• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kecamatan

Langsa Timur, Pertemuan dengan subjek penelitian dilakukan pada beberapa lokasi, di antaranya adalah Rumah, Café yang ada di Pusat Kota Langsa, dan di Ruang Konseling PKM Langsa Timur. Subjek penelitian diperoleh dengan melakukan

screening terhadap pasien-pasien remaja putri yang datang berkunjung ke Puskesmas Langsa Timur dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data seperti pengecekan status pasien yang diperoleh penulis dari hasil rekaman medis, buku laporan konseling, interview dan observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran tentang Pengalaman Remaja Putri yang sudah Melakukan Hubungan Seksual Pranikah

1. Tema 1 : Alasan Remaja Putri Melakukan Hubungan Seksual Pranikah

Remaja adalah individu pada masa pubertas yang memiliki dorongan untuk melakukan hubungan seksual pranikah lebih dikarenakan perubahan-perubahan yang dialami seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik mereka, di samping itu kondisi sosial juga memegang peranan. Menurut Hurlock (2004), manifestasi dorongan seksual dipengaruhi oleh stimulus yang berasal dari dalam diri individu akibat bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut segera dipuaskan.

Pandangan Aristoteles tentang perkembangan jiwa remaja yang sampai sekarang masih berpengaruh di dunia modernkita, yaitu

“Orang-orang muda punya hasrat-hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat-hasrat itu semuanya tanpa membeda-bedakanya. Dari hasrat-hasrat yang ada pada tubuh mereka, hasrat seksuallah yang paling mendesak dan dalam hal ini mereka menunjukkan hilangnya kontrol diri”

Subjek penelitian mengungkapkan memiliki hasrat yang kuat terhadap dorongan seksual sehingga kurang mampu mengendalikan penyalurannya terhadap pasangan mereka, dan mereka

memperkuat alasan melakukan hubungan seksual pranikah karena perasaan cinta, kesetiaan, atau takut ditinggal pasangannya. Sarwono

(2003) mengungkapkan pengalamannya di ruang praktek

dengan kesan bahwa :

“hubungan seks antar remaja terjadi hanya jika hubungan mereka sudah berjalan enam bulan. Dengan demikian, hubungan tersebut sudah cukup akrab dan intim. Jarang yang langsung melakukan hubungan seks setelah berkenalan tidak begitu lama, hal ini dapat dipahami memang diperlukan suasana hati tertentu untuk bisa melakukan hal itu. Khususnya pada remaja putri, harus timbul perasaan cinta, perasaan suka, percaya, menyerah dan sebagainya terhadap pasangannya. Akan tetapi, sekali perasaan itu timbul, apalagi kalau pihak laki-lakinya rajin dan tekun serta sabar untuk merayu

pacarnya, remaja putri seringkali tidak dapat lagi mengendalikan diri dan terjadilah hubungan seks itu.”

Kajian di atas menerangkan pada kita bahwa perlu pemahaman istimewa dari berbagai pihak pada kelangsungan hidup generasi muda ini, karena dorongan atau hasrat seksual yang mereka miliki dapat menjadi bumerang apabila tidak dipahami oleh berbagai pihak maupun remaja itu sendiri, kita sadari, pendidikan seks saja belum cukup, pengertian yang mendalam terhadap hasrat dan perkembangan psikoseksual mereka perlu ditingkatkan oleh orang tua, pihak konseling maupun masyarakat, sehingga dapat memfasilitasi penyaluran yang mereka butuhkan secara positif dan tidak merugikan masa depan mereka.

2. Tema 2 : Pandangan Remaja Putri dalam Menilai Hubungan Seksual Pranikah

Moral dan religi merupakan bagian penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi dapat mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat.

Dari sudut pandang pengetahuan tentang agama bisa jadi berbeda dengan aplikasi spiritual dalam kehidupan nyata. Ketika kadar keimanan seseorang sedang turun maka individu tersebut rentan terhadap perbuatan dosa, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa faktor agama mungkin tidak berpengaruh langsung pada tingkah

laku seksual masing-masing individu. Hasil penelitian disalah satu Perguruan Tinggi Islam di Provinsi Bengkulu yang menyimpulkan bahwa peranan pengetahuan agama terhadap penyimpangan prilaku seksual mahasiswa sebesar 0,14% sedangkan 99,86% disebabkan oleh variabel lain. Jika diinterpretasikan maka peranan pengetahuan agama terhadap penyimpangan prilaku seksual mahasiswa tidak terdapat korelasi yang signifikan.

Disamping itu, para Subjek penelitian mengatakan pendapat bahwa hubungan seksual pranikah bukan hal asing lagi dikalangan mereka, hampir semua orang tua mereka mengizinkan anaknya berpacaran. Muncul pertanyaan, bagaimana pandangan atau nilai nilai masyarakat sendiri tentang seks? Nilai tradisional dalam prilaku seks yang paling utama adalah tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Nilai ini tercermin dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan kegadisan seorang wanita sebelum menikah. Kegadisan pada wanita sering dilambangkan sebagai “mahkota” atau”harta yang paling berharga” atau “tanda kesucian” atau “tanda kesetiaan pada suami”. Hilangnya kesucian dapat berakibat depresi pada wanita yang bersangkutan, walaupun tidak membawa akibat-akibat lain seperti kehamilan atau penyakit kelamin. Hasil penelitian tentang pentingnya kegadisan bagi perkawinan yang dilakukan oleh fakultas Psikologi UI pada siswa SMA kelas II di Jakarta dan Banjarmasin menunjukkan bahwa remaja putri cenderung lebih

mementingkan kegadisan bagi perkawinan mereka, dengan demikian, remaja pria lebih bisa mengerti wanita yang sudah tidak gadis lagi.

3. Tema 3 : Pengetahuan Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi

Kebutuhan dan jenis resiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa, jenis dan kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, Penyakit Menular Seksual, kekerasan seksual serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Resiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, kekerasan seksual, pengaruh gaya hidup dan sebagainya.

Jumlah fasilitas kesehatan reproduksi yang menyeluruh untuk remaja sangat terbatas, kalaupun ada, pemanfaatannya sangat terbatas pada remaja dengan masalah kehamilan atau persalinan yang tidak direncanakan, fenomena ini ditemukan di data pengungjung pelayanan kesehatan reproduksi, hampir semua remaja yang memperoleh pelayanan adalah remaja yang bermasalah, namun seperti subjek Um, walaupun mempunyai prilaku yang beresiko mengarah pada prilaku seksual pranikah, dikatakan beresiko karena mempunyai pengalaman melakukan hubungan seksual pranikah satu kali pada tahun lalu, dan saat ini sedang memiliki pacar.

4. Tema 4 : Beban Psikologis

Hubungan seksual pranikah pada remaja dapat berdampak pada kesehatan psikologis maupun fisik, yang paling menonjol adalah kehamilan yang tidak didinginkan, tindakan aborsi yang tidak aman. Secara psikologis, akan berdampak pada hilangnya harga diri, dihantui perasaan berdosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan pada kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta diskriminasi atau penghinaan dari masyarakat.

Beban psikologis yang dipersepsikan oleh remaja putri dalam penelitian ini adalah tekanan rasa bersalah, takut ketahuan orang tua, dan ketakutan akan kehamilan yang tidak diinginkan. Perasaan tertekan dan bersalah dirasakan oleh sebagian Subjek penelitian adalah sebagai bentuk menyalahkan diri sendiri, orang lain, kecewa karena tidak dapat menjaga diri dengan baik sesuai harapan keluarga dan orang tua, sebagian Subjek penelitian memilih bersikap sebagai anak yang baik dan penurut hanya untuk menutupi kesalahan yang telah mereka lakukan, namun mereka mengatakan dibalik itu perasaan mereka tersiksa, apalagi sering dibayangi ketakutan akan kehamilan yang tidak diinginkan.

B. Pemahaman Mekanisme Koping (Strategi Penanggulangan dalam Menghadapi dan Menyelesaikan Masalah) pada Remaja Putri 1. Tema 5 : Respon Koping

Remaja Putri yang Adaptif

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa koping positif yang

dilakukan oleh remaja putri yang sudah melakukan hubungan seksual pranikah, diantaranya adalah memecahkan masalah, harapan positif, melakukan aktifitas pengalihan, berdiskusi dengan orang lain dalam hal ini adalah teman sebaya dan petugas kesehatan dan melakukan mekanisme koping individu seperti berdoa, berteriak atau berdiam diri. Masing-masing Subjek penelitian memiliki koping yang unik dan berbeda-beda, hal ini sesuai dengan penelitian Van Puymbroek dan Ritman (2005) didalam Thompson (2006) yang menyatakan bahwa koping adalah sifat personal yang tidak dipengaruhi oleh konsep dinamik seperti status fungsional.

Penelitian yang oleh Thompson (2006) juga memunculkan tema serupa, bahwa memecahkan masalah atau menyelesaikan masalah merupakan dimensi sistem

maitenance. Tema ini muncul dari pola yang meliputi bantuan dalam aktifitas sehari-hari, penikiran tentang perubahan peran remaja putri, berharap tentang apa yang telah terjadi dan bagaimana dampaknya.

2. Tema 6 : Respon Koping Remaja Putri yang Maladaptif

Koping bisa menjadi adaptif atau maladaptif, koping adaptif membantu individu untuk mengatasi peristiwa stres secara efektif atau meminimalkan tekanan yang terkait dengan peristiwa stres. Sedangkan koping maladaptif yang teridentifikasi dapat menimbulkan tekanan bagi individu dan orang lain yang terkait dengan individu atau peristiwa stres (Kozier et al, 2004) koping maladaptif yang

teridentifikasi dalam penelitian ini

adalah Subjek penelitian menghentikan segala upaya untuk

kebaikan dirinya, merasa bersalah dan selalu menyalahkan orang tua atau pacarnya.

Subjek penelitian menghentikan upaya untuk berubah menjadi lebih baik karena putus asa dengan berbagai upaya yang dilakukan agar tidak melakukan kegiatan terkait dengan hubungan seksual pranikah secara berulang. Subjek penelitian selalu merasa bersalah karena sering tidak mampu menahan diri, merasa kotor dan berdosa. Rasa bersalah ini dianggap koping maladaptif karena tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi atau menurunkan tekanan yang dirasakan, akan tetapi malah memberikan tekanan baru atau menambah tekanan psikologis bagi Subjek penelitian.

KESIMPULAN

6.2.5. Pada remaja, mekanisme koping dapat terjadi karena masa krisis dan masa pencarian jati diri (konsep diri) untuk membentuk kepribadiannya. Priode yang dikenal dengan “badai dan tekanan” ini adalah sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, emosi meningkat terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan kondisi baru.

6.2.6. Prilaku yang mengarah pada hubungan seksual pranikah pada sebagian kaum muda terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini sebenarnya menjadi sebuah dilema, karena hukuman sosial atau diskriminasi (dianggap

tidak berguna oleh masyarakat atau lingkungan sekitarnya) terhadap mereka yang terbukti melakukan hubungan seksual pranikah atau yang hamil dan melahirkan anak di luar pernikahannya kurang tepat.

6.2.7. Hasil penelitian didapati kenyataan bahwa dari tiga remaja putri yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah memiliki koping adaptif satu orang dan memiliki koping maladaptif dua orang, artinya kecenderungan para remaja putri yang memiliki pola pertahanan diri atau mekanisme koping yang maladaptif memiliki resiko lebih tinggi untuk terjerumus kedalam prilaku kesehatan reproduksi yang menyimpang.

SARAN

1. Bagi pengelola pelayanan kesehatan

Pihak Dinas Kesehatan hendaknya dapat menjadikan Program Kesehatan Reproduksi Remaja pada semua Puskesmas menjadi urutan program yang penting mengingat makin tingginya angka remaja memperlakukan organ reproduksinya secara tidak bertanggung jawab karena ketidaktahuannya.

2. Bagi Orang Tua

Diharapkan orang tua dapat memperoleh dan meningkatkan

pemahaman tentang perkembangan organ reproduksi

anak remajanya dan koping yang mereka miliki serta dapat mendampingi, memberikan

dukungan positif dan menjadi teman berbagi informasi secara terbuka tentang pengalaman reproduksi.

3. Bagi Staf Pendidik

Diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan kurikulum sekolah dengan merekomendasikan mata pelajaran tentang mekanisme koping dalam perkembangam sistem reproduksi manusia dan kesehatan reproduksi Diharapkan dapat memotivasi bagian struktural pendidikan di bagian Bimbingan Konseling untuk saling mendukung dalam menyebarkan-luaskan informasi-informasi terkait dengan perkembangan organ reproduksi dan kesehatannya serta koping yang dimiliki remaja dalam berespon terhadap perkembangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

ANU & Pusat Penelitian Kesehatan UI. 2010. Kehamilan pada Usia Remaja, diakses pada tanggal 06 Maret 2012.

Depkes RI, 2003. Pelayanan Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja. (Makalah Pelatihan Kesehatan Peduli Remaja.). Jakarta ; Dirjen Kesehatan Keluarga Folkman,S & Lazarus,R.S.1985.Study

of Emotion and Coping During Three stage of a Collage Examinations. Journal of Persenality ad Social psychologis. 48,150-170

Hurlock, E.B. 2004. Adolescent

Development, Fourth Edition.Tokyo: Mc.Graw-Hill.

Keliat, B.A.1998. Gangguan Konsep Diri, Citra Tubuh. Jakarta : EGC

Kerlinger, F.N. 2002. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Alih Bahasa oleh Landung R Sumatupang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kozier, B. 2004. Fundamental of nursing Conceps proces and Practice. New Jersey

Sarwono, W.S. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta : Gravindo Persada

Saryono, Anggraini MD. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam bidang kesehatan. Jogyakarta : Nuhamedika

Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia. 2008.Penelitian

Remaja Pertamakali Melakukan Hubungan Seks

Pranikah, diakses pada tanggal 12 Maret 2012.

Stuart, Gail. W. & Laraisa, M.T.2001. Principle and Practice of Psychiatric Nursing. (Edisi 7). Missauri : Mosby.

Thompson. 2006. What Happened to Normal? Learning The Role of Caregiver, diakses 15 Agustus 2011.