• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

26 BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis film NGENEST menggunakan metode analisis wacana kritis model Norman Fairclough. Metode yang dikembangkan oleh Norman Fairclough dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu Mikrostruktur, Mesostruktur, dan Makrostruktur. Sebelum masuk dalam pembahasan, penulis akan menjabarkan beberapa informasi mengenai film “Ngenest” seperti profil film, sinopsis film, dan lain sebagainya.

4.1 Profil Film “NGENEST”

Gambar 2

Poster Film NGENEST Sumber : www.klikstarvision.com

(2)

27 Film NGENEST merupakan sebuah film menceritakan tentang kehidupan seorang anak laki-laki keturunan Tionghoa yang telah mengalami diskriminasi rasial sejak duduk di bangku SD.

Genre : Komedi

Tanggal rilis : 30 Desember 2015

Produser : Chand Parwez

Sutradara : Ernest Prakasa

Penulis skenario : Ernest Prakasa

Rumah produksi : Starvision Plus

Durasi film : 91 menit

Nama Pemain : Ernest Prakasa (Ernest), Lala Karmela (Meira), Morgan Oey (Patrick), Kevin Anggara (Ernest remaja), Brandon Salim (Patrick remaja), Ferry Salim (Papa Ernest), Olga Lydia (Mama Ernest), Budi Dalton (Papa Meira), Ade Fitria Sechan (Mama Meira), Ge Pamungkas (Willy), Lolox (Boss Ernest), Angie Ang (Irene), Regina Rengganis (Nadia), Andi Wijaya (Jaya), Adjis Doaibu (Abdul), Franda (Vania), Ardhit Erwandha (Fariz), Fico Fachriza (Bowo), Amel Carla (Ipeh), dan lain-lain.

Sinopsis Film “NGENEST”

Film NGENEST menceritakan tentang seorang anak laki-laki bernama Ernest (Kevin Anggara/Ernest Prakasa) yang tidak dapat memilih bagaimana ia dilahirkan, ia lahir di sebuah keluarga Cina/ keturunan Tionghoa. Sebagai kaum minoritas yang tumbuh besar di masa Orde Baru, dimana diskriminasi terhadap etnis Tionghoa masih kental, ia selalu dianggap berbeda di lingkungan sekitarnya. Bullying telah menjadi makanan sehari-hari bagi Ernest. Dengan demikian Ernest mencoba untuk berbaur dengan teman-teman non-Tionghoa nya meskipun telah ditentang oleh sahabatnya, Patrick (Brandon Salim/ Morgan Oey). Namun cara tersebut tidak juga berhasil. Ketika

(3)

28 Ernest duduk dibangku kuliah, ia ingin menikahi wanita non Tionghoa/ pribumi, karena hal tersebut dapat membuat dirinya menjadi berbaur dengan baik. Akhirnya Ernest berhasil menikahi seorang wanita pribumi yang bernama Meira (Lala Karmela).

4.2 Analisis Mikrostruktur

Dalam analisis teks, diperlukan kejelian dengan fokus dan cermat dalam memahaminya supaya dapat memeperoleh data yang dapat menggambarkan representasi pada suatu teks. Pada analisis ini, juga meneliti setiap adegan dalam teks yang mengandung unsur diskriminasi seperti sikap, juga tindakan yang dilakukan oleh setiap aktor/aktrisnya secara verbal. Dalam analisis ini, Fairclough memiliki 3 elemen dasar yaitu representasi (bagaimana realitas sosial direpresentasikan), relasi (seperti apa suatu teks disampaikan), dan identitas (bagaimana konstruksi yang dibangun).

Scene 1

Gambar 3

Adegan Teriakan “Cina” Sumber : Film NGENEST

(4)

29

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

3 1 Seorang anak laki-laki sedang berjalan di suatu tempat sambil menunduk bertemu dengan 2 orang temannya yang berlari sambil berteriak kepadanya.

0.00.03 - 0.00.19

- Narator : “Kita tidak bisa memilih bagaimana kita dilahirkan. Ada anak yang lahir dari keluarga kaya raya, ada yang lahir dari keluarga miskin. Ada yang lahir secara alami, ada yang harus melalui operasi. Ini cerita tentang seorang anak yang terlahir sebagai… (disahut dengan percakapan berikutnya) - Teman 1 : “Cina!” - Teman 2 : “Mau kemana lo? Nyali kecil, badan gede!”

Verbal :

- Terdapat seorang anak laki-laki sedang berjalan sambil menuunduk, kemudian terdapat 2 orang anak lain yang berteriak dan memanggil dengan sebutan “Cina” kepadanya.

(5)

30 Dalam scene 1, terdapat seorang anak laki-laki sedang berjalan sambil menuunduk, kemudian terdapat 2 orang anak lain yang berteriak “Cina” kepadanya. Ernest Prakasa sebagai sutradara membuat adegan tersebut menjadi pembuka dari film Ngenest. Dimana hal tersebut merupakan suatu pengantar dari film NGENEST.

Dialog yang terdapat dalam scene 1 tersebut seolah menjadi gambaran awal dari terjadinya diskriminasi ras terhadap etnis Tionghoa dalam film NGENEST. Seorang anak dipanggil sebagai “Cina”, dimana dalam kaskus.co.id menyatakan bahwa pada umunya masyarakat Tionghoa lebih suka dipanggil dengan sebutan “Chinese” atau “Tionghoa” daripada “Cina” karena kata tersebut dianggap memiliki konotasi negatif. Pada masa penjajahan Jepang, istilah “Cina” digunakan karena kata tersebut memiliki arti sebagai “daerah pinggiran” atau disebut sebagai “orang udik”. Maka dari itu sebutan “Cina” oleh Jepang untuk warga Tiongkok yang tinggal di Indonesia memiliki maksud sebagai suatu ejekan untuk merendahkan.

Scene 3

Gambar 4

Adegan bullying di depan ruang kelas Sumber : Film NGENEST

(6)

31

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

4 3 Dengan latar di

sekolahan, Ernest berjalan menuju ruang kelas untuk masuk ke kelas 1 B, kemudian di depan pintu kelas terdapat 4 anak yang sedang berbincang. Saat Ernest tiba di depan ruang kelas, mereka berkenalan.

0.01.38 - 0.01.58

- Bowo : “Eh ada anak Cina tuh” - Bakri : “Hahaha anak Cina”

- Ernest : “Saya Ernest, saya mau ke kelas 1 B”

- Faris : “Halo Acong, kenalin gue Faris, ini Bowo, Bakri, Ipeh”

- Bowo : “Eh Cong, yakin lu kelas 1 B? bukan kelas 1 C, Cina. Hahaha” - Ipeh : “atau ngga C, cipit. Hahaha”

Verbal :

- Ketika melihat Ernest sedang berjalan ke ruang kelas, Bowo memberi tahu teman-teman lainnya bahwa ada anak “Cina”.

