• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya masih digabungkannya Subjek penelitian dari remaja putri yang sudah melakukan hubungan seksual pranikah dalam jangka waktu yang bervariasi, hal ini karena kesulitan yang dihadapi mengidentifikasi subjek penelitian. Oleh karena itu dipilih Subjek penelitian yang datang berkunjung ke Puskesmas Wilayah Langsa Timur yang memiliki keluhan psikologis maupun fisik akibat hubungan seksual pranikah yang pernah dilakukannya. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah kemampuan penulis untuk melakukan wawancara mendalam dan catatan lapangan yang belum maksimal. Penelitian ini merupakan pengalaman pertama bagi penulis. Disamping itu, karena topik penelitian menyangkut sesuatu yang sangat pribadi bagi Subjek penelitian. Besar kemungkinan subjek memberikan data tidak faktual dan akurat, untuk menghindari hal itu terjadi, dilakukan pencatatan hasil observasi yang lebih teliti serta dilakukannya triangulasi untuk mendapat informasi yang sesuai. Tentunya ini membutuhkan waktu yang lama dan konsentrasi yang cukup serius. Penulis juga

sering mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi mendengarkan pernyataan Subjek penelitian dan menuliskan respon non verbal Subjek penelitian karena harus berpikir cepat dalam mencerna pernyataan yang diberikan Subjek penelitian dan kemudian menanyakan pertanyaan berikutnya untuk menggali fenomena lebih dalam. Untuk itu penulis harus dapat lebih meningkatkan kemampuan untuk mengaplikasikan mmetodelogi penelitian kualitatif.

Terkait dengan kemampuan Subjek penelitian untuk menceritakan pengalamannya, ditemukan beberapa Subjek penelitian yang kurang terbuka dalam menggambarkan dan menceritakan pengalamannya. Mungkin ini disebabkan beberapa hal, seperti hubungan saling percaya belum terbina dengan baik, atau karena kepribadian Subjek penelitian yang cenderung tertutup dan tidak mudah untuk bercerita tentang hal-hal yang pribadi. Ditemukan juga Subjek penelitian yang menolak diwawancara dan direkam, walaupun sudah dijelaskan maksud dan tujuan penelitian ini, Subjek penelitian tetap menolak dengan alasan tidak nyaman, disamping itu penulis juga harus lebih meningkatkan observasi pada respon psikologis maupun fisik yang ditunjukkan Subjek penelitian .

Keterbatasan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dalam menemukan referensi artikel penelitian kualitatif terhadap prilaku seksual pranikah, hampir semua penelitian dan jurnal yang ditemukan dalam bentuk kuantitatif, namun tidak semua penelitian tersebut bisa diakses artikelnya secara keseluruhan. Sebagian besar hanya memunculkan abstrak penelitian yang kadang tidak mengandung informasi detil yang

diperlukan. Hal ini karena terbatasnya kemampuan dalam penelusuran sumber literatur di internet dan membutuhkan biaya akses.

BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan

6.1.1. Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Sedangkan mekanisme koping adalah cara individu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan serta respon yang mengancam ataupun tuntutan internal dan eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.

6.1.2. Pada remaja, mekanisme koping dapat terjadi karena masa krisis dan masa pencarian jati diri (konsep diri) untuk membentuk kepribadiannya. Priode yang dikenal dengan “badai dan tekanan” ini adalah sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, emosi meningkat terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan kondisi baru. Hal ini sering mengakibatkan meraka mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang baru. Pada masa ini juga terjadi penyesuaian terhadap perubahan fisik dan organ reproduksinya, yaitu munculnya dorongan-dorongan seksual yang sering membuat mereka kerepotan, hal ini terjadi karena perkembangan hormon hormon yang memicu dorongan seksual, baik primer maupun sekunder.

6.1.3. Prilaku yang mengarah pada hubungan seksual pranikah pada sebagian kaum muda terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini sebenarnya menjadi sebuah dilema, karena hukuman sosial atau diskriminasi (dianggap tidak berguna oleh masyarakat atau lingkungan sekitarnya) terhadap mereka yang terbukti melakukan hubungan seksual pranikah atau yang hamil dan melahirkan anak di luar pernikahannya kurang tepat. Mereka yang sudah terjerumus itu berhak untuk memperoleh dukungan moril untuk bangkit kembali dan menata hidup dan masa depan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya tanpa harus merasa bersalah karena masalah pada masa lalu.

6.1.4. Hasil penelitian didapati kenyataan bahwa dari tiga remaja putri yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah memiliki koping adaptif satu orang dan memiliki koping maladaptif dua orang, artinya kecenderungan para remaja putri yang memiliki pola pertahanan diri atau mekanisme koping yang maladaptif memiliki resiko lebih tinggi untuk terjerumus kedalam prilaku kesehatan reproduksi yang menyimpang.

6.1.5. Hasil penelitian ini juga menunjukkan ternyata pada ketiga remaja putri terungkap ketidakmampuan mengatasi dorongan hormon seksual dalam tubuhnya dan ketiganya tidak memahami proses dan fungsi serta perkembangan organ reproduksi khususnya organ reproduksi wanita. Dan dua dari tiga remaja putri mengungkapkan perasaan bersalah, berdosa, dan menyesal, sedangkan satu remaja putri mengatakan perasaan yang biasa saja.

6.2. Saran

6.2.1. Bagi pengelola pelayanan kesehatan

6.2.1.1.Pihak Dinas Kesehatan hendaknya dapat menjadikan Program Kesehatan Reproduksi Remaja pada semua Puskesmas menjadi urutan program yang penting mengingat makin tingginya angka remaja memperlakukan organ reproduksinya secara tidak bertanggung jawab karena ketidaktahuannya. 6.2.1.2.Pihak Dinas Kesehatan hendaknya meningkatkan kualitas sumber daya

petugas konseling remaja di Puskesmas-puskesmas melalui seminar, pelatihan, workshop bahkan memotivasi petugas untuk melakukan penelitian lanjut sehingga dapat menemukan masalah yang paling mendasar pada masalah kesehatan reproduksi remaja.

6.2.1.3.Bagi pengelola pelayanan kesehatan reproduksi remaja diharapkan dapat memperluas dan meningkatkan pengetahuan tentang mekanisme koping pada remaja putri yang melakukan hubungan seksual pranikah. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama ini mekanisme koping yang dimiliki oleh individu lebih banyak berpusat pada aspek psikologis dibandingkan aspek fisik, sehingga pemahaman tentang penyesuaian internal tubuh terhadap reaksi dan perkembangan hormon yang mempengaruhi prilaku reproduktif pada remaja masih rendah.

6.2.1.4.Diharapkan juga dapat merancang sebuah media penyampaian informasi dalam bentuk leaflet atau brosur yang berisikan informasi tentang

perkembangan dan fungsi organ reproduksi pada usia remaja dan dampak yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan organ reproduksi pada remaja. 6.2.1.5. Bagi Pengelola Program Kesehatan Reproduksi Remaja diharapkan dapat

memberikan palayanan konseling dengan memperhatikan pada aspek perkembangan fisik yang bergejolak pada remaja sebagai hal yang fisiologis, sehingga mampu meminimalkan fenomena yang menjustifikasi bahwa remaja tersebut bersalah atas responnya terhadap perkembangan reproduksi yang tidak sehat.

6.2.2. Bagi Orang Tua

6.2.2.1.Diharapkan orang tua dapat memperoleh dan meningkatkan pemahaman tentang perkembangan organ reproduksi anak remajanya dan koping yang mereka miliki serta dapat mendampingi, memberikan dukungan positif dan menjadi teman berbagi informasi secara terbuka tentang pengalaman reproduksi, sehingga anak remajanya dapat bertindak secara bertanggung jawab terhadap organ reproduksinya

6.2.2.2.Diharapkan para orang tua saling membagi informasi tentang perkembangan organ reproduksi remaja mereka, setelah mereka memperoleh informasi yang disampaikan oleh petugas konseling kesehatan reproduksi remaja melalui penyuluhan di Balai Pertemuan Desa maupun saat jadwal kunjungan rumah yang dilakukan oleh petugas kesehatan ke rumah warga yang memiliki anak remaja.

6.2.3. Bagi Staf Pendidik

6.2.3.1.Diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan kurikulum sekolah dengan merekomendasikan mata pelajaran tentang mekanisme koping dalam perkembangam sistem reproduksi manusia dan kesehatan reproduksi 6.2.3.2.Diharapkan dapat memotivasi bagian struktural pendidikan di bagian

Bimbingan Konseling untuk saling mendukung dalam menyebarkan-luaskan informasi-informasi terkait dengan perkembangan organ reproduksi dan kesehatannya serta koping yang dimiliki remaja dalam berespon terhadap perkembangan tersebut.

6.2.4. Pemerhati remaja dan konselor, terutama yang berkecimpung di bidang kesehatan reproduksi remaja.

6.2.4.1.Diharapkan dapat membuat program maupun kegiatan-kegiatan yang dapat menstimulus semangat para remaja dalam menyelesaikan masalah kesehatan reproduksinya.

6.2.4.2. Dengan menekankan pada pemahaman tentang reaksi perkembangan fisik (organ reproduksi) dibanding psikologis sehingga fenomena yang cenderung membentuk justifikasi bahwa remaja bersalah karena tidak bertanggung jawab tentang kesehatan reproduksinya dapat dipertimbankan kembali.