• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau . Hak akan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar dari warga negara Indonesia, sehingga pemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang disediakan adalah puskesmas.

Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Puskesmas memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi ujung tombak pembangunan bidang kesehatan (Muninjaya, 2004).

Tuntutan masyarakat saat ini akan pelayanan kesehatan yang bermutu semakin meningkat. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat. Puskesmas diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Persaingan yang semakin ketat dengan fasilitas pelayanan primer lainnya juga

(2)

menuntut peningkatan mutu pelayanan di puskesmas. Upaya dalam meningkatkan mutu puskesmas harus dilakukan dari segala aspek seperti meningkatkan profesionalisme dari para pegawainya dan meningkatkan fasilitas kesehatannya. (Muninjaya, 2004).

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang meliputi lima dimensi yaitu bukti fisik (tangible) kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (emphaty) (Parasuraman dkk. dalam Muninjaya, 2014). Pelayanan kesehatan yang bermutu diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian Safrudin dkk. (2010) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan berhubungan dengan kepuasan pasien. Masalah mutu pelayanan kesehatan di puskesmas semakin berkembang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Rendahnya mutu pelayanan di puskesmas sering menjadi keluhan dari masyarakat.

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas terdiri dari upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Salah satu dari enam program wajib puskesmas adalah program pengobatan. Upaya pengobatan ini perlu mendapat perhatian, karena masyarakat cenderung melihat puskesmas pada mutu pelayanan upaya kuratif daripada program lain seperti upaya promotif, dan preventif. Masyarakat berpandangan bahwa puskesmas merupakan tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, sehingga masyarakat sering

(3)

membanding-bandingkan kualitas pelayanan di puskesmas dengan rumah sakit. Program pengobatan dasar di puskesmas saat ini juga mendapat perhatian dari pengelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Puskesmas merupakan gate keeper dalam penerapan pelayanan rujukan berjenjang pada program JKN. Ada beberapa diagnosa pasien peserta JKN yang tidak dapat dirujuk langsung, namun harus ditangani di puskesmas sebagai pemberi layanan tingkat pertama. Berdasarkan situasi tersebut, puskesmas dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan pada upaya pengobatan dasar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan termasuk pada pelayanan pengobatan di puskesmas adalah faktor input, lingkungan dan proses (Azwar, 1994 dalam Endarwati, 2012). Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik dan tenaga yang profesional (Kemenkes, 2012). Penerapan manajemen puskesmas merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan puskesmas (Kemenkes, 2012). Manajemen puskesmas terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramsar dkk. (2012) tentang penerapan fungsi manajemen puskesmas di Puskesmas Minasa Upa Makasar, dinyatakan bahwa sebelum melakukan kegiatan dan strategi, terlebih dahulu dilakukan perencanaan dan penetapan tujuan kegiatan, pembagian tugas dan wewenang, koordinasi dan pengarahan serta penilaian. Hal tersebut menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan.

(4)

Tenaga profesional merupakan faktor produksi utama untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Berkenaan dengan hal ini, maka sumber daya manusia yang berkualitas mutlak diperlukan. Makna dari yang berkualitas merupakan tidak hanya terbatas pada pekerja yang mempunyai pendidikan dan keahlian saja, melainkan juga yang memiliki motivasi dan komitmen pada pekerjaan dan organisasi (Muninjaya, 2004).

Komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai dan tujuan untuk memilih keanggotaan dalam institusi pelayanan kesehatan (Robbins, 2006). Suatu puskesmas akan efektif bila memiliki pegawai yang mempunyai komitmen kerja yang kuat. Petugas dengan komitmen yang kuat akan rela mencurahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk kepentingan puskesmas dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dari beberapa penelitian tentang komitmen kerja, diketahui bahwa komitmen kerja dapat mengurangi adanya keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Aziza, 2010). Komitmen kerja juga berpengaruh terhadap prestasi kerja (Sudiro, 2011). Penelitian lain tentang komitmen perawat terhadap perilaku caring oleh Noyumala (2013) diketahui bahwa ada hubungan komitmen perawat dengan perilaku caring profesional. Karyawan yang memiliki komitmen kerja akan lebih bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan (Ping dalam Puspitawati, 2012). Komitmen kerja harus dimiliki oleh seluruh petugas puskesmas terutama oleh petugas yang memiliki waktu kontak lebih lama dengan pasien seperti dokter dan perawat. Petugas ini sangat berpotensi untuk pengembangan mutu dalam upaya peningkatan mutu pelayanan pada program pengobatan di puskesmas. Oleh

(5)

karena itu komitmen kerja dokter dan perawat harus ditingkatkan. Dalam upaya peningkatan komitmen tersebut, terlebih dahulu harus diketahui bagaimana komitmen kerja petugas dalam memberikan pelayanan pengobatan di puskesmas. Jumlah puskesmas saat ini di Indonesia adalah sebanyak 9.510 buah (Kemenkes, 2012), di Propinsi Bali sebanyak 120 buah (Dinkes Propinsi Bali, 2013). Dari seluruh jumlah puskesmas tersebut, 12 puskesmas terdapat di Kabupaten Karangasem yang terletak diujung timur Pulau Bali. Upaya program pengobatan telah berjalan di puskesmas Kabupaten Karangasem. Jumlah kunjungan pasien di puskesmas Kabupaten Karangasem adalah tahun 2011 sebanyak 281.676 kunjungan (63,0%) , tahun 2012 sebanyak 243.916 kunjungan (53,5%) dan tahun 2013 sebesar 238.018 kunjungan (52,1%). Pencapaian cakupan kunjungan pasien di puskesmas rata-rata sebesar 56,2 % (Dinkes Karangasem, 2014).

Mengingat jumlah kunjungan pasien ke puskesmas mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir, maka perlu diketahui bagaimana mutu pelayanan pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem. Berdasarkan hasil survei pendahuluan melalui wawancara dan observasi, diketahui bahwa masih ada beberapa permasalahan yang terkait dengan mutu pelayanan, komitmen petugas dan penerapan manajemen puskesmas.

Hasil wawancara dengan pasien yang pernah berobat ke puskesmas, terdapat beberapa keluhan seperti 1) jam pelayanan belum tepat waktu sehingga pasien sering menunggu petugas, 2) petugas kurang ramah, 3) ketelitian dan kecepatan petugas dalam memberikan pelayanan masih kurang. Hasil wawancara dengan

(6)

petugas pelayanan pengobatan, diketahui bahwa petugas pada pelayanan pengobatan memiliki beban ganda, yaitu sebagai pelaksana program pengobatan dan bertanggungjawab terhadap program promotif dan preventif. Ketersediaan alat kesehatan yang sering digunakan seperti tensimeter masih kurang. Beberapa obat-obat yang diperlukan tidak tersedia di puskesmas. Kegiatan pelatihan-pelatihan terkait dengan program pengobatan hampir tidak pernah diadakan. Pasien peserta jaminan /asuransi kesehatan banyak yang tidak mengetahui prosedur pelayanan sehingga banyak pasien yang datang ke puskesmas hanya mencari surat rujukan untuk ke rumah sakit. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya sosialisasi prosedur pelayanan pengobatan kepada masyarakat atau ketidak puasan pasien terhadap pengobatan di puskesmas. Kondisi tersebut mengakibatkan angka rujukan di puskesmas melebihi dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 15%. Angka rujukan khususnya untuk puskesmas yang lokasinya dekat dengan rumah sakit umum daerah, rata-rata sebesar 20% (Dinkes Karangasem, 2014).

