PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA SISWA SD
Gst Ayu Ikka P
1, Md. Sulastri
2, Nym Kusmariyatni
3 1,3Jurusan PGSD,
2Jurusan BK, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: cumi.lolita@gmail.com
1, sulastri.made@yahoo.com
2,
nym_kusmariyatni@yahoo.co.id
3Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA siswa antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran group investigation dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian ini adalah Non Equivalent Post Test Only Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas V SD No. 2 Panji Anom yang berjumlah 27 orang dan siswa kelas V SD No. 4 Panji Anom yang berjumlah 22 orang. Data pemahaman konsep IPA siswa dikumpulkan melalui instrumen tes pemahaman konsep berupa tes esai yang berjumlah 10 butir soal. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thitung=3,11 dan ttabel=2,06. Hal ini berarti bahwa thitung>ttabel,dan rata-rata
kelompok eksperimen adalah 30,68 dan kelompok kontrol adalah 27,74. Hal ini berarti rata-rata kelompok eksperimen> rata-rata kelompok kontrol. Ini berarti model pembelajaran group investigation berpengaruh terhadap pemahaman konsep IPA siswa di Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014.
Kata-kata kunci: group investigation, pemahaman konsep IPA Abstract
This research was a kind of quasi esperiment which aimed to know the significant difference of Natural Science Concept Understanding ini Grade V in Elementary schools Gugus VI of subdistrict Sukasada, Buleleng between a group of student which is taught by traditional menthod. The design of the study is Non Equivalent Post Test Only Control Group Design. . The population of this research was all students in grade five of gugus VI subdistrict Sukasada. The sample in this study the students of grade V in SD No. 2 Panji Anom, 27 students and students of SD No. 4 Panji Anom, 22 students. The data collected by concept test instrument, which is answered in essay in numbers of ten. The data collected after the test analyzed by descriptive statistics analysis and inferential statistics (t-test). Based on the result of the analysis, taccount=3,11 and ttable=2,06. The result showed
that taccount>ttable, the average of experimental group is 30,68 and the controlled group is
287,74. The meaning of this data is experimental > control. The conclusion is the implementation of group investigation teaching menthod affect the concept understanding of natural science in students in elementary schools gugus VI subdistrict Sukasada, Buleleng academic year 2013/2014.
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan pengaruh pada ketatnya persaingan pada segala bidang dan sumber daya manusia. Kemampuan sumber daya yang handal tidak mungkin tersedia tanpa adanya proses pendidikan.
Pendidikan memberikan pemahaman
tentang belajar kepada siswanya.
Berdasarkan Undang-Undang republic
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri.
Kegiatan pembelajaran dalam
Standar Proses dinyatakan bahwa
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa,
sehingga desain pembelajaran yang
dirancang guru berorientasi pada aktivitas siswa.
Menurut Bruce (dalam Sanjaya, 2006), terdapat tiga prinsip penting dalam
penting dalam proses pembelajaran.
Pertama, proses pembelajaran membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk struktur kognitif siswa. Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari, seperti pengetahuan fisis, sosial
dan logika yang masing-masing
memerlukan situasi berbeda untuk
mempelajarinya. Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan lingkungan sosial. Melalui pergaulan dan hubungan sosial anak akan belajar lebih efektif. Dengan demikian, guru menjadi komponen yang sangat penting, karena keberhasilan proses pendidikan sangat bergantung pada guru. Guru dalam melaksanakan tugasnya memiliki berbagai tugas sebagai seorang
pendidik, pembimbing, pelatih, dan
pengembang kurikulum yang dapat
menciptakan kondisi dan suasana belajar yang kondusif.
Namun permasalahan yang
dihadapi saat ini pada proses pembelajaran karena siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan sistematis, tidak
digunakan secara optimal dalam proses pembelajaran di kelas (Sanjaya, 2006).
