• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Koperasi Dalam Perkembangan Agribisnis Persusuan

Koperasi memiliki peran penting bagi perkembangan agribisnis persusuan di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia. Di Uruguay dan India koperasi susu telah berkembang sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan hampir 90 persen dari total produksi susu nasionalnya. Di Australia dan Selandia Baru, koperasi susu bahkan mampu menghasilkan tiga perempat produk susu yang dikonsumsi dunia. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Daryanto (2007) dan Rizki (2009). Di Indonesia koperasi juga memegang peranan penting dalam perkembangan agribisnis persusuan. Dilihat dari perkembangan serta kontribusinya terhadap pendapatan negara, koperasi susu merupakan satu-satunya bentuk koperasi yang dapat dikatakan paling maju di Indonesia. Kebanyakan koperasi besar di Indonesia merupakan koperasi persusuan seperti GKSI, KPSBU, KPBS yang beberapa kali membuktikan kinerja serta perannya dengan menjadi koperasi teladan tingkat Nasional.

Data dari Dewan Persusuan Nasional (2008) menunjukan bahwa tidak kurang dari 90 ribu peternak yang memelihara sekitar 300 ribu ekor sapi perah dengan rata-rata produksi 1300 ton susu segar bergabung dalam wadah Koperasi. Koperasi merupakan wadah yang digunakan oleh para peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya. Ada beberapa manfaat yang diperoleh peternak dengan bergabung dalam koperasi seperti kemudahan dalam hal pengadaan pelayanan kesehatan ternak, reproduksi modern, permodalan, kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan ternak juga peternak, kemudahan memasarkan susu, akses informasi dalam hal teknis, pasar maupun teknologi seperti yang dikemukakan oleh Sulaeman (2003).

Koperasi mempunyai peran yang cukup strategis untuk menopang perkembangan persusuan di Indonesia. Salah satu peran koperasi dalam mengembangkan agribisnis persusuan adalah dengan melakukan pengolahan. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh baik oleh koperasi maupun oleh peternak dengan melakukan pengolahan. Selain meningkatkan penerimaan, pengolahan juga dapat meningkatkan bargaining power koperasi ketika berhadapan dengan pasar, serta mengurangi ketergantungan koperasi terhadap IPS. Syaiful (2010)

(2)

10 dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pengolahan susu segar yang dilakukan koperasi memiliki dua kelebihan. Pertama dapat memberikan diversifikasi usaha bagi koperasi sehingga dapat melatih kemandirian dan entrepreneur, kedua meningkatkan jangkauan distribusi susu segar di pasar output kepada masyarakat untuk dapat dikonsumsi dengan biaya yang lebih murah dan menyehatkan.

Di Indonesia pengolahan susu segar menjadi produk akhir di koperasi salah-satunya terbatas menjadi susu pasteurisasi. Asari et all (2002) menyatakan bahwa mengolah susu segar yang diterima dari anggotanya menjadi susu pasteurisasi merupakan bentuk diversifikasi usaha yang paling banyak dilakukan oleh koperasi peternakan di Indonesia. GKSI (2009) mencatat lebih dari 50 persen koperasi susu di Indonesia memproduksi susu pasteurisasi sebagai alternatif produknya. Alasan koperasi memproduksi susu pasterisasi sebagai alternatif peningkatan nilai tambah terhadap susu segar yang diterima dari anggotanya seperti yang dikemukakan oleh Asari et all (2002) antara lain disebabkan karena: Pertama teknologi yang digunakan dalam proses produksi susu pasteurisasi relatif sederhana. Menurut Ulum dan Danasaputra (2004) Ada dua metoda yang umumnya digunakan pada proses pasteurisasi susu. Pertama adalah metode LTLT (Low Temperature Long Time), dan yang kedua adalah metoda HTST (High Temperature Short Time). Kedua metode membutuhkan alat serta prosedur yang sederhana. Pada dasarnya pasteurisasi susu dilakukan dengan pemanasan susu sampai suhu tertentu kemudian dilanjutkan dengan pendinginan susu dengan cepat agar mikroba yang masih hidup tidak tumbuh kembali.

