• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Koping Remaja Putri Yang Pernah Melakukan Hubungan Seksual Pranikah Di Kecamatan Langsa Timur Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mekanisme Koping Remaja Putri Yang Pernah Melakukan Hubungan Seksual Pranikah Di Kecamatan Langsa Timur Tahun 2012"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME KOPING REMAJA PUTRI YANG PERNAH MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH

DI KECAMATAN LANGSA TIMUR TAHUN 2012

TESIS

Oleh

NURRAHMAWATI 107032243/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

MEKANISME KOPING REMAJA PUTRI YANG PERNAH MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH

DI KECAMATAN LANGSA TIMUR TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURRAHMAWATI 107032243/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : MEKANISME KOPING REMAJA PUTRI YANG PERNAH MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KECAMATAN LANGSA TIMUR TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Nurrahmawati Nomor Induk Mahasiswa : 107032243

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska

Ketua Anggota

) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah Diuji :

Tanggal : 8 Oktober 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(5)

MEKANISME KOPING REMAJA PUTRI YANG PERNAH MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH

DI KECAMATAN LANGSA TIMUR TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis di acu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(6)

ABSTRAK

Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme koping itu berhasil, seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Dua strategi koping yang biasanya digunakan, yaitu Problem Solving Focused Coping dan Emotion Focused Coping.

Pada remaja, mekanisme koping dapat terjadi karena masa krisis dan masa pencarian jati diri (konsep diri) untuk membentuk kepribadiannya. Priode yang dikenal dengan “badai dan tekanan” ini adalah sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar, emosi meningkat terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan kondisi baru. Pada masa ini juga terjadi penyesuaian terhadap perubahan fisik dan organ reproduksinya, yaitu munculnya dorongan-dorongan seksual yang sering membuat mereka kerepotan.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif pendekatan interpretatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumen berupa media audio. Subjek diperoleh sebanyak tiga remaja putri yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah melalui penelusuran pemeriksaan rekaman medik pasien remaja putri yang berkunjung ke Puskesmas Langsa Timur.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman mekanisme koping melalui interaksi dengan remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hasil penelitian didapati kenyataan bahwa dari tiga remaja putri yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah memiliki koping adaptif satu orang dan memiliki koping maladaptif dua orang.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan ternyata ada ketiga remaja putri terungkap ketidakmampuan mengatasi dorongan hormon seksual dalam tubuhnya dan ketiganya tidak memahami proses dan fungsi serta perkembangan organ reproduksi khususnya organ reproduksi wanita. Dan dua dari tiga remaja putri mengungkapkan perasaan bersalah, berdosa dan menyesal, sedangkan satu remaja putri mengatakan perasaan yang biasa saja. Disamping itu ketiga remaja putri berpendapat hubungan seksual adalah hal yang sudah biasa dilakukan dikalangan remaja.

Penelitian ini dapat memperluas dan meningkatkan pengetahuan tentang mekanisme koping pada remaja putri yang melakukan hubungan seksual pranikah. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama ini mekanisme koping yang dimiliki oleh samping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat prkatis pada pendidik, pemerhati remaja dan konselor, yang berkecimpung di bidang kesehatan reproduksi remaja, sehingga femomena yang cenderung membentuk justifikasi bahwa remaja bersalah karena tidak bertanggung jawab tentang kesehatan reproduksinya dapat dipertimbangkan kembali.

(7)

ABSTRACT

Coping is the mechanism to overcome the change faced or received. If this coping mechanism is successful, someone can adapt to the change or load. While the coping mechanism is and individual way to adjust him with a change and threatening responses or internal demand and special tiring external demand or exceeds individual sources. Two coping strategies commonly used are Problem Solving Focused Coping and Emotion Focused Coping.

In the teenagers, coping mechanism can happen because critical time and the time looking for self-concept are used to form their personality. This period of “storm and stress” is the result of physical and glandular changes and increasing emotion especially because the teenagers are under social stress and new condition. During the time, they are also adjusting to the change of their physical and reproductive organ and the emergence of their sexual drives that often make them feel inconvenience due to the development of the hormones triggering the, sexual drive, either primary or secondary.

The purposes of the research are to find the description and the understandable through the interaction with female teenagers who had ever had the premarital sexual intimation. The data for this study showed that the three subjects of study did this unhealthy reproductive behavior because they were unable to hold their sexual drive due to the encouragement of high hormones and the three of them be not understand at all about the process and the process and the function include the development of primer reproduction system too of female teenagers expressed feeling guilty. Sinful and regrets while another one expressed that the sexual intimation on ordinary away teenagers.

The result of this study can be used to improve the knowledge about coping mechanism in the female teenagers who have committed pre-marital sexual intercourse. Coping mechanism owned by the individual is always more focused on psychological aspect rather than physical aspect. The result of this study is expected to be able to provide practical benefit to the elements related to female teenager reproductive health such as parent, teachers, teenager-affair observers and counselor, especially those engaged in female teenager reproductive health that the phenomenon that tends to form a justification stating that teenagers are guilty because they are not responsible for their reproductive health can be reconsidered. Keywords : Coping Mechanism, Premarital Sexual Intercourse, Sexual

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanallahuwata’ala, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir Tesis. Maksud dari pembuatan Tesis Penelitian kualitatif ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara

Dalam penulisan Tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. MSc (CTM),Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Pembimbing I yang telah banyak memberi waktu, pikiran serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini dengan penuh kesabaran. Alhamdulillah, saya berbangga hati mendapat bapak sebagai pembimbing, pikiran dan wawasan saya terbuka lebar, khususnya tentang penelitian kualitatif…terimakasih,.. tetap semangat ya pak..!

5. Ibu Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu untuk berdiskusi dan pemikiran pada tesis ini, …terimakasih ibu atas kesabaran dan kebaikannya… tetap semangat bu..

6. Drs. Heru Santosa, MS, PhD, selaku penguji I yang telah memberikan waktu dan kritikan yang berguna untuk kesempurnaan tesis ini

7. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji II yang telah memberikan waktu dan kesempatan serta masukan pada tesis ini.

8. Para Dosen yang telah membimbing selama bernaung di bawah bendera Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM-USU, para staff TU, perpustakaan, maupun karyawan atas bantuan selama hampir 2 tahun mengenyam pendidikan di kampus tercinta. Semoga Allah selalu memberikan kesejukan bagi kampus kita!

9. Seluruh perangkat Dinas Kesehatan dan Puskesmas Langsa Timur yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan Penulisan ini.

(10)

11. Dalam penelitian ini, dengan pertimbangan etika, nama dan identitas subjek penelitian penulis samarkan untuk melindungi subjek dari hal-hal yang merugikan dan merusak nama baik subjek.

12.Yang paling pertama dan yang paling terakhir kusebut nama-Nya, Allah Subhanallahuwata’ala karena telah menghadirkan segenap CINTA dan KASIH, orang-orang yang kusayangi, maupun segala harta benda titipan-Nya… Segala yang kuraih tak akan ada tanpa KEBESARAN-MU…

Penulis menyadari bahwa Tesis dengan judul “Mekanisme koping remaja putri yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah” ini masih membutuhkan masukan-masukan berharga. Untuk alasan ini, Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun agar pada masa yang akan datang dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi bagi bidang-bidang ilmu terkait.

Wassalamu’alaikum.wr.wb.