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala puskesmas diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pelayanan di puskemas. Permasalahan tersebut seperti masih adanya keluhan dari masyarakat terkait dengan mutu pegobatan di puskesmas, keluhan ini disampaikan secara langsung maupun dipublikasikan melalui media massa.

Permasalahan lain yang disampaikan kepala puskesmas adalah kurangnya komitmen kerja dari pegawai di puskesmas. Hal ini dilihat dari beberapa hal seperti 1) terjadi kesulitan dalam membagi pekerjaan karena petugas sering

(7)

menolak tugas yang diberikan, 2) tempat pengobatan sering terlihat kosong terutama pada siang hari, 3) petugas tidak memiliki inisiatif dalam pengembangan program, 4) inovasi petugas di puskesmas masih kurang dimana petugas terlihat bekerja hanya melanjutkan yang sudah berjalan dan menjadi rutinitas. Beberapa petugas juga mempunyai keinginan pindah tugas dari puskesmas terutama yang berasal dari luar Kabupaten Karangasem. Kedisiplinan petugas juga masih menjadi masalah di puskesmas Kabupaten Karagasem.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan kepala puskesmas diketahui bahwa penerapan manajemen puskesmas di puskesmas Kabupaten Karangasem belum berjalan dengan optimal. Hal ini terlihat dalam pembuatan perencanaan tingkat puskesmas (PTP) belum dilakukan dengan baik. Pembuatan rencana kegiatan dari masing-masing program tidak dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan namun lebih banyak bersifat melaksanakan apa yang diinstruksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. Penyampaian rencana usulan kegiatan (RUK) yang diajukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem juga tidak tepat waktu, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem mengalami kesulitan dalam mengajukan anggaran ke Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem. Hal ini mengakibatkan banyaknya kegiatan yang semestinya dibutuhkan di puskesmas tidak mendapatkan anggaran biaya.

Terkait dengan penerapan manajemen puskesmas di Kabupaten Karangasem yaitu dalam hal pengawasan dan pertanggungjawaban juga belum berjalan optimal, hal ini terlihat dari 12 puskesmas yang ada di Kabupaten Karangasem hanya tiga puskemas yang menyusun laporan kinerja secara rutin. Pembinaan dan

(8)

pengawasan dari dinas kesehatan terkait pelaksanaan program pengobatan dan manajemen puskesmas dirasakan masih kurang oleh puskesmas. Hal ini mengakibatkan puskesmas mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan seperti dalam menyusun perencanaan kegiatan termasuk program pengobatan, penyusunan Standar Operational Prosedure (SOP), dan penyusunan laporan pengukuran kinerja puskesmas. Kepala puskesmas saat ini sebagian besar belum mendapatkan pelatihan terkait dengan manajemen puskesmas, yaitu dari 12 kepala puskesmas hanya tiga orang yang pernah mendapatkan pelatihan tentang manajemen puskesmas.

Dilihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya menunjukkan hasil yang beragam yaitu diantaranya ada yang menunjukkan hubungan dan ada pula penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara pelaksanaan fungsi manajemen dengan pencapaian program di puskesmas. Hasil penelitian tersebut adalah penelitian dari Kustiawan tahun 2014 menyatakan bahwa adanya hubungan fungsi manajemen dengan cakupan kegiatan pada program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kabupaten Gerobogan. Terdapat pula hasil penelitian lain oleh Ningrum, S.F (2006) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan fungsi manajemen dengan keberhasilan program PMT di Puskesmas Kabupaten Tegal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas yang ada di Kabupaten Karangasem.

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hubungan penerapan manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?

2. Bagaimanakah hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem? 3. Variabel manakah yang paling dominan berhubungan dengan mutu pelayanan

pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. hubungan penerapan manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se-Kabupaten Karangasem

2. hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem

(10)

3. variabel yang paling dominan berhubungan dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk peneliti lain serta sebagai dokumen ilmiah untuk bahan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sebagai masukan untuk puskesmas dan dinas kesehatan terkait dengan intervensi pada penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan di puskesmas.

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan merupakan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang ditetapkan, sehingga menimbulkan kepuasan bagi setiap pasien (Kemenkes dalam Muninjaya 2014). Pelayanan yang bermutu sangat diperlukan karena merupakan hak setiap pelanggan, dan dapat memberi peluang untuk memenangkan persaingan dengan pemberi layanan kesehatan lainnya. Kualitas pelayanan dan nilai berdampak langsung terhadap pelanggan. Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang dirasakan (Kui Son Cui et al, 2002). Pelanggan insitusi pelayanan kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Pelanggan internal (internal customer) yaitu mereka yang bekerja di dalam

institusi kesehatan seperti staf medis, paramedis, teknisi, administrasi, pengelola dan lain sebagainya.

2. Pelanggan eksternal (external customer) yaitu pasien, keluarga pasien, pengunjung, pemerintah, perusahaan asuransi kesehatan, masyarakat umum, rekanan, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya (Muninjaya, 2014).

Supardi (2008) berpendapat hampir sama dengan teori tersebut yaitu bahwa mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang pengguna layanan, penyandang dana pelayanan, dan penyelenggara pelayanan.

(12)

2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menurut Azwar, 1994 dalam Endarwati, 2012) adalah unsur masukan, lingkungan dan proses.

1. Unsur Masukan

Unsur masukan meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jika sumber daya manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka pelayanan kesehatan akan kurang bermutu. Upaya dalam meningkatkan mutu puskesmas diperlukan sumber daya manusia yang profesional (SDM) dan peningkatan fasilitas kesehatan (Muninjaya, 2004). SDM yang profesional harus mempunyai pendidikan dan keahlian serta memiliki motivasi, kompetensi dan komitmen kerja yang baik (Muninjaya, 2004).

2. Unsur Lingkungan

Unsur lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen. 3. Unsur Proses

Yang termasuk dalam unsur proses meliputi proses pelayanan baik tindakan medis maupun tindakan non-medis. Tindakan non medis salah satunya adalah penerapan manajemen puskesmas yang merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan puskesmas (Kemenkes, 2012).

Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Muninjaya (2014) bahwa mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji berdasarkan output sistem pelayanan

(13)

kesehatan. Output sistem pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu masukan/input, proses dan lingkungan.

Menurut Donabedian dalam Alwi, A. (2011) ada tiga pendekatan penilaian mutu yaitu :

1. Input

Aspek struktur meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan kegiatan berupa sumber daya manusia, dana dan sarana. Input fokus pada sistem yang dipersiapkan dalam organisasi, termasuk komitmen, prosedur serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.

2. Proses

Merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan pasien, meliputi metode atau tata cara pelayanan kesehatan dan pelaksanaan fungsi manajemen.

3. Output

Aspek keluaran adalah mutu pelayanan yang diberikan melalui tindakan dokter, perawat yang dapat dirasakan oleh pasien dan memberikan perubahan ke arah tingkat kesehatan dan kepuasan yang diharapkan pasien.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Melinda (2011) diketahui bahwa faktor lingkungan yaitu iklim kerja organisasi dan komitmen organisasi dapat menjadi prediktor mutu pelayanan kesehatan. Penelitian lain oleh Hardianti dkk.(2013) menyatakan bahwa kenyamanan lingkungan kerja dan hubungan antar manusia

(14)

berhubungan dengan mutu pelayanan antenatal di Puskesmas Pattingallloang Kota Makasar dengan nilai p=0,001.