- Saat berkenalan, meskipun Ernest sudah menyebutkan namanya, namun Faris tetap memanggil Ernest dengan sebutan “Acong”.

- Bowo dan Ipeh bertanya kepada Ernest apakah yakin bahwa Ernest akan masuk di kelas 1 B, bukan 1 C “Cina” atau “cipit” (sipit).

(7)

32 Pada scene 3, Ernest berjalan menuju ruang kelas untuk masuk ke kelas 1 B, kemudian di depan pintu kelas terdapat 4 anak yang sedang berbincang. Dalam adegan ini, salah satu dari 4 anak tersebut yang bernama Bowo mengatakan bahwa ada anak Cina. Kemudian saat Ernest sudah tiba di depan ruang kelas, ia mulai memperkenalkan dirinya. Setelah Ernest memperkenalkan dirinya, Faris memperkenalkan dirinya dan teman-teman lainnya. disitu Faris memanggil Ernest dengan sebutan “Acong” dimana panggilan tersebut merupakan suatu ciri khas panggilan terhadap orang yang ber-etnis Tionghoa.

Tak hanya Faris, temannya yang bernama bowo dan juga Ipeh bertanya kepada Ernest apakah yakin bahwa Ernest akan masuk di kelas 1 B, bukan 1 C “Cina” atau “cipit” (sipit). Kata-kata tersebut dilontarkan dengan dijadikan sebagai guyonan kepada Ernest karena ia merupakan anak keturunan Tionghoa, dimana orang Tionghoa sendiri merupakan keturunan dari orang Tiongkok (China). Orang Tionghoa pada dasarnya memiliki ciri-ciri fisik seperti berkulit putih, dan memiliki mata yang sipit.

Scene 9

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

9 Ernest dan Patrick sedang duduk berdua, kemudian Bowo, Faris, Bakri dan Ipeh dating menghampiri

mereka hanya untuk menginjak sepatu Patrick yang berwarna putih. 0.04.52 - 0.05.22 - Narator : “Ternyata sekolah itu gak seperti yang gue bayangkan, kita bisa diperlakukan berbeda hanya karena punya penampilan fisik yang berbeda,

(8)

33 padahal kan itu bukan salah kita” - Narator : “Punya temen yang senasib itu lumayan meringankan beban, yaa gak berasa amsyong-amsyong amat lah. Paling gak gue sadar bukan cuma gue doang yang dibully cuma gara-gara terlahir sebagai Cina”.

Verbal :

- Narator mengetakan bahwa di sekolah, kita bisa diperlakukan berbeda hanya karena punya penampilan fisik yang berbeda.

- Narator juga mengatakan bahwa punya temen yang senasib itu lumayan meringankan beban, karena paling tidak bukan hanya dirinya sendiri yang dibully karena terlahir sebagai Cina.

Pada scene 9 Ernest dan Patrick sedang duduk berdua, kemudian Bowo, Faris, Bakri dan Ipeh dating menghampiri mereka hanya untuk menginjak sepatu Patrick yang berwarna putih. Dalam adegan ini, Narator mengetakan bahwa “di sekolah kita

bisa diperlakukan berbeda hanya karena punya penampilan fisik yang berbeda”.

Narator disini menggambarkan bahwa “kita” yang dimaksud adalah kaum Tionghoa. Sebagai sutradara dalam film ini, Ernest mengungkapkan apa yang ia alami dalam

(9)

34 adagan ini, yaitu hanya karena memiliki penampilan fisik yang berbeda, sebagai keturunan Tionghoa diperlakukan berbeda atau diperlakukan tidak adil oleh mereka (Non-Tionghoa).

Scene 12

Gambar 5 Adegan dipalak di Bus Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

5 12 Ernest sedang duduk di dalam bis, kemudian terdapat 4 anak sekolah yang berdiri di belakang kursi Ernest, dan mereka memalak Ernest dan merampas dompetnya. 0.05.48 - 0.06.25 - Anak 1 : “Eh Cina, dompet lu sini!” - Ernest : “Bang jangan bang, saya baru aja kemarin kena palak”

- Anak 1 : “Yang malak lo kemarin kan bukan gua”

(10)

35 - Ernest : “Abang juga kok” - Anak 1 : “Ah masa. Ya bodo amat, itung-itungan lo jadi langganan gua. Sini dompet lo buruan”.

Anak 1 : “Eh hello kitty. Apa-apaan nih? Lo mau main sama gua?”

-Anak 2 : “Lama amat sih malak lu. Apa lo liat-liat, Cina”

- Anak 1 : “Ya elu juga kan Cina” - Anak 2 : “Ya tapi kan bukan Cina culun model begini”

Verbal :

- Terdapat 3 anak sekolah memalak Ernest di dalam bus. Anak tersebut memalak sambil memanggil nama Ernest dengan sebutan “Cina”. Ernest memintanya untuk tidak memalak karena ia sudah dipalak pada hari sebelumnya oleh anak tersebut.

(11)

36 - Dengan bersamaan, salah satu dari ke-3 anak tersebut menarik rambut

Ernest, kemudian dua anak lainnya menekan pundak Ernest.

Pada scene 12, Ernest sedang duduk di dalam bis, kemudian terdapat 4 anak sekolah yang berdiri di belakang kursi Ernest, dan mereka memalak Ernest dan merampas dompetnya. Sebagai warga keturunan etnis Tionghoa, Ernest sering dipalak oleh teman-temannya. Hal serupa tak hanya dialami oleh Ernest saja, tetapi juga pernah terjadi pada salah satu aktor Indonesia yaitu Dion Wiyoko. Sebagai warga minoritas yang hidup di tengah masyarakat pribumi, Dion sempat mengaku bahwa semasa kecilnya ia sering dipalak oleh teman-temannya.

Scene 13

Gambar 6

Adegan teman-teman Ernest memanggil “Cina” dan meminta traktir Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

6 13 Ernest memasukan dompetnya kedalam saku celana, kemudian dari 0.06.50 - 0.07.03 - Bowo : “Woy Cina! Traktir sarapan dong!”

(12)

37 belakang ada

teman-temannya yang berteriak memanggil Ernest untuk minta ditraktir. Kemudian Patrick datang dan mengajak Ernest untuk pergi.

- Faris : “Bubur ayam, bubu ayam!” - Ipeh : “Nasi uduk!” - Bowo : “Motor bebek, motor bebek!” - Faris : “Lu sarapan motor bebek?”

- Bowo : “Ya beliin aja dulu motornya, ntar duitnya bisa buat ngojek, bisa buat…ahh!”

-Faris : “Ribet idup lu”

Verbal :

- Bowo memanggil Ernest dengan sebutan “Cina”, dan meminta ditraktir kepada Ernest.

