• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PERUBAHAN WARNA PERMUKAAN TUMPATAN NANOFIL YANG DIPOLES DENGAN DUA TEKNIK PEMOLESAN SETELAH PERENDAMAN KOPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN PERUBAHAN WARNA PERMUKAAN TUMPATAN NANOFIL YANG DIPOLES DENGAN DUA TEKNIK PEMOLESAN SETELAH PERENDAMAN KOPI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PERUBAHAN WARNA PERMUKAAN TUMPATAN

NANOFIL YANG DIPOLES DENGAN DUA TEKNIK PEMOLESAN

SETELAH PERENDAMAN KOPI

Dona Saputri1, Gatot Sutrisno2, Dini Asrianti3

1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia

2

Staf Pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Universitas Indonesia

3

Staf Pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Universitas Indonesia Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan perubahan warna permukaan resin komposit nanofil yang dipoles dengan teknik pemolesan one step dan multi-step polish setelah perendaman kopi. Sampel berbentuk silinder, diameter 6 mm, tebal 3 mm, sebanyak 30 sampel kemudian dibagi menjadi 3 perlakuan: dipoles PoGo® (one step polish), dipoles Sof-Lex® (multi step polish) dan tidak dipoles. Beberapa sampel direndam larutan kopi dan lainnya direndam salin selama 12 hari. Pengukuran perubahan warna menggunakan vita classic yang diurutkan berdasarkan value. Setelah perendaman selama 12 hari, seluruh kelompok sampel direndam kopi (dipoles Sof-Lex®, PoGo® dan tidak poles) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan warna awal. Perubahan warna pada nanokomposit yang dipoles Sof-Lex® lebih kecil dibanding PoGo® namun tidak bermakna (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pemolesan one step dan multi-step polish system tidak mampu mencegah perubahan warna nanofil akibat kopi. Teknik pemolesan multi-step polish menghasilkan perubahan warna yang lebih kecil dibandingkan teknik pemolesan one step polish namun tidak bermakna.

Kata kunci: Kopi; Nanofil; Pemolesan; Perubahan warna

Abstract

This research aims to compare color change on the nanofiller surface polished by one step and multi step polish technique after being immersed in coffee. Cylindrical samples of which 6 mm in diameter and 3 mm in width, treated differently into 3 types which were polished by PoGo® (one step polish), Polished by Sof-Lex® (multi step polish) and unpolished. Some samples were immersed in coffee and others in saline in 12 days. Colour change was measured by using vita classic arranged by its value. After 12 days of immersion, all sample groups (polished by PoGo®, polished by Sof-Lex®, and unpolished) immersed in coffee, reveal significant difference compare to initial color. Color change on nanofiller polished by Sof-Lex® is less than the one polished by PoGo® but the difference is not significant (p<0,05), so it can be concluded one step and multi step polish not able to prevent color change cause by coffee. Multi step polish technique produces less color change compare to one step polish but the difference is not significant

(2)

PENDAHULUAN

Resin komposit merupakan salah satu material restorasi yang banyak digunakan dan menjadi pilihan dalam prosedur restorasi. Resin komposit telah mengalami berbagai penyempurnaan dan pengembangan, Salah satu kemajuan yang penting dalam beberapa tahun belakangan adalah kemunculan komposit yang mengandung nano filer. Nanofil mampu menyediakan estetik yang bagus sebagai restorasi anterior karena menghasilkan permukaan restorasi yang halus dan juga sifat mekanis yang memadai sebagai restorasi posterior. Data ilmiah dari penelitian secara invitro menyatakan bahwa nanofiler resin komposit menghasilkan kualitas permukaan yang lebih halus dan hasil poles yang superior.1

Telah banyak peneliti yang mengemukakan tentang perubahan warna pada resin komposit. Diskolorasi resin komposit dapat disebabkan faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik melibatkan pewarnaan akibat perubahan pada matriks resin itu sendiri atau pada perhubungan antara matriks dan filer atau hidrolisis dalam matriks resin. Faktor ekstrinsik melibatkan absorbsi dan retensi bahan pewarna sebagai akibat kontaminasi pada permukaan dari berbagai sumber eksogen seperti kopi, teh, dan minuman berwarna lainnya, hal ini terjadi karena salah satu sifat resin komposit yang mampu menyerap air.2

Kopi merupakan salah satu minuman yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Kebisaaan minum kopi telah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Salah satu kerugian dalam mengkonsumsi kopi adalah dapat menimbulkan stain pada gigi ataupun restorasi. Dilihat dari segi rata-rata intensitas pewarnaan, sejumlah peneliti menemukan bahwa kopi menghasilkan perubahan warna lebih banyak dari teh, kola, dan air.3

Polishing merupakan bagian penting pada prosedur suatu penumpatan, begitu juga dengan restorasi resin komposit. Polishing permukaan resin komposit mempengaruhi berbagai aspek dari hasil akhir restorasi, termasuk stabilitas warna, akumulasi plak, dan ketahanan terhadap keausan. 3 Kekasaran permukaan restorasi akibat prosedur poles yang tidak sempurna memudahkan perlekatan staining dan zat warna pada permukaan serta mengurangi kilap natural seperti gigi asli.1 Untuk alasan tersebut, berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan stabilitas warna dengan berbagai langkah dalam prosedur polishing (multi-step polish system) pada komposit.