Proses pembelajaran agar lebih berjalan dengan maksimal apabila siswa dalam belajar juga harus diringkatkan. Hal ini bisa terjadi apabila model yang digunakan guru dalam pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru, tetapi lebih menekankan kepada siswa yang lebih aktif. Ada empat unsur tentang pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa, salah
satunya adalah asumsi tentang
pembelajaran, yaitu proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem, manakala siswa berinteraksi dengan lingkungan yang diatur guru. Proses pembelajaran akan lebih aktif apabila menggunakan model yang tepat dan berdaya guna. Pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk yang seimbang dan inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar secara optimal. Model pembelajaran yang lebih menekankan kepada partisipasi aktif siswa
dalam belajar salah satunya model
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan sistem
pengelompokan kecil, yaitu empat sampai
enam orang yang mempunyai latar
belakang, kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, suku yang berbeda (Sanjaya, 2006).
Menurut Lie,A (dalam Tukiran
Taniredja, 2011), model pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar yang
dilakukan secara berkelompok. Pada
pembelajaran kooperatif akan ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan secara
asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
Pada dasarnya pembelajaran
kooperatif mengandung pengertian sebagai sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara teman atau rekan kerja untuk bekerja sama yang teratur dalam kelompok, anggota kelompok terdiri dari dua atau lebih yang hasil kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan aktif dari
setiap anggota kelompok tersebut.
Pembelajaran kooperatif juga dapat
diartikan sebagai tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara anggota kelompok (Solihatin dan Rahardjo, dalam Tukiran Taniredja, 2011).
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SD di Gugus VI Kecamatan Sukasada, ditemukan permasalahan yaitu
siswa kurang aktif dalam proses
pembelajaran. Pada saat guru meminta siswa untuk menyebutkan contoh-contoh dari suatu permasalahan, siswa tidak dapat memberikan contoh yang relevan. Hal ini juga terjadi saat siswa diminta untuk menjelaskan suatu materi, siswa tidak dapat memberikan penjelasan yang baik. Siswa hanya menjawab pertanyaan secara singkat tanpa memberikan penegasan dari jawaban tersebut.
Observasi awal diperkuat dengan wawancara dengan guru yang mengajar mata pelajaran IPA Kelas V di SD Gugus VI
Kecamatan Sukasada ditemukan
permasalahan siswa kurang aktif dalam melaksanakan pembelajaran seperti kurang memperhatikan penjelasan gur, kurang semangat dalam proses pemebelajaran,
siswa cepat jenuh dalam mengikuti
pembelajaran, model pembelajaran yang lebih melibattkan siswa masih kurang, kurangnya komunikasi antar siswa.
Berdasarkan masalah yang terjadi, maka guru IPA mempunyai tanggung jawab
merancang pembelajaran agar siswa
terlibat dalam pembelajaran sehingga
secara mandiri dapat meningkatkan
semangat belajar siswa. Oleh sebab itu,
perlu adanya penyempurnaan proses
pembelajaran yang lebih inovatif yang menempatkan guru sebagai fasilitator dan mediator, sehingga mampu menghilangkan perbedaan karakteristik yang terdapat pada
siswa dan mampu menciptakan situasi
saling tukar informasi dalam rangka
tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal.
Berkaitan dengan tujuan di atas maka diterapkan model group investigation
untuk membantu meningkatkan
pemahaman konsep IPA, karena model ini
akan mengarahkan pada kegiatan
peroolehan, analisis dan sintesis informasi dalam usaha untuk memecahkan suatu masalah. Pemilihan model ini dapat melatih
siswa untuk menumbuhkan kampuan
berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlibat mulai tahap pertama sampai akhir pembelajaran yang akan memberikan peluang kepada siswa untuk
lebih mempertajam gagasan yang
dimilikinya. Dengan demikian guru akan mengetahui kemungkinan gagasan yang salah sehingga guru dapat memperbaiki kekurangannya. Model ini sangat sesuai
untuk melatih dan meningkatkan
kemampuan kerja ilmiah dan pemahaman konsep IPA siswa.
