• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN LITERATUR. 3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan. lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN LITERATUR. 3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan. lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN LITERATUR

Irigasi

Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanaman untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun demikian, suatu definisi yang lebih umum dan termasuk sebagai irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk setiap jumlah delapan kegunaan berikut :

1. Menambah air ke dalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman

2. Untuk menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek

3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman

4. Untuk mengurangi bahaya pembekuan

5. Untuk mencuci atau mengurangi garam dalam tanah 6. Untuk mengurangi bahaya erosi tanah

7. Untuk melunakkan pembajakan dan penggumpalan tanah

8. Untuk memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena penguapan

(Hansen, dkk., 1992).

Dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan yang memiliki ciri-ciri seperti : pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai

(2)

dengan keadaan fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat (Sinukaban, 1994).

Irigasi mikro dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Sistem irigasi ini hanya mengaplikasikan air di sekitar perakaran tanaman. Ada beberapa jenis irigasi mikro, yaitu irigasi tetes (drip irrigation),

microspray, dan mini-sprinkler. Masing-masing jenis irigasi tersebut dapat dibedakan berdasarkan tipe outlet atau pengeluaran air yang digunakan, yaitu : (1) irigasi tetes, meneteskan air melalui pipa berlubang dengan diameter kecil atau sangat kecil, (2) micro-spray, mencurahkan air di sekitar perakaran dengan diameter pembasahan 1-4 m, dan (3) mini-sprinkler, mencurahkan air di sekitar perakaran dengan diameter pembasahan hingga 10 m (Anonim, 2008).

Irigasi Tetes

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembapan tanah rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Nasution, dkk., 1986).

Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa yang terbuat dari tanah liat. Di Amerika, metode irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris.

(3)

Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an (Prastowo, 2003).

Irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: a. Meningkatkan nilai guna air

Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan dengan metode lain

b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil

Dengan irigasi tetes, kelembaban tanah dapat dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman

c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian

Pemberian pupuk dan bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di sekitar daerah perakaran

d. Menekan resiko penumpukan garam

Pemberian air secara terus-menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari daerah perakaran

e. Menekan pertumbuhan gulma

Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan

f. Menghemat tenaga kerja

Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehingga tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit (James, 1982).

(4)

Sedangkan kelemahan atau kekurangan dari metoda irigasi tetes adalah sebagai berikut :

a. Memerlukan perawatan yang intensif b. Penumpukan garam

c. Membatasi pertumbuhan tanaman d. Keterbatasan biaya dan teknik (Prastowo, 2003)

Irigasi tetes dapat dibedakan atas dua jenis yaitu irigasi tetes dengan pompa dan irigasi tetes dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan pompa yaitu irigasi tetes dengan sistem penyaluran air diatur pompa. Irigasi tetes pompa ini umumnya memiliki alat dan perlengkapan yang lebih mahal daripada irigasi sistem gravitasi. Irigasi sistem gravitasi yaitu irigasi yang menggunakan gaya gravitasi dalam penyaluran air dari sumber. Irigasi ini biasanya terdiri dari unit pompa air untuk penyediaan air, tangki penampungan untuk menampung air dari pompa, jaringan pipa dengan diameter yang kecil dan pengeluaran air yang disebut pemancar ”emiter” yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam (Hansen, dkk., 1992).

Sistem irigasi tetes tidak harus selalu menggunakan pompa untuk mengalirkan air ke setiap tanaman. Ada cara yang lebih simpel yaitu dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Cara ini cocok untuk sumber air yang lebih tinggi dari kebun. Bahkan tinggi sumber air 1 m pun memungkinkan. Sistem gravitasi bisa lebih menghemat biaya, petani tidak perlu membeli pompa untuk mengalirkan air ke seluruh kebun. Instalasi irigasi tetes sistem gravitasi memerlukan tangki sebagai penampung air, menara penopang tangki, kran,

(5)

saringan (filter), pipa PVC, sambungan pipa, dan pipa tetes (drip line) tempat air menetes ke setiap akar tanaman. Kapasitas tangki yang lebih besar tentunya akan menghasilkan tekanan lebih besar pula sehingga tetesan semakin cepat. Namun hal itu tergantung pada keperluan, untuk skala hobi kapasitas tangki bisa 100 liter, 200 liter, atau 300 liter. Namun untuk kebun hidroponik kapasitas penampung air bisa lebih besar, 2.000 liter misalnya. Yang lebih sederhana bisa memanfaatkan ember yang digantung setinggi 1 m. Akibat beda ketinggian ini, air akan mengalir dari tangki melalui pipa PVC, dari pipa PVC air kemudian mengalir ke drip lines

yang memiliki lubang-lubang untuk meneteskan air ke setiap tanaman. Pengaturan waktu penyiraman dilakukan dengan cara membuka-tutup kran. Kran sebaiknya dilengkapi dengan filter agar kotoran tidak masuk ke dalam pipa (Suhaya, 2008).

Dengan teknologi irigasi tetes, tanaman tidak harus berbunga pada musim hujan sehingga bakal buah terselamatkan. Teknologi ini juga bisa menyehatkan tanaman sepanjang tahun dan tidak membutuhkan bendungan besar tapi cukup dengan bendungan kecil atau waduk. Irigasi tetes memasang perangkatnya persis seperti infus pada tubuh manusia. Selang emiter disambungkan dengan selang tabung yang diikatkan di batang. Setelah tersambung, tabung kemudian diisi avron (nutrisi) yang sudah dicampur air (perbandingan campuran, 1 liter air dan 1,25 cc avron). Maka nutrisi tersebut akan langsung dikonsumsi tanaman lewat tetesan yang keluar dari tabung emiter sebanyak 0,03 digit per detik, interval pemberiannya 5-7 hari sekali. Selama setahun pemberian nutrisi ini terhitung 18 hingga 22 kali dan nutrisi atau jumlah makanan yang diberikan sudah cukup bagi pertumbuhan tanaman tersebut (Hamzah, 2006).

(6)

Menurut Murty (2002) sistem irigasi tetes memiliki beberapa keuntungan antara lain distribusi air yang tertutup ke dekat akar tanaman sehingga efisiensi penyaluran besar, distribusi air yang seragam (merata) dan terkontrol, tidak ada aliran permukaan (run off) seperti faktor yang dapat menyebabkan erosi, aplikasi (pemberian) air dan pupuk dapat dilakukan secara bersamaan, mengurangi (membatasi) pertumbuhan gulma pada daerah yang terbasahi, penyimpanan air yang efisien dan secara umum meningkatkan hasil.

Pengoperasian irigasi tetesan yang baik akan menjamin tegangan air pada tanah di daerah pertumbuhan akar konstan. Efisiensi penggunaan air dengan metode ini dapat menjadi baik karena distribusinya pada daerah perakaran cukup baik. Etcrop pada saat daun tanaman hampir atau seluruhnya sudah menutupi tanah

tidak akan dipengaruhi oleh pemberian air dengan metode irigasi ini (Ginting, 1994).

Selama beberapa kurun waktu kegiatan irigasi dalam pertanian telah mengalami perkembangan dari tradisional yaitu irigasi permukaan (bahasa jawa =

leb) kemudian irigasi curah (sprinkler) sampai irigasi tetes (drip irrigation). Teknologi drip irrigation ini banyak digunakan di daerah yang kekurangan air, makanya tidaklah mengherankan bila pertanian di Arab Saudi, maupun Israel berkembang dengan menggunakan sistem irigasi ini. Teknologi mikro-irigasi seperti irigasi curah maupun irigasi tetes memberikan keuntungan dalam efisiensi penggunaan air dan pupuk. Irigasi tetes mampu menyimpan (menghemat) air serta mampu meningkatkan produktifitas tanaman hortikultura. Sistem irigasi ini ternyata lebih efisien 40 – 50 % dibandingkan irigasi konvensional dimana penggunaan air untuk irigasi permukaan (leb) bisa mencapai

(7)

efisiensi/penghematan sebesar 34 kg/ha/mm (dalam luasan satu hektar untuk pengairan setebal 1 mm mampu menghemat air sebanyak 34 kg) sedangkan untuk irigasi tetes mencapai efisiensi 52 kg/ha/mm dan 60 kg/ha/mm bila irigasi tetes dipadukan dengan penggunaan mulsa. Bagaimanapun dengan perluasan tanah yang harus terairi menyebabkan ketersediaan air dan pupuk menjadi lebih efisien dan terjamin. Keunggulan lain dari irigasi tetes adalah mengurangi kesalahan saat melakukan penyiraman dimana bisa saja dalam kegiatan penyiraman tersebut ada bagian yang memperoleh air yang cukup, ada yang kurang bahkan ada pula yang berlebihan. Tentu saja hal ini kurang baik bagi perkembangan tanaman

(Yustina, 2008).

Komponen Irigasi Tetes Jaringan Pipa Irigasi Tetes

Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa lateral, pipa sekunder dan pipa utama komponen pentig dari irigasi tetes. Tata letak dari irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas tanah, bentuk dan keadaan topografi. Irigasi tetes tersusun atas dua bagian penting yaitu pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya terbuat dari plastik yang berdiameter 12 mm (1/2 inchi) – 25 mm (1 inchi) (Hansen, dkk., 1992).

Jaringan irigasi tetes menggunakan pipa PVC (Polyvinylchloride) dan PE (Polyethylene). Seluruh pipa tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat pipa utama, pipa sekunder dan kalau ada pipa tersier. Pipa yang digunakan

biasanya berukuran 0,5 – 1 inchi (1,27 – 2,54 cm) dan pipa sekunder 0,24 - 0,5 inchi (0,61 – 1,27 cm) (Najiyanti dan Danarti, 1993).

(8)

Menurut Prastowo (2003) pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinychloride

(PVC), galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7,5 – 25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah. Pipa pembagi ( sub-main, manifold) dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80 – 100 µm), katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa pembagi terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm.

Pipa lateral umumnya terbuat dari pipa PVC fleksibel atau pipa

polyethylene dengan diameter 12 mm – 32 mm. Emiter dimasukkan ke dalam pipa lateral pada jarak yang ditentukan yang dipilih sesuai dengan perforasi yang kecil digunakan pada beberapa instalansi untuk menggunakan keduanya sebagai pipa pembawa dan sebuah system emiter (Hansen, dkk., 1992).

Emiter

Emiter merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emiter mengeluarkan dengan cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman. Emiter mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari emiter air keluar menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibasahi emiter tergantung pada jenis tanah, kelembaban tanah, permeabilitas tanah. Emiter harus menghasilkan aliran yang relatif kecil dan menghasilkan debit yang mendekati konstan. Penampang aliran perlu relatif kecil dan menghasilkan debit yang mendekati konstan. Penampang aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emiter (Hansen, dkk., 1992).

(9)

Menurut Keller dan Bliesner (1990) emiter merupakan alat pembuangan air, emiter dipasang di dekat tanaman dan tanah. Semakin dekat ke tanah semakin efisien air yang diterima tanah dan tanaman karena semakin besar daerah yang terbasahi semakin tinggi kelembaban tanah. Semakin dekat jarak emiter maka semakin banyak daerah yang terbasahi.

Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) on-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau disambung dengan pipa kecil; (b) in-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral. Penetes juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini (Prastowo, 2003).

Tekanan

Menurut Erizal (2003) keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang dihasilkan emiter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar tinggi air tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan semakin besar.

Jumlah Emiter

Emiter merupakan alat pemancar air, emiter digunakan tergantung dari jarak tanam. Namun di beberapa pertanian hidroponik emiter umumnya hanya

(10)

satu per polybag. Untuk tanaman buah 1-2 buah per pohon dengan operasi pemberian air 12 jam/hari (Prihmantoro dan Yovita, 2000).

Debit

Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Debit untuk irigasi tetes tergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum digunakan 4 l/jam namun ada beberapa pengelolaan pertanian menggunakan debit 2; 6; 8 l/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi (Keller dan Bliesner, 1990).

Debit air keluaran emiter rata-rata adalah volume dari keseluruhan air yang tertampung dari semua emiter per satuan waktu dan jumlah emiter yang ada.

Debit air keluar emiter rata-rata (Qa) dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Np Ta G Qa . = ………. (1) dimana:

Qa = debit rata-rata dari keseluruhan emiter (l/jam)

G = volume air irigasi keseluruhan per tanaman per hari (l) Ta = lama pemberian air (jam/hari)

Np = jumlah emiter per tanaman (Sapei, 2003).

Pemberian air dalam jumlah yang kecil kemungkinan tidak akan dapat terserap oleh tanah dan tanaman, namun pemberian air dalam jumlah yang besar akan menimbulkan genangan dan aliran permukaan. Pemberian air pada irigasi

(11)

tetes erat kaitannya dengan debit, hanya saja pada irigasi tetes debit relatif kecil per detiknya (James, dkk., 1982).

Menurut Prihmantoro dan Yovita (2000) frekuensi pemberian air dilakukan 6-9 kali sehari tergantung kondisi cuaca. Pemberian air dilakukan antara 07.00-16.00 WIB dengan selang waktu sekitar 1 jam. Jumlah air yang diberikan disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman dan kondisi tanah.

Keseragaman Irigasi

Menurut Sapei (2003), keseragaman aplikasi air merupakan salah satu faktor penentu efisiensi irigasi yang dihitung dengan persamaan koefisiensi keseragaman irigasi (CU/Coefficient Uniformity) dengan menggunakan persamaan Christiansen :         − =

x x xi Cu 100 1 Dimana :

Cu = koefisiensi keseragaman irigasi (%) xi = volume air pada wadah ke-i (ml)

x = nilai rata-rata dari volume air pada wadah (ml)

xix = jumlah dari deviasi absolut dari rata-rata pengukuran (ml).

Keseragaman irigasi tetes dapat dikatakan seragam atau layak apabila nilai Cu lebih besar dari 90% (>90%). Nilai Cu yang rendah dapat dijadikan indikator kehilangan air melalui perkolasi sangat tinggi (Sapei, 2003).

(12)

Hidroponik

Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan

ponos yang artinya daya. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilles. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus diperhatikan. Tidak hanya air yang digunakan sebagai media pengganti tanah tapi juga media lain yang dapat menjadi media tanam. Contoh batu/kerikil, pasir, sekam, silikat, busa, serabut kelapa dan masih banyak lagi

media tanam yang dapat digunakan sebagai media pengganti tanah (Tim Penulis PS, 1997).

Beberapa keuntungan budidaya secara hidroponik sebagai berikut :

1. Persoalan sempitnya lahan bukan lagi menjadi kendala karena kegiatan budidaya bisa dilakukan dimana pun, baik di dalam rumah, di kapal, di lahan kritis, di padang pasir, maupun di tengah kota yang sempit

2. Penanaman tidak tergantung pada musim

3. Media tanam yang digunakan bisa berulang-ulang

4. Jika penanaman hidroponik diusahakan di dalam rumah kaca, risiko serangan hama dan penyakit dan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan relatif kecil

5. Bebas dari gulma yang merugikan tanaman pokok

6. Penggunaan pupuk lebih efisien dan efektif tetapi tanaman mampu memberikan hasil dengan kualitas dan kuantitas yang maksimal

(13)

Media Tanam

Media tanam adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan tanaman/bahan tanaman, tempat akar atau bakal akar akan tumbuh dan berkembang. Disamping itu media tanam juga digunakan tanaman sebagai tempat berpegangnya akar, agar tajuk tanaman dapat tegak kokoh berdiri di atas media tersebut dan sebagai sarana untuk menghidupi tanaman. Tanaman mendapatkan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara menyerap unsur-unsur hara yang terkandung di dalam media tanam. Media tumbuh tanpa tanah mempunyai banyak keuntungan dibandingkan media tanah yaitu kualitasnya tidak bervariasi, bobot lebih ringan, tidak mengandung inokulum penyakit, dan lebih bersih (Wuryaningsih, 2008).

Sekam bakar atau arang sekam adalah sekam/kulit padi yang dibakar dengan teknik sedemikian rupa, sehingga menghasilkan sekam yang menjadi arang. Sekam bakar yang baik adalah sekam yang sudah terbakar, tetapi tidak terlalu hancur. Sifat sekam bakar yang porous dan mampu menyimpan air, hampir mirip dengan cacahan pakis. Untuk itu saat ini banyak pekebun dan hobiis yang mengalihkan penggunaan cacahan pakis menjadi sekam bakar. Sekam bakar juga mampu “memegang” tanaman dengan baik. Relatif mudah ditemui, serta harga juga relatif lebih murah (Emigarden, 2008).

Arang sekam mempunyai karakteristik ringan (berat jenis 0,2 kg/l), kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, berwarna hitam sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif. Rongganya banyak sehingga akan baik aerasi dan drainasenya, sedangkan akar akan mudah bergerak diantara butiran arang sekam tersebut. Arang sekam telah steril, karena saat

(14)

pembuatannya telah mendapat panas yang tinggi dari proses pembakaran sehingga tidak memerlukan desinfeksi dengan kemikalia apapun, mempunyai daya melapuk lambat dan dianggap dapat bertahan kira-kira satu tahun sehingga dapat digunakan beberapa kali penyetekan. Berdasarkan observasi media yang sama dapat digunakan 4-5 kali penyetekan. Analisis Japanese Society for Examining Fertilizer and Fodders komposisi arang sekam paling banyak mengandung senyawa SiO2 = 52 %, C = 31 %; Fe2O3; K2O; MgO; CaO; MnO dan Cu dalam

jumlah yang sangat kecil, juga mengandung bahan-bahan organik. Sedangkan menurut analisa Suyekti (1993) arang sekam mengandung N 0,32 %, P 0,15 %, K 0,31 %, Ca 0,96 %, Fe 180 ppm, Mn 80,4 ppm, Zn 14,10 ppm dan pH 6,8 (Wuryaningsih, 2008).

Mentimun

Mentimun atau ketimun atau timun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan (Cucurbitaceae) yang sudah populer di seluruh dunia. Menurut sejarahnya mentimun berasal dari benua Asia. Beberapa sumber literatur menyebutkan daerah asal mentimun adalah Asia Utara, tetapi sebagian lagi menduga berasal dari Asia Selatan. Di Indonesia tanaman mentimun banyak ditanam di dataran rendah. Pada tahun 1991, luas areal panen mentimun nasional mencapai 55.792 hektar dengan produksi 268.201 ton

(Rukmana, 1994).

Pada tahun 2006 luas areal panen mentimun nasional mencapai 55,792 ha dengan produksi 268,201 ton. Luas areal panen komoditi mentimun di Sumatera Utara pada tahun 2006 sebesar 3,591 ha dengan produksi rata-rata 125,06 kw/ha

(15)

Mentimun dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah, dataran menengah, sampai dengan dataran tinggi. Mentimun diusahakan sebagai tanaman utama atau sebagai tanaman sela setelah panen padi dan palawija. Pada dasarnya mentimun dapat tumbuh dan beradaptasi di hampir semua jenis tanah. Tanah mineral yang bertekstur ringan sampai pada tanah yang bertekstur liat berat dan juga pada tanah organik seperti tanah gambut dapat diusahakan sebagai lahan penanaman mentimun. Kemasaman tanah yang optimal untuk mentimun adalah antara 5,5 – 6,5. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik di ketinggian 0-1000 m di atas permukaan air laut (Sumpena, 2007).

Kedudukan tanaman mentimun dalam tatanama tumbuhan, diklasifikasikan ke dalam :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Family : Cucurbitaceae Genus : Cucumis

Species : Cucumis sativus L. (Rukmana, 1994).

Mentimun termasuk tanaman semusim (annual) yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin (spiral). Batangnya basah, berbulu serta berbuku-buku. Panjang atau tinggi tanaman dapat

(16)

mencapai 50 cm – 250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai daun (Rukmana, 1994).

Daun mentimun berbentuk bulat dengan ujung daun runcing berganda dan bergerigi, berbulu halus, memiliki tulang daun menyirip dan bercabang-cabang, kedudukan daun tegap. Mentimun berdaun tunggal, bentuk, ukuran dan kedalaman lekuk daun mentimun bervariasi (Cahyono, 2003).

Perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi daya tembusnya relatif dangkal, pada kedalaman 30-60 cm. Oleh karena itu, tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air (Rukmana, 1994).

Pertumbuhan dan pearkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan air dalam jaringan tanaman. Jika kandungan air dalam jaringan tanaman cukup, maka semua proses yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan berjalan sebagaimana mestinya. Jika kandungan air dalam jaringan tanaman kurang, maka semua proses yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terganggu, akibatnya tanaman akan layu dan mati (Alwi, dkk., 2006).

Peranan suplai unsur hara untuk tanaman menunjukkan manfaat yang sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil mentimun. Jenis pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik yang berupa pupuk kandang biasanya diberikan pada saat pengolahan lahan. Sementara pupuk anorganik yang berupa pupuk buatan diberikan sebagai pupuk susulan (Sumpena, 2007).

(17)

Kebutuhan tanaman mentimun terhadap pupuk NPK cukup besar. Pupuk yang diperlukan untuk tanaman mentimun seluas 1 ha meliputi Urea 225 kg atau ZA 300 kg, TSP atau SP-36 150 kg dan KCl 100 kg. Pemupukan dilakukan 2 kali. Setengah dosis diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk kandang dengan cara dihamparkan atau ditaburkan di atas pupuk kandang. Setengah dosis lainnya diberikan setelah tanaman berumur 1 bulan. Caranya ditugal di antara tanaman dengan jarak antara lubang tugal 5-10 cm dan dosisnya 10 g/pohon

(Sumpena, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Hortikultura (Balithor) Lembang, produktivitas mentimun lokal antara 0.938 kg- 1.638 kg/tanaman dan setiap pohon menghasilkan 4-5 buah. Produktivitas mentimun hibrida dapat mencapai 10 kg/tanaman, dan setiap pohon menghasilkan antara 10-12 buah (Rukmana, 1994).

Mentimun menjadi salah satu pilihan komoditas usaha tani karena penanganan jenis sayuran ini relatif mudah, murah dan berumur pendek bila dibandingkan tomat, cabai atau terong. Selain itu, mentimun dapat pula ditanam sebagai tanaman selang setelah palawija, padi, atau sayuran lainnya. Pemasaran mentimun cukup baik karena buah mentimun dapat dijual sebagai buah segar, yaitu untuk lalap, asinan, acar, dan bahan industri (untuk kosmetika dan obat-obatan). Selain itu, pemasaran dalam bentuk processing product, seperti dalam bentuk kalengan, juga terbuka lebar. Mentimun dalam bentuk tersebut terutama untuk memenuhi pasar ekspor ke negara Jepang dan Korea. Fluktuasi harga mentimun pun termasuk rendah bila dibandingkan dengan fluktuasi harga sayuran lain, seperti tomat, cabai, dan kol (Sumpena, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ��ata lain, dalam perkembangan masyarakat Jawa Hindu, kedua agama besar yang berasal dari India telah dimasukkan ke dalam kerangka pemikiran Jawa asli.. Lebih

memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan

Analisis terhadap kurikulum sebelumnya yaitu tahun 1984, 1994, dan 2006 menunjukkan target tujuan pembelajaran atau standar kompetensi berdasarkan domain kognitif

Pada skripsi ini, penulis berupaya untuk menganalisis pembuktian dan pertimbangan hakim dalam hal pendaftaran sepihak atas merek bersama sebagai dasar adanya

Dengan adanya media viewboard pada website surat keputusan Perguruan Tinggi Raharja dapat memberikan kemudahan bagi pengunjung dalam mendapatkan informasi klasifikasi jumlah

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan

Bertambahnya populasi manusia di muka bumi telah terhadap lingkungan, sehingga kemampuan bertahan banyak membawa perubahan lingkungan tempat hidupnya semakin

Berdasarkan hasil analisis persentase yang telah dilaksanakan, layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi memiliki persentase keberhasilan siswa pada siklus I