(3)

Beberapa tahun terakhir kemajuan telah dibuat untuk meningkatkan kualitas permukaan dengan menggunakan one-step polish system. Disebut sebagai one-step polish system karena prosedur polishing bisa diselesaikan dengan satu instrumen saja sehingga prosedur poles dapat diselesaikan secara lebih cepat.4 Umumnya mekanisme poles konvensional membutuhkan dua, tiga bahkan lebih unit alat poles. Penggunaannya dimulai dari unit dengan permukaan kasar, selanjutnya medium hingga akhirnya permukaan paling halus.5

Kemajuan ini tentu sangat menguntungkan bagi operator karena dapat menghemat waktu dan tenaga dalam prosedur penumpatan resin komposit terutama pada prosedur pemolesan. Namun demikian, apakah ada perbedaan stabilitas warna restorasi yang dihasilkan dengan metode one-step polish system dibandingkan dengan teknik pemolesan konvensional atau multi-step polish system perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan teknik pemolesan mana yang menghasilkan restorasi yang lebih tahan terhadap perubahan warna permukaan akibat kopi

TINJAUAN TEORITIS

Bahan Tumpatan Resin Komposit

Resin komposit merupakan tumpatan adhesive yang dapat berikatan dengan jaringan keras gigi melalui sistem bonding.6 Tumpatan ini mulai diperkenalkan pada tahun 1970. Pada awal kemunculannya, resin komposit hanya digunakann untuk merestorasi gigi anterior, dimana estetik menjadi pertimbangan utama. Sejak saat itu, resin komposit terus dikembangkan dan sukses digunakan sebagai tumpatan untuk gigi posterior.7

Resin komposit memiliki tiga komponen utama yakni matriks, filer, dan coupling agent. Matriks resin, berfungsi untuk membentuk hubungan ikatan silang yang kuat pada bahan komposit dan mengontrol konsistensi pasta komposit. Matriks resin dapat menyerap air dan substansi kimia dari lingkungan sehingga mengakibatkan perubahan warna.8 Air dapat berpenetrasi ke dalam polimer melalui ruang antar molekul. Banyaknya air yang dapat diserap bergantung pada ikatan silang matriks, semakin padat ikatan silang maka akan semakin sedikit ruang kosong yang dapat dimasuki oleh air sehingga semakin kecil pula volume air yang dapat diserap.9

Filer ditambahkan kedalam matriks guna meningkatkan sifat fisik dan mekanis dari tumpatan resin komposit. Filer mengurangi efek ekspansi termal, shrinkage pada proses

(4)

curing, radiopasitas, dan meningkatkan estetis. Oleh karena itu, menempatkan filer sebanyak-banyaknya merupakan konsep dasar dari perkembangan resin komposit.10

Coupling agent adalah bahan yang digunakan untuk memberikan ikatan antara partikel pengisi anorganik atau filer dengan matriks resin. Coupling agent yang paling sering digunakan yakni organic silicone yang disebut silane. Ikatan coupling agent yang baik sangat penting pada resin komposit sebab bila tidak cukup kuat akan menyebabkan lepasnya filer dan memungkinkan air masuk diantara filer dan matriks.6

Resin Komposit Nanofil

Resin komposit nanofil merupakan temuan terbaru restorasi resin komposit. Resin komposit jenis ini dibuat dengan teknologi nanofiler yang mampu membuat material dengan struktur berkisar dari 5-100 nm. Secara garis besar terdapat dua formulasi filer nanofil yaitu nanomer dan nanocluster. Nanomer terdiri dari partikel-partikel nonagglomerated (terpisah-pisah) silika atau zinkornia dengan ukuran partikel kurang lebih 1-100 nm, sedangkan nanocluster merupakan ikatan longgar dari nanomer dengan ukuran partikel 5 -75 nm yang disatukan dengan teknik pemapatan (sintering) sehingga dihasilkan ukuran yang lebih besar dengan ukuran kurang lebih 100 nm – 0,6 µm. Gabungan dari nanomer dan nanocluster menghasilkan formulasi resin komposit yang padat dan rapat karena menyisakan sedikit ruang interstisial.7

Penelitian menunjukkan bahwa nanofil lebih unggul dibanding resin komposit jenis lainnya. Berikut beberapa keunggulan nanofil: Adhesi yang baik antara tumpatan dengan struktur gigi, shrinkage yang sangat kecil, sifat mekanis yang lebih baik, water sorption yang kecil dan stabilitas warna yang baik, koefisien ekspansi termal yang rendah, Solubilitas yang kecil, estetis dan retensi pemolesan yang superior.11, 12, 13, 14, 15

Perubahan Warna pada Permukaan Tumpatan

Perubahan warna permukaan resin komposit dapat terjadi karena ketidak-teraturan atau ketidak-halusan permukaan restorasi sehingga menyebabkan retensi bahan warna dari luar (ekstrinsik). Debri atau zat warna terperangkap diantara filer yang menonjol dan tidak dapat dihilangkan dengan menyikat gigi. Stain pada permukaan tumpatan resin berasal dari zat warna sebagai akibat kontaminasi dari berbagai sumber dari luar (eksogen).

. Kehalusan permukaan terkait dengan jenis filer yang terkandung di dalam bahan. Semakin besar filer, maka kekasaran permukaan akan semakin meningkat dan perubahan warna akan lebih mudah terjadi.6 Selain itu, kualitas pemolesan juga menentukan kehalusan permukaan restorasi.16 Debri atau zat warna terperangkap diantara filer yang menonjol dan

(5)

tidak dapat dihilangkan dengan menyikat gigi. Stain pada permukaan tumpatan resin berasal dari zat warna sebagai akibat kontaminasi dari berbagai sumber dari luar (eksogen).

Sifat lainnya yang dapat menyebabkan diskolorasi permukaan resin komposit yakni kemampuan menyerap air dari resin komposit itu sendiri. Resin komposit bisa menyerap air bisa juga menyerap cairan berpigmen sehingga mengakibatkan diskolorasi. Air bertindak sebagai kendaraan untuk terjadinya penetrasi stain kedalam matriks. Penyerapan air menyebabkan penurunan ketahanan resin komposit dengan membuat matriks menjadi mengembang dan plastis dan menghidrolisis silane. Munculnya celah mikro di dalam matriks akibat efek pembengkakan dan plastis serta celah yang terbentuk diantara filer dan matriks memberi jalan terhadap penetrasi dan diskolorasi restorasi. Penyerapan air sangat bergantung pada matriks yang dikandungnya. Bila monomer diurutkan berdasarkan sifat hidrofilik dan konversinya dari yang tertinggi sampai yang terendah maka yang tertinggi adalah TEDGMA, BIS-GMA, UDMA dan terendah HMDMA. TEDGMA juga lebih rentan terhadap hidrolisis dibandingkan dengan BIS-EMA. Penyerapan air juga mengakibatkan peningkatan kekasaran permukaan karena secara predominan resin terdiri dari monomer yang rentan terhidrolisis.17

Kopi merupakan minuman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kopi memiliki pH 4,70 dengan kata lain bersifat asam. Salah satu unsur kimia yang terdapat dalam kopi adalah asam klorogenat yang merupakan satu senyawa fenol propanoit. Bahan resin jika berkontak dengan larutan fenol akan menunjukkan peningkatan berat dan pengaruh kimiawi yang sifatnya merusak permukaan resin karena senyawa tersebut akan masuk ke dalam permukaan resin dan mengakibatkan permukaan mengembang dan menjadi lunak. Perubahan warna yang terjadi pada resin komposit setelah direndam larutan kopi disebabkan larutan asam dari minuman kopi bereaksi dengan resin komposit. Adanya kelebihan ion H+ dari larutan asam dalam kopi menyebabkan ikatan kimia dari resin komposit tidak stabil. Ion H+ dari asam menyebabkan degradasi ikatan polimer sehingga beberapa monomer dari resin terlepas, lalu disertai pelepasan bahan pengisi resin komposit yang terdiri dari unsur lithium, barium, atau stronsium. Adanya pelepasan bahan pengisi ini akan menyebabkan ruang-ruang kosong diantara matriks polimer bertambah banyak sehingga memudahkan terjadinya proses difusi cairan dari luar masuk ke dalam resin.18

Pemolesan Resin Komposit

Polishing merupakan bagian penting pada prosedur suatu penumpatan, begitu juga dengan restorasi resin komposit.. Polishing diartikan sebagai reduksi kekasaran dan goresan

(6)

yang dihasilkan oleh finishing instrument. Polishing permukaan resin komposit mempengaruhi berbagai aspek dari restorasi akhir, termasuk stabilitas warna, akumulasi plak dan ketahanan terhadap keausan.3 Kekasaran permukaan restorasi akibat prosedur polishing yang tidak sempurna memudahkan perlekatan staining dan zat warna serta mengurangi kilap natural seperti gigi asli.1 Untuk alasan tersebut, berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan stabilitas warna dengan berbagai langkah dalam prosedur polishing (multi-step polish system) pada komposit.

Beberapa tahun terakhir kemajuan telah dibuat, meningkatkan kualitas permukaan dengan menggunakan one-step polish system. Disebut sebagai one-step polish system karena prosedur polishing bisa diselesaikan dengan satu instrumen saja.4 Umumnya mekanisme poles konvensional membutuhkan 2, 3 bahkan lebih unit alat poles, dimulai dari unit dengan permukaan kasar, selanjutnya medium hingga akhirnya permukaan paling halus.5 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Korkmanz (2008)4 mengenai perbedaan kekasaran permukaan pada komposit nano yang dipoles dengan one step dan multi-step polish system didapat hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti pada one step polish system (menggunakan merk PoGo® dan Optrapol®) dan multi-step polish system (menggunakan merk Sof-Lex®) terhadap derajat kekasaran nanofiler. Namun demikian, multi step polish system menunjukkan derajat kekasaran yang lebih besar dibanding one step polish system, sehingga didapat kesimpulan olehnya bahwa dilihat dari penghematan waktu dan hasil akhir, one step polish system sebaiknya digunakan untuk teknik pemolesan pada resin komposit.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jung dan Eichelberger (2007)1 tentang surface geometry dari beberapa jenis resin komposit setelah dipoles dengan one step dan multi-step polish system menunjukkan hasil yakni semakin banyak langkah atau jumlah prosedur poles yang dilakukan maka semakin halus permukaan resin komposit. Dari percobaan yang dilakukannya three step polish (astropol®) menghasilkan permukaan terhalus dibandingkan dengan one step system (optishine®)

Pengukuran Perubahan Warna

Berdasarkan hukum grassman perbedaan warna dapat di bedakan oleh mata manusia hanya dalam tiga parameter, yaitu panjang gelombang yang dominan (hue), saturasi warna (chroma) dan refleksi gelap terang (value). Hue adalah warna dasar suatu objek. Secara klinis hue adalah istilah yang dipakai untuk menyebut warna gigi dari golongan A, B, C, D pada Vident® vita classic shade guide dan chroma adalah derajat saturasi hue atau intensitas yang

(7)

ditampilkan suatu warna. Secara klinis chroma digunakan untuk menggolongkan kepekatan warna pada satu golongan yang sama, contohnya A1, A2, A3, atau A3,5 pada Vident® vita classic shade guide. Value adalah derajat gelap terangnya suatu warna atau kecerahan dari suatu warna19

Vita easy shade classic shade guide mampu merepresentasikan secara akurat determinasi shade dari masing-masing gigi dengan menggunakan gigi keramik yang dibuat seperti gigi insisif. Vita classic disusun berdasarkan kelompok berikut: A1-A4 (kemerahan - kecoklatan); B1-B4 (kemerahan - kekuningan); C1-C4 (keabu-abuan); D2-D4 (kemerahan - keabu-abuan).19 Vita classic juga dapat diurutkan berdasarkan value dengan urutan yang dianjurkan sebagai berikut: B1, A1, B2, D2, A2, C1, C2, D4, A3, D3, B3, A3.5, B4, C3, A4, C4 19

METODE PENELITIAN

Persiapkan Spesimen Resin Komposit Nanofil.

Resin komposit nanofil (Z350XT®) ditumpatkan ke dalam mold berbahan stainless steel dengan diameter 3 mm dan tebal 6 mm. Selanjutnya dilakukan penyinaran menggunakan LED ligh curing (ledimax®) selama 20 detik dengan ujung light curing unit diletakkan tegak lurus permukaan cincin. Lempeng komposit dilepas dari cetakan setelah 10 menit. Semua sampel direndam selama 24 jam dalam salin untuk menghasilkan spesimen yang terpolimerisasi sempurna (n =30)

Pemolesan Resin Komposit.

Sebanyak 12 spesimen yang diambil secara acak kemudian dipoles dengan menggunakan one step polish system (PoGo®). 12 spesimen lainnya dipoles dengan menggunakan multi step polish system (Sof-Lex®). Pemolesan dengan PoGo® dilakukan dengan menggunakan 1 instrumen selama 60 detik untuk tiap spesimen sedangkan pemolesan dengan Sof-Lex® menggunakan 4 instrumen (coarse disc, medium disc, fine disc, dan super fine disc) selama 20 detik setiap instrumen sehingga total pemolesan selama 80 detik tiap spesimen. 6 spesimen yang tersisa tidak dilakukan pemolesan namun saat proses curing, spesimen tersebut dilapisi dengan matriks strip sehingga menghasilkan permukaan restorasi yang paling halus yang berfungsi sebagai kelompok kontrol.

(8)

Pengukuran Warna Sebelum Perendaman.

Semua spesimen dilakukan pengukuran warna awal dengan menggunakan vident® vita classic shade guide yang diurutkan berdasarkan value

Proses Perendaman Kelompok Perlakuan.

12 spesimen yang dipoles Sof-Lex® selanjutnya dibagi menjadi dua kelompok perlakuan (kelompok IA dan kelompok IIA). Begitu juga dengan spesimen yang dipoles PoGo® (kelompok IB dan IIB). Seluruh kelompok I (kelompok IA dan kelompok IB) dan kelompok kontrol merupakan kelompok spesimen yang direndam larutan kopi (10g kopi kapal api® dalam 200 ml air) selama 12 hari, perendaman kopi selama 10 jam setiap harinya. Sedangkan kelompok II (kelompok IIA dan kelompok IIB) direndam dalam salin selama 12 hari

Pengukuran Warna Setelah Perendaman.

Perubahan warna permukaan pada penelitian ini diukur dengan vita easy shade classic yang diurutkan berdasarkan value kemudian dilakukan pembobotan sebagai berikut:

1 = B1, 2 = A1, 3 = B2, 4 = D2, 5 = A2, 6 = C1, 7 = C2, 8 = D4, 9 = A3, 10 = D3, 11 = B3, 12 = A,3,5, 13 = B4, 14 = C3, 15 = A4, 16 = C4.

Nilai perubahan warna permukaan pada penelitian ini adalah selisih antara warna resin komposit setelah perlakuan dengan warna resin komposit sebelum perlakuan. Pengukuran warna diukur setelah perendaman pada hari ke-3, 6 dan 12 dianalogikan dengan pengkonsumsian selama 3, 6, dan 12 bulan dengan konsumsi kopi perhari 2 kali dengan durasi konsumsi 10 menit.

Analisis Data.

Menggunakan analisis statistik non-parametrik dengan analisis Wilcoxon dan Mann Whitney

HASIL PENELITIAN Perendaman setelah 3 hari

(9)

Tabel 1. Perbandingan perubahan warna semua kelompok sampel sebelum perendaman dan setelah perendaman selama 3 hari

Kelompok

sebelum perendaman setelah perendaman hari ke-3

p Mean±s.b. Median (min-max) Mean±s.b. Median (min-max) IA 0 0 1 ± 1 1 (0-2) 0,063 IB 0 0 0 0 1 IIA 0 0 2,2 ± 1,095 2 (1-4) 0,026 IIB 0 0 0 0 1 Kontrol 0 0 3,3 ± 1,506 3 (2-5) 0,026

Ket: Uji berpasangan analisis statistik dengan wilcoxon (p = 0,05)

Dari hasil pengukuran setelah perendaman selama 3 hari yang dibandingkan dengan kondisi sebelum perendaman, kelompok nanofil yang dipoles Sof-Lex® kemudian direndam salin (kelompok IB) dan kelompok nanofil yang dipoles PoGo® kemudian direndam salin (kelompok IIB) tidak mengalami perbedaan warna dengan kondisi awalnya. Sementara itu, seluruh kelompok yang direndam kopi mengalami perubahan warna. Perubahan warna terbesar terjadi pada kelompok nanofil yang tidak dipoles kemudian direndam kopi (kelompok kontrol) Namun demikian, secara statistik hanya sediaan yang dipoles PoGo® kemudian direndam kopi (kelompok IIA) serta kelompok tidak dipoles (kontrol) saja yang mengalami perbedaan yang bermakna (p < 0,05). Kelompok yang dipoles Sof-Lex® kemudian direndam kopi (kelompok IA) menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05)

Tabel 2 Perbandingan perubahan warna kelompok sediaan yang dipoles Sof-Lex® dengan kelompok yang dipoles PoGo® pada perendaman dalam kopi selama 3 hari

Kelompok N

Mean ± s.b. Median

(min-maks) p

IA 6 1 ± 1 1 (0-2) 0,127

IIA 6 2,2 ± 1,095 2 (1-4)

Ket: Uji tidak berpasangan analisis statistik dengan mann-whitney (p = 0,05)

Pada perendaman selama 3 hari terlihat perubahan warna baik antara kelompok sediaan yang dipoles dengan Sof-Lex® (kelompok IA) dan yang dipoles dengan PoGo® (kelompok IIA) pada perendaman kopi, dimana perubahan warna pada komposit yang dipoles dengan PoGo® lebih besar. Namun demikian secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara keduanya. (tabel 2)

(10)

Perendaman setelah 6 hari

Tabel 3. Perbandingan perubahan warna semua kelompok sampel sebelum perendaman dan setelah perendaman selama 6 hari

Kelompok sebelum perendaman setelah perendaman selama 6 hari p Mean ± s.b. Median (min-max) Mean ± s.b. Median (min-max) IA 0 0 1,8 ± 0,447 1 (0-2) 0,020 IB 0 0 0 0 1 IIA 0 0 3 ± 1,871 2 (1-4) 0,026 IIB 0 0 0 0 1 Kontrol 0 0 3,67 ± 1,506 4 (3-5) 0,026

Ket: Uji berpasangan analisis statistik dengan wilcoxon (p = 0,05)

Pada tabel 3 terlihat bahwa seluruh kelompok yang direndam kopi menghasilkan perubahan warna yang semakin besar. Secara statistik terlihat perbedaan yang bermakna pada kelompok IA, IIA, kontrol (p<0,05). Kelompok kontrol tetap menghasilkan perubahan warna terbesar pada hari ke-6 ini. Sementara itu kelompok perlakuan yang direndam salin yakni kelompok IB dan IIB tidak berubah warna

Tabel 4. Perbandingan perubahan warna kelompok sediaan yang dipoles Sof-Lex® dengan kelompok yang dipoles PoGo® pada perendaman dalam kopi setelah 6 hari

Kelompok N Mean ± s.b. Median

(min-maks) p

IA 6 1,8 ± 0,447 2 (1-2) 0,718

IIA 6 3 ± 1,871 2 (1-5)

Ket: Uji tidak berpasangan analisis statistik dengan mann-whitney (p = 0,05)

Pada kelompok IA dan IIA setelah perendaman selama 6 hari, menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik (p>0,05) Perubahan warna lebih besar pada kelompok IIA (tabel 4)

Perendaman setelah 12 hari

Tabel 5. Perbandingan perubahan warna semua kelompok sampel sebelum perendaman dan setelah perendaman selama 12 hari

(11)

Ket: Uji berpasangan analisis statistik dengan wilcoxon (p = 0,05)

Perendaman selama 12 hari menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada kelompok IA, IIA, dan Kontrol, sedangkan kelompok IB dan IIB tidak menunjukkan perubahan warna.

Tabel 6. Perbandingan perubahan warna kelompok sediaan yang dipoles Sof-Lex® dengan kelompok yang dipoles PoGo® pada perendaman dalam kopi selama 12 hari

Kelompok N Mean ± s.b. Median

(min-maks) P

IA 6 1,8 ± 0,447 2 (1-2) 0,434

IIA 6 3,6 ± 1,949 5 (1-5)

Ket: Uji tidak berpasangan analisis statistik dengan mann-whitney (p = 0,05)

Pada tabel 6 terlihat perubahan warna baik antara kelompok IA dan IIA, dimana perubahan warna pada kelompok IIA lebih besar. Namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara keduanya (p > 0,05).

Perbandingan pengukuran hari ke-3, 6 dan 12

Grafik 1. Rerata nilai perubahan warna pada nanofil yang dipoles PoGo® (kelompok IIA), Sof-Lex® (Kelompok IA) setelah perendaman kopi

0 1 2 3 4

3 hari 6 hari 12 hari

Soflex(kelompok IA)

Pogo(kelompok IIA)

Kelompok sebelum perendaman setelah perendaman selama 12 hari p Mean ± s.b. Median (min-max) Mean ± s.b. Median (min-max) IA 0 0 1,8 ± 0,447 2 (1-2) 0,020 IB 0 0 0 0 1 IIA 0 0 3,6 ± 1,945 5 (1-5) 0,026 IIB 0 0 0 0 1 Kontrol 0 0 4 ± 1,095 4 (3-5) 0,024

(12)

Dari grafik terlihat bahwa perubahan warna yang dihasilkan oleh PoGo® (kelompok IIA) lebih besar dibandingkan Sof-Lex® (kelompok IA) setelah perendaman kopi pada hari ke- 3, 6, dan 12

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan komposit nanofil karena dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa nanofil lebih unggul dibanding komposit jenis lainnya pada beberapa sifat berikut: water sorption yang kecil dan stabilitas warna yang baik, solubilitas yang kecil, estetis dan retensi pemolesan yang superior. Penelitian ini menggunakan alat poles one step polish PoGo® dan multi step polish Sof-Lex®. PoGo® merupakan salah satu alat poles yang menggunakan teknologi one step polish dengan komposisi terdiri dari polimerized urethane dimethacrylate resin yang dicampur dengan fine diamond powder, dan silicone oxide. Penggunaan PoGo® dengan tekanan yang ringan mampu menghasilkan permukaan restorasi resin komposit yang terpoles dengan sempurna, beberapa keuntungan penggunaan alat poles merk ini yakni dari tes laboratorik terlihat bahwa PoGo® menghasilkan permukaan restorasi komposit yang kehalusannya dapat diterima, mudah digunakan dan langkah prosedur poles lebih sedikit jika dibandingkan dengan produk poles lainnya, selain itu jumlah metal yang terkandung lebih sedkit sehingga tidak akan merusak permukaaan restorasi saat prosedur pemolesan.21

Sof-Lex® merupakan instrument poles berbentuk disc yang terdiri dari 4 instrumen. Instrumen ini terbuat urethane coated paper atau polyesther film yang memberi sifat fleksibilitas pada disc dan juga aluminium oxide. Banyak sedikitnya jumlah aluminium oxide akan menentukan kasar atau halusnya instrument dengan kisaran coarse hingga super fine. Adapun keuntungan menggunakan alat poles merk ini yakni kehalusan permukaan dan glossy yang baik terhadap permukaan resin komposit, sifatnya yang lentur sehingga mudah untuk digunakan dan menyesuaikan lekuk anatomis gigi, memiliki pilihan ketebalan dan besar disc yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan operator.22

Setelah diberi perlakuan selama 12 hari, secara garis besar, hasil penelitian ini yakni; semua kelompok sampel yang direndam kopi selama 12 hari, seluruhnya mengalami perubahan warna (kelompok IA, kelompok IIA, dan kontrol), sedangkan kelompok sampel yang direndam salin tidak mengalami perubahan warna (kelompok IB dan kelompok IIB).

(13)

Jika membandingkan dua teknik pemolesan yang digunakan pada penelitian ini, diketahui bahwa baik antara nanofil yang dipoles PoGo® (kelompok IIA) ataupun Sof-Lex® (kelompok IA) tidak dapat mencegah terjadi perubahan warna setelah perendaman kopi. Perubahan warna secara visual sudah terlihat pada hari ke-3 baik pada kelompok IA dan IIA. Namun demikian, menurut perhitungan statistik, jika dibandingkan dengan warna awal sebelum perendaman, kelompok sediaan yang dipoles PoGo® (kelompok IIA) menunjukkan perbedaan warna yang bermakna setelah perendaman selama 3 hari (p<0,05), sedangkan kelompok sediaan yang dipoles dengan Sof-Lex® (kelompok IIA) menunjukkan perbedaan warna yang tidak bermakna (p>0,05). Setelah perendaman selama 6 hari, terlihat bahwa kelompok Sof-Lex® (kelompok IA) telah menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) dengan warna awal sebelum perendaman begitu pun dengan kelompok yang dipoles PoGo® (kelompok IIA) .

Selanjutnya, setelah perendaman selama 12 hari, kedua kelompok baik yang dipoles dengan Sof-Lex® (kelompok IA) maupun PoGo® (kelompok IIA) menunjukkan perubahan warna yang bermakna jika dibandingkan dengan warna awal sebelum perendaman (p<0,05), dari hasil di atas diketahui bahwa pemolesan dengan PoGo® (kelompok IIA) menghasilkan perubahan warna yang bermakna secara statistik lebih cepat jika dibandingkan dengan pemolesan dengan Sof-Lex® (kelompok IA), hal ini dapat dijelaskan bahwa pemolesan dengan Sof-Lex® menghasilkan kualitas permukaan tumpatan yang lebih baik atau dengan kata lain menghasilkan permukaan tumpatan yang lebih halus dibandingkan pemolesan dengan PoGo®. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Jung dkk (2007), bahwa semakin banyak langkah atau jumlah prosedur poles yang dilakukan maka semakin halus permukaan resin komposit.1

Selain perubahan warna yang lebih cepat terjadi pada kelompok yang dipoles PoGo® (kelompok IIA) dibandingkan dengan kelompok yang dipoles Sof-Lex (kelompok IA), perubahan warna pada kelompok yang dipoles PoGo® juga lebih besar jika dilihat dari nilai rata-rata perubahan warnanya. Menurut grafik 1 terlihat bahwa kelompok sediaan yang dipoles PoGo® mengalami perubahan warna yang lebih besar dibandingkan Sof-Lex®. Fenomena ini dapat terlihat pada setiap kali pengukuran yang pada penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali. Namun demikian, jika dibandingkan perbedaan perubahan warna kedua kelompok tersebut berdasarkan perhitungan statistik, menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna baik pada pengukuran hari ke-3, 6, dan 12 (p>0,05). Sehingga dapat ditarik kesimpulan secara statistik bahwa pemolesan dengan PoGo® (kelompok IIA) menghasilkan

(14)

perubahan warna yang lebih besar dibandingkan dengan Sof-Lex® (kelompok IA) setelah perendaman kopi namun tidak berbeda bermakna. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang kecil sehingga menghasilkan nilai deviasi yang cukup besar.

Kelompok kontrol pada penelitian ini yakni sediaan yang tidak dipoles kemudian direndam kopi, dimana saat proses curing sediaan pada kelompok ini ditutup oleh matriks strip. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa resin komposit mengkilat dan halus bila menggunakan matriks strip4.

Namun demikian dari hasil penelitian ini, kelompok kontrol menghasilkan perubahan warna paling besar dibandingkan dengan kelompok yang dipoles dan sama-sama mendapat perlakuan direndam kopi (tabel 1, tabel 3, dan, tabel 5). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa sediaan yang dilapisi matriks strip saat curing menghasilkan permukaan tumpatan yang sangat halus, namun demikian sediaan ini juga menghasilkan lapisan permukaan tumpatan yang kaya akan resin atau matriks, sedangkan pada tumpatan yang dipoles, selain menghasilkan permukaan yang halus, lapisan permukaan yang kaya akan matriks terangkat pada saat pemolesan sehingga water sorption pada kelompok kontrol juga lebih besar dibanding kelompok yang dipoles.20 menurut perhitungan statistik kelompok kontrol menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) dengan kelompok yang dipoles Sof-Lex® (kelompok IA) dan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05) dengan kelompok yang dipoles PoGo® (kelompok IIA).

KESIMPULAN

Terdapat perubahan warna permukaan pada restorasi resin komposit yang dipoles dengan teknik one step polish system dan multi step polish system setelah perendaman dalam larutan kopi. Perubahan warna permukaan resin komposit yang dipoles dengan multi step polish lebih kecil dibandingkan dengan resin komposit yang dipoles dengan one step polish setelah perendaman dalam larutan kopi, namun tidak berbeda bermakna

SARAN

Beberapa saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan alat ukur perubahan warna yang memiliki realibilitas dan sensitivitas yang lebih baik. Sedangkan saran untuk praktisi kedokteran gigi dari hasil penelitian ini, yakni pemolesan dengan teknik multi-step polish menghasilkan restorasi

(15)

dengan perubahan warna yang lebih kecil terhadap kopi jika dibandingkan dengan one step polish, karena itu nanofil sebaiknya dipoles dengan teknik multi-step polish.

Kepustakaan

1. Jung M, Eichelberger K, and Klimek J. Surface Geometry of Four Nanofiller and One Hybrid Composite After One-step and Multiple-step Polishing. Operative Dentistry. 2007; 32(4).

2. Neo CJL, Yap AUJ . Composite Resins. In: Mount, graham J. and W.R. Hume(Eds). Preservation and Restoration of Tooth Structure. 2nd ed. London: Knowledge Books and Software; 2005. p. 199-218.

3. Farrahany W. Perbedaan Restorasi Resin Komposit yang Dipolis dan Tidak Dipolis pada Perendaman Larutan Kopi Hitam dan Kopi Krimmer. [Tesis]. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi USU, 2009.

4. Korkmaz Y. The Influence of One-step Polishing System on The Surface Roughness and Microhardness of Nanocomposite. Operative Dentistry. 2008; 33(1).

5. Howard S, Glazer D. Simplifying Finishing and Polishing Techniques for Direct Composite Restorations. Dentistry Today. 2009 Januari.

6. Damanik A. Derajat Perubahan Warna Resin Komposit Supranano dan Nanohibrid oleh Minuman Kopi. [Tesis]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi UI, 2010.

7. Power JM. Composite Restorative Materials. In: Craigh Robert G(Eds). Restorative Dental Materials. 11th ed. St. louis, Missouri: Elsevier; 2002. p. 232-249.

8. Hatrick CD, Eakle WS, Bird WF. Dental material: clinical application for dental assistant and dental hygienist. USA: Philadelphia; 2003.

9. Obrien WJ. Dental material and their selection. 3rd ed. montreal. Canada: quintessence publ.inc.; 2002.

10. Garcia AH, et al. Composite Resin a Review of Material and Clinical Indication. Medical Oral. 2006; 215(20).

11. Kaur P, Reena L, and Puneet. Nanocomposites - A Step Towards Improved Restorative Dentistry. Indian Journal of Dental Sciences. 2011; 4(3).

12. Mitra SB, Holmes BN. An application of nanotechnology in advent dental materials. J am Dent Ass. 2003; 134(10).

13. Berger SB, et al. Characterization of Water Sorption, Solubility and Filler Particle of Light Cure Composite Resin. Braz Dent J. 2009; 20(4).

14. Alsahlan TA. Invitro Staining Nanocomposite Exposed to Cola Beverage. Pakistan Oral & Dental Jurnal. 2009; 29(1).

15. Homouda IM, Hagag AE. Evaluation the Mechanical Properties of Nanofilled Composite Resin Restorative Material. Journal of Biomaterial and Biotechnology. 2012; 3. 238-242

16. Guler AU, et.al. Effects of Polishing Procedures on Color Stability of Composite Resins. J.Appl Oral Sci. 2009; 17(2):108-12

17. Mundim FM, Garcia L, Carvalho F. Effect of Staining Solution and Repolishing on Color Stability of Direct Composites. J appl oral sci. 2010; 18(3).

(16)

18. Aprilia LR, Rahardiarto E. Pengaruh minuman kopi terhadap perubahan warna pada resin komposit. Indonesian Dent J. 2007; 14(3).

19. http://vident.com/products/shade-management/vita-classical-previously-the-lumin-vacuum-shade-guide/. Diunduh pada tanggal 12 desember 2012

20. Ma'an MN, Haq A, Nikaido T. Long-term Water Sorption of Three Resin Based Restorative Materials. Int Chin J Dent. 2005; 5(1-6).

21. www.dentsply.es/DFU/eng/PoGo_eng.pdf. Diunduh tanggal 12 Januari 2013 22. http://multimedia.3m.com/mws/mediawebserver. Diunduh tanggal 12 Januari 2013

Gambar

Tabel 1. Perbandingan perubahan warna semua kelompok sampel sebelum perendaman dan setelah perendaman  selama 3 hari
Tabel 3. Perbandingan perubahan warna semua kelompok sampel sebelum perendaman dan setelah perendaman  selama 6 hari
Tabel 6.  Perbandingan perubahan warna kelompok sediaan yang dipoles Sof-Lex® dengan kelompok yang  dipoles PoGo® pada perendaman dalam kopi selama 12 hari

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Apa yang dilakukan oleh GAM tersebut, apabila benar terjadi maka juga telah terjadi penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari

Selain itu untuk mendapatkan fenomena aliran fluida yang terjadi di sekitar airfoil, sehingga koefisien angkat dan koefisien hambat akan diperoleh perbedaan

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : PENGARUH MOTIVASI DAN

Metode pengobatan ini menawarkan peluang kesembuhan terbaik bagi pasien yang menderita kanker paru-paru stadium awal, yang belum menyebar keluar dari paru-  paru.

KELAS/ SEMESTER STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR NILAI BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA KEWIRAUSAHAAN/ EKONOMI KREATIF GAGASAN KEGIATAN PEMBELAJARAN INDIKATOR Kelas

Sesuai dengan penelitian Bonde, dkk (2014) tentang pengaruh kompres panas terhadap penurunan derajat nyeri haid pada siswi SMA dan SMK Yadika Kopandakan II didapatkan

1. The teacher gives greeting to students. Teacher asks students to prepare their English book. The teacher checks the students‘ attendance list. The teacher gives questions