Model pembelajaran group
investigation adalah model pembelajaran dengan membentuk beberapa kelompok kecil yang terdiri dari dua sampai enam orang yang kemudian bekerjasama untuk
menyelesaikan permasalahan yang
diberikan. Siswa secara berkelompok
bebas melaksanakan kegiatan dan
kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap
kelompok mempresentasikan atau
memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka. Materi IPA yang cukup luas dan desain tugas-tugas yang
mengarah kepada metode ilmiah,
diharapkan siswa dalam kelompoknya
dapat saling member kontribusi
berdasarkan pengalamanya. Siswa
kemudian melakukan evaluasi dan sintesis terhadap informasi yang telah didapat dalam upaya untuk membuat laporan sebagai hasil kelompok.
Model group investigation memiliki
enam tahapan pembelajaran yaitu,
pengelompokan (grouping), perencanaan
(planning), penyelidikan (investigation),
(presenting), dan terakhir evaluasi (evaluating) (Slavin, 2008). Adapun kelebihan yang dimiliki oleh model group investigation adalah model ini mampu melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi,
melatih siswa menumbuhkan berpikir
mandiri, adanya keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran, dan aplikasi model ini membuat siswa senang
dan merasa menikmati proses
pembelajaran.
Beberapa penelitian terkait dengan penggunaan model group investigation yang telah dilakukan yaitu: (1) Nati Yuniati
(2011), menunjukkan model group
investigation berbasis portofolio dapat meningkatkan hasil belajar IPA di SD 6 Tiga Kecamatan Susut, Bangli, (2) penelitian serupa yang dilakukan oleh Ni Nengah Sutrini (2013) menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan
model kooperatif group investigation
dengan yang dibelajarkan dengan model konvensional dengan thitung >ttabel= 4,548 >
2,021 pada taraf signifikansi α = 0,05. (3)
penelitian yang dilakukan Wayan Suputra menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan menggunakan model group investigation berorientasi kearifan local dan model konvensional (thitung >ttabel) 3,54>2,05. Dan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model GI adalah 25, 61 berkategori baik, sedangkan siswa yang
belajar dengan model pembelajaran
konvensional adalah 19,94 berkategori cukup.
Beberapa penelitian di atas
menunjukkan bahwa model pembelajaran
group investigation efektif dalam
mengoptimalkan keaktifan siswa,
keefektifan belajar dan menjadikan suasana belajar yang menyenangkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa. Beberapa hasil dari penelitian tersebut dapat dijadikan dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang model group investigation.
Menurut Laksmi Prihantoro dkk., (1986) menyatakan pada hakikatnya IPA
merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat member kemudahan bagi kehidupan.
Pemahaman menurut Bloom (dalam Ahmad Susanto, 2013) diartikan sebagai suatu kemampuan menyerap arti dari materi yang akan dipelajari. Pemahaman setingkat lebih tinggi dari pengetahuan. Konsep merupakan kategori-kategori yang diberikan pada stimulus-stimulus yang ada
di lingkungan. Konsep menyediakan
skema-skema terorganisasi untuk
mengasimilasikan stimulus-stimulus baru dan untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Selain itu konsep merupakan dasar bagi proses-proses manual yang lebih tinggi untuk
merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi.
Pemahaman konsep ini diyakini dapat menjamin transfer belajar dan pemahaman untuk diterapkan dalam dunia nyata. Pemahaman konsep dicirikan oleh
kemampuan seseorang untuk
mengemukakan gagasan, perspektif, solusi dan produk mereka yang siap direnungkan, ditinjau, dikritik dan digunakan dalam kehidupan nyata (Dunlap & Grabinger, dalam Santyasa, 2005).
Anderson dan Krathwohl (dalam
Kim, 2012) menyebutkan indikator yang
digunakan sebagai acuan dalam
memahami konsep-konsep yang dilakukan oleh siswa adalah sebagai berikut. (1) menginterpretasi adalah kemapuan yang muncul ketika seseorang dapat mengubah informasi dari satu bentuk penyajian ke bentuk lainnya, (2) memberi contoh adalah kemampuan untuk memberikan ilustrasi dari suatu konsep, (3) mengklasifikasikan
yaitu kemampuan mengenali suatu
termasuk ke dalam kategori tertentu, (4) merangkum yaitu kemampuan merangkum
atau meringkas, (5) menduga yaitu
beberapa contoh atau kejadian, (6) membandingkan yaitu kemampuan mencari persamaan atau perbedaan suatu objek, dan (7) menjelaskan yaitu kemampuan
menggunakan sebab akibat. Pada
penelitian ini yang dimaksud meliputi empat
indicator yaitu, mengartikan,
mencontohkan, mengklasifikasikan dan
menjelaskan.
