• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA SEI BERAS SEKATA DAERAH IRIGASI SEI KRIO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA SEI BERAS SEKATA DAERAH IRIGASI SEI KRIO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

89

KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA SEI BERAS SEKATA

DAERAH IRIGASI SEI KRIO KECAMATAN SUNGGAL

KABUPATEN DELI SERDANG

(Study of Tertiary Irrigation Canals In The Sei Beras Sekata Village Sei Krio Sunggal,

Deli Serdang District)

Sri Amelia Susan Ginting

1

, Sumono

1

, Ainun Rohanah

1

1) Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU

Jl. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Kampus USU Medan 20155

Diterima 15 Mei 2013 / Disetujui 12 Juni 2013

ABSTRACT

In the distribution of irrigation water through a soil tertiary canal, there can be a great loss of water, sedimentation and canal scoured if not well designed. This research was aimed to review, to calculate the waterloss and efficiency as well as to designing a good canal dimensions of tertiary canals to prevent scour and sedimentation at 2 tertiary canals in the Sei Beras Sekata village Sei Krio Sunggal, Deli Serdang district. The results showed that sedimentation occurred in both tertiary canals, so that redesign of the dimensions on the both canals was needed. Efficiency at the same distance (30m) in the canal 1 was 79,42 % and canal 2 was 91,72 %. The best tertiary canal dimensions for canal 1 was the combination 0,02% slope, the channel width (B) was 0,62 m and the depth of water (D) was 0,31 m and for canal 2 was the combination 0,02% slope, the canal width (B) was 0,58 m and the depth of water (D) was 0,29 m.

Key Word: Tertiary Canal, Waterloss, Conveyance Efficiency and Canal Dimensions

PENDAHULUAN

Air memiliki peran penting dalam setiap bidang di kehidupan manusia. Air bergerak mengikuti daur hidrologi dan terbagi secara tidak merata menurut geografi maupun musim, sehingga air yang tersedia pada suatu tempat di atas bumi dari waktu ke waktu besarnya tidak tetap.

Dalam bidang pertanian, air yang dimaksud adalah dalam bentuk pengairan. Pengairan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman adalah air yang disediakan untuk mengimbangi air yang hilang akibat evaporasi dan transpirasi. Kebutuhan air di lapangan merupakan jumlah air yang harus disediakan untuk keperluan pengolahan lahan ditambah kebutuhan air tanaman (Doorenbos dan Pruit, 1984).

Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan (irigasi bagi lahan pertanian), debit air di daerah bendung harus lebih dari cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan pertanaman. Agar penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat diatur dengan sebaik-baiknya dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin, dengan

mengingat kepentingan areal lahan pertanaman lainnya maka dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengukuran debit air. Dengan distribusi air yang terkendali, maka masalah kebutuhan air

pengairan selalu dapat diatasi tanpa

menimbulkan gejolak di masyarakat petani pemakai air pengairan (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1990).

Dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan, pembangunan sektor pertanian

mengutamakan program intensifikasi,

ekstensifikasi dan diversifikasi. Seiring dengan perkembangan teknologi pertanian serta kenyataan bahwa varietas tanaman modern menuntut pengelolaan air secara tepat guna, maka seluruh prasarana di daerah-daerah pertanian harus dikembangkan.

Untuk mengatur aliran air dan sumbernya

ke petak-petak sawah, diperlukan

pengembangan sistem irigasi di dalam petak tersier. Mengingat peraturan pemerintah tentang irigasi yang telah memutuskan bahwa tanggung jawab atas pengembangan dan pengelolaan jaringan utama berada di pihak pemerintah, sedangkan para pemakai jaringan bertanggung jawab atas pengembangan dan pengelolaan

saluran, pembuang serta

(2)

90 Kebutuhan air di petak tersier di salurkan melalui saluran tersier. Untuk mengembangkan saluran tersier yang dapat mengalirkan dengan cukup tanpa terjadinya pengendapan dan penggerusan pada saluran perlu dirancang saluran yang tepat, baik ukuran maupun kecepatan air yang mengalir.

Desa Sei Beras Sekata merupakan salah satu desa yang memanfaatkan air irigasi Sei Krio. Saluran tersier dibangun sendiri oleh Petani Pemakai Air dan merupakan saluran tanah. Pada saluran tanah dapat terjadi kehilangan air yang besar, pengendapan dan penggerusan saluran apabila tidak dirancang dengan baik. Kehilangan air disebabkan oleh evapotranspirasi, rembesan dan perkolasi. Kehilangan air ini berakibat pada debit saluran yang kecil sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan air tanaman padi.

Hal di atas tentunya terkait dengan rancangan saluran tersier yang ada. Apabila sudah memenuhi persyaratan-persyaratan teknis maka efisiensi penyaluran air akan tinggi dan tidak terjadi pengendapan atau penggerusan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji saluran tersier di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kabupaten Deli Serdang.