Pada scene 13, Ernest memasukan dompetnya ke dalam saku celana, kemudian dari belakang ada teman-temannya yang berteriak memanggil Ernest dengan sebutan “Cina” dan kemudian minta ditraktir. Tak hanya makanan yang mereka inginkan, salah satu temannya yang bernama Bowo meminta motor bebek. Adegan tersebut menunjukan seakan sebagai orang Tionghoa Ernest adalah orang kaya yang dapat membeli apapun.

(13)

38 Seperti stereotip yang masih berkembang hingga saat ini bahwa orang Tionghoa adalah seorang pedagang, pelit, dan kaya. Namun pada kenyataannya tidak semua warga Tionghoa merupakan seorang pedagang, pelit dan kaya. Masih banyak orang Tionghoa yang tidak bekerja sebagai pedagang. Jika banyak orang Tionghoa yang sukses di bidang perdagangan, hal tersebut dikarenakan kultur warga pendatang yang memiliki semangat hidup yang tinggi, selain itu sejak jaman Belanda masyarakat Tionghoa di Indonesia sudah diarahkan untuk berdagang, apalagi pada saat Orde Baru dimana profesi selain sebagai pedagang sangat terbatas.

Scene 14

Gambar 7

Adegan Ernest dan Patrick berbincang di tempat sembunyi mereka Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

7 14 Ernest dan Patrick sedang duduk santai berdua sambil berbincang.

0.07.14 - 0.08.20

- Ernest : “Tadi pagi di bus gua ngeliat sesuatu!”

- Patrick : “Celana dalem cewek?”

(14)

39 - Ernest : “Yee serius bentar kenapa sih. Tadi, gua kan dipalak sama anak-anak STM, terus masa ada satu yang Cina!”

- Patrick : “Oh yah? Tumben”

- Ernest : “Makanya! Menarik banget kan?!” - Patrick : “Hah? Kok menarik sih” - Ernest : “Gini-gini, coba lu perhatiin baik-baik, sejak SD kita selalu dibully sama Faris dan the geng, karna apa coba?”

- Patrick : “Ya karna kita Cina lahh”

- Ernest : “Salah lu. Jawabannya, karna kita berbeda"

(15)

40 - Ernest : “Jadi kita mesti harus sama kaya mereka, persis kaya anak Cina STM tadi”

- Patrick : “Tunggu, tunggu, tunggu, jadi maksud lu supaya kita ga dibully sama Faris kita harus berteman sama Faris???”

- Ernest : “Bener banget. Kita mesti bisa beradaptasi, kaya bunglon menyesuaikan warna kulit sesuai kebutuhan”

- Patrick : “Lu mabuk cincau ya? Elu mau berteman sama orang yang bertahun-tahun ngebully kita?? Kaga salah??” - Ernest: “Pet, gue capek, dan lu juga

(16)

41 pasti capek dibully melulu. Kalo ini bisa memperbaiki

keadaan, kenapa ngga kita coba?” -Patrick : “Kalo lu mau berteman sama dia orang, terserah! Tapi gua ga ikut-ikutan ya!"

Verbal :

- Ernest mengajak Patrick untuk membaur dengan Faris dan gengnya yang sering membully mereka berdua sejak duduk di bangku SD, namun Patrick langsung menolaknya.

Dalam scene ini, Ernest dan Patrick sedang duduk santai berdua sambil berbincang. Kemudian Ernest menceritakan kepada Patrick tentang apa yang ia alami pada saat dipalak di bus, dimana salah satu orang yang memalaknya adalah seorang pelajar keturunan Tionghoa. Ernest mengatakan bahwa alasan mengapa mereka selalu dibully adalah karena mereka berbeda. Ernest mengajak Patrick untuk membaur dengan Faris dan gengnya yang sering membully mereka berdua sejak duduk di bangku SD, namun Patrick langsung menolaknya. Patrick dengan spontan langsung berkata kepada Ernest “Lu mabuk cincau ya? Elu mau berteman sama orang yang

bertahun-tahun ngebully kita?? Kaga salah??”. Patrick tidak mau berbaur kepada Faris dan

gengnya yang sudah mendiskriminasi dirinya dan Ernest sebagai orang Tionghoa. Dari kata-kata yang dilontarkan oleh Patrick tersebut, ia tak mau berbaur dengan orang-orang yang sudah menyakitinya. Selain itu ia juga mengatakan “Kalo lu mau berteman

(17)

42 kesal. Dari yang dikatakan oleh Patrick kepada Ernest, dapat diartikan bahwa Patrick benar-benar tidak berkenan untuk berteman dengan Faris dan geng. Hal tersebut seolah Patrick memiliki rasa dendam terhadap mereka yang telah membullynya selama bertahun-tahun.

Scene 20

Gambar 8

Adegan Ernest dan Patrick berbincang masalah sekolahan di kamar Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

8 20 Ernest sedang mengganti baju kemudian Patrick bertanya kepada Ernest mengenai sekolah lanjutnya. 0.12.16 - 0.12.47 - Patrick :“Terus lo jadi mau daftar ke negeri?”

- Ernest : “Boro-boro dikasih ambil negeri, gua minta swasta aja bokap gua gak ngasih. Dia malah nyelipin

(18)

43 sekolah ngga jelas gitu”

- Patrick : “Ngga jelas gimana maksudnya?”

- Ernest : “Ya gitu, sekolah swasta di kota. Yang ada ntar gue ketemu Cina-Cina aneh”.

- Patrick : “Yang ada juga elu tu Cina aneh!”

- Ernest : “Kok gua aneh?!”

- Patrick : “Aduhh Neeessst!! Eh, Cina kok ngebet banget jadi Tiko! Lu nimbrung mulu ama mereka! Mending dianggep”.

Verbal:

- Ernest berbicara sambil melempar pakaian gantinya kea rah Patrick. - Patrick mengatakan “Aduhh Neeessst!! Eh, Cina kok ngebet banget jadi

(19)

44 Dalam scene ini, Ernest sedang mengganti baju kemudian Patrick bertanya kepada Ernest mengenai dimana Ernest akan melanjutkan sekolahnya. Dalam adegan ini Ernest terlihat menjawab dengan kesal karena ia tidak diizinkan oleh papahnya untuk melanjutkan sekolahnya di sekolah Negeri, melainkan papa Ernest memilihkan sekolah swasta yang didalamnya banyak orang Tionghoa. Ernest kesal dan mengatakan bahwa jika ia melanjutkan sekolah di tempat pilihan papahnya, ia hanya akan bertemu dengan orang-orang Tionghoa saja, sedangkan Ernest sendiri sedang berusaha untuk dapat membaur dengan kelompok non-Tionghoa.