Model pembelajaran group
investigation memiliki enam sintaks atau tahapan dimulai dari (1) grouping yaitu membentuk beberapa kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang, (2) planning yaitu menetapkan materi yang akan dibahas,(3) investigation yaitu saling
tukar informasi, (4) organizing yaitu
menuliskan laporan, (5) presenting yaitu mempresentasikan hasil kerja kelompok dan (6) evaluating yaitu penilaian.
Karakteristik model group
investigation yaitu: (1) kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari empat sampai lima orang yang heterogen. (2) Siswa terlibat langsung sejak perencanaan pembelajaran hingga akhir pembelajaran . (3) Diutamakan keterlibatan pertukaran
pemikiran siswa. (4) Adanya sifat
demokratis dalam kooperatif. (5) Guru dan murid memiliki status yang sama dalam mengatasi masalah dengan peranan yang berbeda.
Kelebihan dari model group
investigation dapat melatih siswa untuk
bekerjasama dalam kelompok untuk
menemukan jawaban dari segala
permasalahan yang ada, sehingga konsep-konsep yang di dapat akan lebih bertahan
lama dan memberikan kesan yang
medalam.
Sedangkan pembelajaran
konvensional merupakan pemebelajaran yang sering digunakan dalam proses pemebalajaran di kelas. Sudjana (2009)
mengemukakan bahwa pembelajaran
konvensional merupakan cara
penyampaian materi secara lisan kepada sejumlah pendengar.
Keunggulan model pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut: (1) merupakan model pembelajaran yang dapat menyajikan materi secara luas, (2) model ini dapat memberikan pokok-pokok
materi yang perlu ditonjolkan, (3) guru
dapat mengontrol kelas, karena
sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru, (4) organisasi kelas dengan menggunakan model ini dapat diatur menjadi sederhana, karena siswa hanya dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru. Kelemahaman model pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut: (1) materi yang dikuasai siswa hanya terbatas dari apa yang diketahui guru, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainy, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru, (2) model ini hanya mungkin dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak yang baik, (3) model ini tidak dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat dan bakat serta perbedaan gaya belajar, (4) karena model ini banyak dilakukan dengan ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis, dan (5) model ini bersifat satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman
siswa akan materi pelajaran sangat
terbatas pula.
Berdasarkan pemaparan di atas, rumusan masalah penelitian ini yaitu: apakah terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA siswa kelas V di SD Gugus VI Kecamatan Sukasada,
Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran
2013/2014 antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran group investigation dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran
konvensional?
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA siswa kelas V di SD Gugus VI Kecamatan Sukasada,
Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran
2013/2014 antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran group investigation dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional.
METODE
Jenis penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen semu, menggunakan
rancangan “Non equivalent Post-test Only
Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus VI Kecamatan Sukasada, Buleleng yang berjumlah 100 orang. Berdasarkan hasil analisi varians satu jalur (ANAVA A)
pada taraf signifikasi 5% diperoleh Fhitung
sebesar 0,25 sedangkan Ftabel pada
dbantar=3 dan dbdal=96 yaitu diperoleh Ftabel sebesar 2,7. Dengan demikian Fhitung<Ftabel maka hasilnya adalah setara.
Pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah sampel dinyatakan setara, dilakukan dengan teknik undian. Dalam undian tersebut SD No. 4 Panji Anom yang berjumlah 22 orang diberikan model pembelajaran group investigation (kelas eksperimen) dan SD No. 2 Panji Anom yang berjumlah 27 orang diberikan model pembelajaran konvensional (kelas kontrol)
Variabel dari penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah model
pembelajaran group investigation dan
model pembelajaran konvensional.
Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah pemahaman konsep IPA.
Data yang dikumpulkan pada
penelitian ini adalah pemahaman konsep IPA. Pengumpulan data menggunakan metode tes. Tes yang digunakan adalah tes esayy sebanyak 10 butir soal.