Medan, Oktober 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nurrahmawati Usman, dilahirkan di Kuta Binje Kabupaten Aceh Timur pada tanggal 29 September 1974, anak kedua dari lima bersaudara, beragama Islam. Saat ini menetap dan bekerja di Kota Langsa. Penulis adalah seorang PNS yang bertugas sebagai petugas konseling di Puskesmas Langsa Lama, Kota Langsa.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SKEMA ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Hubungan Seksual Pranikah ... 15

2.2 Bentuk-Bentuk Hubungan Seksual Pranikah ... 16

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual Remaja ... 16

2.4 Dampak Hubungan Seksual Pranikah pada Kesehatan Reproduksi ... 18

2.5 Kesehatan Reproduksi. ... 19

2.6 Konsep Remaja ... 21

2.7 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja ... 22

2.8 Tugas Perkembangan Remaja ... 24

2.9 Perkembangan Seksualitas Remaja ... 24

2.9.1 Minat dalam Permasalahan yang Menyangkut Kehidupan Seksual ... 24

2.9.2 Keterlibatan Aspek Emosi dan Sosial pada Saat Berkencan ... 25

2.9.3 Minat dalam Keintiman Secara Fisik ... 25

2.10 Konsep Mekanisme Koping ... 27

2.10.1 Pengertian Koping ... 27

2.10.2 Pengertian Mekanisme Koping ... 28

2.10.3 Penggolongan Mekanisme Koping ... 29

2.10.4 Respon Koping ... 30

(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 33

3.2.2. Waktu Penelitian ... 33

3.3 Subjek Penelitian ... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.1 Wawancara ... 34

3.4.2 Observasi ... 36

3.4.3 Dokumen ... 36

3.5 Pengumpulan dan Analisa Data ... 37

3.5.1 Membuat dan Mengatur Data yang Sudah Dikumpulkan ... 37

3.5.2 Membaca dengan Teliti Data yang Sudah Diatur ... 38

3.5.3 Horinoalisasi ... 38

3.5.4 Unit-unit Makna ... 39

3.5.5 Deskripsi Tesktural yang Disertai Pernyataan Subjek yang Original ... 39

3.5.6 Deskripsi Struktural ... 39

3.5.7 Makna ... 40

BAB 4 ANALISA DATA ... 41

4.1 Deskripsi Penelitian ... 41

4.2 Proses Penelusuran Subjek ... 42

4.3 Pengalaman Peneliti dengan Subjek ... 47

4.3.1 Kasus Nora ... 48

4.3.2 Kasus Um ... 53

4.3.3 Kasus Ek (Inisial) ... 57

4.4 Pengalaman Melakukan Seksual Pranikah ... 58

4.4.1 Tema 1 : Alasan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 58

4.4.2 Tema II : Pandangan Remaja Putri dalam Menilai Hubungan Seks Pranikah ... 60

4.4.3 Tema 3 : Pengetahuan Remaja Putri Tentang Kesehatan Reproduksi ... 61

4.4.4 Tema IV : Beban Psikologis ... 61

4.5 Pemahanan Mekanisme Koping ... 63

4.5.1Tema 1 : Respon Koping Adaptif Remaja Putri yang Sudah Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 63

(14)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 68

5.1 Interprestasi Hasil Penelitian ... 68

5.1.1 Gambaran tentang Pengalaman Remaja Puteri yang Sudah Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 69

5.1.1.1 Tema 1 : Alasan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 69

5.1.1.2 Tema 2 : Pandangan dalam Menilai Hubungan Seksual Pranikah ... 72

5.1.1.3 Tema 3 : Pengetahuan Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi ... 75

5.1.1.4 Tema 4 : Beban Psikologis ... 78

5.1.2. Pemahaman Mekanisme Koping (Strategi Penanggulangan dalam Menghadapi dan Menyelesaikan Masalah) pada Remaja Putri ... 81

5.1.2.1 Tema 5 : Respon Koping Remaja Putri yang Adaptif... 81

5.1.2.2 Tema 6 : Respon Koping Remaja Putri yang Maladaptif ... 84

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB 6 PENUTUP ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 89

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

4.1 Karakterstik Dalam Subjek ... 43 5.1. Pertanyaan-pertanyaan yang Paling Sering Dikemukakan oleh Remaja

(16)

DAFTAR SKEMA

No Judul Halaman

4.1 Analisis Tema I : Alasan Remaja Putri Melakukan Hubungan Seks Pranikah ... 65 4.2 Analisis Tema II : Pandangan Remaja Putri dalam Menilai Hubungan

Seks Pranikah ... 65 4.3 Analisis Tema III : Pengetahuan Remaja Putri tentang Perkembangan

dan Fungsi Organ Reproduksi ... 66 4.4 Analisis Tema III : Beban Psikologis Remaja Putri dalam Menghadapi

Masalah Hubungan Seks Pranikah ... 66 4.5 Analisis Tema IV : Respon Koping Adaptif Remaja Putri dalam

Menghadapi Masalah Hubungan Seks Pranikah ... 67 4.6 Analisis Tema V : Respon Koping Maladaptif Remaja Putri dalam

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian (Consent) ... 95

2. Transkrip Wawancara Mendalam ... 96

3. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ... 114

4. Tabel Karakteristik Subjek ... 120

5. Kisi-Kisi tema ... 122

6. Tabel Horisonalisasi ... 126

7. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 135

(18)

ABSTRAK

Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme koping itu berhasil, seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Dua strategi koping yang biasanya digunakan, yaitu Problem Solving Focused Coping dan Emotion Focused Coping.

Pada remaja, mekanisme koping dapat terjadi karena masa krisis dan masa pencarian jati diri (konsep diri) untuk membentuk kepribadiannya. Priode yang dikenal dengan “badai dan tekanan” ini adalah sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar, emosi meningkat terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan kondisi baru. Pada masa ini juga terjadi penyesuaian terhadap perubahan fisik dan organ reproduksinya, yaitu munculnya dorongan-dorongan seksual yang sering membuat mereka kerepotan.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif pendekatan interpretatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumen berupa media audio. Subjek diperoleh sebanyak tiga remaja putri yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah melalui penelusuran pemeriksaan rekaman medik pasien remaja putri yang berkunjung ke Puskesmas Langsa Timur.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman mekanisme koping melalui interaksi dengan remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hasil penelitian didapati kenyataan bahwa dari tiga remaja putri yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah memiliki koping adaptif satu orang dan memiliki koping maladaptif dua orang.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan ternyata ada ketiga remaja putri terungkap ketidakmampuan mengatasi dorongan hormon seksual dalam tubuhnya dan ketiganya tidak memahami proses dan fungsi serta perkembangan organ reproduksi khususnya organ reproduksi wanita. Dan dua dari tiga remaja putri mengungkapkan perasaan bersalah, berdosa dan menyesal, sedangkan satu remaja putri mengatakan perasaan yang biasa saja. Disamping itu ketiga remaja putri berpendapat hubungan seksual adalah hal yang sudah biasa dilakukan dikalangan remaja.

Penelitian ini dapat memperluas dan meningkatkan pengetahuan tentang mekanisme koping pada remaja putri yang melakukan hubungan seksual pranikah. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama ini mekanisme koping yang dimiliki oleh samping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat prkatis pada pendidik, pemerhati remaja dan konselor, yang berkecimpung di bidang kesehatan reproduksi remaja, sehingga femomena yang cenderung membentuk justifikasi bahwa remaja bersalah karena tidak bertanggung jawab tentang kesehatan reproduksinya dapat dipertimbangkan kembali.

(19)

ABSTRACT

Coping is the mechanism to overcome the change faced or received. If this coping mechanism is successful, someone can adapt to the change or load. While the coping mechanism is and individual way to adjust him with a change and threatening responses or internal demand and special tiring external demand or exceeds individual sources. Two coping strategies commonly used are Problem Solving Focused Coping and Emotion Focused Coping.

In the teenagers, coping mechanism can happen because critical time and the time looking for self-concept are used to form their personality. This period of “storm and stress” is the result of physical and glandular changes and increasing emotion especially because the teenagers are under social stress and new condition. During the time, they are also adjusting to the change of their physical and reproductive organ and the emergence of their sexual drives that often make them feel inconvenience due to the development of the hormones triggering the, sexual drive, either primary or secondary.

The purposes of the research are to find the description and the understandable through the interaction with female teenagers who had ever had the premarital sexual intimation. The data for this study showed that the three subjects of study did this unhealthy reproductive behavior because they were unable to hold their sexual drive due to the encouragement of high hormones and the three of them be not understand at all about the process and the process and the function include the development of primer reproduction system too of female teenagers expressed feeling guilty. Sinful and regrets while another one expressed that the sexual intimation on ordinary away teenagers.

