• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI

TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN

VITRO

SKRIPSI

Oleh :

UTY SUKRIA SANY

K 100 050 214

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Piroksikam merupakan suatu anti radang non steroid (non steroid anti inflammatory drugs, NSAIDs) yang merupakan golangan asam enolat turunan oksikam. Piroksikam dapat digunakan untuk mengobati osteoarthritis dan rheumatoid arthritis (Wilmana, 2005). Piroksikam merupakan serbuk hampir putih, coklat terang, sangat sukar larut dalam air, asam encer, dan sebagian besar pelarut organik (Soesilo et al, 1995). Efektifitas piroksikam pada cairan sinovial sekitar 40% (American Society of Health System Pharmacists, 2005). Piroksikam dikembangkan dalam bentuk gel, karena dapat memberikan efek yang baik pada penderita radang tulang sendi lutut (Reynold dan Prashad, 1992).

Untuk mencapai aksinya secara maksimal pada kerja obat transdermal salah satunya dapat melalui tahapan penetrasi melalui kulit. Kecepatan penetrasi obat ke dalam kulit dapat diamati melalui fluks obat. Fluks obat yang melalui membran dapat dipengaruhi oleh koefisien difusi obat melewati stratum corneum dengan cara mengganggu sistem penghalangan dari stratum corneum. Untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit dapat digunakan senyawa-senyawa peningkat penetrasi (Williams dan Barry, 2004). Peningkat penetrasi (enhancer) dapat bekerja melalui tiga mekanisme, yaitu dengan cara mempengaruhi struktur stratum corneum, berinteraksi dengan protein intraseluler dan memperbaiki partisi obat, coenhancer atau cosolvent ke dalam stratum corneum (Swarbrick dan Boylan, 1995). Cosolvent dapat meningkatkan kelarutan bahan obat sehingga dapat meningkatkan penetrasinya melalui membran kulit untuk mencapai tempat aksinya (Boylan, 1994).

(3)

Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi (enhancer) antara lain air, sulfoksida, dan senyawa sejenis azone, pyrrolidones, asam-asam lemak, alkohol dan glikol, surfaktan, urea, minyak atsiri, terpen, dan fosfolipid (Swarbrick dan Boylan, 1995). Kandungan air yang tinggi dalam basis gel dapat juga berfungsi sebagai peningkat penetrasi dengan mekanisme hidrasi pada lapisan stratum corneum.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai peningkat penetrasi yaitu propilen glikol dan tween 80 terhadap penetrasi perkutan gel piroksikam secara in vitro melalui membran kulit marmot. Tween 80 dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi karena tween 80 merupakan surfaktan yang bekerja dengan cara melarutkan senyawa yang bersifat lipofilik dan melarutkan lapisan lipid pada stratum corneum. Propilen glikol dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi pada konsentrasi 1-10%. (Williams dan Barry, 2004). Peningkatan penetrasi akan mengurangi waktu laten (lag time) pada pemberian gel piroksikam sehingga akan segera dihasilkan efek terapetik. Hasil penelitian ini nantinya akan bermanfaat untuk pengembangan formulasi sediaan gel piroksikam yang digunakan untuk terapi rheumatoid arthritis.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah penambahan propilen glikol dan tween 80 dalam formulasi gel piroksikam dapat meningkatkan penetrasi perkutan in vitro piroksikam melalui membran kulit marmot?

(4)

2. Seberapa besar efek penambahan peningkat penetrasi perkutan secara in vitro yang terjadi pada piroksikam dengan adanya penambahan peningkat penetrasi tween 80, dan propilen glikol dalam sediaan gel?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efek penambahan propilen glikol dan tween 80 dalam formulasi gel piroksikam terhadap penetrasi perkutan piroksikam secara in vitro.

2. Mengetahui seberapa besar efek penambahan peningkat penetrasi tween 80, dan propilen glikol dalam sediaan gel piroksikam secara in vitro.

D. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia (Aiache, 1993). Kulit berfungsi sebagai sistem epitel pada tubuh untuk menjaga keluarnya substansi-substansi penting dari dalam tubuh dan masuknya substansi-substansi asing ke dalam tubuh (Chien, 1987). Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa-senyawa obat atau bahan yang berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik baik yang bersifat setempat maupun sistemik (Aiache, 1987). Dari suatu penelitian diketahui bahwa pergerakan air melalui lapisan kulit yang tebal tergantung pada pertahanan lapisan stratum corneum yang berfungsi sebagai rate limiting barrier pada kulit (Swarbrick dan Boylan, 1995).

(5)

Secara mikroskopik, kulit tersusun dari berbagai lapisan yang berbeda-beda, berturut-turut dari luar ke dalam yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan lapisan jaringan di bawah kulit yang berlemak atau yang disebut lapisan hipodermis (Aiache 1993; Chien, 1987). Struktur kulit yang terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan hipodermis dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur kulit. Terdiri dari lapisan epidermis (1), dermis (2), subkutis (3), folikel rambut (4), kelenjar sebaseus(5) dan kelenjar keringat (6).

2. Absorpsi Perkutan

Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif (Chien, 1987). Mengacu pada Rothaman, penyerapan perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan senyawa dari lingkungan luar ke bagian dalam kulit ke dalam peredaran darah dan kelenjar getah bening. Istilah perkutan menunjukkan bahwa penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda (Aiache, 1993).

Untuk memasuki sistem sistemik, tahapan pada absorpsi perkutan dapat melalui penetrasi pada permukaan stratum corneum di bawah gradien konsentrasi, difusi melalui

(6)

stratum corneum, epidermis dan dermis, kemudian masuknya molekul ke dalam mikrosirkulasi (Chien, 1987)

Gambar 2. Mekanisme penghantaran obat melalui rute transdermal mulai dari pelepasan obat sampai menuju jaringan target (Chien, 1987).

Penembusan molekul dari luar ke bagian dalam kulit s melalui penetrasi transepidermal

Boylan, 1995). Kulit merupakan organ yang

kemungkinan dapat merubah obat setelah penggunaan secara terjadi dapat berperan sebagai

absorpsi perkutan (Swarbrick dan Boylan, 1995).

a. Penetrasi transepidermal.

Sebagian besar obat berpenetrasi intraselluler dan ekstraselluler.

epidermis (transepidermal) melewati kelenjar keringat ( dalam stratum corneum

bersifat hidrofilik akan berpartisi melalui jalur transeluler sedangkan obat bersifat lipofilik akan masuk ke dalam

, epidermis dan dermis, kemudian masuknya molekul ke dalam (Chien, 1987). Tahapan ini dapat digambarkan pada model gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme penghantaran obat melalui rute transdermal mulai dari pelepasan obat sampai menuju jaringan target (Chien, 1987).

molekul dari luar ke bagian dalam kulit secara nyata dapat terjadi baik transepidermal maupun penetrasi transapenpendageal

Kulit merupakan organ yang bersifat aktif secara metabolik kemungkinan dapat merubah obat setelah penggunaan secara topikal. Biotransformasi yang terjadi dapat berperan sebagai faktor penentu kecepatan (rate limiting step)

perkutan (Swarbrick dan Boylan, 1995).

dermal.

Sebagian besar obat berpenetrasi melintasi stratum corneum

intraselluler dan ekstraselluler. Pada kulit normal, jalur penetrasi obat umumnya melalui (transepidermal), dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut maupun

ngat (transappendageal). Pada prinsipnya, masukn adalah adanya koefisien partisi dari penetran. Obat bersifat hidrofilik akan berpartisi melalui jalur transeluler sedangkan obat bersifat lipofilik akan masuk ke dalam stratum corneum melalui rute in

, epidermis dan dermis, kemudian masuknya molekul ke dalam pada model gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme penghantaran obat melalui rute transdermal mulai dari pelepasan obat sampai menuju jaringan target (Chien, 1987).

ecara nyata dapat terjadi baik (Swarbrick dan bersifat aktif secara metabolik dan . Biotransformasi yang (rate limiting step) pada proses

stratum corneum melalui ruang Pada kulit normal, jalur penetrasi obat umumnya melalui , dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut maupun ). Pada prinsipnya, masuknya penetran ke adalah adanya koefisien partisi dari penetran. Obat-obat yang bersifat hidrofilik akan berpartisi melalui jalur transeluler sedangkan obat-obat yang melalui rute interselluler. Jalur

(7)

interselluler yang berliku dapat berperan sebagai rute utama permeasi obat dan penghalang utama dari sebagian besar obat-obatan (Swarbrick dan Boylan, 1995).

b. Penetrasi Transappendageal.