Perkataan Ernest tersebut membuat Patrick menjadi kesal dan merasa bahwa Ernest adalah Cina aneh. Patrick tidak setuju dan kesal dengan Ernest yang berusaha membaur dengan orang non-Tionghoa. Seperti pada kata-kata yang dilontarkan oleh Patrick kepada Ernest “Eh, Cina kok ngebet banget jadi Tiko1! Lu nimbrung mulu ama mereka! Mending dianggep”. Berdasarkan kata-kata yang dilontarkan oleh Patrick,

sebagai Cina/ orang Tionghoa dengan berusaha membaur bagaimanapun akan tetap menjadi Tionghoa yang tidak dianggap sebagai pribumi.

Dalam adegan ini dapat dikatakan bahwa sebagai orang Tionghoa, Patrick memiliki rasa dendam dan secara tidak langsung ia sudah melakukan tindakan diskriminasi terhadap non-Tionghoa. Patrick mencegah Ernest untuk tidak mencoba membaur dengan non-Tionghoa, karena pengalaman pahit yang telah dialaminya yaitu pernah mengalami tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh teman-teman non-Tionghoanya.

1 Kata “Tiko” sering digunakan oleh etnis Tionghoa di Indonesia yang merujuk pada orang-orang

pribumi atau non-Tionghoa. Dalam obsessionnews.com menyatakan bahwa kata tersebut memiliki arti yang kasar terhadap etnis non-Tionghoa, Tiko memiliki 2 arti, yaitu “tikus kotor” dan “ti” = babi dan “ko” = anjing.

(20)

45 Scene 23

Gambar 9

(Adegan Ernest mengatakan ingin menikah dengan Pribumi) Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

9 23 Ernest menghampiri keluarganya yang sedang makan bersama kemudian Ernest berkata ingin menikah dengan Pribumi. Mama dan Papa Ernest kaget hingga memuntahkan makanan dalam mulutnya. 0.16.18 - 0.16.26 - Ernest : “Mah, aku harus nikah sama pribumi!”

(21)

46 Verbal :

- Ernest datang menghampiri keluarganya yang sedang makan kemudian mengatakan “Mah, aku harus nikah sama pribumi!” sambil menggebrakan meja.

Dalam scene ini, Ernest menghampiri keluarganya yang sedang makan bersama kemudian Ernest berkata ingin menikah dengan Pribumi. Dengan penampilan yang masih berantakan karena baru pulang nonton konser punk bersama teman-temannya, Ernest terlihat datang dengan terburu-buru karena ia merasa sudah menemukan cara bagaimana untuk memutus tali rantai pembullyan generasi penerusnya, yaitu dengan menikah dengan orang non-Tionghoa.

Scene 24

Gambar 10

Adegan Faris dan gengnya minta maaf kepada Ernest Sumber : Film NGENEST

(22)

47

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

10 24 Dengan latar di Sekolahan, Faris dan gengnya meminta maaf kepada Ernest.

0.16.28 - 0.16.40

- Narator : “Sebelum lulus, Faris dan kawan-kawan minta maaf ke gue, kayaknya mereka takut kena karma yang lebih dahsyat saat masuk

SMA. Yaa

namanya juga orang minta maaf, masa ngga gue terima?”

Verbal :

- Faris, dan gengnya datang menghampiri Ernest kemudian bersalaman dan memeluk Ernest

Dalam adegan ini, terlihat sedang ada acara perpisahan di sekolahnya, Faris, Bowo, Ipeh, dan Bakri datang menghampiri Ernest kemudian meminta maaf. Faris dan kawan-kawan datang dan mengajak bersalaman kemudian memeluk Ernest secara bersamaan. Pada saat itu Ernest terlihat bingung karena orang-orang yang paling sering membullynya tiba-tiba datang untuk meminta maaf. Ernest memaafkan mereka kemudian saling berpelukan dengan raut wajah yang terlihat bahagia.

(23)

48 Scene 29

Gambar 11

Gambar 12

Adegan Ernest bercerita tentang papah mantan pacarnya kepada Patrick Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

11 & 12

24 Ernest dan Patrick sedang makan malam berdua di sebuah restaurant. 0.18.33 - 0.19.07 - Patrick : “Segitu parahnya bokap doi?”

(24)

49 Kemudian Ernest menceritakan tentang papah mantannya kepada Patrick. - Ernest : “Padahal tu mobil die itu cuman nyrempet motor dikit doang. Sama bokapnya ya tu si supir dimaki-maki tau gak lu, dikatain ‘tiko!’, ‘cibay!’”

- Patrick : “Rumah gedongan, mulut comberan”

- Ernest : “Nahh itu! Gua rasa dia tu kaya semacam

ultranasionalis tau gak lu? Pokoknya bangsa Cina itu yang paling unggul. Makanya dia tu sering ngomong gini ke gua ‘Ernest, bangsa Cina akan menguasai dunia. Lu harus, wajib belajar bahasa Mandarin”. - Patrick : “Tapi kalo itu gua setuju”

(25)

50 - Ernest : “helehhh”

Verbal :

- Ernest bercerita bahwa papah mantannya memaki supirnya yang telah menyerempetkan mobilnya dengan motor dengan sebutan “tiko” dan “cibay”

- Ernest bercerita bahwa dia juga dibilang oleh papah mantannya “Ernest, bangsa Cina akan menguasai dunia. Lu harus, wajib belajar bahasa Mandarin”.

Dalam scene ini, Ernest dan Patrick sedang makan malam berdua di sebuah restaurant. Kemudian Ernest menceritakan tentang papah mantannya kepada Patrick. Papah mantannya Ernest adalah orang Tionghoa. Dalam adegan ini, Ernest bercerita bahwa papahnya memaki supirnya karena mobil yang dikendarainya menyerempet motor. Ia memaki supirnya tersebut dengan sebutan “Tiko” dan “Cibay”, dimana Tiko sendiri berarti sebagai orang pribumi/ non Tionghoa. Sedangkan Cibay adalah salah satu umpatan atau makian yang berasa dari bahasa Hokkien yang biasa digunakan untuk berkata kasar. Selain itu, ia juga beranggapan bahwa bangsa Cina adalah yang paling unggul dan bangsa Cina akan menguasai dunia. Dari perkataan tersebut dapat diartikan menurut papa dari mantan Ernest bahwa orang Cina adalah yang paling berjaya atau eksklusif dibandingkan dengan lainnya dan akan menguasai dunia.

(26)

51 Scene 42

Gambar 13

Adegan Papa Meira memberikan nasihat Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

13 42 Meira dan kedua orang tuanya sedang berukumpul di ruang tengah sambil berbincang. Papa Meira memberikan nasihat. 0.34.43 - 0.35.17 - Papa Meira : “Dengerin ya, cukup papa aja yang dikecewakan sama mereka itu. Kamu mah jangan!

- Meira : “Pa gak bisa gitu dong. Gak bisa dipukul rata kaya gitu. Papa dulu bangkrut gara-gara ditipu sama orang Cina, ya tapi bukan berarti semua orang Cina itu penipu”.

(27)

52 - Papa Meira : “ah, kamu tau apa?” - Meira : “Lagian pah, aku juga baru kenal kok sama Ernest. Baru juga jalan dua kali sama dia”.

- Papa Meira: “Nih denger ya, api yang kecil itu lebih mudah dipadamkan daripada api yang terlanjur membesar. Nah, makanya kamu jangan main api, nanti terbakar api asmara!”

Verbal :

- Meira berkata “Pah, gak bisa gitu dong. Gak bisa dipukul rata kaya gitu.

Papa dulu bangkrut gara-gara ditipu sama orang Cina, ya tapi bukan berarti semua orang Cina itu penipu”.

Pada scene 42, Meira dan kedua orang tuanya sedang berukumpul di ruang tengah sambil berbincang, kemudian papa Meira memberikan nasihat. Dalam adegan ini Meira mengatakan bahwa papanya pernah bangkrut gara-gara ditipu oleh orang Cina namun bukan berarti semua orang Cina itu adalah penipu. Hal tersebut dapat

(28)

53 dikatakan bahwa papa Meira “menuduh” bahwa semua orang Tionghoa adalah penipu. Dalam Sejiwa (2008 : 4) mengungkapkan bahwa setiap pernyataan yang bersifat menuduh, menggosipkan, dan memfitnah termasuk dalam salah satu bentuk dari

bullying verbal.

Scene 46

Gambar 14

Adegan perdebatan antara papa Meira dan Meira Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

14 46 Papa dan mama

Meira sedang duduk sambil membaca Koran, tiba-tiba mama Meira melihat salah satu berita yang dibaca oleh papa

Meira dan

memberitahu bahwa

0.38.22 - 0.39.00

- Mama Meira : “Papa, ini teh bukannya temennya papa di kampus senior papa?” - Papa Meira : “Iya, ditangkep korupsi. Ngerakeun

(29)

54 yang ada dalam

berita tersebut adalah senior papa Meira. Kemudian Meira menghampiri kedua orang tuanya yang sedang berbincang.

orang Sunda wae ini mah”

- Meira : “Pah, berarti semua orang Sunda itu tukang korupsi ya!”

- Papa Meira : “Weeeh, gak bisa dipukul rata gitu atuh!”

- Meira : “Bener pah. Emang gak bisa dipukul rata kaya gitu. Gak bisa! Ya kan mah?”

Verbal :

- Papa Meira membantah ketika meira mengatakan bahwa semua orang Sunda itu tukang korupsi

Pada scene 46, papa dan mama Meira sedang duduk sambil membaca Koran, tiba-tiba mama Meira melihat salah satu berita yang dibaca oleh papa Meira dan memberitahu bahwa yang ada dalam berita tersebut adalah senior papa Meira. Kemudian Meira menghampiri kedua orang tuanya yang sedang berbincang. Dalam adegan ini papa Meira mengatakan bahwa seniornya tertangkap karena korupsi dan memalukan orang Sunda. Kemudian Meira mengatakan kepada papanya bahwa semua orang Sunda berarti tukang koupsi. Namun papa Meira mengelak perkataan Meira. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa papa Meira tidak terima ketika orang Sunda dianggap

(30)

55 sebagai tukang korupsi, namun dalam scene 42 papa Meira secara tidak langsung mengatakan bahwa semua orang Cina (Tionghoa) adalah penipu. Hal yang dilakukan oleh papa Meira merupakan suatu bentuk pembedaan terhadap etnis Tionghoa.

Scene 48

Gambar 15

Adegan Ernest sedang makan malam bersama keluarga Meira Sumber : Film NGENEST

Gambar Scene Visual Waktu Dialog

15 48 Di ruang makan terlihat Ernest, Meira dan kedua orang tua Meira sedang makan malam bersama.

0.39.34 - 0.39.49

- Narator : “Pelan-pelan bokap Meira juga mulai baik sama gue, mungkin sebagai ayah dia juga seneng kali ya liat anaknya bahagia”.

(31)

56 Verbal : Ernest makan malam bersama Meira dan kedua orang tuanya.

Dalam scene ini terlihat Ernest sedang makan malam bersama kedua orang tua Meira. Dengan visual seperti yang ditunjukan tersebut, narator (sebagai Ernest sendiri) mengatakan bahwa “Pelan-pelan bokap Meira juga mulai baik sama gue, mungkin

sebagai ayah dia juga seneng kali ya liat anaknya bahagia”. Kata-kata tersebut

menunjukan bahwa papa Meira yang sebelumnya kurang setuju dengan hubungan yang dijalin anaknya dengan Ernest karena Ernest adalah seorang keturunan Tionghoa kini mulai setuju. Papa Meira mulai mau menerima dan menyadari bahwa tidak semua orang Tionghoa seperti apa yang dipikirkan sebelumnya.

4.2 Analisis Mesostruktur

Dalam tingkatan analisis ini, berfokus pada bentuk produksi teks dan konsumsi teks. Pada aspek ini terdapat proses dalam menghubungkan produksi teks dengan konsumsi teks atau interpretasi yang sudah ada. Dalam hal ini fokusnya diarahkan pada cara pengarang teks dalam megambil wacana dan genre yang ada dengan memperhatikan bagaimana hubungan kekuasaan dimainkan (Haryatmoko, 2016: 23).

4.2.1 Produksi Teks

Dalam tahapan ini, menganalisis pihak-pihak tertentu yang terlibat proses produksi teks atau pihak yang memproduksi teks. Pada analisis ini, melihat bagaimana suatu teks dibuat oleh sutradara atau pihak lain yang berkaitan dengan proses produksi pada film Ngenest. Dalam analisi produksi teks peneliti memaparkan latar belakang dari sutradara sekaligus penulis naskah dan juga salah satu pemain dalam film Ngenest.

1. Ernest Prakasa

Ernest Prakasa lahir di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1982. Ernest merupakan seorang komika asal Indonesia. Tidak hanya seorang komika, ia juga seorang penulis naskah, sutradara, aktor dan juga

(32)

57 presenter. Setelah bekerja selama 4 tahun di salah satu perusahaan, ia ingin mencoba untuk keluar dari kerjaannya dan menjadi seorang Stand

Up comedian. Ernest mendaftarkan diri ke audisi Stand Up Comedy

yang diadakan oleh Kompas TV pada tahun 2011. Dari beberapa audisi yang ada, Ernest terpilih untuk masuk ke babak final. Dalam berjuang dalam melawan 12 finalis dari seluruh Indonesia, ia mulai memikirkan materi yang akan dibawakannya supaya tidak “garing”. Akan tetapi ukuran lucu saja belum cukup untuk menjadi pemenang sehingga materi yang dibawakan juga harus bersifat kritis. Dari situlah Ernest mulai memikirkan masa lalunya yang kelam. Usahanya tersebut berhasil membuatnya meraih podium ketiga dalam kompetisi tersebut.

Setelah menjalani kariernya dalam dunia Stand Up komedi, Ernest mulai mencoba berkarier dalam dunia perfilman. Ernest membintangi beberapa film layar lebar seperti Comic 8, CJR The Movie, Kukejar Cinta ke Negeri Cina, NGENEST, hingga Cek Toko Sebelah. Selain menjadi aktor dalam beberapa film yang dibintanginya, Ernest juga menjadi orang di balik layar seperti penulis skenario dan sutradara. Dalam kapanlagi.com menyatakan bahwa saat itu pihak Starvision meminta buku dari karya Ernest yang berjudul NGENEST dikemas untuk dijadikan film. Awalnya Ernest berencana hanya akan menulis skenarionya saja, namun pihak dari Starvision meminta Ernest untuk menjadi sutradara dari film NGENEST karena menurut Chand Parwez dari Starvision Ernest lah yang paling mengerti cerita dari bukunya sendiri. Di film NGENEST lah Ernest debut menjadi seorang sutradara pertama kali.

Sebagai seorang sutradara sekaligus penulis dan pemain dalam film ini, Ernest mengemas film ini untuk menyentil orang-orang yang masih sering melakukan tindakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa.

(33)

58 Tak hanya itu, Ernest juga menunjukan adanya tindakan diskriminasi yang secara tidak langsung dilakukan terhadap etnis non Tionghoa.

Sebagai seorang sutradara dan penulis naskah yang juga seorang komedian, hampir setiap karya filmnya dibuat dalam konsep komedi, salah satunya yaitu pada film NGENEST. Genre dalam film ini dipilih supaya isu yang diangkat dalam film tidak menyinggung pihak manapun. Meskipun dikemas dalam genre komedi, film yang disajikan oleh Ernest tentu memiliki pesan tersendiri yang ingin disampaikan kepada para khalayaknya. Genre komedi dipilih oleh Ernest untuk filmnya dikarenakan ia sangat paham dengan unsur-unsur komedi. Konsep komedi yang ingin dikemas dalam film ini, Ernest menggandeng Arie Kriting untuk menjadi salah satu pemain dalam film NGENEST. Namun peran Arie dalam film itu hanya sedikit, Arie Kriting lebih banyak berperan di belakang layar. Arie diminta untuk menjadi comic sekaligus comedy choaching.

2. Satriaddin Maharinga Djongki ( Arie Kriting )

Satriaddin Maharinga Djongki atau sering dipanggil dengan nama panggung Arie Kriting dilahirkan di Kendari, 13 April 1985. Awal karier Arie Kriting dalam dunia hiburan adalah menjadi komika yang tampil di panggung-panggung kecil bersama pelawak tunggal

Stand Up Indo Malang. Sebagai seorang Stand Up comedian, Indonesia

Timur adalah suatu ciri khas bagi Arie setiap sedang melawak. Dalam kumparan.com menyatakan bahwa materi komedi yang dibawakan oleh Arie bernuansa kritik sosial sekaligus mengenalkan masyarakat bahwa banyak hal positif yang dapat digali lebih dalam seperti peristiwa, budaya, serta pemandangan yang begitu indah. Dengan ciri khasnya tersebut, Arie berhasil memenangkan juara 3 di ajang Stand Up Comedy

(34)

59 Indonesia Kompas TV pada tahun 2013. Tak hanya berbakat dalam bidang komedi, Arie Kriting juga dapat menjadi seorang pembawa acara di berbagai acara TV. Selain itu Arie juga mencoba dunia perfilman bersama artis-artis Indonesia lainnya. Sejak tahun 2014 Arie diketahui telah membintangi sebanyak 15 judul film. Salah satunya adalah film NGENEST.

Arie Kriting sengaja diajak oleh Ernest untuk menangani

comedy choaching. Karena berada dalam satu manajemen, Ernest dan

Arie sudah sering berdiskusi mengenai komedi. Dalam film dengan genre komedi ini Ernest harus main menjadi pemeran dan direct, maka Ernest meminta Arie untuk memaksimalkan adegan komedi yang ada didalamnya.

4.2.2 Konsumsi Teks

Dalam tahap ini penulis akan menjelaskan bagaimana sang sutradara berusaha dalam mengembangkan suatu wacana dalam film NGENEST. Wacana yang dikembangkan dalam film ini berupa gambaran realitas sosial yang masih sering terjadi di lingkungan masyarakat. Salah satu realitas sosial yang terdapat dalam film ini adalah tindakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas jalan cerita film NGENEST, Ernest Prakasa mengemasnya dalam genre komedi. Sehingga pesan yang ingin disampaikan kepada khalayaknya dapat terasa ringan dan menghibur.

Yang menjadi pengantar dari film ini adalah pada scene pertama, penonton langsung ditunjukan adegan diskriminasi yang dilakukan terhadap etnis Tionghoa. Dimana pada adegan tersebut terdapat seorang anak laki-laki sedang berjalan sendirian, kemudian terdapat 2 orang anak lain yang berteriak “Cina” kepadanya. Sebagai sutradara, Ernest

(35)

60 menjadikan adegan tersebut sebagai pembuka dari film NGENEST. Pada pembuka film ini, Narator juga mengatakan bahwa ini adalah cerita seorang anak yang terlahir sebagai Cina. Pada scene berikutnya dengan latar di kamar bidan terlihat seorang bapak dan ibu yang baru saja melahirkan bayinya. Dalam adegan ini dengan selipan komedi di dalamnya, seorang bidan mengatakan “Tuh, tadi saya lihat matanya sipit,

persis! Saya yakin 1000% kalo itu bayi pasti produknya engkoh!” bidan

ini mengatakan sambil menunjuk ke bapak si bayi yang merupakan seorang etnis Tionghoa. Dari kedua scene tersebut adalah yang menjadi suatu pengantar dalam film NGENEST, dimana adegan yang ada menunjukan bahwa film ini akan menceritakan tentang kisah seorang anak laki-laki keturunan Tionghoa yang mengalami tindakan diskriminasi.

Tak hanya pada pengantar saja, adegan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa juga ditunjukan dalam film ini dalam 13 adegan yang sudah dijabarkan pada analisis mikrostruktur. Adegan diskriminasi dalam film ini, menunjukan banyak hal yang sering terjadi dalam lingkungan masyarakat, seperti melakukan bullying kepada orang lain, yaitu dengan mengejek karena tampilan fisik yang dimiliki oleh mereka, hingga pada kebiasaan menilai sikap seseorang dengan berdasarkan suku, ras, dan juga agama mereka. Dalam fimela.com menyatakan bahwa setiap adegan yang disajikan oleh sang sutradara, memiliki tujuan untuk menyentil orang-orang yang sering berlaku seperti itu, namun Ernest mengemasnya dengan cara yang halus sehingga hal tersebut tidak sampai meninggung perasaan.

Selain menjadi sutradara serta penulis naskah dalam film NGENEST, Ernest Prakasa juga menjadi tokoh utama dalam film ini. Meskipun cerita pada film ini memiliki makna yang dalam karena menyinggung masalah sosial, namun pada setiap adegannya selalu diselipkan unsur-unsur komedi didalamnya. Untuk memperkuat unsur

(36)

61 komedi dalam film ini, beberapa komika ikut berperan meskipun hanya singkat saja. Film NGENEST memiliki alur maju, film ini juga terlihat sangat rapih, dimana setiap adegannya dikemas dengan berkesinambungan, yaitu mulai dari Ernest dilahirkan, kemudian duduk dibangku SD, SMP, SMA, kuliah, bekerja sebagai karyawan, kemudian menikah, dan diakhiri dengan istri Ernest yang melahirkan anak pertama mereka.

4.3 Analisis Makrostruktur

Pada tahap analisis ini, berfokus pada fenomena dimana suatu teks dibuat. Dalam hal ini, untuk memahami suatu wacana perlu menelusuri keadaan sosial – budaya yang pada keseluruhannya dapat mempengaruhi bagaimana teks itu dibuat. 4.3.1 Situasional

Dalam tahap situasional berkaitan dengan produksi dan konteks dari peristiwa saat suatu teks dibuat. Hal tersebut berarti bahwa terbentuknya suatu teks berasal dari suatu kondisi atau situasi tertentu yang khas. Seperti pada film NGENEST, yang menjadi ciri khas dari film tersebut adalah gambaran sebuah perjalanan hidup Ernest sebagai kaum minoritas yaitu etnis Tionghoa di Indonesia yang mengalami tindakan diskriminasi oleh lingkungan sekitarnya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.

Wacana diskriminasi yang dibangun dalam film ini yang paling sering ditunjukan adalah pada saat orang keturunan Tionghoa yang dipanggil sebagai “Cina”. Hal tersebut bagaikan suatu pembedaan antara Tionghoa dan Pribumi. Orang Tionghoa dipanggil dengan sebutan “Cina” karena adanya stigma2 yang berkembang sesudah peristiwa 1965. Pada saat

itu etnis Tionghoa distigmatisasikan sebagai kelompok komunis yang

2 Menurut KBBI, stigma merupakan suatu ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang akibat pengaruh lingkungannya

(37)

62 berkiblat ke China selama Orde Baru (Yau Hoon, 2012 : 176). Panggilan “Cina” yang biasanya dilontarkan oleh kelompok non-Tionghoa kepada etnis Tionghoa bukanlah hal yang jarang, melainkan kata tersebut masih banyak digunakan sampai saat ini.

Selain itu, diskriminasi terhadap etnis Tionghoa yang ditunjukkan dalam film ini adalah mengenai ciri fisik dari etnis Tionghoa, seperti mata yang sipit.Pada dasarnya orang Tionghoa memiliki ciri fisik yang berkulit terang dan mata yang sipit. Dalam film NGENEST, sebutan dengan ciri fisik seperti “sipit” dikemas sebagai bentuk diskriminasi dan juga dijadikan sebagai unsur komedi.

Berikutnya bentuk diskriminasi etnis Tionghoa dalam film ini adalah tindakan memalak. Sebagai seorang keturunan Tionghoa Ernest sering dipalak oleh orang non-Tionghoa. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa mereka menganggap bahwa sebagai orang Tionghoa Ernest adalah seorang anak yang kaya. Seperti pada stereotipe yang berkembang di tengah masyarakat pribumi adalah bahwa “Orang Tionghoa itu adalah kelompok

homogen yang tak berubah. Mereka adalah orang kaya, karena mereka telah mengeruk kekayaan ekonomi kita, mereka merasa lebih hebat dan eksklusif. Kesetiaan mereka kepada Indonesia perlu dipertanyakan karena mereka enggan berasimilasi” (Coppel, dalam Yau Hoon, 2012). Dengan

adanya stereotipe tersebut, warga keturunan Tionghoa selalu dianggap kaya karena etos dan nilai kerja yang dimiliki oleh mereka, yaitu memiliki semangat kerja yang tinggi, memiliki tekad yang kuat, berpikiran jangka panjang, irit, rajin, pekerja keras, tekun, teliti, disiplin, rasional, gesit, uletm teratur, dan efisien. Etos kerja yang dimiliki oleh orang Tionghoa tersebutlah uang membuat mereka menjadi sukses dalam berbisnis.

Meskipun demikian, tak semua orang Tionghoa adalah orang kaya. Pada realitanya, masih banyak warga keturunan Tionghoa yang secara fisik tidak tampak seperti Tionghoa totok yang berkulit putih, melainkan kulit

(38)

63 mereka berwarna sawo matang dang tidak memiliki mata yang sipit. Selain itu status ekonomi mereka adalah kelas menengah hingga menengah kebawah. sebagai contoh yaitu pada etnis ‘Cina Benteng’.

4.3.2 Institusional

Saat ini media tak lagi hanya sebagai institusi sosial, tetapi juga sebagai institusi ekonomi dan juga politik. Meskipun demikian, konten dari media tidak boleh menyimpang dari fungsinya yaitu untuk tetap memberikan edukasi kepada masyarakat umum. Hal tersebut dapat menjadi suatu kemungkinan terhadap produksi suatu wacana.

Seperti pada film NGENEST yang diproduksi oleh Starvision Plus, dimana film tersebut mengangkat tentang masalah sosial yang masih sering terjadi di lingkungan masyarakat. Sebagai rumah produksi, Starvision Plus tentu memiliki tujuan ekonomi untuk mencari keuntungan. Meskipun demikian, film-film hasil produksi dari Starvision Plus tentu tidak menyimpang dari fungsi media yang ada. Dalam tujuannya mencari keuntungan, Starvision Plus justru memproduksi dan menampilkan film-film yang memiliki dampak positif serta mengedukasi khalayaknya. Starvision Plus mengemas cerita tentang keseharian yang terjadi pada penduduk lokal agar banyak disukai oleh masyarakat3. Seperti pada film NGENEST, cerita yang diangkat adalah masalah sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Hal tersebut dibuat dari sudut pandang Ernest Prakasa sebagai sutradara film tersebut mengenai isu sosial yang masih sering terjadi di Indonesia.

PT. Kharisma Starvision Plus atau yang dikenal sebagai Starvision merupakan rumah produksi di Indonesia yang didirikan pada 10 Oktober 1995.

