Dilla Wahyuni

Relationship Between Intake Of Carbohydrates, Proteins, Fats, And Fiber To The Incidence Of Metabolic Syndrome In Adults In The Central Health Laboratory West Sumatra Province In 2014.

viii+ 62 pages + 13 tables, 12 attachments ABSTRAK

Metabolic syndrome can be caused by several factors, including lifestyle and activity patterns, especially food. Prevalence of metabolic syndrome in the world ranging from 20-25%, U.S 23.7%, Bali 20.3% and Surabaya 32%. The purpose of this study is to examine the relationship intake of carbohydrates, proteins, fats, and fiber to the incidence of metabolic syndrome in adults in the Central Health Laboratory West Sumatra Province.

This research is analytic, using a cross-sectional design. This research was conducted in the Central Health Laboratory in West Sumatra province in September 2013 to July 2014. Population in this study were adults aged 30-60 years were examined complete cholesterol, fasting blood sugar and undiagnosed disease. The samples in this study were taken by purposive sampling and obtained a sample of 56 people. Analysis of the data using univariate and bivariate analysis using the chi-square test statistic with 95% confidence level.

The result showed the incidence of metabolic syndrome as much as 46.4%, as many as 66.1% of samples with excessive carbohydrate intake, excess protein intake of 71.4%, 73.4% excess fat intake and fiber intake of approximately 69.6%. There is a significant association between the intake of carbohydrates, fats, and fiber with the incidence of metabolic syndrome and there was no significant association between protein intake with the incidence of metabolic syndrome.

Suggested to Health Laboratory of West Sumatera to more introduce facilities and medical services to the community. It is recommended to adults to increase fiber consumption and reduces the consumption of carbohydrates, proteins, and fats to prevent metabolic syndrome

Keyword : Metabolic syndrome, intake of nutrients Bibliography (42) (1999-2013)

(4)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Dilla Wahyuni

Tempat/Tanggal Lahir : Padang Panjang/30 Juni 1993

Alamat : Jln. Arif Rahman Hakim No. 28 Balai-Balai Dalam, Padang Panjang Barat.

Nama Orang Tua : Muhammad Yusuf Nurmiati

Agama : Islam

Pendidikan :

1. SD 09 Padang Panjang, [1999-2005] 2. SMP N 5 Padang Panjang, [2005-2008] 3. SMA N 2 Padang Panjang, [2008-2011]

(5)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT dengan berkat

serta rahmat dan karunia-Nya, penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan oleh penulis meskipun menemukan kesulitan maupun rintangan.

Penyusunan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan suatu rangkaian dari proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi DIII jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang, dan sebagai prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan DIII Gizi pada masa akhir pendidikan.

Judul Karya Tulis Ilmiah ini “Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein,

Lemak dan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat Tahun 2014”.

Pada Kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas segala bimbingan, pengarahan dari ibu Defriani Dwiyanti S.SiT, M.Kes, selaku Pembimbing I dan Ibu Ismanilda, S,Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II Karya Tulis Ilmiah dan dari berbagai pihak yang penulis terima, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ini.

Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:

1. Bapak Sunardi, SKM, M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Padang. 2. Ibu Hasneli, DCN, M.Biomed, selaku Ketua Jurusan Gizi, dosen Pembimbing

Akademik (PA) dan selaku tim penguji.

3. Ibu Kasmiyetti, DCN, M.Biomed, selaku Ka. Prodi DIII Jurusan Gizi.

4. Ibu Safyanti, SKM, M.Kes selaku tim penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran guna menyempurnakan karya tulis ini.

5. Pimpinan Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat atas izin penelitian dan bantuan informasi data yang diperlukan.

6. Kepada keluarga, terutama orang tua dan adik yang telah memberikan motivasi, semangat, dan do’a yang tulus tak ternilai.

7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan penulisan karya tulis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(6)

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga penulis merasa masih ada belum sempurna baik dalam isi maupun dalam penyajiannya. Untuk itu penulis selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah Ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua dan menjadi bekal bagi saya dalam mengabdi di masyarakat.

Padang, Juli 2014

(7)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 8

A. Sindroma Metabolik ... 8

1. Definisi Sindroma Metabolik ... 8

2. Kriteria sindroma Metabolik ... 9

3. Etiologi ... 12

B. Faktor yang Dapat Menyebabkan Sindroma Metabolik ... 13

1. Obesitas... 13

2. Resistensi Insulin... 15

3. Dislipidemia ... 15

4. Hipertensi ... 16

C. Penatalaksanaan ... 17

1. Penurunan Berat Badan ... 17

2. Medikamentosa ... 18

D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan sindroma Metabolik 20 1. Konsumsi Makronutrien ... 20 2. Asupan Makanan ... 21 3. Asupan Kabohidrat ... 22 4. Asupan Protein ... 23 5. Asupan Lemak ... 24 6. Asupan Serat ... 28

7. Cara Penilaian Konsumsi Pangan ... 31

E. Kerangka Konsep ... 33

F. Hipotesis ... 33

G. Definisi Operasional ... 34

BAB III. METODE PENELITIAN ... 35

(8)

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 35

D. Metode Pengumpulan Data ... 38

E. Cara Pengolahan dan analisis Data ... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

B. Gambaran UmumSampel ... 42 1. Jenis Kelamin ... 42 2. Umur ... 43 3. Pekerjaan ... 43 C. Hasil ... 44 1. Analisa Univariat ... 44 2. Analisa Bivariat ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindroma Metabolik Menurut WHO ... 12

Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Kelapa dan Lemak Lain ... 26

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Jenis Kelamin di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014 ... 42 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Umur di Balai

Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014 ... 43 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pekerjaan di Balai

Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014 ... 43 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Sindroma Metabolik

di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014 ... 44 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Karbohidrat

di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014 ... 44 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Protein

di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014 ... 45 Tabel 9. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Lemak

di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014 ... 45 Tabel 10. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Serat

di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014 ... 46 ...