Uji coba instrumen yang dilakukan adalah uji validitas teoretik oleh dua pakar, selanjutnya dilakukan uji validitas empirik
dianalisis dengan uji: validitas tes,
reliabilitas tes, taraf kesukaran tes, dan daya beda tes.
Pelaksanaan penelitian dilakukan
dengan memberikan perlakuan model pembelajaran group investigation pada
kelompok eksperimen, dan model
pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Setelah diberikan perlakuan, kedua kelompok diberikan post-test. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif,
dengan mencari mean, median, dan modus dari data sampel. Sebelum diuji hipotesis dilakukan uji prasyarat analisis data, yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians. Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benar-benar berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk menghitung uji normalitas pemahaman konsep IPA siswa digunakan analisis Chi-Kuadrat. Sedangkan
uji homogenitas dilakukan untuk
mengetahui homogenitas sebaran data. Uji
homogenitas untuk kedua kelompok
digunakan uji F. Setelah uji prasyarat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, yaitu menggunakan analisis uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Data pemahaman konsep IPA siswa
pada kelompok eksperimen diperoleh
melalui post-test terhadap 22 orang siswa. Hasil post-test menunjukkan bahwa skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 36 dan skor terendah adalah 22. Dari skor yang diperoleh dapat dideskripsikan yaitu: mean (M) = 30,68, median (Md) = 32 modus (Mo) = 36,5, varians (s2) = 28,13, dan standar deviasi (s) = 5,30.
Data hasil tes kelompok eksperimen, dapat disajikan ke dalam bentuk histogram seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Histogram Data Hasil Tes Kelompok Eksperimen
Berdasarkan histogram di atas,
diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M) yaitu 36,5>32>30,68. Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling
negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Skor rata-rata kelompok ekperimen berada pada kategori sangat tinggi.
Data pemahaman konsep IPA siswa pada kelompok kontrol diperoleh melalui post-test terhadap 27 orang siswa. Hasil post-test menunjukkan bahwa skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 35 dan skor terendah adalah 20. Dari skor yang diperoleh dapat dideskripsikan yaitu: mean (M) = 27,74, median (Md) = 27,56 modus
(Mo) = 27,5, varians (s2) = 13,81, dan
standar deviasi (s) = 3,71. Data hasil tes kelompok kontrol, dapat disajikan ke dalam bentuk histogram seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Histogram Data Hasil Tes Kelompok Kontrol
Berdasarkan histogram di atas,
diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M) yaitu 27,5<27,56<27,74. Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif
yang berarti sebagian besar skor
cenderung rendah.
Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan uji-t. Namun, sebelumnya perlu diuji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan homogenitas. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, diperoleh bahwa data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji
homogenitas terhadap varians antar
kelompok eksperimen dan kontrol
menggunakan uji-F, diperoleh bahwa
varians data hasil tes kelompok eksperimen dan kontrol adalah tidak homogen.
Hasil dari uji prasyarat analisis data telah diperoleh, dilanjutkan dengan analisis uji-t dengan rumus separated varians. Rangkuman hasil perhitungan uji-t antara kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t
Data Kelompok N X s2 thit ttab (t.s. 5%)
Hasil Belajar Eksperimen 22 30,68 28,13 3,11 2,06
Kontrol 27 27,74 13,81
Berdasarkan deskripsi data hasil
penelitian, kelompok siswa yang
dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran group investigation memiliki pemahaman konsep IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang
dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran konvensional. Secara
deskriptif, pemahamn konsep IPA siswa
kelompok eksperimen lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor pemahamn konsep IPA. Rata-rata-rata skor pemahaman konsep IPA siswa kelompok eksperimen adalah 30,68 berada pada katagori sangat tinggi sedangkan
rata-rata pemahamn konsep IPA siswa
kelompok kontrol adalah 27,74 berada pada katagori tinggi. skor pemahaman konsep IPA siswa kelompok eksperimen jika digambarkan dalam kurva poligon tampak bahwa kurva sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar
skor siswa cenderung tinggi. Pada
kelompok kontrol, jika skor pemahaman konsep IPA siswa digambarkan dalam kurva poligon tampak bahwa kurva sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah.