2.1.2 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Muninjaya (2014), menganalisis dimensi mutu jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Lima aspek komponen mutu pelayanan dikenal dengan nama Servqual (Service Quality). Servqual mempunyai kontribusi dalam mengidentifikasi masalah dan menentukan langkah awal pemberi layanan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan (Emin Babakus, 1992). Dimensi mutu menurut Parasuraman dkk. terdiri dari lima dimensi.

1. Bukti fisik (tangibles), mutu pelayanan dapat dirasakan langsung terhadap penampilan fasilitas fisik serta pendukung pendukung dalam pelayanan. 2. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan

tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditetapkan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu kesediaan petugas untuk memberikan pelayanan yang cepat sesuai prosedur dan mampu memenuhi harapan pelanggan.

4. Jaminan (assurance), yaitu berhubungan dengan rasa aman dan kenyamanan pasien karena adanya kepercayaan terhadap petugas yang memiliki kompetensi, kredibilitas dan ketrampilan yang tepat dalam memberikan pelayanan dan pasien memperoleh jaminan pelayanan yang aman dan nyaman.

(15)

5. Empati (emphaty), yaitu berhubungan dengan kepedulian dan perhatian petugas kepada setiap pelanggan dengan mendengarkan keluhan dan memahami kebutuhan serta memberikan kemudahan bagi seluruh pelanggan dalam menghubungi petugas.

Terkait dengan dimensi mutu pelayanan, terdapat beberapa pendapat dari hasil penelitian. Melinda (2011) menyatakan bahwa kunci keberhasilan dari pelayanan kesehatan adalah kecepatan pelayanan, keramahan, efektifitas tindakan serta kenyamanan bagi pasien dan pengunjung lainya. Dukungan dan komitmen petugas menjadi faktor pendorong yang sangat efektif dalam tahap-tahap menuju kemajuan puskesmas. Noor, A. (2013) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan lebih terfokus pada dimensi daya tanggap petugas. Pasien lebih membutuhkan keramahan petugas dan komunikasi petugas dengan pasien. Sedangkan pendapat Rosita

dkk.(2011) adalah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, empati atau perhatian tenaga kesehatan sangat diharapkan oleh pemakai jasa atau pasien. 2.1.3 Pengembangan Mutu Pelayanan Kesehatan

Langkah-langkah pengembangan mutu pelayanan harus dimulai dari perencanaan, pengembangan jaminan mutu, penentuan standar hingga monitoring dan evaluasi hasil. Menurut Amchan dalam Muninjaya (2014) langkah-langkah pengembangan jaminan mutu terdiri dari tiga tahap.

1. Tahap pengembangan strategi dimulai dengan membangkitkan kesadaran (awareness) akan perlunya pengembangan jaminan mutu pelayanan yang diikuti dengan berbagai upaya pelaksanaan, peningkatan, komitmen dan

(16)

pimpinan, merumuskan visi dan misi institusi diikuti dengan penyusunan rencana strategis, kebijakan dan rencana operasional, perbaikan infrastruktur agar kondusif dengan upaya pengembangan mutu.

2. Tahap tranformasi yaitu membuat model-model percontohan di dalam institusi untuk peningkatan mutu secara berkesinambungan yang mencakup perbaikan proses perbaikan standar prosedur, dan pengukuran tingkat kepatuhan terhadap standar prosedur tersebut, pembentukan kelompok kerja (pokja) mutu yang trampil melakukan perbaikan mutu, pelatihan pemantauan, pemecahan masalah untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar peningkatan mutu, monitoring dan evaluasinya. Rangkaian ini disingkat PDCA (Plan, Do, Check and Action).

3. Tahap integrasi yaitu pengembangan pelaksanaan jaminan mutu diterapkan di seluruh jaringan (unit) institusi, tetapi tetap memperthanakan komitmen yang sudah tumbuh, optimalisasi proses pengembangan jaminan mutu secara berkesinambungan.

Berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan, Josep Juran dalam PKMK (2000) menyebutkan trilogi dalam perbaikan mutu yaitu perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan peningkatan mutu. Perencanaan mutu menjamin bahwa tujuan mutu dapat dicapai melalui kegiatan operasional. Perencanaan mutu meliputi identifikasi pelanggan eksternal dan internal, pengembangan gambaran atau ciri produk, merumuskan tujuan mutu, dan merancang bangun proses untuk memproduksi produk atau jasa pelayanan sesuai dengan spesifikasi yang

(17)

ditentukan serta menunjukkan bahwa proses tersebut secara operasional mampu untuk mencapai tujuan mutu yang telah ditetapkan.

Perbaikan atau peningkatan mutu bertujuan untuk mencapai kinerja yang optimal, proses operasional juga harus optimal. Kegiatan peningkatan mutu meliputi mengidentifikasi proses, membentuk tim untuk melakukan perbaikan proses tersebut, melakukan diagnosis dan analisis untuk mencari penyebab dan mengidentifikasi penyebab masalah yang utama dan mengembangkan kegiatan-kegiatan korektif dan preventif serta melakukan uji coba dan berikan rekomendasi untuk perbaikan yang efektif.

Pengendalian mutu bertujuan untuk dokumentasi dan sertifikasi bahwa tujuan mutu tercapai. Dalam memilih metode dan menyusun instumen pengukuran yaitu melakukan pengukuran secara nyata, memahami dan menganalisis serta melakukan interpertasi antara kenyataan dibandingkan standar serta melakukan tindakan koreksi terhadap adanya kesenjangan antara kenyataan dan standar.

Hasil penelitian tentang peningkatan mutu pelayanan disebutkan bahwa karyawan selalu memberikan layanan andal, konsisten, dan karyawan bersedia dan mampu memberikan layanan secara tepat waktu, karyawan mudah didekati dan mudah untuk dihubungi, sopan, hormat dapat dipercaya, dan jujur. Dalam peningkatan mutu pelayanan, fasilitas kesehatan pada umumnya menyediakan lingkungan yang bebas dari bahaya, risiko, atau keraguan (Joseph, C. 2000). Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, mutu pelayanan kesehatan dalam penelitian ini terdiri atas lima sub variabel yaitu bukti fisik (tangible)

(18)

kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (emphaty).

2.2 Komitmen Kerja

Komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai dan tujuan untuk memelihara keanggotaan dalam institusi pelayanan kesehatan (Robbins, 2006). Komitmen kerja juga didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan, keterikatan, individu terhadap tujuan dan mempunyai keinginan untuk tetap berada dalam organisasinya (Mathis dan Jakson, 2001 dalam Wijaya, 2012). Komitmen petugas terhadap puskesmas ditunjukkan dengan prestasi yang lebih baik dengan terlibat aktif melakukan asuhan pelayanan kesehatan (Luthans, 2006).

Kesuksesan sebuah karir, dituntut adanya suatu komitmen, dimana komitmen seseorang terhadap karirnya terlihat dari kesabaran membangun karir yang dipilihnya. Seseorang yang berkomitmen terhadap karir tidak akan mudah kalah dengan tantangan yang menghadangnya di depan (Noordin et al, dalam Siswanto, 2012). Berdasarkan pandangan tersebut, faktor sumber daya manusia menjadi faktor yang penting untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas.