(10)

Tabel 11. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Sindroma Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2014 ... 47

Tabel 12. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Sindroma Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2014 ... 48 Tabel 13. Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Sindroma

Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2014 ... 49 Tabel 13. Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Sindroma

Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran B : Surat Izin Penelitian dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi

Sumatera Barat

Lampiran C : Jadwal Penelitian

Lampiran D : Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Responden

Lampiran E : Identitas Sampel

Lampiran F : Tabel FFQ semi Kuantitatif

Lampiran G : Master Tabel Hasil Penelitian Lampiran H : Output Karakteristik Sampel

Lampiran I : Output Hasil Analisa Univariat Variabel Dependent

Lampiran J : Output Hasil Analisa Univariat Variabel Independent

Lampiran K : Output Hasil Uji Chi Square

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak beberapa tahun terakhir sejumlah perubahan yang berhubungan dengan

resistensi insulin termasuk hipertensi, obesitas, hiperinsulinemia,

hipertrigliseridemia dan HDL yang rendah sudah dipahami dengan baik. Sejumlah perubahan tersebut berkaitan dengan metabolisme dalam tubuh. Perubahan-perubahan itu bukanlah sebuah penyakit tetapi merupakan sekumpulan kelainan metabolisme yang saling berinteraksi yaitu obesitas, dan kerentanan metabolisme endogen.1

Menurut National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection,

Evaluation and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults Treatment Panel III (NCEP ATP III) tahun 2001, sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan

metabolik baik lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner yang terdiri atas obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar Trigliserida tinggi dan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) rendah, hipertensi dan kadar glukosa plasma abnormal, dimana diagnosis sindroma

metabolik harus memenuhi 3 atau lebih faktor risiko tersebut.2

Sindroma metabolik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk

didalamnya pola hidup terutama pola aktivitas dan makan. Makanan tinggi kalori dan cepat saji kini mudah didapat di setiap tempat, sangat membantu diantara kegiatan rutin yang padat. Dengan demikian terciptalah asupan kalori yang tinggi dengan pemakaian energi yang rendah, lalu sisanya akan tersimpan dalam bentuk

(14)

lemak. Sehingga akan terjadi overweight dan obesitas, yang biasanya juga diiringi dengan resistensi insuilin, dimana resistensi insulin ini berhubungan dan banyak

ditemui bersamaan dengan risiko kardiovaskuler.3

Asupan makanan yang merupakan salah satu faktor dari terjadinya obesitas yang selanjutnya akan berubah menjadi sindroma metabolik. Asupan makan dengan jumlah berlebih yang potensial menimbulkan obesitas adalah lemak dan karbohidrat, karena keduanya apabila berlebih dari jumlah yang dibutuhkan akan disimpan didalam tubuh dalam sel-sel lemak. Kondisi ini apabila terus berlangsung tanpa diimbangi dengan pengeluaran energi yang sesuai akan mengakibatkan terjadi obesitas yang selanjutnya akan berdampak terjadi

peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler.4

Asupan Protein secara berlebihan juga tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan kegemukan. Dalam kaadaan berlebih, protein akan mengalami deaminasi. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh, dengan demikian memakan protein secara

berlebihan dapat menyebabkan obesitas.5 Penelitian yang dilakukan oleh

Sargowo4, dari hasil analisis hubungan kausal ternyata semakin banyak asupan makanan seseorang maka kejadian sindroma metaboliknya semakin meningkat.

Riskesdas6 (2007) menunjukkan berdasarkan kriteria WHO prevalensi

masyarakat yang kurang mengonsumsi buah sayur sebesar 93,6 %, dan konsumsi buah sayur proporsinya semakin rendah dengan semakin rendahnya sosial ekonomi. Berdasarkan data tersebut dapat menggambarkan tingkat konsumsi serat

(15)

masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Serat makanan memberikan manfaat secara fisiologi yaitu sebagai relaksasi, kontrol kolesterol darah dan kontrol glukosa darah, dapat mengurangi risiko kanker kolon dan juga membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung.

Berdasarkan faktor penyebab terjadinya sindroma metabolik, maka sindroma metabolik dapat menaikan dua kali risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali pada penyakit diabetes mellitus tipe 2.4 Berdasarkan Rikesdas7 (2003) prevalensi

PJK 4,3 %, dan hipertensi 28 %. Berdasarkan Rikesdas6 tahun (2007)

menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit jantung 7,2 %, hipertensi 31,7 %, sedangkan Diabetes Mellitus (DM) 5,7 %, obesitas 19,1 %, dan obesitas sentral 18,8 %.

Menurut data Riskesdas6 (2007) prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT)

di Indonesia adalah 10,2 % dan total diabetes mellitus 5,7 %, sedangkan untuk prevalensi faktor-faktor risiko sindroma metabolik lain seperti obesitas umum, obesitas sentral, dan hipertensi yaitu 10,3 %, 18.8 %, dan 29,8 %.

Data epidemiologi menyebutkan prevalensi sindroma metabolik dunia adalah 20-25 %. Hasil penelitian Framingham Off spring Study menemukan bahwa pada responden berusia 26-82 tahun terdapat 29,4 % pria dan 23,1 % wanita menderita

sindroma metabolik.10 Sedangkan penelitian di Perancis menemukan prevalensi

sindroma metabolik sebesar 23 % pada pria dan 21 % pada wanita.9 Sedangkan menurut tipe daerah, sindrom metabolik tampak lebih tinggi di daerah perkotaan (23,6 %) dibandingkan daerah perdesaan (15,7 %). Prevalensi sindroma metabolik

(16)

dapat dipastikan cenderung meningkat oleh karena meningkatnya obesitas maupun obesitas sentral.7

Data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) menunjukkan

prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,13 %.8 Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh M Pande Dwipayana et al yang dilakukan pada populasi umum di Kota Bali (1840 orang) sindroma metabolik didapatkan rata rata 20.3 %, daerah

perkotaan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan pedesaan.

Prevalensi sindroma metabolik cenderung meningkat sampai umur 60 tahun

setelah itu cenderung menurun. Prevalensi antar daerah berbeda, diduga hal ini

berhubungan dengan pola makan dan jumlah asupangaram.9

Pada penelitian populasi di Depok didapatkan bahwa, prevalensi sindroma

metabolik sekitar 26 %, sedangkan pada kelompok umur 55-85 tahun mencapai 36

%.10 Sedangkan prevalensi sindroma metabolik pada remaja Indonesia yang

obesitas di Jakarta Utara dan Selatan sebesar 19,14 % untuk laki-laki dan 10,63 % untuk perempuan. Penelitian sindroma metabolik pada pasien rawat jalan pernah dilakukan di Surabaya dengan menggunakan kriteria ATP III maka didapatkan prevalensi sebesar 32%.11

Berdasarkan Dari data yang didapat di Balai Laboratorium Provinsi Sumatera Barat dalam buku induk rekaman teknis kimia klinik, bahwa jumlah orang yang bekunjung dan memeriksakan kadar lipid darah lengkap dan gula darah puasa di Balai Laboratorium Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah 975 orang. Dilaboratorium ini belum ada pengukuran tekanan darah dan lingkar pinggang.

(17)

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan

Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak dan Serat, dengan Kejadian Sindroma Metabolik Pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014”

B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat, dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat,

dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

b. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan karbohidrat di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

c. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan lemak di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

d. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan protein di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

(18)

e. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan serat di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

f. Diketahuinya hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian sindroma metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

g. Diketahuinya hubungan asupan lemak dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

h. Diketahuinya hubungan asupan protein dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

i. Diketahuinya hubungan asupan serat dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penelitian

Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman serta dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian gizi klinik khususnya sindroma metabolik. Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis selama mengikuti pendidikan di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Padang.