The result of this study can be used to improve the knowledge about coping mechanism in the female teenagers who have committed pre-marital sexual intercourse. Coping mechanism owned by the individual is always more focused on psychological aspect rather than physical aspect. The result of this study is expected to be able to provide practical benefit to the elements related to female teenager reproductive health such as parent, teachers, teenager-affair observers and counselor, especially those engaged in female teenager reproductive health that the phenomenon that tends to form a justification stating that teenagers are guilty because they are not responsible for their reproductive health can be reconsidered. Keywords : Coping Mechanism, Premarital Sexual Intercourse, Sexual

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang mengganggu proses keseimbangan untuk beradaptasi secara kognitif dan afektif terhadap kondisi tekanan sehingga mengalami perubahan hubungan dengan orang lain secara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan prilaku pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan tersebut, sehingga keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi secara dinamis dan manusia dapat menghadapi segala tantangan dari luar.

Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Keliat (1998) mengatakan mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan serta respon terhadap situasi yang mengancam. Sedangkan Folkman, S. dan Lazarus, R.S. (1985) mengatakan bahwa koping adalah perubahan kognitif dan prilaku secara konstan dalam upaya mengatasi tuntutan internal dan eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.

(21)

tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan yang membentuk stressor tetapi juga kondisi temperamental individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor tersebut.

Folkman, S. dan Lazarus, R.S. Tahun 1985 melakukan penelitian tentang mekanisme koping yang sering digunakan oleh individu. Mereka menggolongkan dua strategi koping yang biasanya digunakan, yaitu Problem Solving Focused Coping,

yaitu individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres, sedangkan strategi yang kedua adalah

Emotion Focused Coping yaitu individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.

(22)

mempengaruhi beberapa remaja berprilaku yang mengarah pada minat berkencan sampai pada prilaku seksual pranikah.

Pada kondisi lain penulis ingin menjelaskan bahwa remaja pada masa ini juga mengalami penyesuaian terhadap perubahan fisik dan organ reproduksinya yaitu munculnya dorongan-dorongan seksual yang sering membuat mereka kerepotan, hal ini terjadi karena perkembangan hormon hormon yang memicu dorongan seksual, baik primer maupun sekunder. Kenyataan ini, bila tidak dibarengi pengetahuan mereka tentang kondisi perkembangan organ reproduksinya dengan baik, maka remaja akan menempatkan masalah kesehatan reproduksi ini pada urutan yang tidak penting, sehingga mereka cenderung melakukan hal-hal tertentu untuk memenuhi hasrat dan kebutuhan seksualnya, seperti melakukan hubungan seksual pranikah.

Menurut Kusmiran (2011) pada wanita yang sedang mengalami masa subur, maka hormon akan meningkat kadarnya untuk mengatur ovulasi dan memerintahkan endometrium ditebalkan, sehingga remaja menjadi semakin peka terhadap stimulan seksual (visual, sentuhan, audiovisual, dll). Jadi, meningkatnya dorongan seksual pada remaja menyebabkan mereka mudah sekali tersangsang secara seksual. Membaca bacaan yang romantis, melihat gambar romantis, melihat alat kelamin lawan jenis atau menyentuh alat kelaminnya akan menimbulkan rangsangan seksual.

(23)

keingintahuan apakah alat kelamin yang dimilikinya berfungsi dengan baik, hal terakhir ini dapat mendorong seseorang untuk bereksplorasi banyak dalam hal-hal seksual. Kondisi ini cenderung membuat remaja membentuk koping tertentu untuk beradaptasi terhadap perubahan hormon tubuhnya, bisa dikatakan ini adalah salah satu bentuk koping internal tubuh. Gejala ini fisiologis, artinya kondisi gejolak yang mereka alami ini adalah hal yang normal, namun bagaimana mereka berusaha menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap dorongan yang cenderung menjadi stressor ini, tentunya tergantung pada kemampuan strategi koping yang biasanya mereka gunakan, apabila koping dilakukan secara efektif maka stresor tersebut tidak akan menjadi tekanan secara psikis, melainkan akan berubah menjadi stimulan yang memacu prestasi serta kondisi fisik dan mental yang baik. Begitu juga sebaliknya, bila koping yang dilakukan kurang atau tidak efektif, seperti melakukan penyaluran hasrat seksual pada tempat yang salah, melakukan hubungan seksual pranikah, maka akan berdampak pada hal-hal yang merugikan remaja tersebut.

(24)

6,9% responden telah melakukan hubungan seksual pranikah. Pada tahun 2010, penelitian Australian National University (ANU) dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia mengatakan di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi melakukan penelitian pada sejumlah 3006 sampel (usia <17-24 tahun) diperoleh hasil sebanyak 20,9% remaja mengalami kehamilan dan melahirkan sebelum menikah. 38,7% remaja mengalami kehamilan sebelum menikah dan melahirkan setelah menikah. Terdapat proporsi yang relatif tinggi pada remaja yang menikah karena kehamilan yang tidak diinginkan.

Synovate Research (2012) mengungkapkan bahwa 44% remaja Indonesia mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di usia 16 sampai 18 tahun, sementara 16% lainnya mengaku pengalaman seks itu sudah mereka peroleh sejak usia 13 sampai 15 tahun. Uniknya, para responden ini sadar bahwa mereka seharusnya menunda hubungan seksual pranikah mereka sampai menikah (68%) dan mengerti hubungan seksual pranikah tidak sesuai dengan nilai dan agama mereka (80%), tapi mereka mengaku hubungan seks itu dilakukan rata-rata tanpa direncanakan. Oleh karenanya, ketika ditanya bagaimana perasaan responden setelah melakukan hubungan seks itu, 47% responden perempuan merasa menyesal dan takut hamil, berdosa, hilang keperawanan, dan takut ketahuan orang tua.

(25)

depannya, sehingga prilaku seksual pranikah dilakukan dengan pasangannya seolah tidak menjadi beban yang berarti, dan akibatnya prilaku tersebut terus berulang kali dilakukan, seperti yang diungkapkan oleh kasus Nora di dalam penelitian ini.

Hurlock (2004) menyatakan mempunyai pasangan tetap tidak berarti harus melibatkan rencana untuk masa depan atau berjanji untuk menikah, akan tetapi hal itu sering kali dijadikan alasan untuk boleh melakukan hubungan seksual pranikah. Sebagai buktinya, salah satunya bentuk perilaku seksual yang diterima misalnya, berciuman pada kencan pertama dan mulai bercumbu pada kencan berikutnya. Bagi remaja masa kini, melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya, tidak selalu diawali dengan permintaan lisan, tetapi dengan stimulasi atau rangsangan langsung yang merupakan bagian dari perilaku seksual terhadap pasangan. Pasangan yang awalnya menolak pada akhirnya bersedia dan menjadi mau melakukannya karena berada dalam keadaan terangsang.

Pendapat Hurlock ini didukung oleh penelitian Hanifah (2002) yang menggambarkan ungkapan Prily (nama samaran), remaja yang berusia 16 tahun berikut ini :

”Ya... mau gimana lagi yah... soalnya kemaren tu lagi sepi dirumahnya... trus... bisa dibilang kebawa sikon (situasi kondisi)... duduknya deket-deket... trus... mulai dipegang-pegang...sampe-sampe aku gak kuat lagi kak...ya udah... mau ajalah aku nge-seks sama pacarku itu...”

(26)

mencari jawaban kenapa semakin banyak remaja yang cenderung mengabaikan kesehatan organ reproduksinya dan menganggap hubungan seksual pranikah sebagai hal yang biasa. Penulis berpendapat bahwa masih banyak remaja yang tidak menyadari gejolak hormon dalam tubuhnya sangat berperan, sehingga sedikit saja stimulus seksual yang diberikan akan berdampak hilangnya kontrol pada mereka, hal ini didukung oleh penelitian Irka (2012) yang meneliti tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, diperoleh hasil bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan organ reproduksinya masih tergolong sangat rendah, yaitu sekitar 12%.