Penelitian tentang komitmen kerja dilaksanakan oleh Nursyahfitri (2011) pada karyawan Divisi Produksi PT. Marumitsu Indonesia, diketahui bahwa komitmen berpengaruh terhadap kinerja karyawan (t = 3,037 dan p = 0,001). Penelitian tentang pengaruh komitmen anggota dan budaya kerja terhadap kinerja Tim Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi Nasional yang dilakukan oleh Rois

(19)

(2010) menemukan pengaruh yang signifikan komitmen anggota dengan kinerja Tim Kormonev Nasional dengan nilai uji t 2,3 dan uji f 0,637. Penelitian lain tentang komitmen oleh Suparman (2007) menyatakan bahwa komitmen kerja secara nyata berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain oleh Karsh et al (2005) yang dilakukan pada perawat di panti jompo, menyatakan bahwa komitmen dan kepuasan kerja dipengaruhi oleh pekerjaan dan faktor organisasinya dan dengan kurangnya komitmen dan kepuasan kerja sehingga berimplikasi dengan adanya keinginan untuk pindah.

Penelitian tentang komitmen juga dilakukan oleh Malhotra dan Mukherjee (2004) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen akan memberikan layanan yang optimal. Karyawan yang mempunyai komitmen tinggi selalu akan berpihak dan memberikan yang terbaik kepada organisasi (Robbins dan Judge, 2008 dalam Sopiah, 2008). Komitmen kerja dapat ditingkatkan untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan cara sebagai berikut (Djati dalam Wijaya, 2012) .

1. Menciptakan rasa aman, suasana kerja yang kondusif serta lakukan promosi secara reguler.

2. Menempatkan petugas sesuai dengan kapasitas, minat dan motivasi kerjanya agar memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

3. Meningkatkan keterampilan, kesempatan pengembangan diri, dan bimbingan perencanaan karier agar perawat dan bidan merasa mantap dalam pencapaian kariernya.

(20)

4. Mengembangkan fleksibilitas dan otonomi pelaksanaan tugas tetapi tetap memegang teguh tanggung jawab.

5. Mengembangkan sistem monitoring, peningkatan kinerja dan pemahaman terhadap nilai dan tujuan rumah sakit untuk menjaga kesesuaian visi dan misi. 2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Kerja

Komitmen merupakan kekuatan secara menyeluruh terhadap tugas dalam pelayanan dan kondisi lingkungan puskesmas. Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen kerja adalah keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, kemauan berusaha dan bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi, keyakinan dan kepercayaan terhadap nilai dan tujuan organisasi (Spector, 2000).

Komitmen kerja ini sangat dipengaruhi oleh faktor lain seperti yang disebutkan dalam penelitian Siswanto (2012) yaitu komitmen kerja dipengaruhi oleh iklim kerja dan pengembangan karir. Kiesler dalam Siswanto (2012) berpendapat bahwa adanya komitmen akan memotivasi serta memaksa seseorang untuk bertindak lebih jauh, karena sifat ikatannya akan berpengaruh terhadap respon individu pada kekuatan yang memaksa mereka melakukan sesuatu. Menurut (Lokce et all, 1988 dalam Wijaya, 2012) tiga kategori utama penentu komitmen adalah faktor eksternal (otoritas, pengaruh teman sebaya, penghargaan eksternal), faktor interaktif (partisipasi dan kompetisi), dan faktor internal (harapan, penghargaan internal).

Komitmen kerja petugas pelayanan dapat dilihat inisiatif, penghayatan terhadap visi misi puskesmas, dan peraturan-peraturan (Wijaya, 2012).

(21)

1. Inisiatif

Inisiatif merupakan kemampuan petugas pemberi pelayanan yaitu dokter, perawat dan bidan dalam melakukan tugas tanpa menunggu perintah. Hal ini terkait dengan hasil pekerjaan, menciptakan peluang untuk menghindari timbulnya masalah (Ubaydilah, 2009 dalam Wijaya, 2012). Inisiatif juga menyangkut kreativitas petugas untuk mengembangkan potensi diri dalam melaksanakan asuhan pelayanan dan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan. 2. Penghayatan terhadap visi misi puskesmas

Visi merupakan suatu pernyataan yang berisi tentang cita-cita dari organisasi, sedangkan misi mencakup kegiatan jangka panjang dan jangka pendek yang akan dilaksanakan dalam mencapai visi (Mangkuprawira, 2009 dalam Wijaya, 2012). Pernyataan visi dan misi harus sesuai dengan kebutuhan puskemas dan kebutuhan pasien. Keduanya harus dapat mengantarkan puskesmas mencapai tujuan dengan menumbuhkan semangat kerja, keharmonisan dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO). Peningkatan komitmen kerja memerlukan penghayatan visi dan misi puskesmas.

3. Peraturan-peraturan

Peraturan dapat mengatur segala kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas. Mereka harus mematuhi karena ada sanksi yang melanggar. Peraturan dapat berupa tata tertib yang mengikat petugas melaksanakan kegiatan pelayanan sehingga tidak menyimpang dari tujuan puskesmas. Ketaatan terhadap

(22)

peraturan puskesmas oleh petugas diperlukan untuk meningkatkan kinerja di puskesmas.

Berdasarkan teori dan penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. variabel komitmen kerja dalam penelitian ini, terdiri dari tiga sub variabel yaitu inisiatif, penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap peraturan puskesmas.

2.3 Manajemen Puskesmas

Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/ Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, dinyatakan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kegiatan yang bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Untuk dapat melaksanakan pembangunan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang oleh manajemen yang baik. Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efesien (Kemenkes, 2012). Manajemen diselenggarakan sebagai proses pencapaian tujuan, menselaraskan tujuan organisasi dan tujuan pegawai puskesmas, mengelola dan memberdayakan sumber daya dalam rangka efisiensi dan efektifitas puskesmas, sebagai proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, proses kerjasama dan kemitraan dalam pencapaian tujuan puskesmas (Alamsyah, 2011).

Penelitian tentang penerapan fungsi manajemen dilakukan oleh Dewi (2011) pada 77 perawat RSUP Dr. Sardjito, diketahui bahwa penerapan lima fungsi manajemen oleh kepala ruangan berhubungan dengan penerapan keselamatan pasien (p=0,000-0,032). Faktor yang paling berpengaruh dalam penerapan

(23)

keselamatan pasien adalah fungsi pengendalian. Sedangkan fungsi perencanaan, pengaturan staf, pengarahan dan pengendalian berhubungan dengan penerapan keselamatan perawat (p=0,005-0,032) dan faktor yang paling berpengaruh adalah fungsi pengarahan.

Manajemen puskesmas terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Semua fungsi manajemen tersebut berkaitan dan dilaksanakan secara berkesinambungan (Kemenkes, 2012).

2.3.1 Perencanaan

Perencanaan merupakan langkah awal sebelum kegiatan dilaksanakan yang meliputi kegiatan merumuskan tujuan puskesmas sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan. Tanpa ada perencanaan puskesmas, tidak akan ada kejelasan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh staf untuk mencapai tujuan puskesmas (Alamsyah, 2011). Perencanaan program wajib puskesmas salah satunya program pengobatan dilakukan sebagai berikut.