(19)

2. Bagi Responden

Sebagai masukan bagi penderita sindroma metabolik mengenai hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya sindroma metabolik dan dapat mencegah terjadinya penyakit degeneratif.

3. Bagi Institusi

Dapat menambah informasi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tentang hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat dengan kejadian sindroma metabolik.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2014 yang diteliti adalah hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak, dan serat, dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

(20)

8

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Sindroma Metabolik 1. Definisi

Sindrom X atau sering juga disebut dengan sindroma metabolik adalah

suatu sindrom (kumpulan gejala) yang diamati pada mereka yang meskipun

tekanan darah terkontrol, namun tetap menderita serangan jantung juga.13

Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik

yang berkaitan langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari dislipidemia atherogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa pada

sindroma metabolik, keadaan prototrombik, dan proinflamasi.14

Sindroma metabolik adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan

darah tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada seseorang, maka orang tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap

penyakit makrovaskuler.15 Berbagai organisasi telah memberikan definisi yang

berbeda, namun seluruh kelompok studi setuju bahwa obesitas, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama sindrom metabolik.

Berdasarkan The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III)4, Sindrom Metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: 1). Obesitas abdominal

(21)

(lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm), 2). Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 150 mg/dL, atau ≥ 1,69 mmol/ L), 3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L), 4). Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi), 5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dL, atau ≥ 6,10 mmol/ L atau sedang memakai obat anti diabetes).2

2. Kriteria Sindrom Metabolik

Hingga saat ini ada 3 definisi sindroma metabolik yang telah diajukan,

yaitu definisi World Health Organization (WHO), The National Cholesterol

Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP

ATP-III) dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda. Pada tahun 1988, WHO menyampaikan definisi sindroma metabolik dengan komponen-komponennya antara lain : (1) gangguan pengaturan glukosa atau diabetes (2) resistensi insulin (3) hipertensi (4) dislipidemia dengan trigliserida plasma > 150 mg/dL dan kolesterol high density lipoprotein (HDL-C) < 35 mg/dL untuk pria; < 39 mg/dL untuk wanita; (5) obesitas sentral (laki-laki :

waistto-hip ratio > 0,90; wanita: waist-to-hip ratio > 0,85) dan atau indeks

massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2; dan (6) mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin > 30 mg/g).16

(22)

Sindroma Metabolik dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut. Jadi kriteria WHO 1999 menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes mellitus, dan atau resitensi insulin yang disertai sedikitnya 2 faktor risiko lain yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminaria.16

Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien sindroma metabolik adalah The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment

Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III), yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5

kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliserida (kadar serum trigliserida > 150 mg/dL), kadar HDL-C < 40 mg/dL untuk pria, dan < 50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah > 130/85

mmHg, dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL.2

Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas sentral menjadi indikator utama terjadinya sindroma metabolik sebagai dasar pertimbangan dikeluarkannya diagnosis terbaru oleh International Diabetes Federation (IDF) tahun 2005. Seseorang dikatakan menderita sindroma metabolik bila ada obesitas sentral (lingkar perut > 90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut > 80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida > 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL-C: < 40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan < 50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL-C; (3) Tekanan darah: sistolik > 130 mmHg atau diastolik > 85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula darah puasa (GDP) > 100

(23)

mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2. Hingga saat ini masih ada kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator sindroma metabolik yang terbaru tersebut.17

Kriteria diagnosis The National Cholesterol Education Program (NCEP)

Adult Treatment Panel III (ATP III) NCEP- ATP III menggunakan parameter

yang lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat dengan lebih mudah mendeteksi sindroma metabolik. Yang menjadi masalah adalah dalam penerapan kriteria diagnosis The National Cholesterol

Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP

III) adalah adanya perbedaan nilai “normal” lingkar pinggang antara berbagai jenis etnis. Oleh karena itu pada tahun 2000 WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk orang Asia ≥ 90 cm pada pria dan wanita ≥ 80 cm sebagai batasan obesitas sentral.2

Belum ada kesepakatan kriteria sindroma metabolik secara international, sehingga ketiga definisi itu merupakan yang paling sering digunakan. Tabel 1 berikut menggambaran perbedaan ketiga definisi tersebut.

(24)

Tabel 1

Kriteria diagnosis sindroma metabolik menurut WHO (World Health Organization), The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III) dan International Diabetes

Federation (IDF)

Komponen

Kriteria diagnosis WHO:

Resistensi insulin plus : Criteria diagnosis ATP III : 3 komponen di bawah ini IDF Obesitas abdominal/ sentral

Waist to hip ratio : Laki-laki : > 0,9 Wanita : > 0,85 atau IMB >30 Kg/m Lingkar perut : Laki-laki: > 102 cm Wanita : >88 cm Lingkar perut : Laki-laki: ≥90 cm Wanita : ≥80 cm Hiper-trigliseridemia ≥150 mg/dl (≥ 1,7 mmol/L) ≥ 150 mg/dl (≥1,7 mmol/L) ≥ 150 mg/dl Hipertensi TD ≥ 140/90 mmHg

atau riwayat terapi anti hipertensif TD ≥ 130/85 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensif TD sistolik ≥ 130 mmHg TD diastolik ≥ 85 mmHg Kadar glukosa darah tinggi Toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa terganggu,resistensi insulin atau DM ≥ 110 mg/dl GDP ≥ 100mg/dl Mikro-albuminuri

Rasio albumin urin dan kreatinin 30 mg/g atau laju eksresi albumin 20 mcg/menit

JAMA 2001; 285: 2486-249.2 3. Etiologi

Suatu hipotesis mengatakan bahwa penyebab utama sindroma metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin berkorelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan mengukur lingkar pinggang atau waist to

hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan Penyakit Kardiovaskuler

(25)

disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskuler dan

pembentukan atheroma.18

Hipotesis lain karena perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas sentral. Suatu studi membuktikan bahwa individu yang mengalami kadar kortisol yang tinggi dalam serum (yang disebabkan oleh stress kronik) mengalami obesitas sentral, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidak seimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stress akan menyebabkan terbentuknya hubungan

antara gangguan psikososial dan infark miokard.18

Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya

akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak viseral.20 Salah

satu karakteristik obesitas abdominal atau lemak viseral adalah terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak tersebut akan mensekresi produk-produk metabolik diantaranya sitokin proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen. Produk-produk dari sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma dapat berpengaruh terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi.14

B. Faktor yang Dapat Menyebabkan Sindroma Metabolik 1. Obesitas

Obesitas sentral atau obesitas viseral terjadi akibat kurangnya aktifitas fisik dan perubahan pola makan. Peningkatan jumlah lemak yang disimpan dalam rongga perut. Besar lingkar pinggang berkaitan erat dengan kemungkinan

(26)

menderita penyakit diabetes melitus tipe 2 dan penyakit komplikasi dari sindroma metabolik (hipertensi, kolesterol tinggi, serangan jantung, stroke, kerusakan hati dan ginjal).20

Berat badan adalah hasil olahan dari jenis makanan yang dimakan dengan kegiatan atau aktifitas yang dilakukan. Makan dengan sedikit karbohidrat, banyak protein, lemak dan manis-manis, tanpa diimbangi dengan aktif berolahraga atau berkegiatan lain, maka akan terjadi surplus kalori yang diubah

menjadi lemak tubuh dan akan mengakibatkan kegemukan.21

1. Cara Mengukur Obesitas sentral

Cara mengukur lingkar pinggang (waist circumference) adalah mengukur panjang lingkar daerah antara batas bawah tulang rusuk (arkus kosta) dengan puncak iliaka melewati secara horizontal umbilikus/pusar. Diukur dengan pita meteran non elastis atau meterline, pita pengukur

menyentuh, tetapi tidak menekan kulit dengan tingkat ketelitian 0,1 cm.22

Lemieux (2000) dalam Fasli Jalal, dkk, menggunakan lingkar pinggang dan kadar trigliserida untuk mendeteksi sindroma metabolik, menemukan lingkar pingang ≥ 90 cm dikombinasikan dengan kadar trigliserida plasma puasa >150 mg/dl dapat mendeteksi penderita sindroma metablik sebanyak 80% dari 185 pria subjek penelitian. Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan lingkar pinggang dapat digunakan sebagai pemeriksaan uji saring yang mudah, murah dan berguna untuk mendeteksi sindroma metabolik.23

(27)

2. Kriteria Obesitas Sentral

Kriteria obesitas sentral dari pengukuran lingkar pinggang, jika lingkar pinggang > 102 cm untuk pria, dan > 88 cm cm untuk wanita. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks yang berguna untuk menentukan obesitas

sentral dan komplikasi metabolik yang terkait.2

2. Resistensi Insulin

Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindroma

metabolik.24 Resistensi insulin adalah suatu keadaan dimana ambilan glukosa yang distimulasi oleh isulin di berbagai jaringan seperti liver, jaringan lemak, otot skeletal berkurang (tidak dapat menggunakan insulin secara efisien)25 sehingga mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat.

Kadar glukosa yang tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan disfungsi endotel dan akhirnya dapat mempercepat proses aterosklerotik, untuk kadar insulin yang lebih banyak dari pada normal untuk mempertahankan keadaan

normoglikemi (euglikemi).26

3. Dislipidemia

Dislipidemia yang khas pada sindroma metabolik ditandai dengan

peningkatan Trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan

small dense LDL. Konsentrasi Trigliserida plasma meningkat akibat

peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan

produksi trigliserida. Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan

(28)

dengan resistensi insulin dan konsentrasi Trigliserida normal dapat ditemukan

pada penurunan kolesterol HDL.24

Sehingga terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan Trigliserida. Mekanisme ini berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resitensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-1 (Apo A-1) oleh hati

yang selanjutnya melibatkan penurunan kolesterol HDL.24

Peran sistem imunitas pada resitensi insulin juga berpengaruh pada

perubahan profil lipid pada subjek dengan resistensi insulin. studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, respetor, dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi perubahan konsentrasi profil lipid.24

4. Hipertensi

Resitensi insulin juga berperan pada patogenesis hipertensi. Insulin

merangsang sistem saraf simpatis sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan efek pressor dan depressor. The insulin

Resistance Atherosclerosis Study melaporkan hubungan antara resistensi insulin

dengan hipertensi pada subjek normal namun tidak pada pasien dengan DM tipe 2.24

(29)

C. Penatalaksanaan

Setelah melihat faktor-faktor yang dapat menyebabkan sindroma metabolik maka kita patut mencegahnya seperti yang telah ditentukan oleh The National

Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III)

(NCEP ATP III) sebagai berikut:

1. Penurunan Berat Badan

Latihan fisik dan diet punya peran penting dalam penurunan sensitifitas insulin atau diabetes mellitus dan merupakan faktor kunci keberhasilan pengobatan sindroma metabolik, yaitu dengan cara mengubahan gaya hidup agar berat badan turun hingga mencapai tingkat ideal. Berhubung pola hidup ini merupakan suatu kebiasaan yang sudah diterapkan sekian lama, tentunya diperlukan penyesuaian bertahap dengan bimbingan dan evaluasi yang teratur

dan bijaksana sesuai dengan kondisi pasien.3

Perubahan pola hidup yang dimaksud disini adalah pengaturan diet dan peningkatan aktifitas fisik (latihan yang berkesinambungan, dengan interval dan

berirama, bertahap sesuai kemampuan fisik) sehingga kemampuan

kardiorespirasi meningkat.28 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, latihan fisik dan penurunan berat badan terbukti mampu meningkatkan sensitivitas terhadap insulin. Latihan fisik juga dapat meningkatkan aktivitas enzim lipolisis

dan meningkatkan kadar HDL serta menurunkan kadar trigliserida.3

Pengurangan sebesar 20-30 % dari total kebutuhan kalori perhari dapat diterapkan pada pasien dengan berat badan lebih atau obesitas. Diet dengan susunan: 30 % kalori dari lemak, 25 % dari protein dan 55 % dari karbohidrat

(30)

dapat dipakai untuk menurunkan kadar trigliserida dan dapat menurunkan berat badan. Apabila belum tercapai target penurunan berat badan, porsi karbohidrat dapat dikurangi dan diganti dengan lemak monounsaturated (lemak tidak jenuh tunggal).27

2. Medikamentosa

a. Terapi Diabetes Mellitus

Obat yang digunakan adalah obat yang dipakai untuk diabetes mellitus

tipe 2, Obat-obatan untuk meningkatkan sensitifitas insulin seperti golongan metformin saja atau kombinasi dengan golongan tiazolidindion menjadi pilihan pada sindroma metabolik. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 akibat penurunan kemampuan sekresi insulin dapat diberikan obat pemicu sekresi insulin, seperti obat golongan sulfoniluria atau glinid, atau dengan kombinasi pemberian insulin, tergantung kondisi pasien. Pemilihan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dipilih dari dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme berbeda.Terapi kombinasi insulin dengan OHO selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Kombinasi OHO dengan insulin yang banyak digunakan adalah kombinasi OHO dengan insulin basal, menggunakan insulin kerja sedang atau panjang yang diberikan malam hari.28

b. Terapi Hipertensi

Obat-obatan yang dapat menghambat aktifasi sistem renin angiotensin

(31)

(ACEI) atau angiotensin reseptor bloker (ARB), merupakan pilihan utama pada pasien hipertensi yang disertai sindroma metabolik, sesuai dengan patofisiologi yang diketahui hingga saat ini. Terapi hipertensi dengan obat golongan ARB, valsartan, terbukti dapat menghambat onset dan progresifitas menjadi diabetes sampai 23 % dibandingkan dengan amlodipin (VALUE study).29

c. Terapi dislipidemia

Obat pilihan untuk menurunkan Trigliserida dan menaikkan HDL selain

olah raga pada sindroma metabolik adalah golongan statin. Pada

Scandanavian Simvastatin Survival Study simvastatin terbukti menurunkan

kejadian penyakit jantung koroner sebesar 55 % selama 5 tahun pada penderita DM. Statin menghambat sintesis kolesterol pada fase awal dengan menghambat HMG coA reductase dan dapat meningkatkan sintesis LDL reseptor yang berfungsi sebagai clearance receptor, sehingga mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Efek statin pada penurunan LDL mencapai 18-55 % dan penurunan trigliserida 7-30 % serta meningkatkan kadar HDL 5-15 %, tergantung dari jenis atau golongan statin yang digunakan. Meskipun efek penurunan Trigliserida dan kenaikan HDL tidak setinggi golongan fibrat yang bekerja dengan cara merangsang enzim lipoprotein lipase, namun

statin mempunyai efek pleiotropik yang sangat baik.3

Efek pleiotropik statin diantaranya adalah, untuk menstabilkan plak aterosklerosis dan mengurangi reaksi inflamasi serta mengurangi proliferasi otot polos. Statin dapat menstabilkan plak karena dapat menghambat

(32)

penetrasi monosit ke sel endotel, menghambat oksidasi LDL dan menghambat produksi protein matrik metalloproteinase (MMP) yang di hasilkan oleh makrofag. 3

D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sindroma Metabolik

Konsumsi makanan ialah makanan yang dimakan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Setiap manusia membutuhkan makanan untuk melanjutkan hidupnya. Tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas hidangan yang dapat dilihat dari semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh meliputi karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sedangkan kuantitas dapat dilihat dari jumlah masing-masing zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Tubuh akan mendapatkan kondisi dan kesehatan yang baik apabila makanan yang dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh baik dari segi kualitas maupun kuantitas.30

1. Konsumsi Makronutrien

Konsumsi makronutrien adalah konsumsi energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Konsumsi makanan sumber energi yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan berat badan yang akhirnya menyebabkan obesitas. Masalah obesitas timbul akibat ketidak seimbangan energi yang masuk dengan energi yang keluar yang dikenal dengan keseimbangan energi positif, yaitu konsumsi energi lebih banyak dari pada yang digunakan sehingga terjadi perubahan mekanisme metabolisme ketiga zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) terutama kelebihan glukosa akan diubah menjadi glikogen yang akan disimpan dalam otot dan hati, tetapi kapasitas simpannya terbatas

(33)

sehingga kelebihan glukosa harus diubah menjadi bentuk lain yang disimpan dalam jaringan lemak tubuh (Adipose) sehingga menimbulkan kegemukan atau obesitas.22

Pola makan gaya barat yang mempunyai karakteristik tinggi asupan lemak, karbohidrat, protein dan rendah asupan serat berhubungan dengan resistensi insulin dan obesitas yang merupakan kriteria sindroma metabolik. Kebutuhan serat harus dipenuhi karena serat dapat memberikan rasa kenyang sehingga

densitas makanan menurun.3

2. Asupan Makanan

Asupan makan merupakan faktor penentu dalam diet, yang digambarkan

dalam frekuensi makan, acara makan, mengabaikan sarapan pagi dan kebiasaan makan di luar rumah berhubungan dengan obesitas. Telah disepakati bahwa diet tinggi lemak akan meningkatkan total asupan energi dan meningkatkan kemungkinan terjadi obesitas. Namun demikian beberapa peneliti telah membuktikan bahwa IMT berhubungan dengan indeks glikemik yang terkait dengan diet karbohidrat, karena kualitas makanan terwujud pada proporsi energi apabila dari sumber karbohidrat menurun maka sumber dari lemak dan

protein meningkat.4

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sargowo4 pada tahun 2011 dari hasil analisis hubungan kausal ternyata faktor komposisi asupan makan berpengaruh terhadap sindrom metabolik. Data peneliti menunjukkan semakin banyak asupan makan maka kejadian sindrom metabolik semakin meningkat. Peneliti menunjukkan bahwa pada indikator sindrom metabolik, ternyata total kolesterol

(34)

mempunyai nilai tertinggi, selanjutnya diikuti oleh indikator lingkar pinggang. Indikator komposisi asupan makanan yang mempunyai nilai paling tinggi adalah total kalori diikuti lemak dan karbohidrat.

3. Asupan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan bahan bakar utama dalam tubuh untuk penyediaan

energi. Sel-sel tubuh menggunakan karbohidrat terutama dalam bentuk glukosa. Bentuk monosakarida lain sebagai hasil pencernaan selain glukosa adalah fruktosa dan galaktosa. Kedua monosakarida ini didalam hati akan

dikomversikan menjadi glukosa.31

Asupan karbohidrat menyebabkan peningkatan glukosa darah dalam tubuh sehingga pankreas perlu mengeluarkan hormon insulin untuk merangsang penyerapan glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Glukosa yang tidak dibutuhkan segera dalam memproduksi energi diubah menjadi glikogen dan lemak tubuh. Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya berat badan sehingga terjadi

kegemukan atau obesitas.32

Untuk memelihara kesehatan, WHO menganjurkan agar 50%-65% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat komplek dan paling banyak

hanya 10% berasal dari gula sederhana.33

Metabolisme karbohidrat memerlukan insulin sebagai salah satu hormon

yang berperan untuk memelihara keseimbangan kadar glukosa dalam darah. Hormon ini tidak langsung bekerja pada sel-sel atau jaringan, akan tetapi harus berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel atau sitosol dari sel. Akan terjadi kelainan metabolisme apabila ada gangguan pada reseptor spesifik atau

(35)

perubahan dari konsentrasinya. Terjadinya penyakit diabetes terkait dengan tiga kelainan yaitu (1) adanya resistensi insulin di jaringan perifer terutama otot, lemak dan liver, (2) kelainan pada sekresi insulin terutama dalam merespon

rangsangan glukosa dan (3) meningkatnya produksi glukosa oleh hati.4

4. Asupan Protein

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima

ribu hingga beberapa juta. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.33

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena berkaitan erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, dan menggantikan sel-sel yang mati. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh protein juga berfungsi

sebagai zat pembangun dan pengatur.34

Sebagai zat pengatur protein berfungsi untuk mengatur proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon. Dapat dikatakan bahwa semua proses metabolik diatur dan dilangsungkan atas pengaturan enzim, sedangkan aktifitas enzim diatur lagi oleh hormon, agar proses metabolisme dapat berlangsung. Angka kecukupan Protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0.75 gram/kg berat badan, berupa protein patokan tinggi yaitu protein telur (mutu cerna/digestibility dan daya manfaat/ utility telur adalah 100).33

(36)

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan kegemukan. Dalam keadaan berlebih, protein akan mengalami deaminasi. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh, dengan demikian memakan protein secara

berlebihan dapat menyebabkan kegemukan.5

Hanya sedikit studi yang melihat hubungan antara PJK dengan asupan

protein. Studi yang dilakukan oleh Smit et al menemukan hubungan positif yang bermakna antara PJK dengan masukan protein. Smit et al menemukan bahwa kelompok yang mempunyai asupan persentasi serum kolesterol dan B apolippprotein kuartil terendah dibanding kelompok yang mempunyai asupan protein hewani tertinggi. Walaupun kebanyakan analisa tersebut memang memperlihatkan suatu hubungan antara asupan protein dengan PJK namun analisa tersebut sulit diterjemahkan oleh karena belum dikontrol dengan

jenis-jenis asam lemak.34

5. Asupan Lemak

Asupan lemak memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi

makro lain. Satu gram lemak menyumbang 9 kilokalori. Efek stimulasi makanan berlemak pada asupan energi karena rasa enak di mulut ketika mengonsumsi makanan berlemak. Makanan berlemak mengatur sinyal yang mengontrol rasa kenyang dengan cara melemahkan, menunda, dan mencegah

(37)

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO 1990 menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 20-30 % kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut-lemak. Diantara lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 8 % dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, dan 3-7 % dari lemak tidak jenuh ganda.33

Asam Lemak

Asam lemak dibedakan menurut jumlah karbon yang dikandung nya yaitu asam lemak rantai pendek, (6 atom karbon atau kurang), rantai sedang (8 hingga 12 karbon), rantai panjang (14-18 karbon, dan rantai sangat panjang (20 atom karbon atau lebih).33

Semua lemak bahan makanan hewani dan sebagian besar minyak nabati mengandung asam lemak rantai panjang, asam lemak rantai sangat panjang terdapat pada minyak ikan. Titik cair asam lemak meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon.35

(38)

Tabel 2

Komposisi asam lemak kelapa dan lemak lain (per 100 gram)

Asam Lemak (g/100 g) Minyak Kelapa Minyak Sawit Lemak Hewani Minyak Jagung Asam-asam lemak jenuh

C4:0 C6:0 C8:0 C10:0 C12:0 C14:0 C16:0 C18:0 Asam lemak rantai

tunggal C16:0 C18:0 C20:0 C22:0 Asam lemak rantai panjang tidak jenuh

C18:2 C18:3 C20:5 C22:5 C22:6 Cholesterol 86.50 0.60 7.50 6.00 44.60 16.80 8.20 2.80 5.80 5.80 1.80 1.8 49 1 44 4 39 39 11.5 11 0.5 35 1 25 9 49 3 46 15 14 1 14 12 2 28 27.5 0.5 57.5 57 0.5

Sumber : USDA nutrient Database for standar reference Pehowich dkk,2000

Pada Negara berkembang yang mempunyai 4 musim atau temperature rendah, sumber lemak yang dipakai adalah lemak yng berasal dari hewani yang diolah menjadi minyak, susu, mentega. Sumber lemak lain yang dipakai dinegara tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti minyak zaitun, kacang tanah, kedelai serta biji-bijian lain.34

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lipoeto et al (2001) tentang asupan lemak pada etnik Minang Kabau didapatkan bahwa etnik Minang Kabau mengkonsumsi lemak 10,6-21,7 % dari energi total dengan asam

(39)

lemak jenuh (ALJ) 18 %, dan Dilmi Sulastri et al (2005) juga melakukan penelitian yang sama yaitu presentase asupan jenis asam lemak Etnik

Minang Kabau di Padang : ALJ 23 %, ALJT 7.9 % dan ALJJ 4.9 %.35

Sejauh asupan lemak masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh kita tetap akan sehat. Tetapi kebanyakan dari kita asupan lebih dari apa yang diperlukan, yaitu dengan makanan yang mengandung lemak yang kaya akan kolesterol dalam jumlah yang berlebihan, sehingga kadar kolesterol darah meningkat sampai diatas angka normal yang diinginkan. Disinilah kolesterol tersebut berperan negatif terhadap kesehatan.35

Meningkatnya konsumsi lemak ini akan berpengaruh terhadap terjadinya obesitas. Obesitas merupakan kondisi ketidak normalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan

risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif.15

Adanya faktor risiko tersebut mempercepat berkumpulnya gejala metabolik

menjadi sindrom metabolik.35

Banyak penelitian telah membuktikan hubungan yang erat antara banyak lemak viseral dengan resistensi insulin. Lemak yang menumpuk di abdomen adalah trigliserida, yang merupakan ikatan gliserol dengan asam lemak bebas. Lemak ini bersifat sangat lipotik artinya sangat mudah terurai, keadaan hipoglikemia sedikit saja akan menyebabkan lemak ini pecah. Asam

(40)

lemak bebas akan dilepaskan sedangkan gliserol akan masuk kedalam proses

pembentukan energi, yang akan mengurangi penggunaan glukosa.34

6. Asupan Serat

Serat adalah sisa sel tanaman setelah dihidrolisa enzim pencernaan mausia

seperti sellulosa, hemisellulosa, pektin, dan lignin, juga polisakarida intraseluer seperti gum dan musilago. Definisi kimia serat makanan adalah polisakarida

bukan pati tumbuhan (Nonstrarch Polysaccharids) dutamabah lignin.30

Tubuh membutuhkan serat. Dalam saluran pencernaan, serat larut mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian dikeluarkan bersama veses, dengan demikian makin tinggi konsumsi serat larut (tidak dicerna, namun dikeluarkan bersama feses), akan semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh. Dalam hal ini serat membantu mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Serat larut air menurunkan kadar kolesterol darah hingga 5 % atau lebih. Serat larut yang terdapat dalam buah-buahan, sayuran, biji-bijian (gandum), dan kacang-kacangan. Pektin (serat larut

air dari buah) dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.36

Efek dari serat

1. Kemampuan menahan air dan Visikositas (membentuk cairan kental), sehingga memperlambat penyerapan zat-zat organik gizi, menunda pengosongan makanan dari lambung, hal ini memberi rasa kenyang yang

lama dan mencegah pemasukan kalori yang berlebihan.30

(41)

Komponen serat terutama lignin, gum, dan pektin, beta glukan mempunyai sifat mengikat zat-zat organik seperti cairan empedu dan kolesterol. Serat menurunkan reabsorbsi asam empedu dan memperlambat absorbsi makronutrien lainnya, sehingga meningkatkan ekresi asam empedu dan menurunkan asupan ferasi mikroba dan absorbsi energi secara keseluruhan.30

3. Kemampuan fermentasi, poliferasi mikroba, dan absorbsi air.

Pektin, gum, misiligo dan beberapa hemiselulosa difermentasi oleh macam-macam bakteri anaerob di kolon. Hasil fermentasi dari serat ini adalah asam butirat dan asam propionat yang tergolong pada asam lemak rantai pendek (Short chain fatty acid atau SCFA) Asam butirat ini digunakan sebagai bahan bakar untuk sel-sel ini. Sedangkan serat yang tidak dapat difermentasi terutama selulosa dan lignin, hemisellulosa meningkatkan absorb dan meningkatkan poliferasi mikroba, yang berperan dalam meningkatkan

volume veses.30

Sayur dan buah adalah sumber dari berbagai nutrient seperti vitamin, mineral, serat dan berbagai jenis biologikal aktif. Biologikal aktif ini dikenal dengan fitokimia yang termasuk sebagai antioksidan, menurunkan metabolisme

sindroma metabolik kolesterol serta menurunkan tekanan darah.34

Hasil penelitian Esmaillzadeh (2006) di Tehran Iran diperoleh bahwa konsumsi sayur yang tinggi dihubungkan dengan rendahnya risiko kejadian sindrom metabolik. Tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi buah dengan rendahnya kadar kolesterol HDL. Studi cross sectional lain pada

(42)

dewasa muda menunjukkan bahwa seseorang dengan sindrom metabolik secara signifikan memiliki konsumsi sayur dan buah yang rendah dibanding yang tidak memiliki risiko metabolik.5

Konsumsi tinggi serat menjadi perhatian saat ini, dihubungkan dengan penurunan insiden beberapa kelainan metabolik seperti hipertensi, diabetes, obesitas dan juga penyakit jantung dan kanker kolon. Konsumsi gula dengan pemanis yang rendah energi atau karbohidrat kompleks direkomendasikan

dalam mengurangi intake energi dan menurunkan berat badan.4

Banyak studi menyebutkan bahwa pentingnya konsumsi sayur dan buah terhadap berbagai penyakit kronis. Konsumsi sayur dan buah dapat mengurangi risiko sindrom metabolik melalui kombinasi dari antioksidan, serat, potassium, magnesium dan photochemical lainnya. Konsumsi sayur dan buah dihubungkan dengan penurunan risiko penyakit jantung koroner. Konsumsi sayur dan buah menurunkan risiko penyakit jantung melalui penurunan konsentrasi C- Reaktif Protein (CRP) yang merupakan marker inflamasi. Dalam penelitian ini pula ditunjukkan bahwa konsumsi dari DASH (Dietary Approaches to Stop

Hipertension) diet antara lain diet kaya sayur dan buah, memiliki efek yang

menguntungkan pada kejadian sindrom metabolik.37

Depkes 2007 menyatakan bahwa konsumsi sayur dan buah sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG), yaitu minimal 25 gram serat per hari. Sedangkan menurut WHO angka kecukupan serat untuk orang dewasa adalah 19-30 gr/kap/hari.35

(43)

Serat makanan atau dietary fiber merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan meningkatkan konsumsi dietary fiber dapat menurunkan kadar kolesterol dalam

darah terutama jika dilakukan secara kontinyu.38

7. Cara Penilaian Konsumsi Pangan

Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan sasaran pengamatan

dapat dibagi menjadi tingkat nasional, tingkat rumah tangga dan tingkat individu.

Metode pengukuran konsumsi makanan individu antara lain recall 24 jam, estimed food records, penimbangan makanan (food weighing), metode dietary history dan metode frekuensi makanan (FFQ).

Salah satu metode pengukuran konsumsi makanan individu adalah frekuensi makanan (food frekuensi atau FFQ). Metode frekuensi makanan adalah untuk emperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, dan tahun.41

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang asupan energi dan atau zat gizi seseorang dengan menyatakan frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi yang merupakan sumber utama dari zat gizi yang diteliti.37

(44)

FFQ semi kuantitatif digunakan untuk melihat kebiasaan pola konsumsi. Penilaian dalam jenis FFQ ini yaitu melihat frekuensi jenis makana konsumsi yang dimakan dalam suatu periode waktu. Kueioner ini dibagi menjadi dua komponen yaitu daftar makan dan frekuensi maknan. Daftar makanan harus spesifik untuk jenis makanan tertentu. FFQ semi kuantitatif ini juga melihat ukuran porsi dapat diperkirakan dengan menggunakan bentuk gambar makanan sesuai ukuran porsi yaitu dengan food model.

Metode FFQ semi kuantitatif memiliki kelebihan meliputi responden menjawab pertanyaan tinggi dan bebeas responden rendah, pengukuran relatif cepat dan tidak mahal, dapat menilai kebiasaan makan responden dan pewawancarai tidak harus terlatih.

Langkah-langkah melakukan FFQ adalah yang pertama responden diminta memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama makanan yang

merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu.39

Kelebihan metode frekuensi makanan adalah relatif mudah dan sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus, dan dapat menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. Sedangkan kelemahannya sendiri adalah tidak dapat menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner dan responden harus jujur

(45)

E. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

1. Ada hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian sindrom metabolik. 2. Ada hubungan asupan lemak dengan kejadian sindrom metabolik. 3. Ada hubungan asupan protein dengan kejadian sindrom metabolik. 4. Ada hubungan asupan serat dengan kejadian sindrom metabolik.

Asupan Karbohidrat Asupan Protein Asupan Lemak Asupan Serat Kejadian Sindrom Metabolik

(46)

F. Definisi Operasional

No Variabel Pengertian Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Sindroma

Metabolik

Seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut:

Obesitas abdominal

(lingkat pinggang/perut

pada wanita > 88 cm dan pada pria > 102 cm Peningkatan kadar trigliserida darah (≥150 mg/dl, atau ≥1,69mmol/L) Penurunan kadar kolesterol HDL (<40 mg/dL atau 1.03 mmol/L pada pria dan pada wanita <50 mg/dL atau <1,29 mmol/L),

Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan darah diastolic ≥85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi),

Peningkatan glukosa darah

puasa (kadar glukosa

puasa ≥ 110 mg/dL atau ≥6,10 mmol/L atau sedang

memakai obat anti

Lingkar perut

:diantara tulang

panggul bagian

atas dan tulang

rusuk bagian

bawah.

Trigliserida,HDL, kadar gula darah puasa : dilihat dari pemeriksan laboratorium. Pemeriksaan TD Meteran, Pemeriksaan labor dengan melihat buku laporan pemeriksaan klinik ,dan tensimeter Sindroma Metabolik jika memeliki ≥ 3 kriteria Tidak sindroma Metabolik jika memiliki < 3 kriteria Ordinal

(47)

diabetes) (NCEP-ATP III 2001)

2. Asupan

Karbohidrat

Jumlah rata-rata karbohidrat yang didapat dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari

Metode Semi

quantitative food frequensi

Wawancara Jumlah asupan

karbohidrat dalam gram. Lebih jika ≥65 % dari

total energi AKG Kurang jika <65 % dari

total energi AKG Rujukan : WNPG,2004

Ordinal

3. Asupan

Protein

Jumlah rata-rata protein

yang didapat dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari

Metode Semi

quantitative food frequensi

Wawancara Jumlah asupan protein

dalam satuan gram. Dikategorikan menjadi :

Lebih jika ≥110 % dari total energi AKG Kurang jika <80 % dari

total energi AKG Rujukan: WNPG, 2004

Ordinal

3. Asupan

Lemak

Jumlah rata-rata lemak yang didapat dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari

Metode Semi

quantitative food frequensi

wawancara Menurut WNPG 2012:

Lebih ≥30% dari total energi AKG

Kurang jika <20 % dari total energi AKG

Ordinal

4. Asupan

Serat

Jumlah rata-rata serat yang didapat dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari

Metode Semi

quantitative food frequensi

Wawancara Kurang ≤19 gram/hari

Cukup >19 gr perhari Rujukan : WHO

(48)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan disain cross sectional study. Dimana variabel dependen adalah sindrom metabolik dan variabel independennya adalah asupan karbohidrat, protein, lemak , dan serat, dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2013 sampai Juli 2014. Pengambilan sampel dilakukan dari bulan Mei sampai Juni 2014.

C. Populasi dan sampel 1. Populasi

Populasi adalah orang dewasa yang berusia 30 – 60 tahun di Kota Padang yang memeriksakan kesehatan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014. Pembatasan usia ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan gangguan metabolik terjadi dimulai dari usia 30-60 tahun keatas cendrung untuk mengalami sindroma metabolik.

2. Sampel

a) Besar sampel

Sampel ditentukan dengan menggunakan rumus estimasi proporsi

(49)

n = besar sampel

N = Jumlah populasi

d = presisi/derajat akurasi yang diinginkan (0,1)

Z1 - /2 = nilai kurva normal pada CI (Confidence Internal) (95%) (1.96)

P = Proporsi suatu kejadian untuk terjadi (32%)

1 – P = Proporsi suatu kejadian untuk tidak terjadi Perhitungan sampel :

Jumlah sampel yang diperoleh dari perhitungan besar sampel adalah 51 orang dan pemambahan 10% menjadi 56 orang sampel dengan populasi yang memenuhi semua kriteria sampel.

(50)

b) Cara pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu sesuai dengan keinginan dari peneliti dan didasari pada suatu pertimbangan tertentu dibuat oleh penelitian dengan kriteria sampel sebagai berikut.

1. Usia 30 – 60 tahun

2. Berdomisili di Kota Padang 3. Bersedia menjadi sampel

4. Memiliki data laboratorium yang lengkap (kadar lipid darah lengkap dan kadar gula darah puasa)

5. Tidak terdiagnosa penyakit jantung dan diabetes mellitus

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder . 1. Data Primer

a. Data lingkar perut yang dikumpulkan melalui pengukuran dengan pita meter b. Data asupan karbohidrat, protein, lemak dan, serat dikumpulkan melalui

wawancara dengan S-FFQ kuantitatif.

c. Data tekanan darah responden di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014

2. Data Sekunder

a. Data gula darah puasa responden di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014.

(51)

b. Data trigliserida responden di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014

c. Data HDL responden di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014

E. Cara Pengolahan dan Analisis Data 1. Data Kejadian Sindroma Metabolik

Kejadian sindroma metabolik dapat dilihat dari pengukuran kadar lipid darah lengkap dan GDP. Pada saat pengumpulan data kadar lipid darah lengkap dan GDP, editing dilakukan dengan cara memeriksa terlebih dahulu form penulisan kadar lipid darah lengkap dan GDP, apakah data yang diharapkan sudah lengkap dan apakah penulisan kadar lipid darah dan GDP sudah jelas dan dapat dibaca. Data kadar lipid darah dan GDP yang sudah dibersihkan ini di

entry ke software pengolahan data. Kemudian data yang tidak sesuai di Cleaning untuk membersihkan data yang tidak sesuai.

2. Data Asupan

Pada saat pengumpulan data asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan serat) menggunakan S-FFQ editing langsung dilakukan di lapangan setelah wawancara selesai dilakukan. Editing dilakukan dengan cara memeriksa terlebih dahulu form S-FFQ, apakah data yang diharapkan sudah lengkap dan apakah penulisan angka-angka sudah jelas.

Data asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan serat) yang telah diediting, diolah dengan menggunakan S-FFQ (komputerisasi). Kemudaian

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi dalam beberapa proses yang harus didokumentasikan sebaliknya haruslah tidak terdiri dari proses-proses yang kompleks, cukup terdiri dari operasi- operasi

The machine learning algorithms deployed on low-cost smartphones for live detection are detailed and we discuss the citizen science platform to enable crowdsourcing of data labels

Among its many features is its capability to be used as a fully fl edged web content management system when you enable the publishing infra- structure at the site collection level

Sebelumnya sudah dibuat sebuah perencanaan bisnis yang mencakup aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan operasional, aspek sumber daya manusia dan organisasi dan aspek

l= Panjang elektroda yang ditanam(m) d= Diameter batang elektroda pentanahan(m) Jadi sistem pentanahan yang dipakai untuk Rumah Mewah ini menggunakan elektroda batang

D engan demikian dibutuhkan solusi untuk menangani transaksi barang masuk dan keluar untuk menghasilkan laporan persediaan yang akurat, lengkap, tepat waktu dan

Partisipasi politik masyarakat desa Sukaasih kecamatan Singaparna kabupaten Tasikmalaya dalam pemilu legislatif tahun 2014.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru2. KOMPETENSI DASAR