3

(39)

64 Starvision Plus didirikan oleh Chand Perwez Servia pada saat industri bioskop mulai merosot akibat adanya pembajakan. Starvision Plus memproduksi berbagai macam program televisi yang mencapai Top Rating Indonesia. Dengan genre yang beragam, karya Starvision Plus serng menjadi trendsetter yang sukses, seperti The Tarix Jabrix (2008), Get Married 3 (2011), Purple Love (2011), Perahu Kertas (2012), Cinta Brontosaurus (2013), Marmut Merah Jambu (2014), NGENEST (2015), Cek Toko Sebelah (2016), Sweet 20 (2017), Critical Eleven (2017). Selain banyak digemari, karya Starvision Plus juga memiliki nilai dan telah meraih berbagai macam penghargaan lokal dan juga internasional. Di hari ulang tahun yang ke 22 tahun, Starvision Plus telah berhasil meraih 22 nominasi di FFI (Festival Film Indonesia) pada tahun 2017.

4.3.3 Sosial

Berkaitan dengan proses produksi film NGENEST, dalam tahap ini penulis akan menjelaskan mengenai permasalahan sosial yang berkembang dan masih sering terjadi di lingkungan masyarakat secara keseluruhan dan mendalam. Beragamnya suku, ras dan agama di Indonesia tidak selamanya berjalan mulus, tetapi sering terjadi perbedaan antarkelompok tertentu. Salah satu permasalahan sosial yang masih sering terjadi di Indonesia adalah seperti pada film NGENEST, yaitu tindakan diskriminasi yang dilakukan terhadap etnis Tionghoa. Tindakan diskriminasi yang dilakukan seperti tindakan perundungan dan juga memperlakukan pembedaan terhadap kelompok etnis Tionghoa. Meskipun cerita yang diangkat merupakan suatu hal yang sensitif, tetapi Ernest berani menampilkan beberapa adegan yang menunjukan tindakan diskriminasi yang dilakukan terhadap etnis Tionghoa. Film ini diangkat dari kisah hidup yang dialami oleh Ernest (sutradara sekaligus penulis naskah film NGENEST) sebagai kaum minoritas keturunan Tionghoa.

(40)

65 Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh Ernest, kebencian terhadap masyarakat Tionghoa di Indonesia sebagai kelompok minoritas masih saja ada. Dilansir dari tirto.id (2016) dalam artikel yang berjudul “Sejarah Kebencian Terhadap Etnis Tionghoa”, menurut penelitian Amy Freedman dari Franklin and Marshall College, Amerika Serikat mengatakan bahwa adanya kebencian terhadap masyarakat etnis Tionghoa adalah hasil dari politik pecah belah Soeharto. Pada masa Soeharto sebagian kecil kelompok etnis Tionghoa di Indonesia menikmati berbagai fasilitas investasi hingga menjadi sangat kaya. Dengan demikian etnis Tionghoa direpresentasikan sebagai kelompok yang berkuasa dan memiliki kekayaan dengan cara yang curang. Jatuhnya Soeharto pada 1998 membuat pembedaan ini semakin rumit. Kerusuhan yang terjadi di berbagai kota di Indonesia menjadikan kelompok masyarakat Tionghoa sebagai sasaran kebencian.

Dalam tirto.id menyatakan bahwa kebencian terhadap etnis Tionghoa sudah ada sejak tahun 1740. Pada saat bulan Oktober 1740, ketika para kuli Cina sedang berbaris menuju kota sambil membawa senjata buatan sendiri, beredar isu bahwa mereka adalah kelompok yang akan membantu para pemberontak. Kecurigaan bagi orang-orang Eropa dan pribumi sendiri memperburuk kondisi. Saat itu mereka secara langsung menyerang kelompok Tionghoa tersebut dengan membunuh. Tak hanya membunuh, mereka juga menjarah dan membakar sekitar 7.000 rumah milik orang Tionghoa. Gubernur Jendral VOC Adriaan Volckanier pada saat itu tidak menangani peristiwa pembantaian yang dilakukan terhadap orang Tionghoa, melainkan ia mendukung kejadian tersebut. Ia memerintahkan untuk membunuh dengan keji semua orang Tionghoa hingga ke dalam penjara dan pasien-pasien di rumah sakit. Kejadian tersebut terlah memakan banyak korban yang mencapai 10.000 orang. Peristiwa di Batavia ini dikenal dengan nama “Geger Pecinan”.

(41)

66 Kebencian terhadap kelompok etnis Tionghoa dapat dikatakan sebagai konstruksi sosial yang dibuat oleh para penguasa (Belanda dan Pribumi). Munculnya stereotip dalam persepsi kelompok “pribumi” terhadap etnis Tionghoa bahwa mereka (etnis Tionghoa) merupakan kelompok yang homogen dan kaya karena menguras perekonomian kaum pribumi, etnis Tionghoa dianggap merasa lebih hebat dan eksklusif. Kebencian terhadap etnis Tionghoa dikarenakan efektifnya mereka menjadi bandar-bandar pemungut pajak. Hal tersebut membuat kaum pribumi menjadi benci para penarik pajak serta memandang orang-orang Tionghoa sebagai musuh yang memeras, menghisap darah, serta menghalangi perkembangan ekonomi mereka (Yau Hoon, 2012: 25-26).

Gambar

Gambar  Scene  Visual  Waktu  Dialog
Gambar  Scene  Visual  Waktu  Dialog
Gambar  Scene  Visual  Waktu  Dialog
Gambar 5  Adegan dipalak di Bus  Sumber : Film NGENEST
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun mangga apel (M. indica) berasal dari lingkungan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau. Daun

Bagi Habermas, transformasi ruang publik secara radikal terjadi da- lam ruang publik masyarakat warga negara karena ruang publik ini mencakup kepentingan ekonomi, politik,

Oleh karena itu, dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kabupaten Aceh Jaya, perlu

 Berakal. Dengan syarat tersebut maka anak kecil yang belum berakal tidak boleh melakukan transaksi jual beli, dan jika telah terjadi transaksinya tidak

Nilai fitness merupakan penentu sifat suatu individu, besar kecilnya nilai fitness menentukan nilai optimal dari jumlah pelanggan suara dan pelanggan data yang berada pada

Peta yang dihasilkan oleh perangkat desa masih banyak yang belum memenuhi kaidah kartografi dan juga banyak yang belum menampilkan informasi geospasial secara optimal pada

Rogers (dalam Willis, 2007) mengatakan bahwa konseling yang efektif jika dapat memberikan perubahan langsung terhadap konseli pada saat melakukan proses

Dibanding dengan jenis pepaya lainnya, pepaya bangkok memiliki ukuran yang jumbo, dan memiliki ketahanan dan rasa yang cukup baik. Ciri khas lainnya dari jenis