Sebagian remaja mungkin berusaha mencari justifikasi berdasarkan pengalaman dan hasil observasi pada tatanan sosial yang mereka temukan, bahwa ada remaja yang terpaksa menikah dan melahirkan, pada kenyataanya mereka tetap tampak sehat dan tidak mengalami keluhan serta dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik.

(27)

Menurut Conger (1991) dalam Kusmiran (2011) resiko yang mungkin muncul pada remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah misalnya ; organ reproduksi belum matang untuk hubungan seksual pranikah sehingga rentan terhadap perkembangan virus atau bakteri pemicu Infeksi Menular Seksual, dan HIV/AID.

Camita Wardhana, Project Director Synovate menyebutkan dalam presentasi hasil penelitiannya, yaitu ;

“…mereka juga tahu bahwa ada beberapa jenis penyakit yang ditularkan dari hubungan seksual. Misalnya 93% tahu tentang AIDS dan 34% tahu Siphilis. Kalau tentang AIDS, mereka 82% tahu dari televisi, 20% dari internet, dan hanya 10% yang tahu dari orangtuanya”

Selanjutnya adalah kehamilan yang tidak diinginkan yang berakhir pada aborsi, aborsi yang tidak aman dapat merusak organ reproduksi pada jangka panjang akan memicu infertilitas dan jangka pendek akibat aborsi seperti perdarahan, infeksi, bahkan kematian, sehingga menguatkan indikator tingginya AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia.

Ketika kita berbicara tentang dampak psikologis, sosial, agama dan budaya terhadap prilaku seksual pranikah remaja, maka tekanan atau stressor yang diarasakan remaja menjadi lebih berat seperti hilangnya harga diri, memperoleh diskriminasi, hinaan, cacian dan sejenisnya.

(28)

tepatnya tidak relevan bila kita tinjau dari tekanan atau stressor yang dialami oleh mereka yang terlanjur terjerumus pada prilaku yang menyimpang dari tatanan sosial. Bukankah mereka yang sudah terjerumus itu harus diberikan dukungan moril untuk bangkit kembali dan menata hidup dan masa depan yang lebih baik. Peneliti memiliki pengalaman pernah merawat remaja, sebut saja namanya Desie (Usia 15 tahun) mengalami gangguan jiwa yang berawal dari stres akibat melakukan hubungan seksual pranikah, apa yang telah dilakukannya itu diketahui oleh masyarakat sekitar, ketakutan yang berlebihan dirasakan dan diskriminasi dari anggota keluarga dan lingkungan sekitar menjadikanya depresi dan berakhir dengan gangguan kejiwaan. Fenomena ini hendaknya menjadi perhatian bagi kita semua bahwa dampak dari hubungan seksual pranikah yang dilakoni kaum remaja dapat menjadi komplikasi dari segi fisik dan psikologis remaja. Tentu saja tidak semua remaja mengalami hal yang serupa dengan yang dialami Desie, karena pola pertahanan diri seseorang itu sangat unik dan bervariatif, tergantung bagaimana proses penyesuaian terhadap stresor yang mereka bentuk dan mereka miliki. penyesuaian ini dikenal dengan strategi pertahanan diri yang adaptif maupun maladaptif.

(29)

ditemukan kasus remaja positif HIV sebagai contoh, walaupun kasus ini terkesan tertutup karena terkait dengan pelanggaran hak azazi manusia, tetapi data dan hasil pemeriksaan diagnostik sudah cukup membuktikan,

Di Wilayah Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa adalah daerah yang lokasinya terletak pada bagian ujung Kota Langsa sebelah timur, memiliki 19 Desa dan 53 Dusun. Luas wilayahnya lebih besar di banding bagian wilayah lainnya di Kota Langsa.

Melalui Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di Puskesmas Langsa Timur terungkap beberapa kasus terkait dengan masalah kesehatan reproduksi remaja, di antaranya adalah ; 1) mengaku aktif melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangannya, sekalipun pasangan wanitanya sedang menstruasi ; 2) dipaksa oleh pasangannya untuk melakukan hubungan seksual pranikah sementara remaja yang bersangkutan ingin berhenti karena takut hamil ; 3) sudah pernah menderita penyakit kelamin (siphilis), namun setelah sembuh masih aktif melakukan hubungan seksual pranikah dengan pacar maupun orang lain dengan imbalan bayaran ; 4) mengalami kehamilan tidak diinginkan dan melahirkan bayi di luar pernikahan. Dari data tersebut tentunya berdampak pada reaksi stressor para remaja yang melakoni kondisi atau prilaku seksual yang tidak sehat seperti yang dialami oleh para remaja di Wilayah Langsa Timur ini.

(30)

menyelesaikan masalah, bahkan bisa sebaliknya, reaksi yang timbul ketika menghadapi stressor bisa dalam bentuk adaptif maupun maladaptif. Stress yang dialami secara berkelanjutan akan menimbulkan depresi.

Gejala depresi ini berupa sedih dan tertekan, mudah marah jika melihat orang lain gembira, atau tidak suka mendengarkan musik. Penderita tidak mampu mengerjakan pekerjaan sederhana, terganggu selera makannya, sukar tidur, kadang-kadang menangis tanpa diketahui penyebabnya. Ada juga yang menjadi suka makan untuk mendapatkan perasaan senang. Pada kondisi ini seringkali mengasihi diri sendiri, mereka menghendaki orang lain menyesuaikan diri dengan dirinya. Selain hal tersebut, dampak psikologis yang dialami menyangkut kondisi internal, hubungan interpersonal seperti isolasi, rasa bersalah, perasaan tidak berharga, kurang berarti.

(31)

Pada kondisi fisik, menurut Kusmiran (2011) Widyastuti, Rahmawati dan Purnama (2010) penyesuaian fisik yang terbentuk terhadap peningkatan hormon seperti tumbuhnya jerawat yang berlebihan, bagian tubuh tertentu menjadi lebih besar, sangat sensitif terhadap stimulus seksual. Bila kondisi ini dapat disalurkan melalui peningkatan metabolisme tubuh seperti kegiatan-kegiatan positif, misalnya olah raga, aktif pada kegiatan lainnya seni, dll, maka dapat dikatakan penyesuaian atau koping tersebut adalah adaptif, namun sebaliknya, masturbasi, melihat gambar-gambar yang merangsang, atau cerita berbau seksual, maka koping internal tubuh yang terbentuk adalah maladaptif.

1.2. Permasalahan

(32)

mengatasi hal tersebut. “Mekanisme Koping Remaja Putri yang Pernah Melakukan Hubungan Seksual Pranikah di Kecamatan Langsa Timur”

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme koping yang dimiliki remaja putri yang terjebak dalam prilaku kesehatan reproduksi yang tidak sehat dengan mencoba berinteraksi lebih dalam sehingga dapat memperoleh gambaran dan pemahaman tentang bagaimana mekanisme koping yang dimiliki remaja putri yang terlanjur atau pernah melakukan hubungan seksual pranikah.

1.4.Manfaat Penelitian

Peneliti berharap ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini: 1. Manfaat Teoritis, penelitian ini dapat memperluas dan meningkatkan

pengetahuan tentang mekanisme koping pada remaja putri yang melakukan hubungan seksual pranikah. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama ini mekanisme koping yang dimiliki oleh individu lebih banyak berpusat pada aspek psikologis dibandingkan aspek fisik, sehingga pemahaman tentang penyesuaian internal tubuh terhadap reaksi dan perkembangan hormon yang mempengaruhi prilaku reproduktif pada remaja masih rendah.

(33)
(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Seksual Pranikah

Hubungan seksual pranikah pada remaja merupakan kenyataan sosial yang dihadapi masyarakat, kondisi ini memprihatinkan karena hubungan seksual pranikah mengandung resiko tinggi terhadap kelangsungan hidup remaja, padahal di satu sisi remaja merupakan harapan, penerus masa depan bangsa dan negara.

Menurut Sarwono (2003) prilaku seksual pranikah adalah tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita di luar perkawinan yang sah.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan seksual pranikah adalah bentuk aktivitas yang di dorong oleh hasrat seksual seperti berpegang tangan, berciuman sampai berhubungan badan (intercourse) yang dilakukan oleh remaja pria dan wanita di luar pernikahan yang resmi dan sah secara hukum dan agama.

2.2 Bentuk-bentuk Hubungan Seksual Pranikah

Duvall & Miller (1985) mengatakan bahwa bentuk aktivitas seksual pranikah dapat dilakukan dengan cara :

(35)

2.2.2 Kissing, yaitu berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim

2.2.3 Petting, yaitu menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan, biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin 2.2.4 Sexual Intercourse, yaitu hubungan kelamin atau bersenggama

Kusmiran (2011) menyatakan bentuk aktivitas seksual adalah berfantasi, masturbasi, berciuman, petting, dan berhubungan intim.

Hubungan seksual merupakan bagian dari bentuk aktivitas seksual, di mana kegiatannya cenderung mengarah pada hubungan kelamin antara dua individu.

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual Pranikah

Menurut Hurlock (2004) manifestasi dorongan seksual dipengaruhi oleh : 2.3.1 Faktor Internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu

akibat bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut segera dipuaskan.

(36)

Kusmiran (2011) aktivitas seksual remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah ;

2.3.1 Biologis ; Yaitu, perubahan biologis terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan hasrat aktivitas seksual. 2.3.2 Pengaruh orang tua ; Kurangnya komunikasi secara terbuka antara

orang tua dengan remaja dalam masalah seksual, dapat memperkuat timbulnya penyimpangan seksual

2.3.3 Pengaruh teman sebaya ; pengaruh teman sebaya membuat remaja mempunyai kecenderungan untuk memakai norma teman sebaya dibandingkan norma sosial yang ada.

2.3.4 Akademik ; Remaja yang prestasi dan aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual di banding remaja dengan prestasi yang baik.

2.3.5 Pemahaman, Pemahaman kehidupan sosial akan membuat remaja mampu untuk mengambil keputusan terhadap aktivitas seksual yang berdampak pada kesehatan reproduksinya.

(37)

2.3.7 Penghayatan nilai-nilai keagamaan : remaja yang memiliki penghayatan yang kuat tentang nilai-nilai spiritual, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan aktivitas seksual yang selaras dengan nilai yang di yakininya serta mencari kepuasan dari aktivitas yang produktif.

2.3.8 Faktor kepribadian ; faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri dan tanggung jawab akan membuat remaja mampu mengambil dan membuat keputusan.

2.3.9 Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. : remaja yang memiliki pemahaman yang benar tentang reproduksi cenderung memahami aktivitas seksual serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab.

2.4 Dampak Hubungan Seksual Pranikah pada Kesehatan Reproduksi

Hubungan seksual pranikah dapat berdampak pada kesehatan fisik maupun psikologis remaja putri, yang paling menonjol adalah kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja, tindakan aborsi yang tidak aman. Secara fisik, tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek seperti perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.

(38)

lemahnya ikatan pada kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan atau diskriminasi oleh masyarakat.

2.5 Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi sehat fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, namun dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2003).

Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi berupa : 1) Konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB) ; 2) Pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk pelayanan aborsi yang aman, pelayanan Bayi Baru Lahir/Neonatal) ; 3) Pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan ; 4) Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi (KRR) ; 5) Konseling Informasi, dan Edukasi ( KIE) mengenai kesehatan reproduksi.

(39)

bertanggung jawab, manusia secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja perlu mengendalikan naluri seksualnya dan menyalurkannya menjadi kegiatan yang positif, seperti olah raga dan mengembangkan hobby yang membangun. Penyaluran yang berupa seksual dapat dilakukan setelah berkeluarga untuk melanjutkan keturunan.; 3) pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan, serta kewaspadaan terhadap masalah remaja yang banyak ditemukan, remaja perlu kiat-kiat untuk mempertahankan diri secara fisik, mental dalam menghadapi godaan, seperti ajakan untuk melakukan hubungan seksual dan penggunaan narkoba ; 4) Persiapan pra nikah, informasi tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin lebih siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan berkeluarga ; 5) Kehamilan dan persalinan, serta cara pencegahannya, remaja perlu mendapatkan informasi tentang hal ini sebagai persiapan bagi remaja putri dan wanita dalam memasuki kehidupan berkeluarga di masa depan.

2.6 Konsep Remaja

Pendapat tentang usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi, atau lembaga kesehatan. Usia remaja merupakan priode transisi perkembangan dari masa anak-anak kemasa dewasa, usia 10-24 tahun.

(40)

Guidelines Amerika Serikat , rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 thn), remaja menengah (15-17 thn), dan remaja akhir (18-21 thn) dan definisi ini kemudian di satukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun.

Definisi remaja dapat di tinjau dari tiga sudut pandang, yaitu 1) secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11 – 12 tahun sampai 20 – 21 tahun ; 2) secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama terkait dengan kelenjar seksual ; 3) secara psikologis remaja merupakan masa di mana individu mengalami perubahan-prubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan moral di antara masa anak-anak menuju masa dewasa (Kusmiran, 2011).

Gunarsa (2002) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.

(41)

2.7 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Kusmiran (2011) menjelaskan Pertumbuhan adalah perubahan yang menyangkut segi kuantitatif yang ditandai dengan peningkatan dalam ukuran fisik dan dapat diukur, sedangkan perkembangan adalah perubahan yang menyangkut aspek kualitatif dan kuantitatif. Rangkaian perubahan dapat bersifat progresif, teratur, berkesinambungan, serta akumulatif.

Aspek pertumbuhan meliputi fungsi fisiologis yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan gizi. Faktor lingkungan dapat memberi pengaruh yang kuat untuk lebih mempercepat perubahan, di mana dipengaruhi oleh dua organ yaitu hipothalamus dan hipofisis. Ketika kedua organ bekerja, ada tiga kelenjar yang dirangsang yaitu kelenjar gondok, kelenjar anak ginjal dan kelenjar organ reproduksi. Sedangkan aspek perkembangan meliputi ; 1) perkembangan sosial, remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa diluar lingkungan sekolah dan keluarga ; 2) Kuatnya teman sebaya, diterima oleh teman sebaya merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi remaja, sehingga penyesuaian diri dengan kelompok, misalnya penyesuaian dengan selera, cara berpakaian, cara berbicara dan berprilaku sosial lainnya adalah penting (Hurlock,2004). ; 3) pengelompokan sosial baru, dalam pengelompokan sosial muncul nilai-nilai baru yang diadaptasi oleh remaja ; 4)

(42)

pada masalah pribadi dibandingkan lingkungannya ; 7) perkembangan kognitif, kemampuan kognitif remaja berada pada tahap Formal Operational, yang meliputi kritis, rasa ingin tahu yang kuat, jalan pikiran egosentris, imaginary audience, dan merasa unik. (teori perkembangan kognitif piaget) ; 8) perkembangan moral,

Kohlberg menjelaskan remaja harus mencapai tahap moralitas pascakonvensional dengan menerima sendiri sejumlah prinsip, yaitu ; a) individu yakin bahwa harus ada fleksibelitas dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral yang menguntungkan kelompok secara keseluruhan.; b) individu meyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal yang diinternalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri darpada tuntutan sosial. ; c) moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi ; 9) Kepribadian, kepribadian pada remaja meliputi penilaian diri dan penilaian sosial ; 10) perkembangan heteroseksual, belajar memerankan jenis kelamin yang diakui oleh lingkungannya.

2.8 Tugas Perkembangan Remaja

(43)

Mempersiapkan perkawinan dan keluarga ; 8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berprilaku mengembangkan ideologi.

2.9 Perkembangan Seksualitas Remaja

Perkembangan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggung jawab atas munculnya dorongan seksual. Pemuasan dorongan seksual masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus juga kekurangan pengetahuan yang benar tentang seksualitas. Karena pada masa pubertas ini terjadi perubahan fisik (bentuk tubuh dan proporsional) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual) menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Menurut (Tanner 1990 dalam Kusmiran 2011) minat seksual remaja antara lain adalah :

2.9.1 Minat dalam Permasalahan yang Menyangkut Kehidupan Seksual

Remaja mulai ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia. Untuk itu, mereka mencari informasi mengenai seks, baik melalui buku, film, atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara tersembunyi. Hal ini dilakukan remaja karena kurang terjalin komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja dengan orang dewasa, baik orang tua maupun guru mengenai masalah seksual, dimana kebanyakan masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah kehidupan seksual dalam kehidupan sehari-hari.

2.9.2 Keterlibatan Aspek Emosi dan Sosial pada Saat Berkencan

(44)

misalnya pada anak laki-laki dorongan yang ada dalam dirinya terealisasi dengan aktivitas mendekati teman perempuannya, hingga terjalin hubungan. Dalam berkencan, biasanya para remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan dengan berbagai cara seperti bergandengan tangan, memberi tanda mata, bunga, kepercayaan, dan sebagainya.

2.9.3 Minat dalam Keintiman Secara Fisik

Dengan adanya dorongan dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenis kelaminnya. Prilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis kelaminnya. Ada remaja yang melakukannya secara terbuka bahkan mulai mencoba mengadakan eksperimen dalam kehidupan seksual. Misalnya dalam berpacaran, mereka mengekspresikan perasaannya dalam bentuk-bentuk prilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berciuman, bercumbu, dan lain sebagainya.

Perkembangan minat seksual ini menyebabkan masa remaja disebut “masa keaktifan seksual tinggi” yang merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenisnya menjadi bahan pembicaraan yang menarik dan dipenuhi dengan rasa ingin tahu tentang masalah seksual. (Kartono, 1995 dalam Kusmiran 2011)

(45)

dianggap ketinggalan zaman bila belum pernah melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Remaja dianggap aneh karena belum punya pacar.

Kondisi-kondisi tersebut memunculkan prilaku sesual remaja yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan eksperimen ke lokasi pekerja seks komersil, melakukan hubungan seks sebelum menikah dengan pasangannya, melakukan oral seks, dan sebagainya, tanpa mempertimbangkan kemungkinan masa depan yang kurang cerah bagi dirinya. Keadaan ini tampak meluas di kalangan remaja Indonesia.

Di samping itu, Pengaruh hormon pada remaja dapat meningkatkan dorongan seksual, misalnya pada wanita yang sedang mengalami masa subur. Pada masa subur ini, hormon-hormon memang meningkat kadarnya untuk mengatur ovulasi dan memerintahkan rahim untuk menebalkan endometrium. Kondisi hormonal ini menyebabkan remaja menjadi semakin peka terhadap stimulan seksual (visual, sentuhan, audiovisual, dll) sehingga mendorong munculnya aktivitas seksual.

Meningkatnya dorongan seksual pada remaja menyebabkan mereka mudah sekali terangsang secara seksual. Membaca bacaan yang romantis, melihat gambar romantis, melihat alat kelamin lawan jenis, atau menyentuh alat kelaminnya akan menimbulkan rangsangan seksual.

(46)

laki-laki mengalami ereksi penegangan penis apabila dia berfantasi atau merangsang dirinya.

Jadi, dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa munculnya dorongan seksual ini dapat menimbulkan permasalahan, antara lain ; 1) perasaan aneh karena munculnya reaksi yang tidak begitu tampak sebelumnya ; 2) belum dapat menyalurkannya karena belum menikah sementara remaja cepat terangsang secara seksual ; 3) menimbulkan keingintahuan apakah alat kelamin yang dimilikinya berfungsi dengan baik. Hal terakhir ini dapat mendorong seseorang untuk bereksplorasi banyak dalam hal-hal seksual.

2.10 Konsep Mekanisme Koping 2.10.1 Pengertian Koping

Koping adalah perubahan kognitif dan prilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan eksternal yang khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu (Folkman, S & Lazarus, R.S, 1985). Koping juga dapat digambarkan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan masalah dan situasi, atau menghadapinya dengan berhasil/sukses (Kozier,2004). Sedangkan koping menurut Rasmun (2004) adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi

stressfull. Koping tersebut merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologis.

(47)

seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Efektifitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan, jadi ketika terdapat stressor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme koping yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi ini yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal yang baru, yaitu perubahan prilaku dan perubahan jaringan organ.

2.10.2 Pengertian Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1998) jika individu berada pada kondisi stress ia akan menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya. Individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber koping yang tersedia. Sedangkan Stuart (2001) mekanisme koping dapat digunakan untuk mengatasi stress.

Seorang ahli medis bernama Zj. Lipowski dalam penelitiannya memberikan definisi mekanisme koping sebagai berikut, semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan intergritas tubuh dan psikisnya. Memulihkan fungsi yang rusak, dan membatasi adanya kerusakan yang tak bisa dipulihkan.

2.10.3 Penggolongan Mekanisme Koping

(48)

memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi atau meminta nasehat. ; 2) Mekanisme koping berfokus pada emosi, meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional. Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang merasa lebih baik.

Mekanisme koping juga dilihat sebagai mekanisme koping jangka panjang dan mekanisme koping jangka pendek. Mekanisme koping jangka panjang merupakan cara konstruktif dan realistik. Sebagai contoh, dalam situasi tertentu berbicara dengan orang lain tentang masalah dan mencoba untuk menemukan informasi yang lebih banyak tentang situasi. sedangkan mekanisme koping jangka pendek, cara yang digunakan untuk mengatasi stress bersifat sementara tetapi merupakan cara yang kurang efektif untuk menghadapi masalah.

Sedangkan metoda koping menurut Folkman & Lazarus; Folkman et al, adalah ; 1) Planfull Problem Solving (Problem Focused), yaitu individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah ; 2) Confrontatif Coping (Problem Focused), yaitu individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil resiko untuk mengubaah situasi ; 3) Seeking Social Support (Problem or Emotion Focused), yaitu individu berusaha untuk memperoleh dukungan emosional

(49)

terhadap masalah yang dihadapi ; 5) Escape-Advoidanceting (Emotion Focused), yaitu menghindar masalah dengan cara berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi ; 6) Self Control (Emotion Focused) adalah usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah ; 7) Accepting responsibility (emotion fokcused), yaitu mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya ; 8) Positive Reappraisal (Emotion Focused) adalah usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari situasi yang dihadapi.

2.10.4 Respon Koping

Respon koping sangat berbeda antar individu dan sering berhubungan dengan persepsi individual dari kejadian yang penuh stress. Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi, dan pernyataan klien dalam wawancara. Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, yaitu fisiologis dan psikososial. Reaksi fisiologis merupakan indikasi individu dalam keadaan stress.

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua (Stuart & Laraisa, 2001) yaitu mekanisme koping yang adaptif dan mekanisme

(50)

menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Katagorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja berlebihan atau menghindar.

Koping dapat diidentifikasi melalui berbagai aspek, yaitu fisiologis dan psikososial (Keliat, 1999) reaksi fisiologis merupakan reaksi tubuh terhadap stress ; 2) reaksi psikososial terkait dengan beberapa aspek, antara lain ; a) Reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental, seperti Denial, Projeksi, Displacement, Isolasi, dan Supresi. ; b) Reaksi yang berkaitan dengan respon verbal seperti menangis, tertawa, teriak, memukul dan menyepak, menggenggam, mencerca. ; c) Reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah.

(51)

2.10.5 Sumber Koping

Sumber koping berupa pilihan atau strategi yang membantu untuk menetapkan apa yang dapat dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan Lazarus (1985) dalam Rasmun (2004), mengidentifikasi lima sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi dengan stressor yaitu, ekonomi, ketrampilan dan kemampuan, tehnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi.

(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma interpretatif, di mana makna simbolik sosial yang bisa diobservasi melalui tindakan dan interaksi manusia (Craswell, J.W, 2002). Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami mekanisme koping yang dimiliki remaja putri dalam prilaku reproduksi yang tidak sehat yaitu hubungan seksual pranikah dengan cara berinteraksi lebih dalam melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kecamatan Langsa Timur, Pertemuan dengan subjek penelitian dilakukan pada beberapa lokasi, di antaranya adalah Rumah, Café yang ada di Pusat Kota Langsa, dan di Ruang Konseling PKM Langsa Timur. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2012 sampai September 2012. 3.3. Subjek Penelitian

(53)

pada penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan didasarkan pada teori-teori sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian ini menggunakan metoda purposive sampling yaitu memilih subjek penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan penulis masukkan dalam penelitian. Mereka adalah remaja putri yang sudah melakukan hubungan seksual pranikah, selain itu subjek penelitian yang berikutnya adalah mereka yang ikut memberikan informasi-informasi penting tentang subjek kunci seperti petugas PKRR (Program Kesehatan Reproduksi Remaja) di Puskesmas Langsa Timur yang terlibat langsung dalam menangani masalah reproduksi remaja, orangtua atau teman dekat dari subjek kunci.

Subjek penelitian diperoleh dengan melakukan screening terhadap pasien-pasien remaja putri yang datang berkunjung ke Puskesmas Langsa Timur dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data seperti pengecekan status pasien yang diperoleh penulis dari hasil rekaman medis, buku laporan konseling, interview

dan observasi.

3.4 Metoda Pengumpulan Data 3.4.1 Wawancara

(54)

Wawancara dimulai dengan membina hubungan yang baik, sikap terbuka dan hangat kepada subjek, untuk memberi keyakinan, kepercayaan diri, dan subjek penelitian merasa dilindungi. Namun, tidak semua subjek penelitian yang penulis hadapi dapat memberikan respon positif, beberapa diantaranya menolak dan tidak siap untuk diajak berinteraksi lebih dalam. Mereka memiliki argumentasi yang bervariasi sebagai alasan untuk menolak diantaranya adalah tidak ada waktu karena harus pulang kampung untuk menjenguk neneknya, ada juga subjek yang terus terang menolak dengan alasan takut mengecewakan karena tidak dapat memberi informasi sesuai dengan yang diharapkan.

Wawancara juga dilakukan dengan menggunakan alat bantu tape recorder

sebagai salah satu sarana tambahan, dan dilakukan apabila memungkinkan. Selain itu, tidak semua subjek penelitian bersedia di wawancara dengan alasan subjek merasa tidak nyaman.

Wawancara juga dilakukan pada subjek penelitian pendukung untuk memperoleh informasi yang akurat tentang subjek penelitian, dalam hal ini penulis memperoleh keuntungan karena Subjek Penelitian Pendukung pernah menjadi rekan kerja peneliti saat peneliti masih aktif bekerja di Puskesmas Langsa Timur, sehingga wawancara dapat berjalan dengan lancar

(55)

Pada catatan lapangan ditemukan beberapa kesulitan, diantaranya adalah susahnya mencatat dengan cepat tentang kondisi yang terjadi saat berinteraksi dengan subjek penelitian, dan sulit menggambarkan ekspresi subjek penelitian kedalam bentuk tulisan, untuk meminimalkan hal tersebut, penulis berusaha keras mengingat dan memahami karakter dan sifat masing-masing subjek dan hal ini ternyata dapat membantu kelengkapan catatan lapangan dalam penelitian ini.

3.4.2 Observasi

Observasi dilakukan agar dapat melakukan pengecekan dan memperoleh keyakinan tentang keabsahan data yang telah diperoleh dari wawancara. Hasil obserasi pada subjek penelitian ini meliputi bertingkah laku secara spontan dalam situasi natural. Dalam melakukan obserasi lokasi dan situasi tidak ditemukan kesulitan karena kondisi tersebut tidak asing bagi penulis, begitu juga dengan observasi tingkah laku subjek penelitian karena penulis selalu berusaha menjadi bagian dari mereka, sehingga penulis dengan mudah mengingat dan mencatat hasil obserasi tingkah laku mereka.

3.4.3 Dokumen

Kelengkapan informasi dari lapangan didukung dengan pencarian beberapa dokumen penting yang berhubungan dengan keadaan atau kondisi subjek penelitian. Dokumen yang di peroleh terbagi menjadi dua, yaitu:

3.4.3.1 Dokumen Primer

(56)

karakteritik subjek penelitian (halaman 117), transkrip wawancara mendalam dan hasil observasi (halaman 93) dan pelaksanaan survei awal dan penelitian (halaman 111)

3.4.3.2 Dokumen Sekunder

Dokumen sekunder yang dimaksud adalah hasil pencatatan rekaman medik yang dilakukan oleh petugas Konseling sejak kedatangan subjek ke puskesmas hingga terminasi hubungan dengan subjek seperti buku laporan kunjungan pasien, rekam medik pasien.

3.5 Pengumpulan dan Analisa Data

Menurut Merriam dan Marshall dan Rossman dalam Crasswell, J.W. (2002) pengumpulan dan analisa data harus merupakan sebuah proses yang bersamaan dalam penelitian kualitatif. Dalam prosesnya analisa data akan disusun secara kategoris dan kronologis, ditinjau secara berulang-ulang dan terus menerus dikodekan.

Analisa data dilakukan setelah penulis turun ke lapangan. Langkah-langkah analisa data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.5.1. Membuat dan Mengatur Data yang Sudah Dikumpulkan

(57)

penelitian misalnya menggunakan bahasa Aceh dan dialek bahasa melayu. Setiap karakter dan dialek bahasa yang diucapkan oleh subjek penelitian segera dicatat agar tidak lupa dan dipindahkan kedalam bentuk tulisan. Pada tahapan ini dipindahkan juga catatan lapangan hasil observasi ke dalam deskripsi yang lebih lengkap. Seluruh data penelitian, seperti transkrip wawancara, hasil observasi maupun dokumen kemudian diatur berdasarkan kriteria tertentu sehingga memudahkan untuk dianalisa. 3.5.2. Membaca dengan Teliti Data yang Sudah Diatur

Setelah tahap transkripsi dan pengaturan data selesai dilakukan, lalu dibaca lagi dengan teliti semua data yang sudah dikumpulkan dari lapangan secara berulang-ulang, tujuannya adalah untuk memeriksa berulang-ulang, apakah semua data yang dikumpulkan sudah cukup tersedia untuk dianalisa. Apabila masih ada data yang kurang tergali atau ada data yang perlu untuk diklarifikasi ulang, maka penulis kembali lagi ke lapangan untuk melengkapi data tersebut atau cukup dengan menghubungi subjek melalui telfon untuk mengklarifikasi data.

3.5.3. Horisonalisasi

Horisonalisasi merupakan suatu proses memilah-milah data yang penting dan tidak penting. Data hasil wawancara yang dianggap penting dan relevan dengan penelitian penulis memisahkan data tersebut kemudian penulis mengolah dan menyisihkan data yang dianggap tidak penting contohnya seperti yang terlampir pada halaman 128

(58)

Unit-unit makna merupakan tahap lanjut untuk menganalisis data yang telah terpilih secara horisonalisasi. Di tahapan ini, penulis memilih ungkapan-ungkapan subjek yang dan memberi makna untuk mengungkap hal yang ingin penulis teliti. Makna-makna tersebut terlampir pada tabel Lampiran Kisi-kisi Tema pada halaman 124.

3.5.5. Deskripsi Tekstural yang Disertai Pernyataan Subjek yang Orisinil

Di tahapan ini penulis memilih pernyataan-pernyataan subjek penelitian lalu ditulis sebagai bukti wawancara yang penulis jadikan unit makna. Pernyataan di sini merupakan pernyataan asli dari subjek, deskripsi tekstural terlampir dalam tabel horisonalisasi pada kolom pernyataan. (dapat dilihat pada halaman 128)

3.5.6. Deskripsi Struktural

Berbeda dengan deskripsi tekstural yang merupakan lampiran pernyataan asli subjek, maka pada deskripsi struktural ini penulis mencoba berimajinasi, memikirkan, dan menanggapi ungkapan subjek penelitian, sehingga ungkapan subjek dianggap sebagai data yang penting dan mendukung penelitian ini. deskripsi struktural terlampir dalam tabel horisonalisasi pada kolom koding. (dapat dilihat pada halaman 128).

3.5.7. Makna

(59)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Wilayah

Wilayah Kecamatan Langsa Timur merupakan wilayah bagian timur kota Langsa dengan luas wilayah 121,24 km2

Karakteristik masyarakat Langsa Timur adalah masyarakat yang majemuk, artinya berbagai suku terdapat didalamnya seperti suku Aceh, Jawa, Melayu dan Padang. Kehidupan masyarakatnya lebih dekat dengan nilai-nilai spiritual besar kemungkinan hal ini dikarenakan adanya pesantren terbesar yaitu Madrasah Ulummul Qur’an (MUQ). Namun begitu kegiatan rutin yang menunjang nilai spiritual berjalan dengan lancar dan rutin dilakukan oleh masyarakat Langsa Timur.

. Dengan jumlah penduduk 23367 jiwa. Dibanding dengan kecamatan lain di kota Langsa, Kecamatan yang paling luas dengan jumlah desa memiliki 19 desa dengan 53 dusun. Dari data di puskesmas Langsa Timur diperoleh jumlah penduduk yang berusia remaja adalah 83 jiwa dengan perbedaan jenis kelamin puteri 46 jiwa dan remaja putera 37 jiwa

(60)

ini terlihat bahwa disepanjang tempat rekreasi, cafe masih ditemukan remaja yang berpacaran dan terlihat dalam batas kewajaran.

4.2. Hasil Penelitian

Penelitian mekanisme koping pada remaja putri yang melakukan hubungan seksual pranikah ini mengambil lokasi di Wilayah Kecamatan Langsa Timur dengan penelusuran awal melalui Puskesmas Kecamatan Langsa Timur. Penelitian dimulai dengan melakukan kajian awal studi literatur terkait dengan fokus penelitian. Tujuan kajian awal ini membantu penulis memperoleh pemahaman tentang fenomena yang diteliti sebelum turun ke lapangan. Kajian awal ini merupakan langkah pertama menelusuri subjek penelitian dan mempertajam permasalahan penelitian. Dinas Kesehatan Kota Langsa memberikan informasi tentang petugas yang menangani masalah kesehatan reproduksi remaja di beberapa Puskesmas dan Rumah Sakit yang ada di Kota Langsa, yaitu, Puskesmas Langsa Lama, Puskesmas Langsa Baro dan Rumah Sakit Umum Daerah Kota langsa untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut.

(61)

Wawancara dilakukan pada lima orang petugas yang menangani Program Kesehatan Reproduksi Remaja pada tanggal 24 dan 26 Mei 2012, yaitu Yuliani, Am.Keb (petugas KRR PKM Langsa Lama), Andre, Amk (petugas KRR PKM Langsa Baro). Rusmiati, Amk. Dan Linda Suryani (keduanya petugas KRR PKM Langsa Timur), dan ibu Farida (petugas yang menangani masalah kesehatan reproduksi remaja di RSUD Kota Langsa) Selain itu wawancara juga dilakukan dengan dokter yang bertugas di Poli Umum yang kebetulan menangani masalah kesehatan remaja yang datang untuk memperoleh pengobatan.

Persiapan yang dilakukan untuk mengurus perijinan penelitian yaitu berkunjung ke Puskesmas Langsa Timur dengan surat pengantar permohonan ijin penelitian dengan menunjukkan proposal penelitian pada hari Senin, tanggal 28 Mei 2012.

4.3. Proses Penelusuran Subjek

(62)

Timur, (3) Screening yang dilakukan dapat lebih tepat sasaran karena dilakukan pada remaja putri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengecek status pasien (catatan medis) dan pencatatan sejumlah remaja yang datang berkunjung ke Ruang Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja pada hari Senin Tanggal 04 Juni 2012. Pemilihan terhadap calon subjek ini hanya terbatas pada remaja putri yang telah melakukan hubungan seks pranikah. Penulis juga mempertimbangkan tempat tinggal calon subjek yang mudah di jangkau, yaitu sekitar wilayah Kota Langsa untuk mengantisipasi munculnya kendala penelitian karena jarak tempat tinggal. Selanjutnya dilakukan screening

untuk melihat apakah ada fenomena tertentu yang menarik untuk diteliti pada remaja putri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah.

(63)
[image:63.612.116.525.172.699.2]

Karakteristik tiga subjek tersebut secara singkat sebagai berikut : Tabel 4.1. Karakteristik Subjek

No Inisial(Usia) Ket.

Subjek I Subjek II Subjek III

1. Suku Aceh Melayu Jawa

2. Agama Islam Islam Islam

3. Alamat Sungai Lung, Dsn.

Melati. Kec. Langsa Timur

Langsa Lama, gang Setia, Kec Langsa Timur

Sukarejo, Dsn.Mawar, gg. KaryaKec Langsa Timur

4. Pendidikan SMA SMA SMA

5 Pekerjaan Orang tua Ayah : Jualan Ibu : bantu ayah Jualan

(Ket : membuka warung kecil yang menjual makanan dan minuman)

Ayah : Guru Ibu : Ibu rumah tangga

Ayah : swasta Ibu : kerja di pabrik arang (ket : ayah dan ibu sudah berpisah tiga tahun yang lalu)

6. Status marital Belum menikah Belum menikah Belum menikah

Karakteristik Keluarga

7. Kandung/angkat Kandung Kandung Kandung

8. Jumlah Anggota

keluarga di rumah

Empat (ayah, ibu, adik laki-laki)

Enam ( Ayah, Ibu, kakak laki-laki, adik perempuan masih SD) Empat (Ibu, Kakak, adik laki-laki)

9. Tulang punggung

dalam keluarga

Ibu,ayah, tunangan Ayah Ibu, diri sendiri.

10. Pendapat keluarga

tentang kebebasan

pergaulan anaknya

Ayah : boleh asal bisa jaga diri

Ibu : Boleh kalau orangnya (pacar anak) baik dan setia dan sudah mapan Adik laki-laki : tidak ditemukan saat wawancara..

Ayah : tidak, karena masih kecil Ibu : boleh asal ada batasannya Adik : tidak boleh kata ayah..

Kakak laki-laki : terserah, asal jangan bikin malu aja.

Ibu : boleh, asal bisa jaga diri Kakak : pacaran boleh saja, kalau gak punya pacar kurang

pergaulan Adik : tidak tau.

Status Kesehatan Reproduksi

11 Pertamakali Haid SD kelas enam SD kelas enam SD kelas lima

(64)

Tabel 4.1 (Lanjutan) No Inisial(Usia)

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristik  Subjek
Tabel 4.1 (Lanjutan)
Tabel 5.1.  Pertanyaan-pertanyaan yang Paling Sering Dikemukakan oleh
TABEL KARAKTERISTIK  SUBJEK
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis jabarkan suhubungan dengan Tinjauan Terhadap motivasi wisatawan berkunjung ke Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten

Capaian IPM Kabu- paten Sumedang tahun 2012 sebesar 72,95, shortfall sebesar 1,02 dan masuk kategori menengah atas.. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah daerah

[r]

Konsep dasar yang digunakan dalam menyusun integrasi sistem informasi dan strategi bisnis pada SPM adalah dengan menggunakan metodologi yang dikemukakan oleh King dan Teo

Pentanahan pada instalasi listrik atau pabrik dilakukan persyaratan yang tinggi dibandingkan dengan instalasi listrik untuk penerangan yang meliputi tahanan

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat karunia dan hidayah- Nya, sehingga Tesis ini dapat selesai dengan melewati berbagai kendala sehingga dapat

5) Memformulasikan Tujuan: Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP