• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU PADI SAWAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU PADI SAWAH"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

L P T P Kepulauan R i a u

Petunjuk Teknis

PENGELOLAAN TANAMAN DAN

SUMBERDAYA TERPADU PADI SAWAH

Penulis

; Dahono

Editor : Ahmad Misbah, SP, Deddy Hidayat, SP.t , Sahrul Hadi Nasution, SP, Muhammad Nasir

Lay Out : Ardiyansyah

Sumber Dana : DIPA LPTP KEPRI TA 2012 Oplah : 1500 EXP

(3)

L P T P Kepulauan R i a u

KATA PENGANTAR

Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu padi sawah merupakan teknologi yang memiliki dua komponen yaitu teknologi dasar dan teknologi pilihan. Teknologi dasar adalah : (1) Penggunaan Varietas unggul yang adaptif, (2) Penggunaan benih bermutu, (3) Penggunaan bibit muda, (4) Penggunaan jumlah bibit dan sistem tanam teratur, (5) Pemupukan P dan K berdasarkan PUTS, (6) Pemupukan N berdasarkan BWD, (7) Penggunaan bahan organik, (8) Pengairan berselang, (9) Pengendalian gulma secara terpadu, (10) Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, dan (11) Penanganan panen dan pascapanen. Sedangkan teknologi pilihan adalah (1) Pengolahan tanah sesuai dengan musim tanam; (2) Umur bibit muda saat dipindahkan (<21 hari setelah semai, HSS); (3) Tanam bibit sebanyak 1-3 batang per rumpun; (4) Perbaikan aerasi tanah/penyiangan; (5) Pengairan sesuai anjuran; dan (6) Panen sesuai anjuran (tepat waktu dan gabah segera dirontok)

Buku petunjuk teknis ini berisi pengetahuan tentang budidaya tanaman padi sawah dengan teknologi PTT yang dapat di jadikan pedoman bagi petani padi sawah, praktisi dan lingkup instansi terkait

Tanjungpinang, September 2012

(4)

L P T P Kepulauan R i a u

DAFTAR ISI

Halaman Kata Pengantar ……….. Ii DAFTAR ISI ………... Iii DAFTAR TABEL ……….. Iv DAFTAR GAMBAR ………. V PENDAHULUAN……….. 1 KOMPONEN TEKNOLOGI DASAR...

- Penggunaan Varietas unggul ... - Benih Bermutu ... - Penggunaan Bibit Muda... - Penentuan Jumlah Bibit dan Cara Tanam ... - Pemupukan P dan K ... - Pemupukan N Berdasarkan BWD... - Penambahan Bahan Organik... - Pengairan Berselang ... - Pengendalian Gulma Secara Terpadu... - Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu... - Penanganan Panen dan Pasca Panen... KOMPONEN TEKNOLOGI PILIHAN...

- Pengolahan Lahan... - Persemaian... - Tanam... - Pemeliharaan... - Panen... PENUTUP... BAHAN BACAAN... 4 4 5 7 7 8 12 15 18 20 22 28 29 29 30 31 32 33 33 34 i

(5)

L P T P Kepulauan R i a u

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kebutuhan pupuk SP 36 berdasarkan analisis tanah dengan PUTS ……….. 9 2 Kebutuhan pupuk KCl berdasarkan analisis tanah

dengan PUTS... 10 3 Kebutuhan pupuk N diberikan berdasarkan BWD... 15

(6)

L P T P Kepulauan R i a u

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 2

Sistim tanam legowo 4 :1 dan 2 : 1... Perangkat uji tanah sawah (PUTS)..………

8 9 3 Contoh Penggunaan Bagan warna pada penentuan

status hara P... ... 11 4 Contoh Penggunaan Bagan warna pada penentuan

status hara K... ... 12 5 Bagan Warna Daun... 15 6 Penyiangan Padi Sawah dengan Menggunakan Gasrok 21

(7)

L P T P Kepulauan R i a u 1 PENDAHULUAN

Kebutuhan padi dalam bentuk beras di Indonesia setiap tahunnya meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk meningkat sebesar 1,36 % pertahun pada periode 2000-2006, sementara konsumsi perkapita diasumsikan tetap 137 kg, maka diproyeksikan konsumsi beras 34 juta ton pada tahun 2015 dan 36 juta ton pada tahun 2020. Jumlah penduduk di Propinsi Kepulauan Riau pada tahun 2011 mencapai 1.679.163 jiwa berarti diproyeksikan kebutuhan beras mencapai 230.045 ton sementara produksi beras baru mencapai 747,6 ton dengan rata-rata produksi kurang dari 3 t/ha, berarti Provinsi Kepulauan Riau masih kekurangan beras sebanyak 229.297 t/tahun.

Dalam upaya peningkatan produksi pertanian khususnya padi sangat diperlukan pengetahuan praktis tentang pembudidayaan tanaman. Sedangkan untuk mendapatkan mutu fisiologis yang tinggi diperlukan penanganan pra dan pasca panen yang baik. Penanganan kedua fase tersebut meliputi teknik bercocok tanam, pengendalian hama /penyakit, pengendalian gulma, waktu panen, cara panen, processing dan penyimpanan.

(8)

L P T P Kepulauan R i a u 2

Akibat menurunnya luas lahan sawah produktif terutama di Jawa, mendesak dilakukannya pembukaan sawah baru di luar Pulau Jawa termasuk di Provinsi Kepulauan Riau. Masalah pembukaan sawah baru yang akan muncul diantaranya adalah: 1) masalah efisiensi air dan pelumpuran, 2) produktivitas tanah rendah, 3) adanya perubahan kimia tanah yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman akibat penggenangan, seperti keracunan besi atau mangan (Nursyamsi et. al,. 1995).