METODOLOGI

Bahan-bahan yang digunakan adalah deskripsi jaringan irigasi diperoleh dari dinas PSDA (Pengelolaan Sumber Daya Air), peta jaringan irigasi diperoleh dari dinas PSDA, data rata-rata suhu bulanan dan data persentase jam siang hari bulanan yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stopwatch digunakan untuk menghitung waktu, tape digunakan untuk mengukur panjang saluran, waterpass digunakan untuk mengukur kemiringan saluran, sekat ukur Segitiga 90o (tipe Thomson) digunakan untuk

mengukur debit saluran, silinder besi untuk mengukur laju perkolasi pada saluran, ring sample untuk analisis sifat fisik tanah tabung erlen mayer untuk mengukur kerapatan partikel, kalkulator untuk perhitungan dan alat tulis.

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapang dengan mengukur parameter-parameter yang diteliti dan selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap saluran tersier Daerah Irigasi Sei Krio.

Debit air dihitung dengan menggunakan sekat ukur tipe Thompson, dimana sekat ukur diletakkan melintang saluran dan harus dalam posisi lurus. Sekat ukur dimasukkan kedalam saluran hingga air terbendung, keluar melalui

sekat ukur secara bebas. dan tingginya airnya telah konstan. Diukur debit di kedua saluran pada bagian hulu dan hilir untuk memperoleh nilai pengurangan debit. Nilai efisiensi penyaluran air

pada kedua saluran dihitung dengan

membandingkan debit pada bagian hilir saluran dengan debit pada bagian hulu saluran.

Total air yang hilang melalui

evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan di hitung dengan mengurangkan debit di hulu dengan debit di hilir. Besarnya nilai evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan data-data suhu rata-rata bulanan, persentase bulanan jam hari terang, koefisien tanaman dan koefisien suhu. Besarnya perkolasi diukur dengan membenamkan silinder besi ke dasar saluran sedalam 30-40m, dicatat penurunan air selama 24 jam, dilakuan perulangan sebanyak 3 kali, kemudian di hitung dengan menggunakan persamaan laju perkolasi. Untuk besarnya nilai rembesan dapat dihitung dengan mengurangkan total kehilangan air terhadap perkolasi dan rembesan.

Ukuran lebar, dalam dan panjang saluran diukur dengan menggunakan tape. Luas penampang kedua saluran dihitung dengan mengalikan panjang saluran dengan lebar saluran. Kemiringan saluran dihitung dengan menggunakan waterpass (metode breaking taping).

Kecepatan aliran rata-rata dapat dihitung dengan membandingkan debit rata-rata saluran dengan luas penampang saluran. Kecepatan aliran kritis dihitung dengan menggunakan rumus kecepatan aliran kritis. Perbandingan antara kecepatan aliran rata-rata dengan kecepatan aliran kritis merupakan rasio kecepatan kritis (m) yang menentukan terjadinya pengendapan atau penggerusan pada saluran.

Dari data yang diperoleh, dilakukan perancangan kembali dimensi saluran tersier menggunakan rumus kecepatan aliran Manning. Dengan asumsi kecepatan aliran rata-rata sama dengan kecepatan aliran kritisnya (v = vo) dan

mengkombinasikan beberapa penetapan lebar saluran (B), kedalaman air (D) dan kemiringan saluran sehingga diperoleh dimensi saluran terbaik yang tidak menimbulkan pengendapan atau penggerusan di saluran.

Sifat fisik tanah kedua saluran (di dalam dan di tepi saluran) dianalisis di laboratorium dengan mengambil sampel tanah pada kedua saluran. Sifat fisik yang diukur adalah tekstur tanah, bahan organik, kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas.

Paramater Penelitian 1. Sifat fisik tanah

(3)

91 Dilakukan analisis kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas pada tanah di kedua saluran. Rumus yang digunakan adalah:

ρb = = ρs = θ = (1 - ) x 100% Dimana: ρb = Kerapatan massa (g/cm3). ρs = Kerapatan partikel (g/cm3). Θ = Porositas (%)

Ms = Massa tanah kering (g).

Vs = Volume partikel tanah (cm3).

Va = Volume udara (cm3).

Vw = Volume Air (cm3).

(Islami dan Utomo, 1995). 2. Debit

Debit air diukur dengan sekat ukur tipe Thomson dengan menggunakan persamaan:

Q = 0,0138 H5/2

Dimana:

Q = debit air (l/det)

H = tinggi air pada sekat ukur (cm). (Lenka, 1991).

3. Kehilangan Air

Kehilangan air pada kedua saluran terjadi melalui evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan. Rumus yang digunakan adalah: Evapotranspirasi

U =

Dimana:

U = Evapotranspirasi bulanan (mm)

p = Persentase bulanan jam hari-hari terang dalam setahun.

t = Suhu rata-rata bulanan (oC)

(Soemarto, 1995) K = Kt x Kc Kt= 0,0311t +0,240 Dimana: K = Koefisien tanaman Kt = Koefisien suhu

Kc = Koefisien tanaman bulanan (Kartasoeputra dan Sutedjo, 1994). Perkolasi

P = mm/hari

Dimana:

P = Laju Perkolasi (mm/hari)

h1-h2= Beda tinggi air dalam silinder waktu t1 dan

t2 (mm)

t1-t2 = Selisih waktu pengamatan air dalam pipa

(hari).