Penetrasi melalui rute transapendageal adalah penetrasi melalui kelenjar-kelenjar dan folikel yang ada pada kulit (Swarbrick dan Boylan, 1995). Pada penetrasi transappendageal akan membawa senyawa obat melalui kelenjar keringat dan folikel rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus. Rute transappendageal merupakan rute yang sedikit digunakan untuk transport molekul obat, karena hanya mempunyai daerah yang kecil (kurang dari 0,1% dari total permukaan kulit). Akan tetapi, rute ini berperan penting pada beberapa senyawa polar dan molekul ion yang hampir tidak berpenetrasi melalui stratum corneum (Moghimi, et al, 1999).

Pada rute ini, dapat menghasilkan difusi yang cepat dan segera setelah penggunaan obat karena dapat menghilangkan waktu yang diperlukan oleh obat untuk melintasi stratum corneum. Difusi melalui transapendageal ini dapat terjadi dalam 5 menit dari pemakaian obat (Swarbrick dan Boylan, 1995).

3. Aspek Teori Perlintasan Membran

Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase padat , setengah padat, atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan dengan lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dan lainnya, umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi, membran padat digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat aktif dan bahan tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan (Aiache, 1993).

(8)

Perlintasan dalam membran sintesis pada umumnya berlangsung dalam dua tahap. Tahap awal adalah proses difusi zat aktif menuju permukaan yang kontak dengan membran, dan tahap kedua adalah pengangkutan. Pada tahap difusi zat aktif daya difusi merupakan mekanisme pertama untuk menembus daerah yang tidak diaduk, dari lapisan kontak dengan membran. Tahap kedua adalah pengangkutan. Tahap ini dapat dibagi atas dua bagian. Bagian yang pertama adalah penstabilan gradien konsentrasi molekul yang melintasi membran sehingga difusi terjadi secara homogen dan tetap. Bagian kedua adalah difusi dengan cara dan jumlah yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tidak berubah sebagai fungsi waktu. Dalam hal ini diasumsikan interaksi zat aktif-pelarut dan pelarut-pelarut tidak berpengaruh terhadap aliran zat aktif. Difusi dalam jumlah yang tetap dinyatakan dalam hukum Fick I:

J=

h Cr Cd A D dt dQ '. ( − ) = ………..(1)

Dimana J adalah fluks atau jumlah Q linarut yang melintasi membran setiap satuan waktu t, A adalah luas permukaan efektif membran, Cd dan Cr adalah konsentrasi pada kompartemen reseptor, h adalah tebal membran dan D’ adalah tetapan atau koefisiens permeabilitas (Aiache, 1993).

4. Penghantaran Obat melalui Transdermal.

Sebagian besar obat-obat yang diberikan melalui kulit berpenetrasi dengan mekanisme difusi pasif . Laju penyerapan melalui kulit tidak segera mencapai keadaan tunak, tetapi selalu teramati dengan adanya waktu laten (Gambar 3).

(9)

Gambar 3. Profil penyerapan

Waktu laten mencerminkan penundaan penembusan senyawa ke bagian corneum dan pencapaian gradien

tetapan difusi obat dalam stratum corneum

sesuai gradien konsentrasi dengan gerakan yang acak (Swarbrick dan Boylan, 1995).

Apabila keadaan seimbang dapat dicapai, jumlah senyawa yang meninggalkan membran permukaan dermis adalah sama dengan senyawa yang

epidermis maka dapat dinyatakan dalam hukum Fick’s 1 dengan persamaan berikut (Aiache, 1993; Chien, 1987) :

dt

dQ

=

Ps (Cd-Cr)……….(2)

Dimana Cd dan Cr adalah konsentrasi zat yang berpenetrasi melalui kulit dalam kompartemen donor (konsentrasi obat pada permukaan

kompartemen reseptor (tubuh). P

Koefisien permeabilitas dapat dinyatakan dengan persamaan (Chien, 1987) :

P

s

=K.D………

h

Gambar 3. Profil penyerapan molekul yang berdifusi melalui kulit

Waktu laten mencerminkan penundaan penembusan senyawa ke bagian

gradien difusi. Waktu laten ditentukan oleh tebal membran dan stratum corneum (Aiache, 1993). Obat akan mengalami difusi konsentrasi dengan gerakan yang acak (Swarbrick dan Boylan, 1995).

Apabila keadaan seimbang dapat dicapai, jumlah senyawa yang meninggalkan membran permukaan dermis adalah sama dengan senyawa yang menembus lapisan epidermis maka dapat dinyatakan dalam hukum Fick’s 1 dengan persamaan berikut (Aiache,

Cr)……….(2)

Dimana Cd dan Cr adalah konsentrasi zat yang berpenetrasi melalui kulit dalam kompartemen donor (konsentrasi obat pada permukaan stratum corneum

kompartemen reseptor (tubuh). Ps adalah koefisien permeabilitas jaringan kulit.

itas dapat dinyatakan dengan persamaan (Chien, 1987) :

………

ul yang berdifusi melalui kulit (Aiache, 1993).

Waktu laten mencerminkan penundaan penembusan senyawa ke bagian stratum difusi. Waktu laten ditentukan oleh tebal membran dan (Aiache, 1993). Obat akan mengalami difusi konsentrasi dengan gerakan yang acak (Swarbrick dan Boylan, 1995).

Apabila keadaan seimbang dapat dicapai, jumlah senyawa yang meninggalkan menembus lapisan epidermis maka dapat dinyatakan dalam hukum Fick’s 1 dengan persamaan berikut (Aiache,

Cr)……….(2)

Dimana Cd dan Cr adalah konsentrasi zat yang berpenetrasi melalui kulit dalam corneum) dan dalam adalah koefisien permeabilitas jaringan kulit.

itas dapat dinyatakan dengan persamaan (Chien, 1987) :

(10)

Dimana K adalah koefisien partisi stratum corneum (pembawa), D adalah koefisien difusi melalui jaringan kulit pada keadaan tunak, dan h adalah tebal jaringan kulit (Chien, 1987). Persamaan ini menunjukkan bahwa suatu molekul obat akan berhasil melalui membran (kulit) apabila mempunyai kelarutan yang cukup (Cd yang besar) dan sifat

lipofilitas yang cukup untuk berpartisi menuju membran (Loftsson et al., 2005).

Koefisien difusi melalui jaringan kulit dapat dipengaruhi oleh viskositas. Semakin tinggi viskositas maka koefisien difusinya rendah, sehingga pelepasan obatnya akan kecil, seperti yang dinyatakan pada persamaan Stokes-Einstein dengan persamaan berikut (Aiache, 1993):

Dv 

.

πη

………..(4)

Dimana: Dv = koefisien difusi K = konstanta Boltzman T = temperatur

η = viskositas π = 3,14

r = jari-jari molekul

5. Keuntungan Penghantaran Obat Secara Transdermal

Sistem penghantaran obat secara transdermal bertujuan untuk menghindari berbagai masalah absorpsi pada saluran cerna seperti deaktivasi oleh enzim pencernaan, iritasi lambung, dan sebagainya. Pemberian obat melalui transdermal juga dapat meningkatkan bioavailabilitas dan efikasi obat dengan menghindari first-pass elimination pada hati (Chien, 1987).

Untuk obat-obat dengan indeks terapi yang sempit dapat menggunakan rute transdermal sebagai sistem penghantaran obat, juga untuk obat-obat dengan waktu paro yang

(11)

kecil. Pada penggunaan transdermal, pengobatan dapat dengan segera dihentikan melalui penghilangan sediaan transdermal dari permukaan kulit (Chien, 1987).

6. Peningkat Penetrasi Perkutan (Penetration Enhancers)

Untuk mengurangi resistensi stratum corneum dan variasi biologis dari stratum corneum, digunakan bahan-bahan yang dapat meningkatkan penetrasi dalam kulit (Swarbrick dan Boylan, 1995). Enhancer adalah zat yang dapat meningkatkan permeabilitas obat menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan permanen struktur permukaan kulit. Persyaratan bahan yang digunakan sebagai peningkat penetrasi antara lain (Williams dan Barry, 2004) :

1) Tidak toksis, tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan alergi. 2) Inert, tidak memiliki sifat farmakologi.

3) Dapat mencegah hilangnya substansi endogen dari dalam tubuh

4) Dapat bercampur dengan bahan aktif dan bahan pembawa dalam sediaan.

5) Dapat diterima oleh tubuh dan dengan segera dapat mengembalikan fungsi kulit ketika dihilangkan dari sediaan.

6) Tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan relatif murah.

Peningkat penetrasi yang digunakan pada formulasi obat transdermal bertujuan untuk memperbaiki fluks obat yang melewati membran. Fluks obat yang melewati membran dapat dipengaruhi oleh koefisien difusi membran melalui stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antar obat dengan stratum corneum dan tebal lapisan membran. Peningkat penetrasi yang efektif dapat meningkatkan koefisien difusi obat ke dalam stratum corneum dengan cara mengganggu sifat penghalangan stratum

(12)

corneum (Williams dan Barry, 2004). Peningkat penetrasi dapat bekerja melalui tiga mekanisme, yaitu dengan cara merusak struktur stratum corneum, berinteraksi dengan protein intraseluler dan memperbaiki partisi obat, coenhancer atau cosolvent kedalam stratum corneum (Swarbrick dan Boylan, 1995).

Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi antara lain air, sulfoksida, senyawa-senyawa azone, pyrollidones, asam-asam lemak, alkohol dan glikol, surfaktan, urea, minyak atsiri, terpen dan fosfolipid (Swarbrick dan Boylan, 1995; Williams dan Barry, 2004).

Air dapat berfungsi sebagai peningkat penetrasi karena air akan meningkatkan hidrasi pada jaringan kulit sehingga akan meningkatkan penghantaran obat baik untuk obat-obat yang bersifat hidrofilik maupun lipofilik. Adanya air juga akan mempengaruhi kelarutan obat dalam stratum corneum dan mempengaruhi partisi pembawa ke dalam membran (Williams dan Barry, 2004).

Pada asam lemak, semakin panjangnya rantai pada asam lemak maka akan meningkatan penetrasi perkutan. Asam lemak yang biasa digunakan adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam laurat. Asam laurat dapat meningkatkan penetrasi senyawa yang bersifat hidrofilik maupun lipofilik. Mekanismenya dengan cara berinteraksi dengan lipid pada stratum corneum menggunakan konfigurasi cis (Swarbrick dan Boylan, 1995; Williams dan Barry, 2004).

Etanol dapat meningkatkan penetrasi dari levonorgestrel, estradiol, dan hidrokortison. Efek peningkatan penetrasi etanol tergantung dari konsentrasi yang digunakan. Fatty alcohol seperti propilen glikol dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi pada konsentrasi 1-10% (Swarbrick dan Boylan, 1995; Williams dan Barry, 2004).

(13)

Surfaktan dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi dengan cara melarutkan senyawa yang bersifat lipofilik dan melarutkan lipid pada stratum corneum. Surfaktan ionik cenderung mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia dan meningkatkan kehilangan air pada kulit karena dapat tertahan pada lapisan tanduk. Surfaktan non ionik lebih aman untuk digunakan karena tidak menyebabkan kerusakan pada kulit, lebih stabil dan praktis tidak diserap pada lapisan tanduk. Sehingga efek iritasi yang ditimbulkan rendah (Aiache, 1993). Peningkat penetrasi perkutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propilen glikol dan tween 80.

a. Tween 80

Polioxyethilen sorbitan monooleat yang mempunyai nama lain Tween 80 atau polysorbat 80 merupakan ester asam lemak dari sorbitol dan bagian anhidratnya mengalami kopolimerisasi dengan 20 mol etilen oksida. Tween 80 merupakan suatu surfaktan non ionik. Tween 80 sering digunakan sebagai surfaktan non ionik, emulgator, solubilizing agent, dan wetting agent pada sediaan farmasi (Lawrence, 2006). Surfaktan dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi dengan cara melarutkan senyawa yang bersifat lipofilik dan melarutkan lapisan lipid pada stratum corneum. Surfaktan non ionik lebih aman digunakan karena tidak menyebabkan kerusakan pada kulit (Williams dan Barry, 2004).

Sifat fisik Tween 80 berupa cairan kuning yang berminyak, memiliki rasa pahit dan bau yang spesifik. Tween 80 memiliki pH antara 6–8. Perubahan warna dan pengendapan Tween 80 akan terjadi dengan adanya fenol dan tannin. Efektifitas anti mikroba paraben juga akan berkurang dengan adanya Tween 80 (Lawrence, 2006).Rumus struktur Tween 80 dapat dilihat pada gambar 4.

(14)

Gambar 4. Struktur Tween 80 (Lawrence

b. Propilen glikol

Propilen glikol sering digunakan sebagai solven dan pengawet dalam formulasi sediaan parenteral dan non parenteral.

penetrasi pada konsentrasi 1% sampai 10% ( Barry, 2004). Penggunaan propilen

yang kecil, tetapi penggunaan pada iritasi lokal (Weller, 2006).

Sifat fisik propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, dan memiliki rasa manis. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga harus disimpan dalam wadah tetutup rapat, ditempat dingin dan kerin

cahaya. Propilen glikol kalium permanganat (Weller gambar 5.

Gambar 5. Struktur 7. Gel

truktur Tween 80. Dimana w+x+y+z=20 Lawrence, 2006).

glikol sering digunakan sebagai solven dan pengawet dalam formulasi sediaan parenteral dan non parenteral. Propilen glikol dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi pada konsentrasi 1% sampai 10% (Swarbrick dan Boylan, 1995

. Penggunaan propilen glikol untuk sediaan topikal, memiliki efek iritasi yang kecil, tetapi penggunaan pada membran mukosa dilaporkan dapat menyebabkan

2006).

Sifat fisik propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, dan memiliki rasa manis. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga harus wadah tetutup rapat, ditempat dingin dan kering serta terlindung dari

mengalami inkompatibilitas dengan agen pengoksi Weller, 2006). Rumus struktur propilen glikol

H H H │ │ │

H ── C── C ──C ──OH │ │ │

H OH H

. Struktur Propilen Glikol (Weller, 2006).

glikol sering digunakan sebagai solven dan pengawet dalam formulasi glikol dapat digunakan sebagai peningkat dan Boylan, 1995; Williams dan al, memiliki efek iritasi membran mukosa dilaporkan dapat menyebabkan

Sifat fisik propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, dan memiliki rasa manis. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga harus g serta terlindung dari mengalami inkompatibilitas dengan agen pengoksidasi seperti propilen glikol terdapat pada

(15)

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih dan tembus c yang mengandung zat aktif, dan

disebabkan oleh jaringan yang saling menganyam dari fase terdispers memegang medium pendispersi (Ansel, 1989).

Perubahan dalam temperatur dapat menyebabkan gel cairnya. Beberapa gel akan menjadi encer setelah pengocokan

padat atau padat kembali setelah dibiarkan tidak terganggu untuk beberapa waktu tertentu, peristiwa ini disebut tiksotropi (Ansel, 1989).

Pada umumnya basis gel yang ideal yaitu haru

dengna komponen lain dalam formula. Bahan yang dapat dipakai sebagai basis gel antara lain adalah natural gum, derivat

HPMC merupakan serbuk putih atau putih kekuningan, t dalam air dingin,dan polietilen

dalam kloroform, etanol (95%) dan eter dalam sediaan oral dan topikal

HPMC dapat inkompatibilitas

Gambar 6. Struktur HPMC, dengan 8. Piroksikam

Piroksikam merupakan obat enolat (Wilmana, 2007). Piroksikam

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih dan tembus c yang mengandung zat aktif, dan merupakan dispersi koloid dan mepunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling menganyam dari fase terdispersi yang mengurung dan memegang medium pendispersi (Ansel, 1989).

Perubahan dalam temperatur dapat menyebabkan gel mendapatkan kembali bentuk apa gel akan menjadi encer setelah pengocokan dan segera menjadi setengah padat atau padat kembali setelah dibiarkan tidak terganggu untuk beberapa waktu tertentu, peristiwa ini disebut tiksotropi (Ansel, 1989).

Pada umumnya basis gel yang ideal yaitu harus inert, aman, dan tidak bereaksi dengna komponen lain dalam formula. Bahan yang dapat dipakai sebagai basis gel antara

natural gum, derivat sellulosa, dan carbomer (Zatz dan Kushla, 1989).

HPMC merupakan serbuk putih atau putih kekuningan, tidak berbau dan berasa, larut dan polietilen glikol, membentuk cairan yang kental, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%) dan eter, stabil pada pH 3-11. HPMC biasanya digunakan topikal sebagai emulgator, suspending agent dan stabilizing agent. atibilitas dengan agen pengoksidasi (Harwood, 2006).

truktur HPMC, dengan R adalah HCH3 atau (CH3CH(OH)CH2)

merupakan obat inflamasi non steroid turunan oksikam, derivat Piroksikam mempunyai nama kimia 4-hidroksi-2-metil

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih dan tembus cahaya punyai kekakuan yang yang mengurung dan

mendapatkan kembali bentuk dan segera menjadi setengah padat atau padat kembali setelah dibiarkan tidak terganggu untuk beberapa waktu tertentu,

s inert, aman, dan tidak bereaksi dengna komponen lain dalam formula. Bahan yang dapat dipakai sebagai basis gel antara

1989).

idak berbau dan berasa, larut membentuk cairan yang kental, praktis tidak larut HPMC biasanya digunakan agent dan stabilizing agent.

).

(Harwood, 2006).

oksikam, derivat asam

(16)

metil-N-2-piridil-2H-1,2-benzoyiazin-3-karboksamida1,1-dioksida. Berat molekul piroksikam adalah 331,35 dengan rumus molekul C₁₅H₁₃N₃O₄S. Piroksikam merupakan serbuk hampir putih atau coklat terang atau kuning terang , tidak berbau, bentuk monohidrat berwarna kuning, sangat sukar larut dalam air, dalam asam encer, dan sebagian besar pelarut organik, sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali mengandung air (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Struktur piroksikam dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Struktur Piroksikam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

Piroksikam digunakan untuk terapi penyakit inflamasi sendi seperti arthritis rematoid, osteoarthritis, spondilitis ankilosa. Absorpsi piroksikam pada saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mempunyai waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan satu kali sehari. Obat ini mengalami siklus enterohepatik. Kadar taraf mantap dicapai sekitar 7-10 hari dan kadar plasma kira-kira sama dengan kadar di dalam cairan sinovia (Wilmana, 2007).

Efek samping piroksikam yang lazim adalah gangguan saluran cerna antara lain tukak lambung. Efek samping yang lain adalah eritema kulit, sakit kepala, dan tinitus. Piroksikam tidak dianjurkan diberikan kepada wanita hamil, pasien tukak lambung, dan pasien yang sedang minum antikoagulan. Dosis pemakaian piroksikam adalah 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon cukup dengan anti inflamasi non steroid yang lebih aman (Wilmana, 2007). Untuk pasien gout akut dosis pemakaian yang biasa diberikan 40 mg sehari diberikan selama 5-7 hari. Piroksikam juga dapat

(17)

diberikan secara topical sebesar 1 gram dari 0,5% gel sebanyak 3-4 kali sehari untuk pengobatan nyeri dan inflamasi (Reynold dan Prashad, 1992 ).

9. Uji difusi in vitro pada sediaan transdermal

Uji difusi in vitro melibatkan sel difusi yang terdiri dari dua kompartemen, yaitu bagian donor dan reseptor dan diantaranya terdapat membran. Dalam studi pelepasan zat aktif yang berada dalam suatu bentuk sediaan digunakan membran padat tiruan yang berfungsi sebagai sawar yang memisahkan sediaan dengan cairan disekitarnya. Teknik pengukuran laju pelepasan yang tidak menggunakan membran akan mengalami kesulitan karena perubahan yang cepat dari luas permukaan sediaan yang kontak dengan larutan uji. Pengadukan pada media reseptor sangat berperan untuk mencegah kejenuhan lapisan difusi yang kontak dengan membran (Aiache, 1993).

Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat menggunakan sel difusi antara lain kondisi stratum corneum, temperatur, pH donor dan reseptor, hidrasi membran, dan aktivitas termodinamik pada formula donor (Swarbrick dan Boylan, 1995).

Membran yang digunakan dapat berupa spesimen kulit. Sebagai pengganti kulit manusia, dapat digunakan kulit kelinci, tikus, babi, bahkan ular (Swarbrick dan Boylan, 1995). Membran kulit yang digunakan harus mengandung stratum corneum dan lapisan epidermis (Gummer, 1989).

Pada sel difusi flow-through, teknik sampling yang digunakan menggunakan teknik continuous sampling. Pada teknik ini konsentrasi donor dan reseptor dapat dimonitor secara kontinyu (Tojo, 1987). Kelebihan uji in vitro adalah kemudahan dalam mengontrol parameter pada kondisi percobaan (Gummer, 1989).

(18)

E. Landasan Teori

Piroksikam dikembangkan sebagai sediaan transdermal dalam bentuk gel karena dapat memberikan efek yang baik pada penderita radang sendi lutut (American Society of Health System Pharmacists, 2005). Untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit, dapat digunakan senyawa peningkat penetrasi (Swarbrick dan Boylan, 1995). Tween 80 merupakan jenis surfaktan nonionik yang dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi dengan cara melarutkan senyawa yang bersifat lipofilik yang dapat melarutkan lapisan lipid pada stratum corneum (Williams dan Barry, 2004). Propilen glikol dapat meningkatkan penetrasi pada estradiol dan 5-fluorouracil. Propilen glikol digunakan sebagai peningkat penetrasi pada konsentrasi 1% sampai 10% (Swarbrick dan Boylan, 1995). Propilen glikol sebesar 40% juga dapat meningkatkan penetrasi pada crem aciklovir (Trottet et al, 2005). Peningkatan penetrasi ini akan mengurangi adanya waktu laten (lag time) pada pemberian gel piroksikam sehingga akan mempercepat efek terapetik dari gel piroksikam.

F. Hipotesis

Penambahan tween 80 dan propilen glikol dalam formulasi gel piroksikam dapat meningkatkan penetrasi perkutan piroksikam secara in vitro dengan menggunakan membran kulit marmot.

Gambar

Gambar 1.  Struktur  kulit.  Terdiri  dari  lapisan  epidermis  (1),  dermis  (2),  subkutis  (3), folikel rambut (4), kelenjar sebaseus(5) dan kelenjar keringat (6)
Gambar  2.  Mekanisme  penghantaran  obat  melalui  rute  transdermal  mulai  dari  pelepasan obat sampai menuju jaringan target (Chien, 1987).
Gambar 3. Profil penyerapan
Gambar 6. Struktur HPMC, dengan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat mendaftar, pelamar telah memiliki ijazah dan transkip nilai dari Perguruan Tinggi (bukan berupa Surat Keterangan Kelulusan). Khusus pelamar Disabilitas, wajib

Jadi, Kreativitas guru adalah kepiawaian guru dalam mengoptimalkan kemampuan daya pikirnya untuk mengemas kegiatan pembelajaran menjadi pembelajaran yang

Tujuan dari studi ini untuk menghitung dan membandingkan daya dukung statis dari hasil sondir menggunakan Metode langsung (directcone), Metode Schmertmann dan Nottingham

Penelitian ini dirancang untuk melakukan pendugaan dampak pertanian terhadap kualitas perairan mata air Kuluhan dan Jabung beserta sungai alirannya berdasarkan

siswa kelas VIII SMP N I Kota anyar Kabupaten Probolinggo tahun pelajaran 2006-2007 ”, hasilnya menunjukkan bahwa penerapan teknik ASDAMBA pada mata pelajaran Bahasa

Interleukin-1 berperan dalam terjadinya demam dan aktivasi sel limfoid, menyebabkan pelepasan sitokin lainnya (Jawetz et al., 2005). Aktivasi makrofag merupakan fenomena

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Program DIII Kebidanan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.. Penulisan Karya

Promosi Buku Serial Remaja, merupakan suatu Website yang berisi daftar â daftar buku serial remaja keluaran terbaru, sinopsis singkat, nama pengarang, nama toko buku yang