Penggunaan varietas unggul baru yang toleran dengan masalah lahan bukaan baru merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2007). Menurut Hapsah et al, (2005) bahwa peningkatan produktivitas padi dapat diupayakan melalui penggunaan VUB (varietas unggul baru).

Penambahan bahan organik ke dalam lahan sawah dapat menurunkan kadar Fe dan meningkatkan hasil gabah kering 22,5%. Pemberian 1 t kapur/ha dan 5 t pupuk kandang/ha serta pemupukan NPK dapat meningkatkan hasil padi 1-2 t/ha. Pemberian bahan organik pada lahan sawah dapat memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan ketersediaan hara dan membantu menetralisir keracunan Fe. Pengapuran diberikan pada lahan sawah yang memiliki pH awal <4. Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah dan

(9)

L P T P Kepulauan R i a u 3

mempercepat pencucian besi terlarut. Jerami padi sisa hasil panen setiap musim tanam dikembalikan sebagai sumber bahan organik.

Disamping penggunaan pupuk yang tepat dan seimbang juga dapat dilakukan pengairan berselang antara penggenangan dan pengeringan sehingga dapat menanggulangi keracunan besi pada lahan sawah. Pengeringan selama 6 dan 9 hari setelah tanam dapat meningkatkan hasil gabah sebesar 3 kali lipat.

Penggunaan VUB, pemupukan berimbang, pemberian bahan organik dan pengapuran secara parsial, telah disosialisasikan oleh Badan Litbang sejak tahun 2001 melalui inovasi teknologi yang dikenal dengan model PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dengan mengintroduksikan beberapa komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan.

(10)

L P T P Kepulauan R i a u 4

KOMPONEN TEKNOLOGI DASAR

Komponen teknologi yang dianjurkan dalam penerapan model PTT padi sawah di sentra produksi padi di Provinsi Kepulauan Riau adalah: (1) Penggunaan Varietas unggul yang adaptif, (2) Penggunaan benih bermutu, (3) Penggunaan bibit muda, (4) Penggunaan jumlah bibit dan sistem tanam teratur, (5) Pemupukan P dan K berdasarkan PUTS, (6) Pemupukan N berdasarkan BWD, (7) Penggunaan bahan organik, (8) Pengairan berselang, (9) Pengendalian gulma secara terpadu, (10) Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, dan (11) Penanganan panen dan pascapanen. Komponen teknologi 1-7 merupakan penciri model PTT dan dapat diterapkan bersamaan.

Penggunaan varietas Unggul

Varietas merupakan salah satu teknologi utama yang mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dan berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2007). Kontribusi nyata varietas unggul terhadap peningkatan produksi padi nasional antara lain tercermin dari pencapaian swasembada beras pada tahun 1984. Varietas sebagai salah satu komponen produksi telah memberikan sumbangan sebesar 56% dalam peningkatan produksi, yang pada dekade

(11)

L P T P Kepulauan R i a u 5

1970-2000 mencapai hampir tiga kali lipat. Oleh karena itu, maka salah satu titik tumpu utama peningkatan produksi padi adalah perakitan dan perbaikan VUB (Balitpa, 2004). Hapsah (2005) menyatakan bahwa peningkatan produktivitas padi dapat diupayakan melalui penggunaan VUB. Beberapa varietas yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian memiliki potensi hasil tinggi. Varietas yang digunakan untuk pertanaman padi adalah varietas unggul baru yang bermutu dan berlabel serta mempunyai peluang pasar dan sesuai dengan referensi masyarakat disekitarnya. Beberapa varietas unggul baru toleran lahan sawah bukaan baru diantaranya adalah Banyuasin, Batang Piaman, Batang Lembang, IR66, IR64, Sentanur, Ciujung, Batanghari, Dendang, Indragiri, Punggur, Martapura, Margasari, Siak Raya, Air Tenggulang, Lambur, Mendawak, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4 , Inpara 5, Inpara 6,

Benih Bermutu

Benih padi yang baik untuk digunakan dalam proses produksi pertanian pada dasarnya harus memiliki mutu yang tinggi. Benih yang baik dan bermutu tinggi akan menjamin pertanaman yang bagus dan hasil panen yang tinggi dan ini dicerminkan oleh tingginya tingkat kemurnian benih.

(12)

L P T P Kepulauan R i a u 6

Syarat benih bermutu

1. Murni, jelas nama varitasnya dan bersertifikat 2. Berdaya tumbuh tinggi dan memiliki vigor yang baik 3. Gabah sehat, bernas dan seragam

4. Dipanen dari tanaman yang sehat

5. Bersih tidak tercampur dengan varietas lain dan biji gulma

Benih kualitas baik dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Untuk menentukan daya kecambah benih padi yang bermutu diperoleh dengan cara :

1. Rendamlah benih dalam larutan ZA 20 g/ltr air atau larutan 20 g garam/ltr air

2. Lalu masukkan benih yang akan ditanam ke dalam wadah larutan garam atau ZA

3. Setelah benih dimasukkan lihat bila ada benih yang mengapung dibuang.

4. Benih yang terbenam dicampur dengan pestisida berbahan aktif fipronil (Regent) dengan dosis 12,5 ml/kg benih untuk pencegahan penggerek batang.