(Harianto, 1987 dalam Sutanto 2006). Rembesan

Rembesan = (Kehilangan Air) – (P + E) Dimana:

Kehilangan Air = pengurangan debit air di hulu dengan debit air di hilir (mm/hari)

P = Perkolsi (mm/hari)

E = Evapotranspirasi (mm/hari). 4. Efisiensi Penyaluran Air

Efisiensi penyaluran air dihitung dengan menggunakan rumus:

EC = 100 % x

Dimana:

EC = Efisiensi penyaluran air (%)

Wf = Air yang disalurkan ke sawah (bagian hilir)

(l/det)

Wr = Air yang diambil sungai atau waduk (bagian

hulu) (l/det) (Hansen, dkk, 1992).

5. Kecepatan Aliran Rata-rata

Kecepatan aliran rata-rata dihitung dengan menggunakan rumus:

V = Dimana:

V = Kecepatan rata-rata (m/det) Q = Debit (m3/det)

A = Luas Penampang (m2).

(Soewarno, 1991). 6. Kecepatan Aliran Kritis

Kecepatan Aliran Kritis (Vo) dihitung dengan menggunakan rumus

V0= 0,546 x D0,64

Dimana D adalah kedalaman saluran (m) (Basak, 1999).

7. Kemiringan Saluran

Kemiringan saluran dihitung dengan

menggunakan metode Breaking taping. Rumus yang digunakan adalah:

Kemiringan = x 100 %

8. Rancangan ukuran saluran

Rancangan Ukuran saluran dilakukan

dengan mengasumsikan V = V0 dengan

beberapa kombinasi penetapan lebar saluran. Rumus yang digunakan adalah:

V = Dimana:

(4)

92

N = Koefisisen kekasaran

R = Kedalaman rata-rata hidrolik (m)

S = Kemiringan saluran (%)

(Basak, 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sifat Fisik Tanah Tektur Tanah

Hasil analisis tekstur tanah pada 2 saluran tersier di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Tektsur Tanah Fraksi

Lokasi Pasir Debu Liat Tekstur Tanah

(%) (%) (%) Dalam Saluran 1 53,84 24.56 21,60 Lempung Liat Berpasir Tepi

Saluran 1 37,84 32,56 29,60 Lempung Liat Dalam Saluran 2 49,84 28.56 21,60 Lempung Liat Berpasir Tepi Saluran 2 33,84 42,56 23,60 Lempung Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tanah pada bagian dalam saluran 1 dan saluran 2 bertekstur lempung liat berpasir, bagian tepi saluran 1 bertekstur lempung liat dan bagian tepi saluran 2 bertekstur lempung. Tekstur tanah ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA. Perbedaan tekstur di masing-masing lokasi disebabkan oleh kandungan fraksi yang berbeda di setiap lokasinya. Menurut Ismail dan Hadi (1995) tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan dan

menghantarkan air, menyimpan dan

menyediakan hara tanaman.

Bahan Organik

Hasil analisis bahan organik tanah pada 2 saluran tersier di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Bahan Organik

Lokasi C-Organik (%) Bahan Organik (%)

Dalam Saluran 1 0,09 0,15

Tepi Saluran 1 0,32 0,55

Dalam Saluran 2 0,09 0,15

Tepi Saluran 2 0,28 0,48

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan bahan organik di dalam kedua

saluran lebih kecil dari pada di tepi kedua saluran. Hal ini disebabkan pada tepi kedua saluran ditumbuhi berbagai jenis rumput liar dan di tepi saluran 1 juga ditanamani tanaman jagung. Menurut Foth (1994) adanya tanaman akan meningkatkan akumulasi bahan organik pada tanah karena sisa-sisa tanaman akan diurai oleh jasad renik menjadi bahan organik. Lain halnya dengan bagian dalam saluran 1 dan 2 yang sama sekali tidak di tumbuhi tumbuhan, sehingga tepi kedua saluran lebih kaya bahan organik dibandingkan bagian dalam kedua saluran.

Menurut Susanto (2005) adanya bahan organik dalam tanah akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan aktivitas mikroorganisme, meningkatkan total ruang pori tanah, menurunkan kepadatan tanah yang dapat menyebabkan kemampuan mengikat air dalam tanah tinggi.

Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel dan Porositas

Pengukuran kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas pada 2 saluran tersier di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel dan porositas Lokasi Kerapatan Massa

(g/cm3) Kerapatan Partikel (g/cm3) Porositas (%) Dalam Saluran 1 1,32 2,54 48,03 Tepi Saluran1 1,14 2,57 55,64 Dalam Saluran 2 1,23 2,37 48,10 Tepi Saluran 2 1,19 2,42 50,83

Dari Tabel 3 dapat dilihat hasil pengukuran kerapatan massa di dalam dan ditepi saluran 1 dan 2 menunjukkan hasil yang berbeda, dimana kerapatan massa tanah di dalam kedua saluran lebih besar dibandingkan di tepi kedua saluran. Kandungan bahan organik mempengaruhi besar kerapatan massa. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan bahan organik di tepi kedua saluran lebih besar dibandingkan pada bagian dalam kedua saluran. Adanya bahan organik akan menyebabkan tanah menjadi gembur

sehingga menurunkan kepadatan tanah

(Susanto, 2005). Selain bahan organik, kandungan fraksi tanah juga mempengaruhi kerapatan massa tanah. Menurut Foth (1992) tanah berpasir memiliki nilai kerapatan massa yang lebih besar dibandingkan dengan tanah

(5)

93 yang bertekstur halus. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase kandungan fraksi pasir di dalam kedua saluran lebih banyak dibanding di tepi kedua saluran sehingga kerapatan massa di dalam kedua saluran lebih tinggi dari pada bagian tepi nya. Menurut Hardjowigeno (2007) kerapatan massa merupakan petunjuk kepadatan tanah dimana semakin padat suatu tanah maka akan semakin tinggi kerapatan massanya, artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar.

Dari Tabel 3 diperoleh bahwa porositas tanah di dalam saluran lebih kecil daripada di tepi saluran. Nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel mempengaruhi besar porositas tanah. Berdasarkan rumus porositas, kerapatan massa berbanding terbalik dengan porositas tanah dan berbanding lurus dengan kerapatan partikelnya jika salah satu nya bernilai tetap. Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa nilai kerapatan partikel di dalam dan di tepi saluran relatif sama sehingga nilai kerapatan partikelnya tidak begitu mempengaruhi besar nilai porositas tanah. Tabel 3 menunjukan nilai kerapatan massa di dalam dan tepi saluran 1 dan saluran 2 yang cukup berbeda. Berdasarkan hal tersebut maka perbedaan nilai porositas tanah di dalam dan di tepi saluran disebabkan oleh nilai kerapatan massa yang lebih kecil pada tepi saluran, sehingga nilai porositas tanah di tepi saluran yang lebih besar dari pada di dalam saluran.

Porositas tanah juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik. Porositas tanah tinggi jika bahan organik tinggi (Hardjowigeno, 2007). Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa porositas di tepi saluran 1 dan 2 lebih besar dari pada porositas di dalam kedua saluran. Hal ini sejalan dengan

kandungan bahan organiknya, dimana

kandungan bahan organik di tepi saluran 1 dan saluran 2 lebih besar dari pada porositas di dalam kedua saluran (Tabel 2). Selain bahan organik, sistem perakaran merupakan faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya nilai porositas tanah. Sistem perakaran tanaman akan melakukan penetrasi secara vertikal dan lateral untuk menyerap unsur hara. Secara tidak langsung akar-akar tanaman akan mengikat butir-butir tanah, sehingga tanah menjadi remah (Saribun, 2007). Adanya tanaman di atas tanah juga dapat meningkatkaan kandungan bahan organik serta biota tanah, dimana porositas tanah akan tinggi jika kandungan bahan organik tinggi (Lee, 1990 dalam Asdak, 2002). Dengan demikian sistem perakaran tanaman jagung pada tepi saluran 1 sangat menunjang untuk memperbaiki pori-pori tanah.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan partikel pada kedua saluran, baik di tepi maupun di dalam saluran menunjukan perbedaan yang sangat kecil atau dapat dikatakan relatif sama. Hanafiah (2007) menyatakan bahwa adanya bahan organik akan menurunkan nilai kerapatan partikel. Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa kerapatan partikel pada bagian tepi kedua saluran lebih besar dibandingkan bagian dalam kedua saluran, sedangkan pada Tabel 2 kandungan bahan organik pada tepi kedua saluran lebih besar. Hal ini disebabkan oleh ukuran fraksi tanah. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase kandungan fraksi pasir pada bagian dalam kedua saluran lebih banyak dibandingkan bagian tepinya. Fraksi pasir memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga kerapatan partikelnya rendah. Hal ini lah yang menyebabkan kerapatan partikel di dalam saluran lebih rendah dibandingkan bagian tepi saluran.

2. Debit Air

Pengukuran debit pada saluran 1 dan saluran 2 dengan menggunakan sekat ukur tipe Thompson di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 4.

Dari Tabel 4 diketahui bahwa debit air pada bagian hulu saluran lebih besar dibandingkan dengan bagian hilir. Hal ini disebabkan karena terjadi kehilangan air yang disebabkan oleh evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan sehingga mengakibatkan berkurangnya air di bagian hilir saluran.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Debit Saluran Lokasi Saluran 1 (l/det) Saluran 2 (l/det)

Hulu 3,45 3,26 Hilir 2,74 2,50 Pengurangan Debit (Jarak Berbeda) 0,71 0,76 Pengurangan Debit (Jarak Sama 30 m) 0,71 0,27

Kehilangan air pada saluran 1 dan saluran 2 dipengaruhi oleh jarak pengukuran debitnya. Untuk saluran 1 jarak pengukuran debit di hulu dan di hilir adalah 30 m sedangkan pada saluran 2 jarak pengukuran debit di hulu dan di hilirnya adalah 85 m. Dengan mengasumsikan bahwa kehilangan air setiap meter adalah sama maka besar kehilangan air pada saluran 2 dengan jarak pengukuran 30 m akan lebih kecil dibandingkan pada saluran 1 yaitu 0,27 l/det.