Asari et all (2002) juga mengemukakan alasan kedua koperasi memilih susu pasteurisasi sebagai alternatif produk olahan susu segar yang diterima dari anggotanya adalah karena harga jual susu pasteurisasi lebih terjangkau konsumen, dibandingkan dengan produk olahan susu lainnya seperti susu UHT, yougurt, mantega , dan keju. Proses serta peralatan produksi yang sederhana menyebabkan biaya untuk melakukan proses pengolahan susu pasteurisasi pun relatif lebih rendah dibandingkan dengan proses pengolahan susu menjadi produk akhir lain seperti UHT, mentega, atau keju. Biaya yang rendah akan berdampak pada lebih rendahnya penetapan harga susu pasteurisasi dibandingkan produk olahan lainnya.

(3)

11 Menurut Halim (2009) salah-satu strategi yang dapat diterapkan koperasi untuk meningkatkan daya saing produknya adalah menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan harga produk sejenis yang dihasilkan pesaing. Karena pada umumnya koperasi memiliki keterbatasan dalam hal pemasaran produk maka sangatlah rasional jika susu pasteurisasi dipilih sebagai salah-satu alternatif pengolahan susu segar di koperasi.

Masih menurut Asari et all (2002), alasan terakhir yang menyebabkan kebanyakan koperasi memilih memproduksi susu pasteurisasi sebagai alternatif pengolahan susu segar adalah karena IPS tidak lagi dapat memberikan keuntungan yang layak bagi peternak dan koperasi. Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, Penandatanganan Letter of Intend (LOI) dengan IMF sebagai upaya memperbaiki kondisi ekonomi akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 mengakibatkan posisi peternak lokal menjadi semakin lemah. Boediyana (2008) menyebutkan salah salah butir dari 50 butir LOI tersebut adalah ketentuan bahwa “Pemerintah Indonesia harus membatalkan semua ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap peternakan sapi perah rakyat yang tertuang dalam SKB Tiga Menteri serta Inpres No. 4 tahun 1985” yang mengatur mekanisme BUSEP (Bukti Serap Susu Dalam Negeri). Implikasi dari penghapusan peraturan yang mengatur mekanisme BUSEP tersebut adalah status IPS tidak lagi wajib menyerap susu segar dalam negeri seperti ketentuan yang ada sebelumnya. Dapat dikatakan sejak awal 1998 inilah posisi tawar peternak terhadap IPS menjadi sangat lemah. IPS mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan yaitu susu segar, dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri. Untuk mengurangi besarnya ketergantungan koperasi terhadap IPS, serta meningkatkan harga beli susu bagi peternak maka koperasi perlu melakukan pengolahan sendiri, dan salah satu alternatif produk yang dapat dihasilkan dari proses pengolahan susu di koperasi adalah susu pasteurisasi.

Uraian di atas menunjukan bahwa pengolahan susu segar dapat dilakukan di koperasi sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan dan kesejahteraan anggota. Salah-satu alternatif produk olahan susu yang dapat dihasilkan oleh koperasi adalah susu pasteurisasi. Selain membawa dampak positif bagi koperasi

(4)

12 dan peternak anggotanya, pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi juga dapat berdampak pada perkembangan agribisnis persusuan di Indonesia. Proses yang mudah, harga jual yang relatif lebih rendah, serta kandungan gizi yang setara dengan susu segar, membuat susu pasteurisasi mampu diperjualbelikan antar wilayah sehingga lebih jauhnya akan berdampak pada peningkatan daya saing susu olahan nasional.

2.2. Sistem Pemasaran Produk di Koperasi

Pengembangan industri pengolahan yang dilakukan oleh koperasi umumnya menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produknya. Penerapan sistem kontrak cenderung merugikan, karena dengan diberlakukannya sistem kontrak koperasi kehilangan keleluasaannya dalam berproduksi. Pada sistem kontrak keputusan produksi bergantung pada pesanan yang belum tentu sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki koperasi.

Kendati sistem kontrak dalam memasarkan produk cenderung merugikan, sistem kontrak tetap dipilih oleh kebanyakan koperasi di Indonesia karena umumnya koperasi belum menguasai pasar. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Capah(2008), Haris (2008), dan Halim (2009), yang menyatakan bahwa koperasi pada umumnya menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produk dengan tujuan untuk menjamin kontinuitas permintaan pasar akan produk yang mereka produksi, sehingga meminimalisir kerugian tidak terjualnya produk yang dihasilkan. Hasil penelitian dari Capah (2008) dan Haris (2008) menunjukkan bahwa dengan penerapan sistem kontrak koperasi berproduksi di bawah kapasitas yang dimilikinya serta tidak dapat memaksimalkan pengunaan bahan baku utama karena jumlah produksi ditentukan oleh pesanan dalam kontrak.

Dampak negatif dari penerapan sistem kontrak terhadap produksi serta alokasi sumberdaya yang dimiliki koperasi diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ridyawati (2007). Ridyawati membuktikan bahwa koperasi yang tidak melakukan kontrak dalam memasarkan produknya dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan lebih baik, karena keputusan produksi tidak ditentukan oleh pesanan dalam kontrak.

(5)

13 Dengan sistem kontrak dalam memasarkan produknya diduga KPBS Pangalengan juga mengalami kerugian seperti yang dialami oleh koperasi-koperasi pada penelitian terdahulu. Meskipun sistem kontrak merugikan koperasi-koperasi, namun baik KPBS maupun koperasi lainnya tetap memilih untuk menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produknya. Hal ini diduga karena umumnya koperasi tidak memiliki tenaga pemasar yang memadai. Kebanyakan koperasi terutama koperasi yang memiliki tidak lebih dari tiga unit usaha, hanya memiliki satu orang manajer umum yang mengurusi semua unit usaha yang dijalankan koperasi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Himpuni (2009) di KUD Sumber Alam Bogor, Panjaitan (2009) di KUD Mandiri Cipanas, Fadhli (2009) di Koperasi Pegawai Republik Indonesia IPB, Halim (2009) di Koperasi Susu Sintari, serta Sulistyo (2010) di Koperasi Perikanan Mina Usaha. Hasil penelitian Himpuni (2009) bahkan menunjukan bahwa di Koperasi tempat penelitiannya hanya terdapat satu manager lulusan SMA yang mengurusi tiga unit usaha koperasi dan membawahi 21 karyawan yang rata-rata merupakan lulusan SMP. Belum tersedianya tenaga pemasar yang memadai inilah yang diduga membuat kebanyakan koperasi memilih untuk menyalurkannya produk yang dihasilkannya ke pasar yang sudah jelas keberadaannya seperti IPS atau distributor dengan sistem kontrak.

2.3. Penelitian Optimalisasi Produksi

Penelitian terkait dengan optimaliasi produksi baik dengan menggunakan linier programming (LP) maupun metode lainnya seperi fungsi produksi, dan ekonometrika secara umum bertujuan untuk mencari kombinasi produksi yang dapat menghasilkan tingkat keuntungan yang maksimum dengan tingkat input tertentu yang dimiliki oleh perusahaan. Haerani (2004) mengunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk melihat efisiensi budidaya ikan nila gift yang dapat memaksimumkan penerimaan sesuai dengan input yang tertentu jumlahnya. Gaffar (2007) dalam tesisnya mengunakan model surplus produksi (EMSY atau Effort MSY) untuk menentukan hasil tangkapan ikan yang maksimum

tanpa mempengaruhi ketersediaan ikan di laut dalam jangka panjang. Baik LP maupun metode lainnya sama baiknya, dan dapat digunakan untuk menentukan

(6)

14 kombinasi output optimum yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan input yang tertentu jumlahnya. Pada penelitian ini tinjauan pustaka terkait optimalisasi produksi akan lebih mendalami penelitian terdahulu yang mengunakan metode LP. Penelitian terdahulu yang mengunakan LP antara lain Shanntiany (2004), Wiliyandi (2006), Ridyawati (2007), Pratama (2008), Elizabeth (2009), Halim (2009), Nasrun (2009), Harahap (2009), Lestari (2009), serta Yusup (2009).

Ridyawati (2007) dan Halim (2009) melakukan penelitian pada komoditas serupa dengan penelitian ini yaitu susu olahan. Yang menjadi variebel keputusan adalah kombinasi susu olahan yang dapat memaksimumkan pendapatan. Dalam penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan optimalisasi produksi dengan menggunakan LP, variabel yang digunakan sebagai kendala pada umumnya adalah bahan baku utama, bahan baku penolong, jam kerja mesin, dan jam kerja langsung. Selain kendala-kendala umum yang telah disebutkan sebelumnya Wiliyandi (2006), dan Halim (2009) memasukan kendala pemintaan pasar sehingga terdapat batasan kuantitas yang akan masuk ke pasar. Ridyawati (2007) juga memasukan kendala lainnya yaitu batasan minimum pengiriman susu ke IPS. Pratama (2008), Elizabeth (2009), serta Yusup (2009) memasukan dimensi waktu terhadap analisis optimalisasi produksi yang mereka lakukan. Pratama (2008) melihat pengaruh waktu tanam adenium yang dibagi menjadi dua semester. Elizabeth (2009) membagi waktu menjadi triwulan untuk melihat pengaruh adanya perbedaan musim terhadap produksi getah karet di Perkebunan Widudaren, sementara Yusup (2009) melihat dimensi waktu dalam bulan untuk melihat pengaruh perbedaan bulan terhadap permintaan kain tenun sutera. Dengan memasukan dimensi waktu Pratama(2008), Elizabeth (2009), serta Yusup (2009) mampu menjelaskan perubahan keputusan produksi dari waktu ke waktu. Dalam penelitiannya Shanntiany (2004) juga memasukan pengaruh variabel waktu produksi dengan membandingkan musim tanam pada komoditi teh yang ia amati. Namun, data-data produksi yang terbatas menyebabkan penelitiannya belum dapat mengambarkan dengan jelas pengaruh perbedaan musim terhadap optimalisasi produksi teh.

(7)

15 Dari hasil penelitian terdahulu mengenai optimalisasi, diketahui bahwa LP merupakan alat analisis kuantitatif yang cukup baik untuk membantu penyusunan perencanaan keputusan yang optimal dalam berproduksi. Penelitian ini juga menggunakan analisis optimalisasi untuk mengetahui pengalokasian sumberdaya yang ada untuk memperoleh tingkat produksi yang optimal, serta sesuai dengan kapasitas dan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki KPBS Pangalengan. Penelitian ini juga memasukan pengaruh variabel waktu terhadap analisis optimalisasi produksi susu pasteurisasi prepack dan cup di KPBS Pangalengan.

Referensi

Dokumen terkait

Ketidakharmonisan tersebut menyebabkan setiap makhluk hidup harus berusaha mencari kebutuhan hidupnya agar terpenuhi dan bertahan hidup dikala terjadi kegagalan usaha

(1) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) disampaikan kepada atasan masing-masing secara berjenjang dan sesuai dengan format dan jadwal yang telah

Lebih jauh dikemukakan bahwa penggunaan pupuk bukan sekedar memberikan pupuk, tetapi harus didasarkan pada: (1) kemampuan tanah menyediakan hara untuk mencapai hasil tinggi

Pada model pembelajaran CUPs guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam mengaktifkan dan membentuk pengetahuan sehingga siswa tidak hanya duduk dan menerima apa yang

Pada penelitian ini terdapat adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah diberikan teknik Effleurage dan Abdominal Lifting pada 27 responden yang mengalami

Pangka di Kabupaten Tegal karena lokasi tersebut merupakan salah satu perusahaan negara yang bergerak dalam bidang industri gula, yang mana perusahaan ini menggunakan

Pankreas menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik yang berfungsi untuk menghidrolisis pati, lemak, pentosa dan pepton

Potongan harga merupakan diskon produk atau harga marginal rendah yang diberikan untuk mempengaruhi konsumen dalam berbelanja agar lebih impulsif Iqbal