1. Menyusun usulan kegiatan pada program pengobatan sesuai kondisi yang ada mulai dari perencanaan target capaian kegiatan seperti target kunjungan, tenaga, dana, obat-obatan, bahan habis pakai dan sarana dan prasarana lainnya terkait dengan pengembangan layanan pengobatan di puskesmas. 2. Mengajukan usulan kegiatan yang direncanakan ke dinas kesehatan untuk

mendapatkan persetujuan.

(24)

Hasil penelitian oleh Ulfayani dkk. (2012) menunjukkan bahwa dalam perencanaan pada delapan bagian unit di puskesmas Minasa Upa Kota Makasar, selalu diawali dengan penentuan program kegiatan yang mencakup penyusunan rencana kegiatan, rencana tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan, jadwal kegiatan, biaya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningrum (2006) bahwa perencanaan selalu menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan.

2.3.2. Pelaksanaan dan Pengendalian

Pelaksanaan dan pengendalian merupakan proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan di puskesmas (Depkes R.I, 2004). Langkah-langkah pelaksanaan dan pengendalian pada upaya pengobatan di puskesmas adalah sebagai berikut.

1. Pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan serangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya yang ada di puskesmas dan dimanfaatkan secara efesien untuk program pengobatan. Pada program pengobatan ditetapkan penanggungjawab dan petugas pelaksana yang saling bekerjasama. 2. Penyelenggaraan

Langkah berikutnya adalah menyelenggarakan rencana kegiatan program pengobatan di puskesmas dan menunjuk penanggungjawab serta pelaksana program dan pelaksanaan lokakarya mini puskesmas, baik lintas program maupun lintas sektor.

(25)

3. Pemantauan

Pemantauan terhadap kegiatan dilakukan secara berkala seperti melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai serta melakukan telaahan eksternal terkait hasil yang dicapai oleh fasilitas dan sektor lain yang terlibat di wilayah puskesmas.

4. Penilaian

Penilaian kegiatan bisa dilakukan oleh pihak eksternal dan internal puskesmas.

Kegiatan penilaian pada program pengobatan dilakukan setiap bulan, triwiulan maupun tahunan. Kegiatan penilaian mencakup penilaian terhadap cakupan jumlah kunjungan, survei kepuasan dan evaluasi dari dinas kesehatan.

Hasil penelitian di Puskesmas Minasa Upa Kota Makasar oleh Ramsar dkk. (2012) diketahui bahwa pengelompokan kelompok kerja sebelum pembagian tugas dilakukan agar rencana kegiatan akan lebih terarah pada tujuan. Dalam pergerakan dan pelaksanaan ada tiga komponen yang saling berhubungan yaitu komponen koordinasi, pengarahan dan pimpinan (Ramsar dkk, 2012). Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian Ridwan (2010) dalam Ramsar dkk. (2012), yang menyatakan pimpinan selaku administrator memiliki tugas untuk melakukan koordinasi dan mengarahkan seluruh komponen untuk mencapai tujuan.

(26)

2.3.3 Pengawasan dan Pertanggungjawaban

Pengawasan dan pertanggungjawaban merupakan proses untuk mendapatkan kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dalam mencapai tujuan puskesmas (Depkes R.I, 2004).

1. Pengawasan

Pengawasan merupakan kegiatan mengamati secara terus menerus terhadap pelaksanaan kegiatan puskesmas. Pengawasan dapat dilakukan oleh pihak internal (kepala puskesmas) dan eksternal (masyarakat, dinas kesehatan, serta institusi lainnya).

2. Pertanggungjawaban

Untuk pertanggungjawaban kegiatan kepala puskesmas harus membuat laporan kinerja hasil dari pelaksanaan kegiatan.

Bedasarkan hasil penelitian pada Puskesmas Batua Makassar oleh Mu’rifah (2012 menyatakan bahwa pelaksanaan evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan menyusun langkah perbaikan untuk mencapai tujuan.

2.4 Program Pengobatan di Puskesmas

Puskesmas bertanggungjawab untuk melaksanakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat untuk mencapai visi pembangunan kesehatan. Upaya kesehatan puskesmas terdiri dari upaya wajib dan pengembangan. Salah satu upaya program wajib puskesmas dalam upaya kesehatan perorangan adalah program pengobatan. Program pengobatan

(27)

merupakan kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan pada masyarakat dalam rangka menghentikan proses perjalanan suatu penyakit untuk dapat menghilangkan penderitaan yang dirasakan (Depkes RI, 1990).

Program pengobatan di puskesmas dilaksanakan dengan melakukan diagnosa, melaksanakan tindakan dan melakukan upaya rujukan bila dipandang perlu (Subekti, 2009). Tujuan dari pelayanan pengobatan di puskesmas adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat. Dalam upaya pengobatan pasien, kegiatan yang dilakukan adalah mencari riwayat penyakit, mengadakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, membuat diagnosa, memberikan pengobatan yang tepat dan melakukan rujukan bila diperlukan. Penelitian tentang upaya pengobatan di puskesmas dilakukan oleh Subekti tahun 2009 pada balai pengobatan umum puskesmas di Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi mutu pelayanan administrasi, dokter, perawat dan obat berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien. Sedangkan sarana dan fasilitas penunjang tidak berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien.

2.4.1 Gambaran Umum Pengobatan di Puskesmas Kabupaten Karangasem Upaya pengobatan di puskesmas dapat dilakukan di luar gedung dan di dalam gedung dan rawat jalan maupun rawat inap. Adapun unit-unit pelayanan pengobatan yang ada di puskesmas seperti pelayanan poli umum, Unit Gawat Darurat (UGD), poli gigi dan mulut, pelayanan rawat inap maupun puskesmas keliling.

(28)

Poli umum merupakan salah satu unit program pengobatan di puskesmas yang melayani pasien rawat jalan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam pelayanan di poli umum adalah melakukan anamnesa terhadap keluhan dan riwayat penyakit pasien, melakukan pemeriksaan fisik, melakukan pemeriksaan laboratorium, mendiagnosa penyakit pasien, melakukan tindakan pengobatan dan melakukan upaya rujukan bila dianggap perlu.

Petugas yang bertugas pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem adalah dokter dan perawat. Petugas tersebut selain bertugas pada poli umum juga bertugas di unit-unit pengobatan lain di puskesmas. Petugas tersebut juga mempunyai tugas sebagai pengelola program promotif dan preventif, sehingga diatur jadwal petugas yang mendapatkan tugas memberikan pelayanan pengobatan pada poli umum.

2.5 Hubungan Penerapan Manajemen dan Komitmen Kerja terhadap Mutu Pelayanan di Puskesmas

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya diketahui bahwa ada beberapa penelitian yang menyatakan hubungan antara penerapan fungsi manajemen di puskesmas dengan pencapaian kinerja di puskesmas. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan hubungan antara komitmen kerja dengan kualitas pelayanan.

Hubungan karakteristik petugas juga ditunjukkan dari hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan kinerja dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Umur diatas 30 tahun mempunyai motivasi kerja lebih tinggi daripada petugas lebih dari 30 tahun, dan masa kerja yang lebih lama menggambarkan

(29)

kinerja organisasi yang baik. Makin tinggi pendidikan maka produktivitas kerjanya juga tinggi, serta jika berdasarkan jenis kelamin jenis petugas juga berpengaruh terhadap motivasi kerjanya (Naya, 2013).