(13)

L P T P Kepulauan R i a u 7 Penggunaan Bibit Muda

Penanaman bibit muda bertujuan untuk mendapatkan jumlah anakan lebih banyak dibandingkan menggunakan bibit tua, namun untuk daerah yang endemik keong mas tidak dianjurkan. Untuk mendapatkan pertumbuhan bibit tanaman yang baik, tanaman di pesemaian perlu diberi pupuk, terutama pupuk organik atau pupuk kandang dan pupuk urea.

Penentuan Jumlah Bibit dan Cara Tanam

Untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik, disarankan untuk :

1. Gunakanlah bibit kurang dari 3 bibit per rumpun agar persaingan antar bibit dalam memperoleh unsur hara, cahaya air dan udara berkurang

2. Gunakanlah jarak tanam dengan sistem jajar legowo 2:1 atau 4:1 (Gambar 1) atau jarak tanam (20 x 10 cm) x 40 cm. Populasi tanaman system tanam legowo 2:1 sama dengan model tegel 20 cm x 20 cm (25 rumpun/m2), sedangkan legowo 4:1

(14)

L P T P Kepulauan R i a u 8

Gambar 1. Sistim tanam legowo 4 :1 dan 2 : 1 Keuntungan sistem tanam jajar legowo adalah :

(1). Semua barisan rumpun tanaman yang berada pada pinggiran biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir)

(2). Pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah

(3). Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air (4). Penggunaan pupuk lebih efisien dan efektif

Pemupukan P dan K

Untuk penggunaan pupuk SP36 dan KCl dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis PUTS (perangkat uji tanah sawah) yang ditampilkan pada Gambar 2. Penggunaan pupuk SP36 diberikan seluruhnya pada saat tanam (Tabel 1), sedangkan pupuk KCl diberikan ½ bagian pada saat tanam dan ½ bagian saat tanaman berumur 28 hari setelah tanam ( HST) yang ditampilkan pada Tabel 2. Pupuk tersebut diberikan

(15)

L P T P Kepulauan R i a u 9

dengan cara disebar merata ke seluruh permukaan petakan dengan cara menutup saluran air yang masuk dan keluar. Tabel 1. Kebutuhan pupuk SP 36 berdasarkan analisis tanah dengan PUTS

Rekomendasi Hasil pengukuran dengan PUTS Rendah Sedang Tinggi

kg SP-36/ha 100* 75 50

* Diaplikasikan 1 kali pada saat tanam

Gambar 2. Perangkat uji tanah sawah (PUTS)

(16)

L P T P Kepulauan R i a u 10

Tabel 2. Kebutuhan pupuk KCl berdasarkan analisis tanah dengan PUTS

Rekomendasi K (KCl/ha)

Kadar hara K dalam tanah Rendah Sedang Tinggi Tanpa jerami Dengan jerami 100* 50*+ jerami 5 t/ha 50* jerami 5 t/ha 50* jerami 5 t/ha

*Diaplikasikan 2 kali (½ sbg ppk dasar dan ½ saat

promordia), terutama bila takarannya tinggi

Cara Menggunakan PUTS untuk Penetapan Status P

1. Ambil tanah pada areal/hamparan yang seragam sedalam 0-20 cm dengan bor tanah atau cangkul dengan cara diagonal atau sistimatik atau zigzag atau acak. Untuk 1 ha diambil 5-8 titik kemudian dikompositkan menjadi 1 sampel bobot + 0,5 kg 2. Contoh tanah uji sebanyak ½ sendok spatula (0,5 cm )

tanah yang diambil dengan spet, diamsukkan ke dalam tabung reaksi

3. Tambahkanlah 3 ml pereaksi P-1 kemudian diaduk sampai merata dengan pengaduk kaca

4. Tambahkanlah 5-10 butir atau seujung spatulla pereaksi P-2, dikocok selama 1 menit

5. Diamkanlah selama + 10 menit

6. Bandingkalanlah dengan bagan warna yang tersedia dalam perangkat PUTS (Gambar 3)

(17)

L P T P Kepulauan R i a u 11

Gambar 3. Contoh penggunaan Bagan Warna pada penentuan status hara P.

Cara Menggunakan PUTS untuk penetapan K dalam tanah 1. Ambil tanah pada areal/hamparan yang seragam

sedalam 0-20 cm dengan bor tanah atau cangkul dengan cara diagonal atau sistimatik atau zigzag atau acak. Untuk 1 ha diambil 5-8 titik kemudian dikompositkan menjadi 1 sampel bobot + 0,5 kg

2. Contoh tanah uji sebanyak ½ sendok spatula (0,5 cm ) tanah yang diambil dengan spet, diamsukkan ke dalam tabung reaksi

3. Tambahkanlah 2 ml pereaksi K-1 kemudian diaduk sampai merata dengan pengaduk kaca

4. Tambahkanlah 1 tetes pereaksi K-2 kemudian dikocok selama 1 menit

(18)

L P T P Kepulauan R i a u 12

5. Tambahkanlah 1 tetes pereaksi K-3 kemudian dikocok sampai merata

6. Diamkanlah selama + 10 menit

7. Bandingkalanlah dengan bagan warna yang tersedia dalam perangkat PUTS (Gambar 4)

Gambar 4. Contoh penggunaan Bagan Warna pada penentuan status hara K.

Pemupukan N berdasarkan BWD

Bagan Warna Daun (BWD) adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan kebutuhan hara N tanaman dengan membandingkan warna daun tanaman dengan warna pada panel, terdiri atas 4 kotak skala warna mulai dari hijau

(19)

L P T P Kepulauan R i a u 13

muda (skala 2) sampai hijau tua (skala 5). Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, petani cenderung menggunakan pupuk nitrogen secara berlebihan. Hal ini selain tidak efisien juga dapat menyebabkan tanaman peka terhadap hama dan penyakit serta mudah rebah. Agar pemupukan efisien dan efektif, maka penggunan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan nitrogen tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan Bagan Warna Daun/BWD (Leaf Color Chart/LCC). BWD membantu mengetahui apakah tanaman perlu segera diberi pupuk nitrogen atau tidak dan berapa takaran yang perlu diberikan. Selain itu, penggunaan BWD dapat menghemat pemakaian pupuk nitrogen sekitar 15-20% dari takaran yang umum digunakan petani. Waktu pemupukan nitrogen berdasarkan sistem tanam (tanam pindah atau tanam benih langsung) tidak sama, dimana pada sistem tanam pindah dimulai pada umur 14 HST (hari setelah tanam), sedangkan pada sistem tanam benih langsung pada umur 21 HSS (hari setelah sebar), seperti pada Tabel 3.

(20)

L P T P Kepulauan R i a u 14

Cara Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) untuk menentukan pupuk Nitrogen adalah :

1. Pilihlah secara acak 10 rumpun tanaman sehat pada hamparan yang seragam lalu pilih daun teratas yang telah membuka penuh pada satu rumpun

2. Letakkanlah bagian tengah daun di atas BWD (Gambar 5) dan bandingkan antara warna daun dengan warna pada panel. Jika warna daun berada diantara 2 skala, gunakan nilai rata-ratanya, misalnya 3,5 untuk warna antara 3 dan 4

3. Sewaktu mengukur warna daun dengan BWD, jangan menghadap sinar matahari, sebab pantulah sinar matahari dari daun padi dapat berpengaruh pada pengukuran warna daun

4. Pilihlah waktu pembacaan daun pada pagi atau siang hari, hindari menilai warna daun dengan BWD di tengah terik matahari

5. Lakukanlah pengukuran pada waktu yang sama dan oleh orang yang sama

6. Jika enam atau lebih dari sepuluh daun yang diamati warnanya berada dalam batas kritis yaitu di bawah skala 4, maka tanaman perlu segera diberi pupuk N susulan sesuai dengan tingkat hasil di tempat bersangkutan

(21)

L P T P Kepulauan R i a u 15

Gambar 4.

Bagan warna daun

Tabel 3. Kebutuhan pupuk N diberikan berdasarkan BWD Nilai warna

daun dengan BWD*

Tingkat hasil (GKG)

5 t/ha 6 t/ha 7 t/ha 8 t/ha Takaran Urea (kg/ha)

2 – 3 75 100 125 150

>3 – 4 50 75 100 125

>4 – 5 0 0 – 50 50 50 * Pupuk N dasar tanpa pembacaan BWD: 20 – 30 kg/ha

Penambahan Bahan Organik

Penambahan bahan organik ke dalam lahan sawah dapat menurunkan kadar Fe dan meningkatkan hasil gabah kering 22,5%. Pemberian 1 t kapur/ha dan 5 t pupuk kandang/ha serta pemupukan NPK dapat meningkatkan hasil padi 1-2 t/ha. Pemberian bahan organik pada lahan sawah

(22)

L P T P Kepulauan R i a u 16

dapat memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan ketersediaan hara dan membantu menetralisir keracunan Fe . Pengapuran diberikan pada lahan sawah pada pH awal <4. Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah, mempercepat pencucian besi terlarut. Jerami padi sisa hasil panen setiap musim tanam dikembalikan sebagai sumber bahan organik.

Bahan organik merupakan bahan-bahan yang berasal dari limbah hasil tanaman, limbah hasil ternak, produk sampingan (by product), tandan kosong sawit, sampah rumah tangga, pupuk hijau atau tanaman leguminose. Kandungan hara dalam bahan organik tergolong lengkap, namun jumlahnya rendah dan agak lambat tersedia sehingga diperlukan dalam jumlah yang banyak.

Beberapa manfaat bahan organik adalah : 1. Meningkatkan kadar bahan organik tanah

2. Memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah 3. Meningkatkan keragaman, populasi dan aktivitas

mikroba

4. Menyediakan hara makro dan mikro

Penggunaan pupuk organik yang berasal dari pupuk kandang dan hasil samping tanaman, biasanya bila akan digunakan membutuhkan waktu yang lama untuk terdekomposisi, untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik perlu

(23)

L P T P Kepulauan R i a u 17

dilakukan pengomposan. Ada 2 cara yang dapat dilakukan dalam pengomposan yaitu dengan cara aerob dan anaerob, namun yang umum dilakukan adalah secara aerob. Pengomposan biasanya memerlukan waktu sekitar 2-4 minggu, tergantung jenis bahan organik dan dekomposer yang digunakan. Pengomposan jerami secara aerob pada jerami padi adalah sebagai berikut :

1. Siapkan tempat pembuatan kompos yang terlindung dari hujan dan cahaya matahari langsung

2. Cacahlah jerami dengan ukuran 3-5 cm

3. Tumpuk jerami selapis demi selapis setebal 20 cm hingga setinggi 1,25 m, dan setiap lapisan dibasahi air secukupnya dan disiram dengan larutan mikroba selulotik atau lignolotik yang berperan sebagai dekomposer (Orgadec, Probion, stardec, M.dec, Orlitani dan EM4)

4. Basahilah bahan (jerami) dengan kelembaban sekitar 30-40% (bila bahan dikepal air tidak keluar dan bila kepalan dilepas bahan baku akan mekar)

5. Tumpuklah jerami yang sudah diberi decomposer dan kemudian ditutup dengan plastik atau terpal warna gelap

6. Suhu kompos diukur secara berkala setiap 3 hari dengan mempertahankan suhu sekitar 50-80 oC

(24)

L P T P Kepulauan R i a u 18

tergantung decomposer yang dipakai. Jika suhu lebih tinggi lakukan pembalikan dan penyiraman

7. Kompos yang sudah matang berwarna kecoklatan dengan suhu sama dengan suhu sebelum dilakukan pengomposan (+ 30 oC, kelembaban 40-60%, dan

tidak mengeluarkan bau

8. Waktu yang dibutuhkan untuk pengomposan sekitar 2 sampai 4 minggu, tergantung jenis bahan baku dan dekomposer yang digunakan

Pengairan Berselang

Pengairan berselang (intermittent irrigation) yaitu pengaturan air di lahan sawah dalam kondisi kapasitas lapang dan tergenang secara bergantian, dengan tujuan :

(a). Efisiensi penggunaan air

(b). Terjadinya oksidasi dan reduksi sehingga system kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara dan berkembang lebih dalam

(c). Mencegah timbulnya keracunan besi

(d). Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S

(e). Mengaktifkan jasad renik mikroba (f) Mengurangi kerebahan

(25)

L P T P Kepulauan R i a u 19

(h) Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen

(i) Memudahkan pembenaman pupuk (j) Memudahkan pengendalian hama

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan air secara berselang dalam satu musim tanam adalah ketersediaan air dan sifat fisik tanah. Untuk daerah yang ketersediaan airnya cukup, lakukan pengairan bergilir selang 3 hari, sedangkan untuk lokasi yang ketersediaan airnya terbatas pengairan bergilir sampai 5 hari. Demikian juga untuk jenis tanah bepasir dan cepat menyerap air, waktu pergiliran pengairan harus diperpendek.

Cara pengelolaan air secara berselang adalah sebagai berikut :

1. Lakukan pergiliran pengairan selang 3-5 hari sejak bibit berumur 3 MST (tergantung ketersediaan air) dengan tinggi genangan sekitar 3-5 cm sampai fase anakan maksimal

2. Mulai dari fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah digenangi secara terus menerus. 3. Sekitar 10-15 hari sebelum panen, petakan sawah

(26)

L P T P Kepulauan R i a u 20 Pengendalian Gulma secara Terpadu

Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara Mekanik dan kimia. Pengendalian dengan mekanik dilakukan dengan cara :

1. Pengolahan tanah secara sempurna 2. Mencabut gulma dengan tangan 3. Menggunakan landak/gasrok

Sedangkan pengendalian gulma dengan kimia adalah : Menggunakan herbisida, baik sitemik maupun kontak.

Keuntungan penyiangan secara mekanik adalah: (a) Ramah lingkungan

(b) Tidak membutuhkan biaya pembelian herbisida (c) Meningkatakan aerasi tanah dan merangsang pertumbuhan akar tanaman

(d) Meningkatkan efisiensi pemupukan

Cara penyiangan dengan mekanik adalah sebagai berikut : (a) Lakukanlah saat tanaman berumur 10-15 HST

(b) Lakukanlah 2 kali (umur 10-15 HST dan 20-40 HST) (c) Lakukanlah pada kondisi tanah macak-macak (tinggi air

2-3 cm)

(d) Lakukanlah dengan dua arah yaitu di antara barisan tanaman dan di dalam barisan tanaman

(27)

L P T P Kepulauan R i a u 21

Gambar 5. Penyiangan padi sawah dengan menggunakan Gasrok

Penyiangan dengan meggunakan alat Landak atau Gasrok Manfaat:

1. Ramah lingkungan 2. Hemat tenaga kerja

3. Meningkatkan jumlah udara di dalam tanah 4. Merangsang pertumbuhan akar

Penyiangan dengan alat landak atau gasrok dilakuakan menjelang umur 21 hari setelah tanam. Sedangkan penyiangan berikutnya tergantung kepadatan gulma.

(28)

L P T P Kepulauan R i a u 22 Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu (PHT)

Konsep PHT adalah suatu pendekatan pengelolaan secara ekologik yang multidisiplin dan memanfaatkan berbagai taktik pengendalian secara kompatibel dalam satu kesatuan koordinasi sistem pengelolaan, sehingga tidak mengganggu keseimbangan alami dan tidak menimbulkan kerugian besar. PHT merupakan paduan dari beberapa cara pengendalian, diantaranya monitoring populasi dan kerusakan tanaman.

Strategi pengendalian hama penyakit terpadu adalah: (1) Gunakanlah varietas tahan

(2) Tanam tanaman yang sehat

(3) Lakukanlah pengendalian secara kultur teknis, Seperti : a. Pola tanam tepat

b. Pergiliran tanaman c. Waktu tanam yang tepat d. Pemupukan yang tepat e. Pengelolaan tanah dan irigasi f. Penggunaan tanaman perangkap g. Kebersihan lapangan

(29)

L P T P Kepulauan R i a u 23

(4) Pengamatan berkala di lapangan (5) Pemanfaatan musuh alami (predator) (6) Pengendalian secara mekanik

(7) Pengendalian secara fisik (8) Penggunaan pestisida

Beberapa hama dan penyakit utama pada tanaman padi sawah dan cara pengendaliannya adalah sebagai berikut :

Tikus (Rat)

Untuk pengendalian Hama tikus sebaiknya dikendalikan sedini mungkin, yang dimulai dari pratanam sampai tanaman dipanen secara bersama-sama dan terkoordinasi. Pengendalian hama tikus terpadu didasarkan pada pemahaman ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pemasangan perangkap bubu di persemaian maupun pertanaman merupakan salah satu cara yang dapat menekan populasi tikus (Hasanuddin, 2003; Departemen Pertanian, 2007; Las et al., 2002; Badan Litbang Pertanian, 2007).

(30)

L P T P Kepulauan R i a u 24

Beberapa Strategi pengendalian hama tikus :

1. Terapkanlah pola tanam yang teratur dan waktu tanam serempak

2. Lakukanlah gropyokan massal dan penggunaan rodentisida pada saat pratanam/pengolahan tanah 3. Pagarlah saat tanaman padi dipersemaian

4. Buatlah perangkap dengan sistem bubu (trap barrier system). perangkap bubu linier (linier trap barrier system)

5. Sanitasi gulma pada habitat tikus 6. Pengendalian mekanis

7. Fumigasi sarang tikus 8. Pengunaan rodentisida

Wereng Coklat (Brown Planthopper)

Wereng coklat merupakan salah satu hama penting, terutama pada pertanaman yang dipupuk nitrogen dosis tinggi dan jarak tanam rapat. Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan wereng coklat adalah dari pembibitan sampai fase matang susu.

Gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah tanaman menguning dan cepat sekali mongering, mengumpul pada satu lokasi, melingkar yang disebut hopperburn. Ambang

(31)

L P T P Kepulauan R i a u 25

ekonomi wereng coklat adalah 15 ekor /rumpun. Siklus hidupnya 21-33 hari.

Beberapa strategi pengendaliannya wereng coklat adalah: (1) Pengendalian secara kultural

(2) Penanaman varietas yang tahan (2) Pemberian pupuk K

(3) Penggunaan insektisida

Wereng Hijau (Green Leafhopper)

Wereng hijau merupakan hama penting karena dapat menyebabkan (vector) virus tungro penyebab penyakit tungro. Fase pertumbuhan tanaman yang rentan terhadap serangan wereng hijau adalah dari fase pembibitan sampai pembentukan malai.

Gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah 1. Tanaman menjadi kerdil

2. Anakan berkurang

3. Daun berubah menjadi kuning sampai kuning oranye Ambang ekonomi adalah 5 ekor wereng hijau/rumpun. Jika 2 tanaman bergejala tungro/1000 rumpun merupakan indikasi tungro telah ditularkan dan dapat merusakan tanaman. Siklus hidup 23-30 hari.

(32)

L P T P Kepulauan R i a u 26

Cara pengendalian wereng hijau

(1) Tanam varietas tahan wereng hijau

(2) Lakukanlah pengendalian jika di lapang terlihat gejala

(3) Semprotlah dengan insektisida

Penggerek Batang Padi (Stem Borer)

Penggerek batang padi merupakan hama yang sangat penting pada tanaman padi dan sering menimbulkan

kerusakan dan menurunkan hasil panen secara nyata. Tanda-tanda adanya penggerek batang dan cara penangglangannya :

1. Ngengat di pertanaman 2. Larva di batang

3. Anakan kerdil dan mati 4. Malai hampa

5. Serangan penggerek pada saat pembibitan sampai pembentukan malai

6. Siklus hidupnya 40-70 hari tergantung pada spesiesnya 7. Ambang ekonomi penggerek batang adalah 10%

rumpun terserang dan 4 kelompok telur/rumpun (pada fase bunting).

(33)

L P T P Kepulauan R i a u 27

8. Gunakanlah Insektisida berbahan aktif : karbofuran, bensultap (Bancol), Bisultap (Panzer, Spontan), Fipronil, dan Karbosulfan (Marshal)

Ulat Tentara/Grayak (Armyworm)

Tanda-tanda adanya Ulat Tentara dan cara penanggulangan 1. Ngengat dewasa aktif pada malam hari (makan,

berpopulasi, dan berimigrasi) terutama pada cuaca yang berawan, dan sangat tertarik dengan cahaya 2. Kerusakan terjadi bagian atas tanaman, yang dimulai

dari tepi daun, memotong malai dan terjadi pada semua stadia pertumbuhan tanaman

3. Gunakanlah Insektisida berbahan aktif BPMC dan karbofuran

Hawar Daun Bakteri (Bacterial Leaf Blight)

1. Bercak berwarna kuning sampai putih, mulai dari salah satu atau kedua tepi daun rusak, dan berkembang hingga menutupi seluruh helaian daun bahkan biasa mencapai pangkal daun dan pelepah daun pada varietas rentan

2. Infeksi dapat terjadi mulai dari fase pesemaian sampai awal fase pembentukan anakan. Pada fase pembibitan

(34)

L P T P Kepulauan R i a u 28

3. Infeksi bakteri dapat menyebabkan bibit menjadi kering, dan bila sel bakteri menginfeksi tanaman melalui akar dan pangkal batang, tanaman menunjukkan gejala kresek. Seluruh daun dan bagian tanaman lainnya menjadi kering. Sumber infeksi dapat berasal dari jerami yang terinfeksi, tunggul jerami, singgang dari tanaman yang terinfeksi, benih dan gulma inang.

Cara pengendalian adalah :

1. Gunakanlah varietas tahan

2. Sanitasi lingkungan (tunggul dan jerami yang terinfeksi)

3. Gunakanlah kompos yang sudah terdekomposisi sempurna

4. Gunakanlah benih/bibit yang sehat

5. Gunakanlah pupuk nitrogen secara tidak berlebihan

Penanganan Panen dan Pasca Panen

Penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik penyebabkan penurunan hasil mencapai sekitar 20 % dan menyebabkan penurunan mutu hasil padi.

(35)

L P T P Kepulauan R i a u 29

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan panen dan pascapanen

(a) Panen dilakukan pada waktu yang tepat yaitu umur 95% malai telah menguning

(b) Perontokan sesegera mungkin (c) Pengeringan, meliputi penjemuran

gabah di lantai jemur; ketebalan gabah 5-7 cm; lakukan pembalikan setiap 2 jam sekali

(d) Kadar air gabah 12-14%)

(e) Tempat penyimpanan gabah/beras harus

bebas hama dan memiliki sirkulasi udara yang baik

KOMPONEN TEKNOLOGI PILIHAN

Komponen teknologi pilihan terdiri dari enam komponen, yaitu: (1) Pengolahan tanah sesuai dengan musim tanam; (2) Umur bibit muda saat dipindahkan (<21 hari setelah semai, HSS); (3) Tanam bibit sebanyak 1-3 batang per rumpun; (4) Perbaikan aerasi tanah/penyiangan; (5) Pengairan sesuai anjuran dan (6) Panen sesuai anjuran (tepat waktu dan gabah segera dirontok) (Badan Litbang Pertanian, 2008).

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan I tanah dibajak dengan sempurna sampai kedalaman 15-20 cm, kemudian lahan digenangi

(36)

L P T P Kepulauan R i a u 30

dengan air 2-3 hari dan dikeringkan 7-10 hari. Pengolahan lahan ke II, lahan dibajak dan digenangi 2-3 hari, keringkan 7-10 hari. Pengolahan ke III tanah digaru, diratakan dan bersihkan. Pemberian pupuk kompos atau pupuk kandang yang telah matang dan kapur dengan cara ditaburkan secara merata 1-2 minggu sebelum tanam dengan takaran kapur 2 t/ha dan takaran pupuk kandang 5 t/ha. Pemberian herbisida pratumbuh disemprot 5 hari sebelum tanam.

Persemaian

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan persemaian :

• Kualitas lahan untuk persemaian sama pentingnya

dengan lahan untuk produksi benih, sehingga tata cara penyiapan lahannya sama dengan untuk produksi benih • Luas lahan untuk persemaian 4% dari luas pertanaman (400 m2 untuk tiap hektar pertanaman)

• Gunakan pupuk kandang atau kompos dan pastikan tidak ada gulma dan biji-biji gulma

• Tanah diolah sampai halus/gembur, bebas dari gulma, sisa gulma dan tanaman lain, buat bedengan dengan lebar 1,5 m dan panjang sesuai dengan kondisi lapangan

• Benih yang telah mulai berkecambah ditabur di persemaian dengan kerapatan 0,5-1 kg per 20 m2.

(37)

L P T P Kepulauan R i a u 31

• Kebutuhan benih per hektar sekitar 10-20 kg.

• Persemaian dibuat setelah pengolahan tanah pertama

• Untuk menghindari serangan hama tikus sebaiknya dilakukan pemagaran dengan pagar plastik

• Persemaian dipantau atau diawasi, agar perkembangan serangan hama/penyakit dapat terlihat

• Apabila terdapat hama dan penyakit dalam persemaian dikendalikan dengan pestisida

Tanam

Penanaman merupakan awal kegiatan bercocok tanam yang sangat menentukan tingkat hasil yang dicapai, oleh karena itu bahan tanam berupa bibit sejak tanam sampai pembibitan harus benar-benar sehat, vigor dan memiliki umur yang tepat.

Kegiatan penanaman diantaranya adalah penyediaan bibit, persiapan lahan, pengaturan air, pengukuran dan penanaman. • Bibit dipindahkan ke lapangan saat berumur kurang dari 21 hari setelah semai ( HSS)

• Mencabut bibit dengan akar penuh dan batang tidak boleh patah

• Bibit diikat untuk mempermudah pengangkutan dan pendistribusian kepetakan lainnya

(38)

L P T P Kepulauan R i a u 32

• Lahan untuk tanam harus sudah bersih dari gulma, tanaman lain serta Saat akan dilakukan penanaman kondisi air diusahakan macak-macak

• Agar tanaman lebih rapi dan teratur, maka dilakukan pengukuran, sistem tanam yang dilakukan adalah sistem tanam jajar legowo 4 :1 atau 2 : 1

• Penanaman dilakukan dengan 1- 3 bibit/lubang tanam • Sisa bibit ditaruh di ujung barisan sebagai ‘dederan’ untuk bahan penyulaman

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyulaman, penyiangan, perbaikan pematang, pengairan berselang, pemberantasan hama dan penyakit dengan konsep PHT yaitu secara fisik dan mekanis dan terakhir yaitu menggunakan pestisida kimia. Penyulaman dilakukan pada 7-10 HST dengan menggunakan bibit dari varietas dan umur yang sama, Penyiangan dilakukan 2 kali yaitu pada umur 14 dan 28 HST. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

(39)

L P T P Kepulauan R i a u 33 PANEN

Panen dilakukan bila tanaman padi sudah mulai menguning sekitar 95 % , secara umum pada umur 90-120 HST atau tergantung varietas yang digunakan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit bergerigi. Sebelum panen dimulai, beberapa peralatan yang digunakan untuk panen seperti mesin perontok gabah (thresher), alat pengeringan (lantai jemur) harus disiapkan dan dibersihkan agar tidak menjadi sumber kontaminasi. Untuk karung sebaiknya digunakan karung yang baru. Setelah panen sebaiknya segera dilakukan perontokan dan kemudian dilakukan penjemuran sampai kadar air mencapai maksimal 14 %, dan kemudian dibersihkan serta dikarungi untuk dsimpan.

PENUTUP

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) atau Integrated Crop Management (ICM) memiliki dua komponen teknologi yaitu teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. PTT bersifat spesifik lokasi dan partisipatif merupakan pembeda utama dengan teknologi sebelumnya dan merupakan suatu paket. Dalam penerapan teknologi disesuaikan dengan keinginan petani dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan sosial budaya masyarakat setempat.

(40)

L P T P Kepulauan R i a u 34 BAHAN BACAAN

Abdulrachman, S., E. Suhartatik, A. Kasno, dan D. Setyorini.2008. Modul Pemupukan Padi Sawah Spesifik

Lokasi. Kerjasama Badan Litbang Pertanian dengan IRRI. 36 Hal.

Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman

Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Petunjuk Teknis Lapang. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. 40 Hal.

Badan Litbang Pertanian. 2008. Modul Pemupukan Padi

Sawah Spesifik Lokasi. Kerjasama badan Litbang Pertanian-IRRI. 36 Hal.

BBP2TP. 2011. Juklak UPBS. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Departemen Pertanian. 2008a. Modul Pelatihan Dalam

Rangka TOT SL-PTT Padi Nasional, Sukamandi, 24-29 Maret 2008.

Departemen Pertanian. 2008b. Sekolah Lapang

Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Panduan Pelaksanaan. 38 Hal.

Hapsah, M.D. 2005. Potensi, Peluang, dan Strategi

Pencapaian Swasembada Beras dan Kemandirian Pangan Nasional. Hlm. 55-70. Dalam B. Suprihatno et al. (Ed.) Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Buku Satu. Balitbangtan, Badan Litbang Pertanian.

(41)

L P T P Kepulauan R i a u 35 Hasanuddin, A. 2003. Masalah Lapang Hama, Penyakit,

Hara pada Padi. Kerjasama Balitpa-BP2TP-BPTP Sumut-BPTP Jabar-Sumut-BPTP Jateng-Sumut-BPTP DIY-Sumut-BPTP Jatim-Sumut-BPTP NIBBPTP Sulsel-BPTP Kalitim-IRRI.71 Hal.

IRRI. 2000. Use of Leaf Color Chart (LCC) For N

Management in Rice. CRI MNI I Technology Brief No.2 (Revised 2000).

Las, I., A.K. Makarim, H.M. Toha, dan A. Gani. 2002.

Panduan Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah Irigasi. Badan Litbang Pertanian, Deptan. 37 Hal.

Nursyamsi D. LR. Widowati, D. Setyorini dan J Sri Adiningsih. 2000. Pengaruh pengelolaan tanah,

pengairan terpadu dan pemupukan terhadap

produktifitas lahan sawah baru pada Inceptisols dan Ultisols Muaralabeliti dan tata karya. Jurnal Tanah dan Iklim 18 : 29-38.

Suryana, A., Suyamto, S. Abdulrachman, I Putu Wardana, H. Sembiring, dan I Nyoman Widiarta. 2007. Petunjuk Teknis Lapang. Pengelolaan Tanaman

Terpadu Padi Sawah irigasi. Badan Litbang Pertanian, Deptan. 40 Hal.

Suwarno, B. Suprianto, Satoto, B. Abdullah, U S Nugraha, I N. Wisiarta. 2003. Panduan Teknis

Produksi Banih dan Pengembangan Padi Hibrida dan Padi Tipe Baru. Penyunting Djuber Pasaribu dan Hermanto. Departemen. 29 Hal.

(42)

L P T P Kepulauan R i a u 36 Wahyuni, S. 2011. Teknik Produksi Benih Sumber Padi.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian.

Zaini, Z., Diah WS, dan M. Syam. 2004. Petunjuk Lapang

Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. BBP2TP, BPTP Sumatera Utara, BPTP NTB, Balitpa, IRRI. 57 Hal.

Gambar

Gambar 1. Sistim tanam legowo 4 :1 dan 2 : 1
Tabel 1. Kebutuhan pupuk SP 36 berdasarkan analisis tanah               dengan PUTS
Tabel 2. Kebutuhan pupuk KCl berdasarkan analisis tanah                 dengan PUTS
Gambar 3.  Contoh penggunaan Bagan Warna pada                    penentuan status hara P
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam maka diperoleh hasil pemberian pakan jerami dengan berbagai perlakuan teknologi dalam pakan domba jantan lokal memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

[r]

Dari penetapan ahli waris tersebut dapat disimpulakan, pada awalnya penggugat tidak berhak atas tanah warisan tersebut karena bukan ahli waris dari Almarhum Teuku

Pada scene ini pengguna akan mendapatkan tes warna sebanyak 10 soal jika jawaban benar maka lanjut kesoal berikutnya dan jika salah maka akan menucul jawaban yang

di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: “Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Anorganik Melalui Bank Sampah. Studi Kasus di Bank

Absolute Positive Negative Most

Niat menjual organ tubuh itu berawal ketika ia menemani salah satu sahabatnya yang sedang dirawat di Rumah Sakit dr Saiful Anwar (RSSA), Kota Malang, pada Februari 2017..

Maksud baris keempat pada bait ketigabelas ini adalah bahwa apabila seorang sâlik telah memperoleh makrifat Allah, maka ia seolah- olah dapat bermain-main atau dapat