Berdasarkan analisis data
dan ttabel (dengan db dan taraf signifikansi 5%) = 2,06. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari
ttabel (thitung > ttabel), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA siswa antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran group investigation dan
kelompok siswa yang dibelajarkan
menggunakan model pembelajaran
konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan model group investigation berpengaruh terhadap pemahaman konsep IPA siswa.
Pembahasan
Ada beberapa temuan dalam
penelitian ini yaitu, pertama sebelum penerapan model pembelajaran group investigation, pemahaman konsep IPA siswa tergolong rendah. Hal ini disebabkan
oleh pembelajaran yang masih
konvensional. Selama pembelajaran
berlangsung terlihat siswa kurang
bersemangat untuk belajar, kurang adanya kerjasama kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan tidak adanya interaksi siswa. Dalam model pembelajaran konvensional guru masih menggunakan ceramah saja sehingga siswa hanya sebagai pendengar saja dan mencatat sesuai perintah guru tanpa berupaya untuk
menemukan konsep-konsep yang
dipelajari. Pada saat proses pembelajaran siswa terlihat bosan dan kurang aktif.
Kedua, setelah diterapkan model
ppembelajaran group investigation
pemahaman konsep IPA siswa tergolong kategori sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena pada model pembelajaran group
investigation siswa dibentuk menjadi
beberapa kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang, dan dalam kelompok kecil tersebut siswa akan saling berinteraksi untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang diberikan guru. Siswa akan menemukan sendiri jawaban
dari permasalahan yang diberikan,
sehingga memberikan pengalaman yang nyata dan akan lebih lama diingat siswa. Dalam kelompok tersebut juga akan timbul kerjasama yang kompak, hal ini menjadikan
pembelajaran menyenangkan dan lebih meriah. Hal ini sesuai dengan kelebihan model pembelajaran group investigation, yaitu (1) melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi, (2) melatih siswa menumbuhkan berpikir mandiri, (3) keterlibatan siswa secara aktif dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran, dan (4) model ini membuat siswa senang dan merasa manikmati proses belajarnya.
Berbeda saat pembelajaran
menggunakan model konvensional yang membuat siswa hanya menjadi pendengar dan bersifat berpusat kepada guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi yang baru seolah-olah hanya guru satu-satunya sumber belajar. Siswa akan menerima informasi yang telah disampaikan guru tanpa berusaha untuk mencari sumber lain. Materi yang dikuasai siswa hanya terbatas pada apa yang diketahui guru, sehingga
apapun yang dikuasai siswa akan
tergantung pada apa yang dikuasai guru.
Model ini hanya mungkin dilakukan
terhadap siswa yang memiliki kamampuan mendengar dan menyimak yang baik. Karena model ini menggunakan ceramah,
maka akan sulit mengembangkan
kemampuan siswa dalam hal sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. Model ini lebih bersifat satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran sangat terbatas.
Berdasarkan deskripsi data
kelompok siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model group
investigation memiliki pemahaman konsep yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor pemahaman
konsep IPA siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model group
investigation adalah 30,68 dan rata-rata skor pemahaman konsep IPA siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional
adalah 27,74.
Berdasarkan analisis data
menggunakan uji-t, diketahui thit = 3,11 dan
ttab (dengan db=(n1-1) dan db=(n2-1),dibagi 2, kemudian ditambah dengan harga t terkecil) = 2,03. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga hasil penelitian adalah
signifikan. Hal ini berarti, terdapat
perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA siswa kelas V di SD Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran group investigation dengan kelompok siswa yang
dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran konvensional. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan model group
investigation dibandingkan dengan model
pebelajaran konvensional memberikan
pengaruh yang positif. Hal tersebut
dikarenakan oleh beberapa faktor.