3. Kehilangan Air

Pengukuran kehilangan air pada 2 saluran tersier di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi

(6)

94 Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Kehilangan Air

Lokasi (mm/hari) ETo (mm/hari) Perkolasi Rembesan (mm/hari) Kehilangan Air (mm/hari) Saluran 1 (30 m) 2,54 32,50 3075, 36 3110,4 Saluran 2 (85 m) 2,38 11,33 936,69 950,40 Saluran 2 (30 m) 2,38 11,33 321,73 335,44

Dari Tabel 5 dapat dilihat jumlah kehilangan air pada saluran 1 lebih besar dari saluran 2. Perbedaan sifat fisik tanah dan tanaman yang tumbuh pada kedua saluran mempengaruhi besarnya rembesan, perkolasi dan evapotranspirasi yang yang terjadi.

Dari Tabel 4 dan Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa jarak pengukuran debit dari hulu ke hilir mempengaruhi besarnya kehilangan air. Kehilangan air pada saluran 2 dimana pengukuran debit dari hulu ke hilir dilakukan pada jarak 30 m lebih kecil dibandingkan dengan jarak 85 m. Hal ini disebabkan karena jika semakin panjang jarak pengukuran maka luas penampang saluran untuk merembeskan air semakin besar sehingga kehilangan airnya semakin besar demikian pula sebaliknya.

a. Evapotranspirasi

Dari Tabel 5 dapat dilihat perbedaan jumlah evapotranspirasi pada saluran 1 dan saluran 2. Jumlah evapotranspirasi pada saluran 1 lebih besar daripada saluran 2. Hal ini disebabkan adanya perbedaan jenis tumbuhan dan tahapan pertumbuhan tanaman yang tumbuh di tepi kedua saluran, dimana tumbuhan tersebut memiliki nilai kebutuhan air yang berbeda. Nilai koefisien tanaman jagung berumur 1,5 bulan adalah 0,96 sedangkan rumput-rumputan hanya 0,85.

Pada saat penelitian dibagian tepi saluran 1 dipenuhi oleh tumbuhan jenis rumput-rumputan dan tanaman jagung berumur 1,5 bulan, sedangkan pada saluran 2 hanya ditumbuhi rumput-rumputan dalam jumlah sedikit. Adanya tanaman di sekitar saluran akan mempengaruhi besar kehilangan air. Adanya tanaman akan meningkatkan jumlah evapotranspirasi. Tanaman disekitar saluran juga akan menyerap air dari saluran untuk pertumbuhannya sehingga kehilangan air meningkat.

b. Perkolasi

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa laju perkolasi pada saluran 1 lebih besar dari pada saluran 2. Kandungan pasir pada tanah mempengaruhi besar air yang lolos akibat perkolasi. Tanah pasir memiliki daya hantar air cepat tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Analisis sifat fisik tanah pada Tabel 1 menunjukan bahwa persentase kandungan pasir pada bagian dalam saluran 1 lebih besar dari pada saluran 2 dan persentase debu saluran 1 memiliki kandungan debu yang lebih sedikit daripada saluran 2 sedangkan porositas pada saluran 1 dan saluran 2 hampir sama (Tabel 3).

Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) besarnya perkolasi dipengaruhi oleh kondisi tanah. Tekstur tanah seperti tanah bertekstur liat, lempung dan lempung berpasir sangat mempengaruhi besar kecilnya perkolasi. Pada tanah bertekstur liat (menurut hasil penyelidikan Jepang, laju perkolasi mencapai 13 mm/hari dan pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari. Hasil penyelidikan selanjutnya, pada tanah bertekstur lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah lempung laju perkolasi mencapai 2-3 mm/hari dan pada tanah lempung berliat mencapai antara 1-2 mm/hari.

c. Rembesan

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa kehilangan air terbesar disebabkan oleh rembesan. Saluran tersier di Desa Sei Beras Sekata yang terbuat dari saluran tanah

merupakan penyebab utama terjadinya

kehilangan air yang besar akibat rembesan. Pada Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa jumlah rembesan yang terjadi pada saluran 1 lebih besar dari pada saluran 2. Hal ini disebabkan nilai porositas tepi saluran 1 (Tabel 3) yang lebih besar dari saluran pada 2.

4. Efisiensi

Besar efisiensi pada saluran 1 dan saluran 2 di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada jarak saluran yang berbeda efisiensi penyaluran air pada saluran 1 (30 m) lebih tinggi dari pada efisiensi pada saluran 2 (85 m). Dengan mengasumsikan bahwa kehilangan air setiap meter adalah sama maka efisiensi penyaluran air pada jarak yang sama (30 m) untuk saluran 2 (91,72%) lebih tinggi dari pada efisiensi penyaluran air pada saluran 1 (79,42 %). Efisiensi irigasi didasarkan pada jumlah air yang hilang di saluran, yang meliputi evapotranspirasi, perkolasi maupun rembesan yang berakibat terhadap rendahnya efisiensi penyaluran air. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa kehilangan air

(7)

95 pada saluran 1 akibat evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan lebih besar jika dibandingkan dengan saluran 2.

Tabel 6. Efisiensi Saluran Tersier

Lokasi Pengukuran Jarak Efisiensi (%)

Saluran 1 30 m 79,42

Saluran 2 85 m 76,69

Saluran 2 30 m 91,72

Dalam usaha peningkatan efisiensi irigasi perlu dilakukan tindakan pencegahan terjadinya kehilangan air di saluran dengan menggunakan bahan kedap air untuk pelapisan dinding saluran (misalnya beton) sehingga kehilangan air akibat rembesan akan berkurang atau tidak ada sama sekali (Wigati dan Zahab, 2005).

Menurut Direktorat Jendral Pengairan (2010) efisiensi irigasi yang baik pada tingkat tersier adalah 80% - 87,5%. Pada Tabel 6 diperoleh nilai efisiensi saluran 1 pada jarak pengukuran debit 30 m kurang dari 80%. Untuk memperoleh efisiensi yang diharapkan perlu dilakukan perbaikan-perbaikan secara fisik dan operasional dari saluran irigasi sehingga kehilangan air dapat ditekan, tidak terjadi penggerusan dan pengendapan di saluran sehingga efisiensi irigasi tinggi. Untuk jarak pengukuran debit yang sama yaitu pada jarak 30 m nilai efisiensi di saluran 2 sebesar 91,72 %. Hal ini menunjukkan bahwa penyaluran air pada saluran 2 dengan jarak pengukuran debit 30 m sudah cukup baik, namun untuk jarak pengukuran debit 85 m efisiensi penyaluran air pada saluran 2 kurang dari 80 % yaitu 76, 69 %

sehingga diperlukan perbaikan-perbaikan

terhadap saluran irigasi.

5. Rancangan Saluran

Kecepatan Aliran Rata-Rata (v)

Kecepatan aliran rata-rata saluran 1 dan saluran 2 di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Rata-Rata

Lokasi Debit Rata-Rata (m3/det) Luas Penampan g (m2) Kecepatan Rata-Rata (m/det) Saluran 1 3,10x10-3 0,11 0,03 Saluran 2 2,88x10-3 0,14 0,02

Kecepatan aliran rata-rata saluran 1 dan saluran 2 diperoleh dengan menggunakan rumus dasar yaitu dengan membagikan besar debit

dengan luas penampang. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa kecepatan aliran rata-rata saluran 1 lebih besar dari saluran 2. Hal ini disebabkan oleh besar debit saluran 1 lebih besar dari saluran 2 dan luas penampang saluran 1 lebih kecil dari luas penampang saluran 2. Kecepatan aliran rata-rata berbanding lurus dengan debit aliran dan berbanding terbalik terhadap luas penampangnya.

Kecepatan Aliran Kritis (v0)

Besar kecepatan aliran kritis saluran 1 dan saluran 2 di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Kritis

Lokasi Kedalaman Air (m) Kecepatan Aliran Kritis (m/det) Saluran 1 0,17 0,18 Saluran 2 0,16 0,17

Dari Tabel 8 diperoleh nilai kecepatan aliran kritis saluran 1 lebih besar dari pada saluran 2. Kedalaman air saluran mempengaruhi besarnya kecepatan kritis, semakin tinggi kedalaman air maka akan semakin tinggi nilai kecepatan kritisnya. Kecepatan aliran kritis merupakan kecepatan aliran yang diharapkan pada saluran irigasi karena saat air mengalir dengan kecepatan sebesar kecepatan kritisnya maka tidak akan terjadi pengendapan di dasar saluran maupun penggerusan di tepi saluran sehingga efisiensi penyaluran air tidak berkurang.

Terjadinya penggerusan atau pengendapan di saluran ditentukan melalui hubungan perbandingan kecepatan aliran rata-rata dan kecepatan aliran kritis (m). Menurut Basak (1999) jika m = 1 maka tidak terjadi pengendapan atau penggerusan, jika m > 1 terjadi penggerusan di tepis saluran dan jika m < 1 terjadi pengendapan didalam saluran. Dari hasil diperoleh nilai m < 1 pada saluran 1 dan saluran 2. Hal ini menunjukkan bahwa pada saluran 1 dan saluran 2 terjadi pengendapan.

Kemiringan Saluran

Dari pengukuran dilapangan diperoleh nilai kemiringan saluran 1 sebesar 0,64 % dan saluran 2 sebesar 0,82 %. Perhitungan dengan menggunakan kemiringan yang ada dilapangan menunjukkan bahwa terjadi pengendapan pada kedua saluran, sehingga perlu dirancang kembali ukuran maupun kemiringan saluran yang tepat.

Kombinasi Dimensi Saluran

Untuk meningkatkan efisiensi air irigasi dan agar tidak terjadi pengendapan pada saluran

(8)

96 maka diperlukan perancangan saluran irigasi, baik ukuran maupun kecepatan alirannya. Untuk memperoleh kecepatan aliran yang tidak menimbulkan penggerusan dan pengendapan di saluran maka nilai rasio kecepatan kritis (m) = 1 (Basak,1999).

Dimensi saluran diperoleh dengan

mengasumsikan nilai kecepatan aliran rata-rata sama dengan kecepatan kritisnya (v = v0)

sehingga m = 1. Rancangan saluran untuk berbagai kombinasi kemiringan dan lebar saluran 1 dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Saluran Tersier 1

Tabel 9. Hasil Perhitungan Rancangan Dimensi Saluran Tersier 1

Kemiringan Lebar (m) Dalam (m) (0,00031) 0,65* 0,17*

0,0002 (0,62) 0,65* (0,29) (0,31) 0,0004 (0,36) 0,65* (0,13) (0,18) * = nilai dari pengukuran di lapangan (...) = hasil rancangan dimensi saluran

Untuk mendapatkan kombinasi rancangan saluran yang terbaik Hansen, dkk (1992) menyatakan bahwa lebar dasar saluran dapat kurang dari kedalamannya atau dapat sepuluh kali atau lebih dari kedalamanya. Namun potongan melintang hidrolik terbaik adalah B = 2D tan , dimana adalah sudut antara kemiringan tepi dan horizontal. Untuk saluran tersier di Desa Sei Beras Sekata bentuk penampang salurannya adalah persegi panjang sehingga nilai tan adalah 1, oleh karena itu lebar dasar sama dengan 2 kali kedalamanya adalah sifat hidrolik terbaik.

Dari ketiga kombinasi rancangan saluran pada Tabel 9, rancangan dimensi saluran tersier terbaik adalah kombinasi rancangan kemiringan 0,02% dengan asumsi B = 2D dimana lebar dasar saluran (B) 0,62 m dan kedalaman air (D) 0,31 m. Lebar dasar yang diperoleh dari rancangan dengan kemiringan 0,04% selisihnya mencapai 0,29 m dari lebar dasar di lapangan sehingga kurang efisien untuk digunakan pada saluran yang ada. Lebar dasar yang diperoleh dari rancangan dengan kemiringan 0,02% menunjukan nilai yang tidak begitu jauh dari lebar dasar saluran yang sebenarnya yaitu hanya selisih 0,03 m dari ukuran lebar di lapangan, sehingga untuk mendapatkan ukuran lebar dasar yang lebih kecil sesuai rancangan hanya diperlukan sedikit pekerjaan penimbunan saluran.

Berdasarkan hal di atas maka kombinasi rancangan saluran tersier yang paling efektif dan

efisien yang tidak menimbulkan saluran penggerusan atau pengendapan di saluran 1 adalah rancangan dengan kemiringan 0,02%, lebar dasar saluran (B) 0,62 m dan kedalaman air (D) 0,31 m.

Saluran Tersier 2

Tabel 10. Hasil Perhitungan Rancangan Dimensi Saluran Tersier 2

Kemiringan Lebar (m) Dalam (m)

(0,00026) 0,85* 0,16*

0,0002 (0,58) 0,85* (0,22) (0,29) 0,0003 (0,42) 0,85* (0,14) (0,21)

* = nilai dari pengukuran di lapangan (...) = nilai rancangan dimensi saluran

Dari ketiga kombinasi rancangan saluran pada Tabel 10, rancangan dimensi saluran tersier terbaik adalah kombinasi rancangan kemiringan 0,02% dengan asumsi B = 2D dimana lebar dasar saluran (B) 0,58 m dan kedalaman air (D) 0,29 m. Hasil lebar dasar yang diperoleh dari rancangan dengan kemiringan 0,02% menunjukan nilai yang tidak begitu jauh dari lebar dasar saluran di lapangan sehingga untuk mendapatkan ukuran lebar dasar yang lebih kecil sesuai rancangan hanya diperlukan sedikit pekerjaan penimbunan saluran jika dibandingkan dengan lebar dasar yang diperoleh dari rancangan dengan kemiringan 0,03%.

Berdasarkan hal tersebut maka kombinasi rancangan saluran tersier yang paling efektif dan efisien yang tidak menimbulkan saluran penggerusan atau pengendapan di saluran 1 adalah rancangan dengan kemiringan 0,02%, lebar dasar saluran (B) 0,58 m dan kedalaman air (D) 0,29 m.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis tekstur tanah, tanah pada bagian dalam saluran 1 dan saluran 2 bertekstur lempung liat berpasir, bagian tepi saluran 1 bertekstur lempung liat dan bagian tepi saluran 2 bertekstur lempung.

2. Pada jarak saluran yang berbeda, efisiensi penyaluran air pada saluran 1 (30 m) adalah 79,42 % dan untuk saluran 2 (84 m) adalah 76,69 %, namun dengan asumsi bahwa kehilangan air setiap meter adalah sama maka efisiensi penyaluran air pada jarak yang sama (30 m) pada saluran 1 (79,42%) lebih lebih kecil dari pada efisiensi penyaluran air pada saluran 2 (91,72%).

(9)

97 3. Rancangan dimensi saluran tersier terbaik

untuk saluran 1 adalah kombinasi kemiringan 0,02% dengan asumsi lebar saluran adalah dua kali kedalaman air (B = 2D) dimana lebar saluran (B) 0,62 m dan kedalaman air (D) 0,31 m.

4. Rancangan dimensi saluran tersier terbaik untuk saluran 2 adalah kombinasi kemiringan 0,02% dengan asumsi lebar saluran adalah dua kali kedalaman air (B = 2D) dimana lebar saluran (B) 0,58 m dan kedalaman air (D) 0,29 m.

Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu:

a. pengukuran langsung rembesan yang terjadi pada saluran

b. pengukuran tentang kontiniuitas pori tanah.

2. Untuk membandingkan debit atau efisiensi pada kedua saluran perlu diukur pada jarak saluran yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bazak, N.N., 1999. Irrigation Engineering. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Direktorat Jendral Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum. 2010. Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP-03. Pekerjaan Umum, Jakarta.

Doorenbos, J., and W. O. Pruit, 1984. Guidelines For Predicting Crop Water Requitmen. FAO, Rome.

Foth, D. H., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hanafiah, K. A., 2007. Dasar-DasarIlmu Tanah.

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hansen, V. E., O.W. Israelsen, dan Stringham,

1992. Dasar-Dasar Praktek Irigasi. Erlangga, Jakarta.

Hardjowigieno, S., 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta

Islami, T., dan W. Hadi, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang

Kartasapoetra, A.G., dan M. M. Sutedjo, 1994. Teknologi Pengairan dan Pertanian Irigasi. Bumi Aksara, Jakarta.

Lee. R., 1990. Hidrologi Hutan. Gamma Press, Yogyakarta.

Saribun, 2007. Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng Terhadap Bobot Isi, Porositas Total dan Kadar Air Tanah Pada Sub-DAS Cikapundung Hulu. Universitas Padjajaran, Jatinangor.

Susanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Kanisius, Yogjakarta.

Wigati, S dan R. Zahab, 2005. Analisis Hubungan Debit dan Kehilangan Air Pada Saluran Irigasi Tersier Di Daerah Irigasi Punggur Utara Ranting Dinas Pengairan Punggur Lampung Tengah. Jurusan Teknik

Gambar

Tabel  3.  Hasil  Analisa  Kerapatan  Massa,  Kerapatan Partikel dan porositas    Lokasi  Kerapatan Massa   (g/cm 3 )  Kerapatan Partikel (g/cm3)  Porositas (%)  Dalam   Saluran 1  1,32  2,54  48,03  Tepi   Saluran1  1,14  2,57  55,64  Dalam   Saluran 2  1
Tabel 4. Hasil Pengukuran Debit Saluran  Lokasi  Saluran 1  (l/det)  Saluran 2 (l/det)  Hulu  3,45  3,26  Hilir  2,74  2,50  Pengurangan Debit   (Jarak Berbeda)  0,71  0,76   Pengurangan Debit  (Jarak Sama 30 m)  0,71  0,27  Kehilangan air pada saluran 1 d
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kehilangan Air   Lokasi  ETo  (mm/hari)  Perkolasi  (mm/hari)  Rembesan (mm/hari)  Kehilangan  (mm/hari) Air  Saluran 1  (30 m)  2,54  32,50  3075, 36  3110,4  Saluran 2  (85 m)  2,38  11,33  936,69  950,40  Saluran 2  (30 m)  2,3
Tabel  8.  Hasil  Pengukuran  Kecepatan  Aliran  Kritis  Lokasi  Kedalaman Air  (m)  Kecepatan  Aliran Kritis (m/det)  Saluran 1  0,17 0,18  Saluran 2  0,16  0,17

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan Model Pembelajaran ARCS ( Attention, Revance, Confidence,

Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP. YANG MENGGUNAKAN BAHAN

Sebagai peserta pada “ Workshop Peningkatan Mutu Dosen dalam Penyusunan Proposal” Program Riset Terapan yang akan diselenggarakan pada tanggal 18 s.d. Untuk

Directorate General of Resources for Science, Technology and Higher Education On behalf of the Government of Indonesia, we would like to convey our sincere. appreciation of

Tim Teknis Pelestari tyto alba yang selanjutnya disebut Tim teknis adalah tim yang dibentuk dalam musyawarah desa yang bertugas sebagai Lembaga Pelestari burung hantu

% tahap studi Awal masuk hingga kolokium 60% kolokium hingga seminar 31% seminar hingga ujian tesis 4% perbaikan tesis 5% Rentang Waktu antara Masuk dan Kolokium

Sistem Informasi Pelayanan Publik adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara

Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pendidikan Tinggi akan menyampaikan hasil seleksi akhir proposal kepada institusi pengusul pada akhir