2.5.1 Hubungan Penerapan Manajemen terhadap Mutu Pelayanan di Puskesmas

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa fungsi manajemen yang diterapkan di puskesmas memiliki hubungan dengan pencapaian program di puskesmas. Hasil penelitian oleh Kustiawan R.B (2004) menyatakan bahwa ada hubungan antara pelaksanaan fungsi manajemen perencanaan ((p=0,042), pelaksanaan (p=0,001) dan penilaian (p=0,001) dengan program pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue ( P2DBD) di puskesmas Kabupaten Grobogan.

Penelitian lain yang dilakukan pada program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada balita gizi buruk di Puskesmas Kabupaten Tegal yang dilakukan oleh Ningrum (2006). Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa penerapan fungsi perencanaan, pergerakkan dan pengawasan penilaian serta pencatatan berhubungan dengan cakupan PMT di Puskesmas Kabupaten Tegal.

Hasil yang sama terkait hubungan penerapan manajemen terhadap mutu pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kota Semarang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Novianingrum (2007) bahwa perencanaan, pengorganisasian, pergerakkan dan pengawasan mempunyai hubungan dengan cakupan imunisasi di puskesmas Kota Semarang. Pada program lain di puskesmas juga dilakukan penelitian oleh Irmawati (2007) yaitu pada kegiatan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) balita dan anak prasekolah di

(30)

Puskesmas Kota Semarang disebutkan bahwa ada hubungan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan cakupan SDIDTK.

2.5.2 Hubungan Komitmen Kerja terhadap Mutu Pelayanan di Puskesmas Komitmen kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang harus ditumbuhkan pada petugas pemberi layanan kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2000) menyatakan bahwa komitmen kerja berhubungan dengan kualitas pelayanan. Dengan komitmen kerja yang tinggi, petugas pelayanan diantaranya dokter, perawat menjadi lebih giat bekerja dan mempunyai motivasi kuat untuk berprestasi (Wijaya, 2012). Karyawan yang memiliki komitmen akan memberikan layanan yang optimal (Malhotra dan Mukherjee, 2004). Penelitian lain tentang pengaruh komitmen dengan prestasi kerja dilakukan oleh Arisanty (2007), diketahui bahwa komitmen kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan.

Komitmen kerja juga dapat menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap puskesmas karena ingin bertahan menjadi anggota dalam organisasinya yaitu puskesmas (Wijaya, 2012). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Fawzy (2010) bahwa komitmen karyawan memberikan pengaruh negatif terhadap keinginan meninggalkan organisasi. Adanya pengaruh tersebut menunjukkan bahwa sikap karyawan yang merasa memiliki dan menjadi bagian organisasi, merasa bahwa organisasi memiliki arti tersendiri bagi pribadi karyawan, sikap bangga terhadap organisasi dan loyalitas yang dimiliki karyawan membuat karyawan mau memberikan semua kemampuan yang dimiliki bagi kemajuan organisasi.

(31)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Kesehatan merupakan hak asasi sekaligus investasi bagi setiap manusia. Untuk itu pemerintah Indonesia terus berupaya melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Puskesmas merupakan salah satu unit pemberi layanan kesehatan yang disiapkan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat. Upaya kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya kesehatan wajib dan pengembangan. Program pengobatan merupakan salah satu upaya program wajib puskesmas yang cukup mendapatkan sorotan dari masyarakat terkait dengan mutu pelayanananya. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan pelanggan baik internal maupun eksternal. Faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan meliputi unsur masukan (input) dan proses atau aktivitas. Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur masukan dalam pengembangan mutu pelayanan. Baik buruknya pelayanan pengobatan tergantung dari komitmen kerja petugas dalam hal ini dokter dan perawat. Komitmen kerja merupakan kekuatan dokter dan perawat secara menyeluruh terhadap tugas dan kondisi lingkungan puskesmas. Komitmen kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sumber daya manusia disamping kompetensi, motivasi, penghargaan yang diterima baik finansial maupun non finansial maupun status

(32)

dari kepegawaian. Masing-masing individu dalam melaksanakan pekerjaan juga terdapat beberapa faktor yang kemungkinan berpengaruh seperti umur, jenis kelamin, pendidikan maupun masa kerja.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap mutu pelayanan pengobatan di puskesmas adalah penerapan manajemen puskesmas. Penerapan manajemen puskesmas merupakan faktor penting dalam proses pelaksanaan pelayanan pengobatan di puskesmas. Manajemen puskesmas dalam upaya pengobatan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban yang diberkaitan kegiatan pengobatan dasar di puskesmas. Perencanaan pada upaya pengobatan adalah proses penyusunan kegiatan pada program pengobatan di puskesmas yang dimulai dengan menyusun usulan kegiatan dalam bentuk RUK dan RPK. Usulan ini dituangkan dalam perencanaan tingkat puskesmas (PTP). Pelaksanaan dan pengendalian upaya program pengobatan merupakan proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian terhadap penyelenggaraan rencana kegiatan pengobatan puskesmas. Kegiatan yang dilakukan adalah menyusun penanggung jawab dan pelaksana di setiap unit pengobatan. Permasalahan yang ada pada program pengobatan disampaikan dan dibahas pada lokakarya mini puskesmas. Pengawasan dan pertanggungjawaban merupakan proses dalam penyelenggaraan dan pencapaian tujuan puskesmas yang dapat berupa pengawasan internal dan eksternal. Laporan pertanggungjawaban kegiatan dibuat dalam laporan kinerja puskesmas.

Kedua faktor tersebut dalam penelitian ini dihubungkan melalui komponen penilaian mutu yaitu dari komponen input, proses dan output.

(33)

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir dapat disusun konsep penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 3.1 Konsep Penelitian INPUT PROSES OUTPUT SDM DANA SARANA

Karakteristik (Umur Jenis Kelamin, Profesi, Masa Kerja

Komitmen Kerja (Inisiatif, Penghayatan Visi Misi, Ketaatan terhadap Peraturan Puskesmas) Motivasi, Kompetensi, Penhargaan, Status Kepegawaian PELAYANAN MEDIS PENERAPAN MANAJEMEN PUSKESMAS

(Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, Pengawasan dan Pertanggungjawaban)

MUTU PELAYANAN PENGOBATAN (Bukti Fisik, Kehandalan,

Daya Tanggap, Jaminan, Empati)

Keterangan :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti

(34)

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian dapat disusun hipotesis sebagai berikut ini.

1. Ada hubungan yang signifikan antara penerapan manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas Kabupaten Karangasem.

2. Ada hubungan yang signifikan antara komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas Kabupaten Karangasem.

(35)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain survei analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran variabel pada waktu yang sama dan hanya dilakukan satu kali saja (Sudigdo, 2011). Penelitian ini tujuan untuk melihat hubungan penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan di puskesmas.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Tempat yang diambil sebagai lokasi penelitian ini adalah salah satu unit pengobatan yaitu poli umum yang terdapat pada 12 puskesmas di Kabupaten Karangasem. Alasan diambilnya seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Karangasem adalah karena 12 puskesmas tersebut merupakan wilayah penelitian dan untuk representatif data yang diperoleh.

4.2.2 Waktu Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian kesehatan masyarakat di bidang ilmu manajemen dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan

(36)

terhadap masyarakat. Penelitian ini terbatas pada upaya program pengobatan yang ada di puskesmas sebagai salah satu program wajib di puskesmas.

4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi

Populasi target penelitian ini adalah seluruh dokter dan perawat yang bertugas di puskesmas Kabupaten Karangasem. Sedangkan populasi terjangkau adalah dokter dan perawat yang terlibat dalam pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas yang berjumlah 191 orang.

4.4.2 Sampel

Sampel diambil dari suatu populasi untuk menjadi subjek dalam penelitian. Berikut ini merupakan beberapa tahapan dalam menentukan sampel penelitian. 1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi yang digunakan adalah seperti diuraikan di bawah ini.

a. Dokter dan perawat yang bertugas pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem pada saat pengumpulan data.

b. Dokter dan perawat di poli umum yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).

2. Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi yang digunakan dapat diuraikan seperti dibawah ini. a. Dokter dan perawat di poli umum yang sedang mengikuti tugas belajar b. Dokter dan perawat di poli umum yang sedang cuti.

(37)

4.4.3 Besar Sampel

Besar sampel digunakan rumus perhitungan sampel dengan besar sampel untuk proporsi tunggal karena N sudah diketahui, maka perhitungan besar sampelnya dihitung dengan rumus Lameshow, 1997 (Adiputri, 2014).

Rumus :

𝑛 =

Z²1−2.α P.(1−P).N d2(N−1)+Z² 1−α 2.P(1−P)

Keterangan : n = Jumlah Sampel

Z1-α /2 = Standar deviasi dengan confidence level 95 % adalah 1,96 P = Proporsi mutu pelayanan di puskesmas baik (65%)

(Naya, 2014)

d = Degree of precision yaitu sebesar 10 %

N = Jumlah populasi dokter dan perawat di puskesmas Kabupaten Karangasem

Berdasarkan rumus tersebut didapat perhitungan sampel sebagai berikut :

n = Z²1−2.α P.(1−P).N d2(N−1)+Z² 1−α 2.P(1−P) n = 1,96².0,5.0,5.191 (0,1². (191-1))+ 1,96². 0,65.0,35 n = 60,17

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 61 orang.

Untuk jumlah sampel pada masing-masing puskesmas dan jumlah setiap profesi dokter dan perawat dihitung dengan teknik Proportional Stratified Random Sampling. Jumlah sampel setiap profesi dokter dan perawat dihitung pula secara proporsional berdasarkan jumlah tenaga yang ada pada masing-masing

(38)

puskesmas. Adapun jumlah populasi dan sampel pada masing-masing puskesmas di Kabupaten Karangasem adalah seperti tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1

Jumlah Populasi dan Sampel Berdasarkan Puskesmas dan Jenis Petugas di Kabupaten Karangasem Puskesmas Populasi Jumlah Dokter Perawat P S P S P S Manggis I 6 2 12 4 18 6 Manggis II 3 1 9 3 12 4 Sidemen 3 1 11 3 14 4 Selat 4 1 16 5 20 6 Rendang 5 1 10 3 15 5 Bebandem 2 1 15 5 17 6 Karangasem I 3 1 11 3 14 4 Karangasem II 4 1 14 4 18 5 Abang I 4 1 14 5 18 6 Abang II 2 1 12 4 14 4 Kubu I 7 2 14 5 21 7 Kubu II 2 1 8 3 10 4 Jumlah 45 14 146 47 191 61 Keterangan : P = Populasi S = Sampel

4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel pada masing-masing profesi di puskesmas adalah dengan teknik consecutive sampling, sehingga dokter dan perawat yang sedang bertugas pada saat waktu pengumpulan data akan dijadikan sampel penelitian. Waktu pengumpulan data dilakukan secara bervariasi yaitu pada pagi dan siang hari.

(39)

4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas. Variabel penerapan manajemen puskesmas terdiri dari tiga sub variabel yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Variabel komitmen kerja petugas terdiri dari tiga sub variabel yaitu inisiatif, penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap peraturan puskesmas.

4.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah mutu pelayanan kesehatan pada program pengobatan di poli umum yang terdiri dari lima sub variabel yaitu bukti fisik (tangible) kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (emphaty).

4.5.3 Definisi Operasional Variabel

(40)

Penguku ran Alat Ukur 1 2 3 4 5 6 Karakteris tik

Umur Umur dalam tahun responden saat wawancara mengenai usia Interval (dalam tahun) Wawanca ra dengan kuesioner

Dalam analisis dikelompokkan dalam dua kategori yaitu:

1=Umur 20 -39 tahun 2=Umur ≥ 39 tahun

Jenis Kelamin Pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner Diberikan skor 1 = laki-laki 2 = perempuan

Profesi Profesi sesuai dengan ijazah dan jabatan fungsional di puskesmas Kabupaten Karangasem.

Ordinal Wawanca ra dengan kuesioner Diberikan skor 1= Perawat 2= Dokter

Masa Kerja Lamanya bekerja di puskesmas diukur dalam tahun Interval Wawanca ra dengan kuesioner

Dalam analisis dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu:

1= Masa Kerja <15tahun 2= Masa Kerja ≥15 tahun

(41)

Manajemen Puskesmas

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan pertanggungjawaban yang dipersepsikan oleh petugas pada poli umum di puskesmas se-Kabupaten Karangasem

ra dengan kuesioner

kategori:

1= Baik (jika terdapat 2 atau 3 sub variabel penerapan manajemen puskesmas dalam kategori baik. 2 = Kurang (jika terdapat 0 atau 1

subvariabel penerapan manajemen puskesmas dalam kategori baik.

Perencanaan

Rencana kegiatan yang disusun oleh penanggungjawab program pengobatan pada puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi perencanaan dalam hal target kunjungan, kebutuhan dana, tenaga, obat dan alat kesehatan, pembuatan rencana usulan kegiatan dan rencana pelaksanaan kegiatan.

Penilaian menggunakan 7 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥55% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 55% dari skor total)

Pelaksanaan dan Pengendalian

Pelaksanaan kegiatan program pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem dengan pelaksanaan kegiatan loka karya mini, penyusunan tim pelaksana, dan penyusunan jadwal jaga. Penilaian menggunakan 6 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥55% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 55% dari skor total)

Pengawasan dan Pertanggung jawaban

Kegiatan evaluasi dan pelaporan yang dilaksanakan oleh pihak internal dan eksternal puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi pengawasan kepala puskesmas, dinas kesehatan, pembuatan laporan kinerja. Penilaian menggunakan 5 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥55% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 55% dari skor total)

(42)

Kerja Kabupaten Karangasem dalam memberikan pelayanan pengobatan yang meliputi subvariabel inisiatif, penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap peraturan puskesmas.

ra dengan kuesioner

yaitu :

1= Baik (jika terdapat 2 atau 3 sub variabel komitmen kerja petugas dalam kategori baik). 2 = Kurang (jika terdapat 0 atau 1

subvariabel komitmen kerja petugas dalam kategori baik).

Insiatif

Kreatifitas dokter dan perawat untuk mengembangkan potensinya dalam memberikan pelayanan pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi inovasi untuk mengembangkan pelayanan, pengembangan kompetensi dan semangat dalam dalam memberi kepuasan pasien.

Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya, dan tidak , skor dilakukan sebagai berikut:

pertanyaan positif : Ya (skor 1) dan tidak (skor 0). pertanyaan negatif: Ya (skor 0) dan tidak (skor 1).

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)

Penghayatan Visi Misi

Pemahaman dan pelaksanaan cita-cita bersama untuk pengembangan program pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi pengetahuan visi misi, sosialisasi visi misi, dan melakukan pelayanan sesuai visi misi.

Penilaian menggunakan 3 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0)

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)

(43)

Ketaatan terhadap Peraturan Puskesmas

di puskesmas untuk mengatur pelaksanaan kegiatan program pengobatan dan untuk kepentingan petugas di puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi kepatuhan terhadap jam pelayanan, tata tertib pembagian tugas dan pembagian jasa pelayanan. Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).

ra dengan kuesioner

persentase skor penilaian sub variabel :

1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)

Mutu Pelayanan Pengobatan

Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi lima dimensi yaitu bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :

1=Baik (jika terdapat 4 atau 5 subvariabel mutu pelayanan pengobatan dalam kategori baik. 2 =Kurang (jika terdapat 0 sampai 3

subvariabel mutu pelayanan pengobatandalam kategori baik.

Bukti Fisik/

Tangible

Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi kesediaan dokumen perencanaan kegiatan, uraian tugas dan jadwal jaga petugas, ketersediaan SOP dan tempat cuci tangan, ketersediaan alat kesehatan dan obat, ruang tunggu pasien dan parkir yang cukup. Penilaian menggunakan 9 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)

Kehandalan/

Reliability

Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi ketepatan waktu pelayanan, tanggung jawab, pemberian informasi dan pelatihan terkait program pengobatan.Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)

(44)

DayaTanggap/

Responsiveness

Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi pelayanan sesuai prosedur, kecepatan pelayanan. Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya, dan tidak , skor dilakukan sebagai berikut:

pertanyaan positif : Ya (skor 1) dan tidak (skor 0). pertanyaan negatif: Ya (skor 0) dan tidak (skor 1).

ra dengan kuesioner

persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)

Jaminan/

Assurance

Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi bekerja berpedoman pada SOP, kesopanan, keramahan, dan keselamatan yang meliputi informed consent dan penggunaan alat pelindung diri.

Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)

Empati/

Empathy

Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi waktu untuk mendengarkan keluhan, pemahaman terhadap kebutuhan, kemudahan untuk dihubungi dan fokus dalam memberikan pelayanan. Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).

Nominal Wawanca ra dengan kuesioner

Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)

(45)

Untuk mendapatkan data mengenai variabel bebas dan variabel tergantung, instrumen yang digunakan penelitian ini menggunakan kuesioner yang berkaitan dengan penerapan manajemen puskesmas, komitmen kerja petugas dan lima dimensi mutu pelayanan pada program pengobatan di puskesmas. Sebelum digunakan kepada responden, kuesioner ini telah dilakukan uji coba kepada perawat dan bidan yang bekerja pada puskesmas pembantu di Kabupaten Karangasem.

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer yang dikumpulkan meliputi hasil wawancara terhadap responden mengenai penerapan manajemen puskesmas, komitmen kerja petugas dan mutu pelayanan pengobatan. 4.7.2 Cara Pengumpulan Data

Cara pengambilan dan pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah dengan wawancara menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti sendiri. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti di bawah ini. 1. Peneliti meminta izin kepada kepala puskesmas dan responden agar dapat melakukan

penelitian dengan cara menjelaskan tujuan penelitian.

2. Peneliti memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian kepada calon responden.

3. Peneliti melakukan wawancara kepada responden berdasarkan keusioner.

4. Peneliti melakukan pengecekan kembali pada semua item pertanyaan sebelum mengakhiri pengumpulan data.

(46)

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi penelitian di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali dengan nomor 070/24764/IV/BPMP dan surat ijin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Pol dan Linmas) Kabupaten Karangasem dengan nomor 070/198/KBPPM/2015. Penelitian ini juga dilaksanakan setelah mendapatkan Ethical Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor 183/UN.14.2/Litbang/2015. Sebelum responden bersedia menjadi responden, responden diberikan lembar persetujuan dan mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat penelitian serta informasi yang diperoleh hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data namun hanya berisi kode-kode tertentu untuk menjamin kerahasiaan responden.

4.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 4.8.1 Teknik Pengolahan Data

Sebelum analisis data, dilakukan tahapan-tahapan kegiatan pengecekan ulang setelah selesai pengumpulan data tentang kelengkapan dan kebenaran data. Tahapan-tahapan kegiatan berikutnya adalah seperti diuraikan di bawah ini.

1. Editing Data

Data yang dilakukan editing adalah data berdasarkan jawaban responden tentang karakteristik dokter dan perawat.

2. Coding Data

Data yang dilakukan koding adalah data berdasarkan jawaban responden tentang penerapan manajemen puskesmas, komitmen kerja dan mutu pelayanan puskesmas.

(47)

Entry data yaitu memasukan data dalam variabel sheet dengan menggunakan computer.

4. Cleaning Data

Cleaning data yaitu pembersihan data untuk mencegah kesalahan yang mungkin terjadi.

5. Scoring

Hasil pengisian kuesioner oleh responden dilakukan scoring untuk keperluan analisis. Penilaian pada penelitian ini menggunakan 2 tingkatan jawaban yaitu Ya dan Tidak. Pemberian skor untuk masing-masing pertanyaan adalah sama untuk semua pertanyaan pada masing-masing sub variabel yaitu untuk pertanyaan positif jawaban “Ya” diberi skor 1, dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 0. Sedangkan untuk pertanyaan negatif jawaban “Ya” diberi skor 0, dan untuk jawaban “Tidak”diberi skor 1. 4.8.2 Analisis data

4.8.2.1 Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari karakteristik responden, variabel bebas yaitu penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas, serta variabel terikat yaitu mutu pelayanan kesehatan.

4.8.2.2 Analisis Bivariat

Untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara variabel manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan pengobatan dan komitmen kerja dengan mutu pelayanan pengobatan dengan menggunakan uji chi-square.

(48)

Analisis multivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan secara independen antara beberapa variabel bebas dengan variabel terikat serta mencari manakah variabel independen yang mempunyai hubungan paling besar dengan variabel dependen dengan uji analisis regresi logistik. Analisa multivariat dapat dilihat dari nilai p dimana dikatakan signifikan jika nilai p < 0.05.

Gambar

Gambar 3.1 Konsep Penelitian  INPUT PROSES  OUTPUT SDM  DANA SARANA

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan taufik-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan

Berdasarkan informasi pada gambar 4.10, dapat diketahui bahwa total variabel laten pada penelitian ini sejumlah 3 variabel dan variabel teramati (variabel manifes) sejumlah

Papalia (2007:427) pola asuh seperti ini, menerapkan anak untuk tidak berargumen dan bertanya pada orang dewasa serta memberitahu anak mereka bahwa mereka akan tahu lebih baik

Untuk menentukan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi toluena pada arang aktif tempurung kemiri, disiapkan 8 buah alat eksperimen

Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian, namun demikian analisis ini masih

Kepala Seksi Pembinaan dan Pengembangan Industri Aneka pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Malang Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten

Rayap tingkat tinggi hanya terdiri dari famili Termitidae akan tetapi jenisnya lebih dari tiga perempat dari semua jenis spesies yang ada dan bersimbiosis dengan sebagian besar

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan bedak &#34; X &#34; dimana penulis mengadakan pengamatan dapat