Model pembelajaran group
investigation dapat berpengaruh positif karena beberapa faktor yaitu, model ini
menekankan dalam kelompok belajar
heterogen saling membantu satu sama lain, bekerjasama menyelesaikan masalah dan menyatukan kelompok maupun individual
pengorganisasian kelas dengan
menggunakan model ini adalah siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil. Dalam pembelajaran model ini mengajak
siswa untuk berdiskusi dalam
team/kelompok belajarnya. Hal ini
memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyelesaikan masalah yang ditemui dan dapat saling bertukar pikiran dengan
anggota kelompoknya. Pada proses
pembelajaran siswa akan aktif mencari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab permasalahan yang diberikan, siswa akan berdiskusi dengan siswa lain sehingga proses komunikasi akan berjalan dengan lancer (Tukiran Taniredja, 2011).
Perbedaan cara mengajar antara model pembelajaran group investigation
dan pembelajaran konvensional akan
memberikan dampak yang berbeda pula terhadap pemahamn konsep IPA. Model pembelajaran group investigation akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir tingkat tinggi, aktif dalam kegiatan pembelajaran, menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari tanpa harus selalu tergantung pada pengetahuan guru
saja, mampu memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep
yang dipelajari, bekerja sama dengan siswa lain, dan berani mengemukakan pendapat. Siswa menjadi lebih tertantang untuk
belajar dan berusaha menyelesaikan
semua permasalah IPA yang ditemui, sehingga pengetahuan yang diperoleh akan
lebih diingat oleh siswa. Model
pembelajaran group investigation dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, meningkatkan emosional dan meningkatkan peluang keberhasilan dalam memecahkan
masalah (Sanjaya, 2006). Dengan
demikian, pemahaman konsep IPA siswa yang dibelajarkan dengan model group investigation akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model konvensional.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan
pemahaman konsep IPA siswa Kelas V di SD Gugus VI Kecamatan Sukasada,
Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran
2013/2014 antara siswa yang dibelajarkan dengan model group investigation dengan siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran konvensional. Rata-rata
kelompok eksperimen adalah 30,68 dan rata-rata kelompok kontrol adalah 27,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kelompok eksperimen lebih besar dari rata-rata kelompok kontrol. Dengan demikian, model pembelajaran group investigation berpengaruh terhadap pemahaman konsep IPA siswa Kelas V di SD Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014.
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. Disarankan kepada guru hendaknya menggunakan model group investigation, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti model group investigation lebih baik daripada siswa yang
mengikuti model pembelajaran
konvensional. Guru-guru di sekolah dasar agar lebih berinovasi dalam pembelajaran
dengan menerapkan suatu model
pembelajaran yang inovatif guna
arah yang lebih baik demi tercapainya
peningkatan pemahaman konsep IPA
siswa. Bagi kepala sekolah yang
mengalami permasalahan rendahnya
pemahaman konsep IPA, untuk mengambil
suatu kebijakan untuk
mengimplementasikan model pembelajaran Group Investigation. Bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran Group Investigation maupun bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kekurangan-kekurangan yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.
DAFTAR RUJUKAN
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan.
Jakarta:Kencana.
Santyasa, I W. 2005. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Predana Media Group.
Daryanto dan Muljo Raharjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media. Slavin.R.,E., 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek, (Penerjemah Nurulita), Bandung: Nusa Media.
Sudjana, N. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Suputra, Wayan. 2013. Pengaruh Model
Group Investigation Berorientasi
Kearifan Lokal Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pada Pelajaran IPA Kelas V
Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013 SD Negeri Di Desa
Sinabun Kecamatan Sawan
Kabupaten Buleleng (skripsi tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha.
Sutrini, Ni Nengah. 2013. Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester II Di Gugus 7 Tianyar Tahun Pelajaran 2012/2013 (skripsi tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha. Taniredja, Tukiran., Miftah F., dan Sri H.,
2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta
Prihantoro, L., Wirasasmita,O., dan
Liliasari. 1986. IPA Terpadu.
Jakarta: Depdikbud Universitas
Terbuka.
Yuniati, Nati. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
Berbasis Portofolio Dalam
Meningkatkan Pembelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA siswa Kelas V Semester II tahun Pelajaran 2010/2011 di SD No 6
Desa Tiga Kecamatan Susut
Kabupaten Bangli (skripsi tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha.