• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan Komunikasi Antar Budaya Mahasiswa Vietnam Di Universitas Tadulako

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hambatan Komunikasi Antar Budaya Mahasiswa Vietnam Di Universitas Tadulako"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

http://www.repository.usu.ac.id/bitstr eam/123456789/27235/4/Ch apter%20II.pdf. Diakses 2 Desember 2016.

Kriyantono, Rachmat. 2014. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Kumboyono dkk. 2004. Perbedaan Pengaruh Pendidikan Seks Metode Simulasi Dan Diskusi Kelompok Terhadap Sikap Remaja. Diperoleh dari jkb.ub.ac.id>article>viewFil e. Diakses 5 Januari 2017 Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi

Antarpribadi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu

Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Ruslan, Rosady. 2004. Metode penelitian Public relations dan Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sauri, Achmad. 2014. Pengaruh

Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMKN 1 Tenggarong Kutai Kartenegara. Diperoleh dari ejournal.ilkom.fisipunmul.ac .id/.../ Achmad%20Sauri%20 (0802055183)%20jurnal%. Diakses pada 16 November 2016.

Sendjaja, Sasa Duarsa dkk. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Pusat.

Siregar, Sofian. 2013. Metode

Penelitian Kuantitatif

Dilengkapi Dengan Perbandingan Perhitungan

Manual Dan SPSS. Jakarta: kencana.

Sumanjow, J.A. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Seksual Pranikah Beresiko Pada Remaja Di SMA Kristen Tumou Tou Girian Kota Bitung.

Diperoleh dari www.ejournalhealth.com/

index.php

/ikmas/article/view/46.

Diakses pada 18 Januari 2017.

Wiendijarti, Ida. Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak dalam Pendidikan Seksual. Diperoleh dari https://lib.atmajaya.ac.id/ default.aspx?tabID=61&id= 264890&src=a. Diakses pada 02 Maret 2017.

Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hambatan Komunikasi Antar Budaya Mahasiswa Vietnam Di Universitas Tadulako Filasta Anggreani Sumantri

Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Tadulako Jln. Soekarno Hatta Km. 9 Kota Palu Sulawesi Tengah.

Email : filastaanggreani@gmail.com ABSTRAK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asumsi tentang persamaan sangatlah rentan akan konflik dalam komunikasi antar budaya, karena setiap budaya juga mempunyai asumsi – asumsi mengenai persamaan sosial dan sikap. Perbedaan bahasa, hambatan karena keterbatasan bahasa yang dimiliki oleh para pelaku komunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman atau permasalahan. Kesalahpahaman nonverbal, kesalahpahaman yang menimbulkan konflik dikarenakan perbedaan bahasa – bahasa nonverbal. Hambatan karena prasangka dan stereotip dan kecenderungan untuk menilai perilaku seseorang kedua hambatan itu telah digeneralisasikan oleh budaya yang lainnya seperti perilaku seseorang orang itu juga adalah perilaku budaya tersebut. Sehingga dalam hal ini terjadi pelabelan terhadap suatu budaya, sementara mengenai kegelisahan yang tinggi karena kurangnya rasa percaya diri dan adanya kekhawatiran untuk tidak diterima oleh budaya lain menyeabkan rasa gelisah bagi para pelaku komunikasi untuk berinteraksi. Namun demikian tidak semua mahasiswa Vietnam merasakan hambatan yang sama. Sebagaian informan tidak merasakan hambatan yang berarti dalam proses komunikasinya dengan mahasiswa lokal.

Kata Kunci : Hambatan, Komunikasi Antar Budaya, Mahasiswa Vietnam Submisi : 11 Desember 2017

Pendahuluan

Manusia sebagai mahluk individu, mahluk sosial dan mahluk yang berketuhanan, di dalam memenuhi tuntunan jasmani dan ruhaninya, semenjak ia menempati dan memakmurkan bumi Tuhan ini, memerlukan hubungan dan kerjasama dengan manusia lainnya. Hubungan dengan

manusia lainnya itu, baik ketika ia menyampaikan isi fikiran dan perasaannya, menyampaikan sesuatu informasi, ide, gagasan dan pendapat itulah yang hakekatnya yang dinamakan komunikasi. Atas dasar itu, manusia sebagai makhluk yang mempunyai hubungan sosial antar etnis suku bangsa yang berbeda dan

(2)

terwujud sebagai interaksi sosial yang serasi menjadi sangat penting. Keserasian interaksi sosial antar etnis merupakan salah satu persyaratan terciptanya negara kesatuan dan persamaan Indonesia. Dalam keserasian interaksi sosial sebagai pedoman bertingkah laku corak kebudayaan satu suku bangsa pembentukannya sangat dipengaruhi oleh latar belakang sejarah dan lingkungan alam dimana mereka berada.

Di Indonesia banyak sekali terdapat kebudayaan berbeda. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya ras dan suku yang menyebar di seluruh tanah air kita ini. Budaya dan komunikasi mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Apa yang mereka bicarakan, bagaimana mereka membicarakannya, apa yang mereka perhatikan atau abaikan, apa yang mereka pikirkan, dan bagaimana mereka memikirkannya dipengruhi budaya. Pada gilirannya, apa yang mereka bicarakan dan bagaimana mereka membicarakannya, dan apa yang dilihat turut membentuk, menentukan dan menghidupkan budaya. Budaya takkan hidup tanpa komunikasi, begitu juga sebaliknya. Masing – masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada lainnya. Konsekuensinya

bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik – praktik komunikasi. Hubungan antar budaya dan komunikasi penting Dipahami untuk memahami komunikasi antarbudaya, oleh karena itu melalui pengaruh budayalah orang – orang belajar komunikasi (Mulyana dan Rahmat, 2005:25).

Mahasiswa asal Vietnam yang kuliah di Universitas Tadulako adalah salah satu contoh individu yang memasuki lingkungan baru dengan budaya yang berbeda. Mereka adalah putra/putri terbaik Vietnam yang mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Kedutaan Indonesia yang berada di Vienam. Mereka meninggalkan kampung halaman dan tinggal di Palu untuk melanjutkan pendidikannya. Jika di kampung halaman mereka menjumpai orang – orang yang berlatar belakang budaya yang sama namun tidak halnya dengan yang mereka jumpai di Palu. Mereka akan menghadapi banyak hal yang berbeda seperti cara berpakaian, bertingkah laku, cara bicara, cuaca, makanan, bahasa, dan nilai – nilai yang berbeda.

Interaksi antara mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal yang biasanya mengalami hambatan komunikasi dan misscommunication, hal ini dikarenakan perbedaan bahasa diantara mereka sehingga jika mahasiswa lokal ingin melakukan komunikasi kepada mahasiswa Vietnam,

(3)

terwujud sebagai interaksi sosial yang serasi menjadi sangat penting. Keserasian interaksi sosial antar etnis merupakan salah satu persyaratan terciptanya negara kesatuan dan persamaan Indonesia. Dalam keserasian interaksi sosial sebagai pedoman bertingkah laku corak kebudayaan satu suku bangsa pembentukannya sangat dipengaruhi oleh latar belakang sejarah dan lingkungan alam dimana mereka berada.

Di Indonesia banyak sekali terdapat kebudayaan berbeda. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya ras dan suku yang menyebar di seluruh tanah air kita ini. Budaya dan komunikasi mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Apa yang mereka bicarakan, bagaimana mereka membicarakannya, apa yang mereka perhatikan atau abaikan, apa yang mereka pikirkan, dan bagaimana mereka memikirkannya dipengruhi budaya. Pada gilirannya, apa yang mereka bicarakan dan bagaimana mereka membicarakannya, dan apa yang dilihat turut membentuk, menentukan dan menghidupkan budaya. Budaya takkan hidup tanpa komunikasi, begitu juga sebaliknya. Masing – masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada lainnya. Konsekuensinya

bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik – praktik komunikasi. Hubungan antar budaya dan komunikasi penting Dipahami untuk memahami komunikasi antarbudaya, oleh karena itu melalui pengaruh budayalah orang – orang belajar komunikasi (Mulyana dan Rahmat, 2005:25).

Mahasiswa asal Vietnam yang kuliah di Universitas Tadulako adalah salah satu contoh individu yang memasuki lingkungan baru dengan budaya yang berbeda. Mereka adalah putra/putri terbaik Vietnam yang mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Kedutaan Indonesia yang berada di Vienam. Mereka meninggalkan kampung halaman dan tinggal di Palu untuk melanjutkan pendidikannya. Jika di kampung halaman mereka menjumpai orang – orang yang berlatar belakang budaya yang sama namun tidak halnya dengan yang mereka jumpai di Palu. Mereka akan menghadapi banyak hal yang berbeda seperti cara berpakaian, bertingkah laku, cara bicara, cuaca, makanan, bahasa, dan nilai – nilai yang berbeda.

Interaksi antara mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal yang biasanya mengalami hambatan komunikasi dan misscommunication, hal ini dikarenakan perbedaan bahasa diantara mereka sehingga jika mahasiswa lokal ingin melakukan komunikasi kepada mahasiswa Vietnam,

mahasiswa lokal tersebut harus menggunakan bahasa Indonesia yang sangat baku dan harus diucapkan dengan sangat pelan agar mahasiswa Vietnam tersebut dapat memahami apa yang dikatakan oleh mahasiswa lokal dan juga mereka menggunakan google translate untuk mengartikan bahasa – bahasa yang susah dipahami.

Selain bahasa yang menjadi hambatan komunikasi, perbedaan budaya misalnya dalam hal tata cara makan yang berbeda dikarenakan kebiasaan orang Indonesia yang biasanya makan menggunakan tangan itu sangat lumrah atau biasa dilakukan, tetapi berbeda dengan mahasiswa Vietnam yang makan menggunakan tangan itu tidak baik dilakukan karena mereka merasa makan menggunakan tangan itu kotor dalam hal ini mahasiswa Vietnam tersebut sudah mengalami Culture Shock. Culture Shock atau kejutan budaya adalah rasa cemas dan kaget ketika individu memasuki budaya baru yang berbeda dengan budaya yang sudah melekat pada dirinya. Budaya yang sudah melekat pada diri individu ketika memasuki budaya baru akan tidak efektif karena setiap budaya mempunyai caranya tersendiri (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 174).

Hal lain terjadi pada mahasiswa Vietnam yang suka mengonsumsi daging babi tetapi mereka sulit mendapatkan

daging babi tersebut karena mahasiswa Vietnam banyak bergaul dengan mahasiswa lokal yang merupakan umat muslim sehingga ketika mereka bertanya kepada mahasiswa lokal tersebut dimana mereka bisa mendapatkan daging babi tersebut, mahasiswa lokal itu tidak merespon dengan baik karena bagi mereka memakan daging itu merupakan hal yang tabu atau tidak boleh dilakukan dan hal ini yang menyebabkan hambatan komunikasi diantara mahasiswa Vienam. Berdasarkan latar belakang di atas, bagaimana hambatan- hambatan komunikasi antar budaya yang dialami oleh mahasiswa Vietnam selama masa studi di Universitas Tadulako. Dari uraian diatas tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui hambatan komunikasi antarbudaya mahasiswa Vietnam yang berada di Universitas Tadulako.

Kebudayaan

Pengertian paling tua atas kebudayaan diajukan oleh Edward Burnett Taylor (1897) dalam karyanya yang berjudul primitive culture, bahwa kebudayaan adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat (Liliweri, 2007:107).

(4)

Kroeber dan Kluckhohn (1950) dalam Sulaeman (1995:11) mengajukan konsep kebudayaan sebagai kepuasan kritis dari definisi – definisi kebudayaan (consensus) yang mendekati. Definisinya adalah kebudayaan terdiri atas berbagai pola, tingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol – simbol yang menyusun percapaian secara tersendiri dari kelompok – kelompok manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda – benda materi, pusat esensi kebudayaan yang terdiri dari tradisi, cita – cita atau paham dan terutama ketertarikan terhdapa nilai – nilai.

Menurut Koentjaraningrat (1980) dalam Sulaeman (1995:11–12) kata “ kebudayaan” berasal dari Sansekerta budhayah, yaitu jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal – hal yang bersangkutan dengan akal”, sedangkan kata “budaya” merupaka perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa, dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Sedangkan menurut Bakker (1984:14) arti kebudayaan menurut pendapat umum ialah sesuatu yang berharga atau baik.

Edward T. Hall (1959) bahwa kebudayaan adalah komunikasi dan

komunikasi adalah kebudayaan. Sedangkan Taylor (1988) kebudayaan diartikan sebagai pandangan hidup dari sebuah komunitas atau kelompok. Peranan kebudayaan menjadi sangat besar dalam ekosistem komunikasi karena karakteristik kebudayaan antar komunitas dapat membedakan kebudayaan lisan dan tertulis yang nerupakan kebiasaan suatu komunitas dalam mengkomunikasikan adat istiadatnya. Jadi, pesan – pesan, pengetahuan, kepercayaan dan perilaku sejak awal tatkala orang tidak bisa menulis dapat dikomunikasikan hanya dengan kontak antarpribadi langsung atau oleh pengamatan yang mendalam terhadap peninggalan artifak sehingga informasi yang paling minimum pun dapat disebarluaskan.(Liliweri, 2007:108-109). Komunikasi Antar Budaya

Berbicara tentang komunikasi antarbudaya dan kebudayaan tidak sekedar dua pengertian kebudayaan (budaya). komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi. Definisi yang paling sederhana dari komunikasi antarbudaya adalah menambahkan kata budaya kedalam pernyataan “komunikasi antar dua orang atau lebih yang berbeda latar belakang kebudaan”, kita dapat

(5)

Kroeber dan Kluckhohn (1950) dalam Sulaeman (1995:11) mengajukan konsep kebudayaan sebagai kepuasan kritis dari definisi – definisi kebudayaan (consensus) yang mendekati. Definisinya adalah kebudayaan terdiri atas berbagai pola, tingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol – simbol yang menyusun percapaian secara tersendiri dari kelompok – kelompok manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda – benda materi, pusat esensi kebudayaan yang terdiri dari tradisi, cita – cita atau paham dan terutama ketertarikan terhdapa nilai – nilai.

Menurut Koentjaraningrat (1980) dalam Sulaeman (1995:11–12) kata “ kebudayaan” berasal dari Sansekerta budhayah, yaitu jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal – hal yang bersangkutan dengan akal”, sedangkan kata “budaya” merupaka perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa, dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Sedangkan menurut Bakker (1984:14) arti kebudayaan menurut pendapat umum ialah sesuatu yang berharga atau baik.

Edward T. Hall (1959) bahwa kebudayaan adalah komunikasi dan

komunikasi adalah kebudayaan. Sedangkan Taylor (1988) kebudayaan diartikan sebagai pandangan hidup dari sebuah komunitas atau kelompok. Peranan kebudayaan menjadi sangat besar dalam ekosistem komunikasi karena karakteristik kebudayaan antar komunitas dapat membedakan kebudayaan lisan dan tertulis yang nerupakan kebiasaan suatu komunitas dalam mengkomunikasikan adat istiadatnya. Jadi, pesan – pesan, pengetahuan, kepercayaan dan perilaku sejak awal tatkala orang tidak bisa menulis dapat dikomunikasikan hanya dengan kontak antarpribadi langsung atau oleh pengamatan yang mendalam terhadap peninggalan artifak sehingga informasi yang paling minimum pun dapat disebarluaskan.(Liliweri, 2007:108-109). Komunikasi Antar Budaya

Berbicara tentang komunikasi antarbudaya dan kebudayaan tidak sekedar dua pengertian kebudayaan (budaya). komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi. Definisi yang paling sederhana dari komunikasi antarbudaya adalah menambahkan kata budaya kedalam pernyataan “komunikasi antar dua orang atau lebih yang berbeda latar belakang kebudaan”, kita dapat

memberikan definisi komunikasi antarbudaya yang paling sederhana, yakni komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.(Liliweri, 2003:9). Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A.samovar dan Porter “Intercultural Communication: A Reader” mendefinisikan komunikasi antarbudaya dalah komunikasi antar orang – orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya antar suku bangsa,antar etnik, ras dan kelas sosial. Menurut Young Yun Kim (1984) mengemukakan bahwa komunikasi antar budaya adalah suatu peristiwa yang merujuk dimana orang – orang yang terlibat di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki latar belakang budaya yang berbeda.(Mulyana 2005:15). Dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya adalah sebuah proses komunikasi yang terjadi antara 2 (dua) orang atau lebih yang berasal dan memiliki latar belakang budaya yang berbeda dalam hal ini berupa perbedaan ras, etnis, kebiasaan dan sebagainya. Serta kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses pertukaran informasi antara satu dengan yang lainnya.

Hambatan Komunikasi Antar budaya Proses komunikasi antarbudaya (intercultur commucation) tentunya akan mengalami hambatan – hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi ini

dapat terjadi karena beberapa hal dan akibatnya komunikasi yang berjalan tidak akan efektif.

Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Contoh dari hambatan komunikasi antarbudaya adalah kasus anggunkan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antarbudaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) dapat kita lalui.

Hambatan komunikasi atau yang dikenal communication barrier adalah segala sesuatu komunikasi yang efektif. Barna dalam Samovar (1994:337-342) mengupas tentang hambatan dalam komunikasi antarbudaya dan menyatakan ada 6 hambatan dalam komunikasi antarbudaya antara lain :

1. Asumsi Tentang Persamaan (Assumption of similarities)

Asumsi tentang kesamaan tidak hanya mengenai bahasa lisan yang biasa digunakan tetapi juga harus mengartikan bahasa nonverbal, tanda dan lambang. Tidak ada studi komunikasi yang telah membuktikan eksistensi bahasa nonverbal

(6)

kecuali mereka sepaham dengan teori Darwin bahwa ekspresi wajah adalah universal.

2. Perbedaan Bahasa (Language Differences)

Hambatan kedua tidak mengherankan siapapun, yaitu perbedaan bahasa. Perbendaharaan kata, sintaksis, idiom, slang, dialek, kesemua itu dapat menjadi hambatan, tetapi terus bergumul dengan orang lain dengan bahasa yang berbeda akan mengurangi hambatan komunikasi. 3. Kesalahpahaman Nonverbal (Nonverbal Misinterpretation)

Hambatan ketiga adalah kesalahpahaman nonverbal. Orang dari kebudayaan berbeda mempunyai pengamatan indrawi yang berbeda. Mengabstraksi dan membuatnya sesuai dalam dunia pribadi dan kemudian membingkai berdasarkan referensi kebudayaan mereka sendiri. Kekurang pahaman mengenai tanda dan lambang nonverbal seperti gesture, posture,dan gerak – gerik tubuh lainnya akan menjadi batasan komunikasi, tetapi hal itu memungkinkan untuk mempelajari arti dari pesan tersebut, terutama dalam situasi informal dari pada situasi formal.

4. Prasangka dan Stereotip

Hambatan keempat adalah prasangka dan stereotip. Stereotip adalah hambatan bagi komunikator karena mencegah objektivitas dari rangsangan dan merupakan pencarian yang sensitif atas petunjuk yang digunakan

untuk menuntun imajinasi menuju realitas seseorang. Dimana tidaklah mudah dalam diri kita untuk membenarkan orang lain. 5. Kecenderungan Untuk Menilai (Tendecy to Evaluate)

Hambatan lain untuk saling mengerti diantara orang satu dengan yang lain yang berbeda budaya atau grup etnik adalah kecenderungan untuk menilai, untuk menyetujui dan tidak menyetujui, pernyataan dan tindakan orang lain dan grup lain daripada mencoba benar – benar mengerti tentang orang lain. Batasan komunikasi yang disebabkan oleh penilai langsung dan semakin parah jika perasaan dan emosi secara mendalam terlibat.

6. Kegelisahan Yang Tinggi (High Anxiety)

Kegelisahan atau ketegangan tinggi, juga dikenal sebagai tekanan, merupakan hal yang biasa dalam pengalaman antarbudaya karena ketidaktentuan yang timbul. Dua

kata “kegelisahan” dan “ketegangan”berhubungan karena sesuatu

yang tidak bisa secara kejiwaan cemas tanpa juga secara fisik tegang.

Menurut Jess Delia, Nikolas Coupland, dan Justin Coupland dalam Aang Ridwan (2016:54-55) mendefinisikan konvergensi sebagai “strategi individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain”. Seseorang akan beradaptasi terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku

(7)

kecuali mereka sepaham dengan teori Darwin bahwa ekspresi wajah adalah universal.

2. Perbedaan Bahasa (Language Differences)

Hambatan kedua tidak mengherankan siapapun, yaitu perbedaan bahasa. Perbendaharaan kata, sintaksis, idiom, slang, dialek, kesemua itu dapat menjadi hambatan, tetapi terus bergumul dengan orang lain dengan bahasa yang berbeda akan mengurangi hambatan komunikasi. 3. Kesalahpahaman Nonverbal (Nonverbal Misinterpretation)

Hambatan ketiga adalah kesalahpahaman nonverbal. Orang dari kebudayaan berbeda mempunyai pengamatan indrawi yang berbeda. Mengabstraksi dan membuatnya sesuai dalam dunia pribadi dan kemudian membingkai berdasarkan referensi kebudayaan mereka sendiri. Kekurang pahaman mengenai tanda dan lambang nonverbal seperti gesture, posture,dan gerak – gerik tubuh lainnya akan menjadi batasan komunikasi, tetapi hal itu memungkinkan untuk mempelajari arti dari pesan tersebut, terutama dalam situasi informal dari pada situasi formal.

4. Prasangka dan Stereotip

Hambatan keempat adalah prasangka dan stereotip. Stereotip adalah hambatan bagi komunikator karena mencegah objektivitas dari rangsangan dan merupakan pencarian yang sensitif atas petunjuk yang digunakan

untuk menuntun imajinasi menuju realitas seseorang. Dimana tidaklah mudah dalam diri kita untuk membenarkan orang lain. 5. Kecenderungan Untuk Menilai (Tendecy to Evaluate)

Hambatan lain untuk saling mengerti diantara orang satu dengan yang lain yang berbeda budaya atau grup etnik adalah kecenderungan untuk menilai, untuk menyetujui dan tidak menyetujui, pernyataan dan tindakan orang lain dan grup lain daripada mencoba benar – benar mengerti tentang orang lain. Batasan komunikasi yang disebabkan oleh penilai langsung dan semakin parah jika perasaan dan emosi secara mendalam terlibat.

6. Kegelisahan Yang Tinggi (High Anxiety)

Kegelisahan atau ketegangan tinggi, juga dikenal sebagai tekanan, merupakan hal yang biasa dalam pengalaman antarbudaya karena ketidaktentuan yang timbul. Dua

kata “kegelisahan” dan “ketegangan”berhubungan karena sesuatu

yang tidak bisa secara kejiwaan cemas tanpa juga secara fisik tegang.

Menurut Jess Delia, Nikolas Coupland, dan Justin Coupland dalam Aang Ridwan (2016:54-55) mendefinisikan konvergensi sebagai “strategi individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain”. Seseorang akan beradaptasi terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku

verbal dan nonverbal lainnya. Ketika orang melakukan konvergensi, ia bergantung pada persepsinya mengenai tuturan atau perilaku orang lain. Selain persepsi mengenai komunikasi orang lain, konvergensi juga didasarkan pada ketertarikan.

Proses yang kedua adalah divergensi, strategi yang digunakan untuk menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal diantara komunikator. Divergensi terjadi ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan antara para pembicara, dan divergensi juga sering terjadi dalam percakapan ketika terdapat perbedaan peranan yang jelas dalam suatu percakapan. Divergensi juga cenderung terjadi karena lawan berbicara dalam percakapan dipandang sebagai anggota dari kelompok yang tidak diinginkan, dianggap memiliki sikap yang tidak menyenangkan, atau menunjukkan penampilan yang buruk.

Metode Penelitian

Sesuai fokus masalah penelitian, maka penelitian ini menggunakan tipe penelitan deskriptif kualitatif. Konsep dalam penelitian ini adalah konsep yang langsung menjelaskan hambatan komunikasi antar budaya mahasiswa Vietnam di Universitas Tadulako. Subjek penelitian ini adalah mahaiswa Vietnam dan mahasiswa lokal yang dapat berfungsi sebagai informan. Dalam penentuan subjek

menggunakan sampling purposif. Objek dari penelitian yang akan dikaji adalah hambatan komunikasi antar budaya mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal di Universitas.

Reduksi data dilakukan pertama kali dengan memilih data-data yang telah didapatkan dari hasil wawancara kepada masing-masing narasumber, selanjutnya dikemas dalam penyajian data. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan lebih muda memahaminya dan merencakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami, dalam penelitian ini data yang telah direduksi dikemas dengan cara mencari kesimpulan dari masing-masing jawaban narasumber untuk setiap pertanyaan penelitian. Hasil yang diperoleh dari data yang telah direduksi dan disajikan dalam penyajian data adalah keseluruhan narasumber memberikan jawaban yang sama satu dengan yang lainnya serta merasakan hal yang kurang lebih sama mengenai hambatan komunikasi antar budaya.

Asumsi Tentang Persamaan

Asumsi tentang persamaan, (Assumption of similarities) merupakan kondisi dimana dua pihak dalam hal ini mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal memiliki suatu kondisi tanpa terlebih dahulu dalam mengkomunikasikan dengan

(8)

baik sehingga seringkali terjadi kesalahpahaman. Hal ini terjadi karena terkadang seorang individu mengamsumsikan bahwa setiap manusia itu

memiliki kesamaan dalam pemenuhan kebutuhan dasar mereka atas makanan, keamanan, rasa nyaman pada setiap individu itu sama. Tetapi dengan berjalannya proses adaptasi ternyata mereka menyadari bahwa kebutuhan nilai, sosial dan sikap yang mereka miliki itu berbeda dengan budaya satu dan budaya lainnya. Dalam hal ini hasil wawancara dengan Doan Phi Long 23 tahun mahasiswa Vietnam :

“ waktu pertama kali saya masuk, saya kaget juga disini ada kakak senior waktu ormik. Mereka bilang tunduk – tunduk dan saya tidak tau itu, dia mau pukul saya dan saya tidak tau itu bagaimana dan saya kaget” (hasil wawancara, tanggal 13 September 2017).

Perbedaan Bahasa

Perbedaan Bahasa (Languange Diffrences) merupakan masalah yang selalu terjadi dalam perbedaan budaya. Saat seseorang tidak familiar dengan bahasa tertentu. Maka akan terjadi adalah misinterpretasi maksud dari kalimat yang diucapkan orang lain yang sudah terbiasa dengan penggunaan bahasa tersebut sebagai bahasa sehari – hari. Seperti yang dikatakan oleh Le Anh Thu dalam wawancaranya

“ waktu itu ketika saya pertama datang kesini dan saya belum terlalu paham bahasa indonesia, sehingga ketika dosen menjelaskan dan memberikan tugas terkadang saya salah mengerjakannya dan saya tidak menanyakan terlebih dahulu kepada teman saya karena keterbatasan bahasa yang saya miliki sehingga terkadang saya merasa sendiri” (Hasil wawancar, tanggal 10 September 2017).

Kesalahpahaman Nonverbal

Kesalahpahaman Nonverbal, (Nonverbal Misinterpretation) adalah kesalahpahaman yang diakibatkan oleh bahasa – bahasa nonverbal atau bahasa – bahasa tubuh, ini juga dapat mengakibatkan komunikasi yang tidak baik bagi dua orang yang berbeda latar belakang budaya. Kesalahpahaman nonverbal juga merupakan salah satu hambatan yang bisa menimbulkan konflik penting pada mahasiswa yang berbeda budaya ini. Hal ini terjadi ketika peneliti melakukan observasi di asrama mahasiswa Vietnam yang berada di Universitas Tadulako. Seperti yang dikatakan oleh Nguyen Van Cong dalam hasil wawancaranya bersama peneliti : “kalo di Vietnam itu wajar kalo kita mengelus kepala orang yang lebih tua dari kita karena itu tanda kalo kita sayang sama orang itu. Tapi ternyata kalo disini itu tidak sopan dan saya tidak tau”(hasil wawancara, tanggal 14 Oktober 2017).

(9)

baik sehingga seringkali terjadi kesalahpahaman. Hal ini terjadi karena terkadang seorang individu mengamsumsikan bahwa setiap manusia itu

memiliki kesamaan dalam pemenuhan kebutuhan dasar mereka atas makanan, keamanan, rasa nyaman pada setiap individu itu sama. Tetapi dengan berjalannya proses adaptasi ternyata mereka menyadari bahwa kebutuhan nilai, sosial dan sikap yang mereka miliki itu berbeda dengan budaya satu dan budaya lainnya. Dalam hal ini hasil wawancara dengan Doan Phi Long 23 tahun mahasiswa Vietnam :

“ waktu pertama kali saya masuk, saya kaget juga disini ada kakak senior waktu ormik. Mereka bilang tunduk – tunduk dan saya tidak tau itu, dia mau pukul saya dan saya tidak tau itu bagaimana dan saya kaget” (hasil wawancara, tanggal 13 September 2017).

Perbedaan Bahasa

Perbedaan Bahasa (Languange Diffrences) merupakan masalah yang selalu terjadi dalam perbedaan budaya. Saat seseorang tidak familiar dengan bahasa tertentu. Maka akan terjadi adalah misinterpretasi maksud dari kalimat yang diucapkan orang lain yang sudah terbiasa dengan penggunaan bahasa tersebut sebagai bahasa sehari – hari. Seperti yang dikatakan oleh Le Anh Thu dalam wawancaranya

“ waktu itu ketika saya pertama datang kesini dan saya belum terlalu paham bahasa indonesia, sehingga ketika dosen menjelaskan dan memberikan tugas terkadang saya salah mengerjakannya dan saya tidak menanyakan terlebih dahulu kepada teman saya karena keterbatasan bahasa yang saya miliki sehingga terkadang saya merasa sendiri” (Hasil wawancar, tanggal 10 September 2017).

Kesalahpahaman Nonverbal

Kesalahpahaman Nonverbal, (Nonverbal Misinterpretation) adalah kesalahpahaman yang diakibatkan oleh bahasa – bahasa nonverbal atau bahasa – bahasa tubuh, ini juga dapat mengakibatkan komunikasi yang tidak baik bagi dua orang yang berbeda latar belakang budaya. Kesalahpahaman nonverbal juga merupakan salah satu hambatan yang bisa menimbulkan konflik penting pada mahasiswa yang berbeda budaya ini. Hal ini terjadi ketika peneliti melakukan observasi di asrama mahasiswa Vietnam yang berada di Universitas Tadulako. Seperti yang dikatakan oleh Nguyen Van Cong dalam hasil wawancaranya bersama peneliti : “kalo di Vietnam itu wajar kalo kita mengelus kepala orang yang lebih tua dari kita karena itu tanda kalo kita sayang sama orang itu. Tapi ternyata kalo disini itu tidak sopan dan saya tidak tau”(hasil wawancara, tanggal 14 Oktober 2017).

Kecenderungan untuk menilai, Prasangka dan Stereotip

Prasangka dan Streotip, prasangka seseorang terhadap suatu masalah pada umunya ditentukan oleh kerangka pikir orang tersebut. Streotip yaitu hambatan bagi komunikator karena mencegah objektivitas dari rangsangan dan merupakan pencarian yang sensitive atas petunjuk yang digunakan untuk menuntun imajinasi menuju realitas seseorang. Kecenderungan untuk menilai adalah suatu anggapan yang umumnya sudah melekat erat dalam pemikiran masing – masing mengenai budaya lain. Hal ini dapat menimbulkan prasangka dan stereotip terhadap budaya mahasiswa satu dengan lainnya sehingga dapat mengakibatkan hambatan komunikasi antar budaya antara mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal. Walaupun mahasiswa Vietnam sudah dua tahun tinggal di Palu namun mereka kerap kali mengalami hambatan. Seperti yang dikatakan oleh Le Anh Thu dalam wawancaranya bersama peneliti :

“waktu dulu saya susah sekali karena bahasa itu, budaya dan agama. Saya waktu pertama kali liat banyak orang pakai jilbab, orang Vietnam itu tidak banyak tau tentang muslim itu selalu pikir orang muslim pakai jilbab kaya bahaya itu. Tapi waktu sampai sekarang disini di Indonesia tidak terlalu begitu” ”(hasil wawancara, tanggal 13 September 2017).

Kegelisahan yang tinggi

Kegelisahan yang Tinggi, (High Anxiety) merupakan kondisi jiwa yang timbul karena tekanan batin sehingga menyebabkan komunikasi yang kurang baik. Bertempat tinggal yang berbeda budaya membentuk seseorang kurang nyaman dan adanya kekhawatiran untuk tidak diterima oleh budaya lain. Hal ini seperi yang dikatakan oleh Nguyen Van Cong mahasiswa Vietnam :

“saya jarang berbicara dengan teman di kelas, kadang – kadang mahasiswa lokal tidak terbuka. Teman – teman di kelas merasa saya sombong sedikit sebenarnya saya mau terbuka tapi tidak ada kesempatan” ”(hasil wawancara,tanggal 10 September 2017).

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di Universitas Tadulako sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal berbeda budaya yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi yang diakibatkan perbedaan budaya tersebut. Mulai dari asumsi tentang persamaan, perbedaan bahasa, kesalahpahaman nonverbal, kecenderungan untuk menilai, prasangka dan streotip, dan kegelisahan yang tinggi dari para mahasiswa tersebut. Hambatan dalam berkomunikasi bagi mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal yang berlatarbelakang budaya yang berbeda membuat komunikasi

(10)

dalam hubungan interaksi mereka kurang efektif. Perbedaan persepsi dalam hubungan berkomunikasi menjadi salah satu hambatan yang memperngaruhi efektif atau tidaknya komunikasi tersebut. Untuk dapat menyamakan persepsi membutuhkan toleransi dalam berinteraksi, dikarenakan pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak dapat dimengerti oleh komunikan atau penerima pesan sehingga dalam proses penerimaan pesan akan membutuhkan waktu dan itu akan menghambat jalannya proses komunikasi diantara mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal.

Mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal harus dapat menyesuaikan diri dengan budaya mereka masing – masing. Tidak adanya saling terbuka dan pengertian akan berakibat pada efektif atau tidaknya hubungan interaksi mereka. Dimulai dari hal yang sepele sekalipun misalnya asumsi tentang persamaan yang telah peneliti gambarkan pada hasil penelitian pesan dan akibatnya komunikan akan salah mengartikan pesan yang disampaikan.

Manusia adalah mahluk sosial dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain sehingga kita dituntut untuk saling memahami dan saling mengerti dan juga bertindak sesuai dengan kondisi dan juga kemampuan masing – masing individu dalam sebuah kelompok sehingga akan mengurangi

kesalahpahaman dan juga hambatan dalam berkomunikasi, apalagi kita hidup dalam lingkungan yang memiliki latar belakang nilai, norma dan juga budaya yang berbeda.

Terkait dengan hambatan – hambatan yang telah ditemukan dalam penelitian ini , peneliti melihat bahwa adanya proses adaptasi yang dialami oleh mahasiswa Vietnam untuk menyesuaikan diri agar tidak ada lagi kesalahpahaman dalam proses berinteraksi dan berkomunikasi. Proses adaptadi yang dilakukan oleh mahasiswa Vietnam, yang mana mereka selalu berusaha untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia jika ingin berkomunikasi dengan mahasiswa lokal yang terkadang mereka menggunakan bahasa kaili penggunaan kata “dorang” yang bermakna mereka dalam bahasa indonesia, dan mereka juga belajar menggunakan dialek mahasiswa lokal agar mereka bisa merasa diterima dan lebih dekat dengan mahasiswa lokal, tidak hanya mahasiswa Vietnam saja yang melakukan adaptasi tetapi mahasiswa lokal pun melakukan adaptasi dengan cara membicara denga Haln menggunakan dialek mahaiswa Vietnam untuk membantu mahasiswa Vietnam untuk dapat memahami kata – kata yang disampaikan mahasiswa lokal, ini pun dijelaskan dalam teori proses akomodasi komunikasi pada konvergensi, yang dikemukakan oleh Jesse Delia, Nikolas Coupland, dan Justin

(11)

dalam hubungan interaksi mereka kurang efektif. Perbedaan persepsi dalam hubungan berkomunikasi menjadi salah satu hambatan yang memperngaruhi efektif atau tidaknya komunikasi tersebut. Untuk dapat menyamakan persepsi membutuhkan toleransi dalam berinteraksi, dikarenakan pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak dapat dimengerti oleh komunikan atau penerima pesan sehingga dalam proses penerimaan pesan akan membutuhkan waktu dan itu akan menghambat jalannya proses komunikasi diantara mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal.

Mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal harus dapat menyesuaikan diri dengan budaya mereka masing – masing. Tidak adanya saling terbuka dan pengertian akan berakibat pada efektif atau tidaknya hubungan interaksi mereka. Dimulai dari hal yang sepele sekalipun misalnya asumsi tentang persamaan yang telah peneliti gambarkan pada hasil penelitian pesan dan akibatnya komunikan akan salah mengartikan pesan yang disampaikan.

Manusia adalah mahluk sosial dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain sehingga kita dituntut untuk saling memahami dan saling mengerti dan juga bertindak sesuai dengan kondisi dan juga kemampuan masing – masing individu dalam sebuah kelompok sehingga akan mengurangi

kesalahpahaman dan juga hambatan dalam berkomunikasi, apalagi kita hidup dalam lingkungan yang memiliki latar belakang nilai, norma dan juga budaya yang berbeda.

Terkait dengan hambatan – hambatan yang telah ditemukan dalam penelitian ini , peneliti melihat bahwa adanya proses adaptasi yang dialami oleh mahasiswa Vietnam untuk menyesuaikan diri agar tidak ada lagi kesalahpahaman dalam proses berinteraksi dan berkomunikasi. Proses adaptadi yang dilakukan oleh mahasiswa Vietnam, yang mana mereka selalu berusaha untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia jika ingin berkomunikasi dengan mahasiswa lokal yang terkadang mereka menggunakan bahasa kaili penggunaan kata “dorang” yang bermakna mereka dalam bahasa indonesia, dan mereka juga belajar menggunakan dialek mahasiswa lokal agar mereka bisa merasa diterima dan lebih dekat dengan mahasiswa lokal, tidak hanya mahasiswa Vietnam saja yang melakukan adaptasi tetapi mahasiswa lokal pun melakukan adaptasi dengan cara membicara denga Haln menggunakan dialek mahaiswa Vietnam untuk membantu mahasiswa Vietnam untuk dapat memahami kata – kata yang disampaikan mahasiswa lokal, ini pun dijelaskan dalam teori proses akomodasi komunikasi pada konvergensi, yang dikemukakan oleh Jesse Delia, Nikolas Coupland, dan Justin

Coupland mendefinisikan konvergensi sebagai strategi individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain. Konvergensi juga didasarkan pada ketertarikan. Keterbukaan diri antara mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal membuatkan adanya tertarikan untuk melalukan komunikasi sehingga mahasiswa Vietnam tersebut banyak belajar dalam penggunaan bahasa dan dialek kaili yang biasa digunakan oleh mahasiswa lokal dan terkadang mahasiswa lokal mengikuti dialek atau cara berbicara mahasiswa Vietnam dalam berkomunikasi. Hal ini merupakan penyesuaian – penyesuaian yang dilakukan oleh mahasiswaVietnam dan mahasiswa lokal agar mereka bisa merasa lebih dekat dan merasa diterima satu sama lain. Selain bahasa verbal, mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal ketika berkomunikasi mereka menggunakan bahasa nonverbal seperti gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Bahasa nonverbal inilah yang membantu mahasiswa Vietnam untuk dapat mengerti dan memahami maksud dari kata – kata yang disampaikan kepadanya. Seperti yang dikatakan oleh Pham Hieu Nhat salah seorang mahasiswa Vietnam kepada peneliti bahwa ketika Ia dan temannya (mahasiswa lokal) melakukan komunikasi mereka menggunakan bahasa nonverbal agar Pham Hieu Nhat dapat mengerti, seperti contoh yang Pham Hieu Nhat

katakan ketika temannya (mahasiswa lokal) ingin menjelaskan kata rumah, mahasiswa lokal tersebut membentuk tangannya seperti segitiga yang menggambarkan atap rumah. Hal inilah yang dapat membantu mahasiswa Vietnam untuk mengerti kata – kata yang disampaikan mahasiswa lokal.

Dalam teori proses akomodasi pada divergensi mengatakan bahwa divergensi adalah strategi yang digunakan untuk menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal dalam komunikator. Divergensi terjadi ketika tidak terdapat usaha yang menunjukkan persamaan antara para pembicara. Dalam hal ini peneliti melihat bahwa ketika mahasiswa Vietnam ingin melakukan komunikasi dengan sesama mahasiswa Vietnam mereka selalu menggunakan bahasa Vietnam, hal ini pun

menjelaskan bahwa mereka mempertahankan identitas sosial mereka sebagai orang Vietnam sehingga mereka selalu mengunakan bahasa Vietnam jika ingin berkomunikasi dengan mahasiswa Vietnam lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, peneliti kerap kali mendapati Nguyen Van Cong dan Le Anh Thu menggunakan bahasa Vietnam ketika mereka sedang berbaur dengan teman kelasnya (mahasiswa lokal), mereka menggunakan bahasa Vietnam ketika sedang berbaur dengan mahasiswa lokal ini menunjukkan bahwa mereka masih sangat mempertahankan identitasnya sebagai

(12)

orang Vietnam. Hal ini membuat mahasiswa lokal tidak mengerti dan memahami apa yang mahasiswa Vietnam katakan dan menimbulkan rasa ketidaknyaman. Peneliti pun merasakan hal yang sama ketika melakukan penelitian, mahasiswa Vietnam selalu menggunakan bahasa Vietnam ketika berkomunikasi dengan mahasiswa Vietnam lainnya dan hal ini pun membuat peneliti kurang nyaman karena peneliti tidak memahami apa yang mahasiswa Vietnam katakan.

Seiring dengan berjalannya waktu hambatan – hambatan yang dirasakan oleh mahasiswa Vietnam dapat diminimalisir dan hambatan tersebut hanya bersifat sementara. Namun dari beberapa hambatan yang ditemukan oleh peneliti hanya beberapa mahasiswa Vietnam saja yang merasakannya seperti Doan Phi Long yang merasa bahwa hambatan yang dirasakannya hanya sementara saja dan dengan sifat laki – laki yang cuek membuat Ia dapat dengan cepat beradaptasi. Hal ini pun sama yang dirasakan oleh Pham Hieu Nhat yang mengatakan bahwa sebelum Ia datang untuk berkuliah di Unversitas Tadulako, Ia sudah mencari Informasi di google tentang budaya yang ada di kota Palu. Sehingga Ia tidak merasakan adanya culture shock seperti yang dirasakan beberapa mahasiswa Vietnam yaitu Le Anh Thu dan Nguyen Van Cong. Cara mengatasi hambatan – hambatan yang dirasakan oleh mahasiswa

Vietnam, yaitu dengan beradaptasi, selain itu mereka juga sering bergaul dengan mahasiswa lokal agar mereka bisa belajar tentang budaya – budaya yang berbeda dengan budaya mereka dan mereka belajar menggunakan bahasa kaili yang digunakan oleh mahasiswa lokal untuk berkomunikasi agar mereka dapat dengan cepat memahami dan merasa lebih dekat dengan mahasiswa lokal.

Berdasarkan pembahasan di atas peneliti melihat bahwa dalam penelitian ini mahasiswa Vietnam lebih mengarah pada divergensi karena walaupun mereka melakukan adaptasi tetapi mereka lebih mempertahankan identitas sosial yang mereka miliki. Tetapi mahasiswa Vietnam yang menggunakan bahasa Vietnam dalam berkomunikasi tidak bermaksud untuk membuat mahasiswa lokal tidak nyaman. Mereka menggunakan bahasa Vietnam semata – mata untuk keperluan komunikasi. Dari beberapa hambatan yang peneliti teliti dalam penelitia ini peneliti melihat bahwa perbedaan bahasa yang merupakan hambatan yang sering terjadi hal ini dikarenakan bahasa yang sangat berbeda

membuat sering terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

Kesimpulan

Berdasarkan data – data penelitian yang didapatkan peneliti selama melakukan penelitian pada mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal yang menjadi subjek

(13)

orang Vietnam. Hal ini membuat mahasiswa lokal tidak mengerti dan memahami apa yang mahasiswa Vietnam katakan dan menimbulkan rasa ketidaknyaman. Peneliti pun merasakan hal yang sama ketika melakukan penelitian, mahasiswa Vietnam selalu menggunakan bahasa Vietnam ketika berkomunikasi dengan mahasiswa Vietnam lainnya dan hal ini pun membuat peneliti kurang nyaman karena peneliti tidak memahami apa yang mahasiswa Vietnam katakan.

Seiring dengan berjalannya waktu hambatan – hambatan yang dirasakan oleh mahasiswa Vietnam dapat diminimalisir dan hambatan tersebut hanya bersifat sementara. Namun dari beberapa hambatan yang ditemukan oleh peneliti hanya beberapa mahasiswa Vietnam saja yang merasakannya seperti Doan Phi Long yang merasa bahwa hambatan yang dirasakannya hanya sementara saja dan dengan sifat laki – laki yang cuek membuat Ia dapat dengan cepat beradaptasi. Hal ini pun sama yang dirasakan oleh Pham Hieu Nhat yang mengatakan bahwa sebelum Ia datang untuk berkuliah di Unversitas Tadulako, Ia sudah mencari Informasi di google tentang budaya yang ada di kota Palu. Sehingga Ia tidak merasakan adanya culture shock seperti yang dirasakan beberapa mahasiswa Vietnam yaitu Le Anh Thu dan Nguyen Van Cong. Cara mengatasi hambatan – hambatan yang dirasakan oleh mahasiswa

Vietnam, yaitu dengan beradaptasi, selain itu mereka juga sering bergaul dengan mahasiswa lokal agar mereka bisa belajar tentang budaya – budaya yang berbeda dengan budaya mereka dan mereka belajar menggunakan bahasa kaili yang digunakan oleh mahasiswa lokal untuk berkomunikasi agar mereka dapat dengan cepat memahami dan merasa lebih dekat dengan mahasiswa lokal.

Berdasarkan pembahasan di atas peneliti melihat bahwa dalam penelitian ini mahasiswa Vietnam lebih mengarah pada divergensi karena walaupun mereka melakukan adaptasi tetapi mereka lebih mempertahankan identitas sosial yang mereka miliki. Tetapi mahasiswa Vietnam yang menggunakan bahasa Vietnam dalam berkomunikasi tidak bermaksud untuk membuat mahasiswa lokal tidak nyaman. Mereka menggunakan bahasa Vietnam semata – mata untuk keperluan komunikasi. Dari beberapa hambatan yang peneliti teliti dalam penelitia ini peneliti melihat bahwa perbedaan bahasa yang merupakan hambatan yang sering terjadi hal ini dikarenakan bahasa yang sangat berbeda

membuat sering terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

Kesimpulan

Berdasarkan data – data penelitian yang didapatkan peneliti selama melakukan penelitian pada mahasiswa Vietnam dan mahasiswa lokal yang menjadi subjek

dalam penelitian, maka peneliti menarik kesimpulan mengenai hambatan – hambatan komunikasi antarbudaya dalam hubungan interaksi mereka dan diamati dari ketiga mahasiswa Vietnam dan keempat mahasiswa lokal selama mereka melakukan interaksi dan komunikasi yaitu adanya asumsi tentang persamaan, perbedaan bahasa, kesalahpahaman nonverbal, kecenderungan untuk menilai, prasangka dan streotipe, dan kegelishan yang tinggi namun yang lebih terlihat hambatan komunikasi antar budayanya ialah pada perbedaan bahasa yang mengakibatkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan beberapa konflik yang disebabkan kurangnya pemahaman mahasiswa Vietnam dalam berbahasa Indonesia. Namun dari beberapa hambatan tersebut tidak setiap mahasiswa Vietnam merasakannya hanya beberapa saja yang merasakan adanya hambatan dan seiring berjalannya waktu hambatan tersebut dapat diminimalisir dan bahkan mahasiswa Vietnam tidak merasakan adanya hambatan lagi karena sifat hambatan yang mereka rasakan hanya sementara saj

DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks

Arifin, Anwar. 2006. Ilmu Komunikasi Sebuah pengantar ringkas, Jakarta: PT. Raja Gratindo Persada.

Bakker Sj. 1984. Filsafat Budaya Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Yayasan Kanisius

Cangara, Hafied. 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grantindo Persada.

Chaney, Lilian, Marten, Jeanette. 2004.

Intercultural Business communication. New Jersey:

Pearson Education, Inc.

Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Edisi Kelima, Jakarta: Profesional Books.

Effendi, Onong. Uchjana. 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Hamidi. 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: UMM Press Liliweri, Allo. 2001. Gatra – gatra

Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---2003. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---2007. Dasar – dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy dan Rakhmat Jalaludin. 2006. Komunikasi Antarbudaya Panduan berkomunikasi dengan

(14)

Orang – orang berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sulaeman, Munandar. 1995. Ilmu Budaya

Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT. Eresco.

Samovar. L.A, Porter, R.E. 1994. Stumbling Blocksin Incultural Communication. Intercultural Communication. California: Wasdsworth Publishing Company.

Ridwan, Aang. 2016. Komunikasi Antarbudaya Mengubah Persepsi Dalam Meningkatkan Kreativitas Manusia. Bandung: CV. Pusaka Setia

Riswandi, 2009. Ilmu Komunikasi (cetakan pertama). Yogyakarta: Graha Ilmu Widjaja, H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi

Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta.

B. Buku Metodologi Peneliatian Bungin, Burhan . 2007. Analisis Data Dan

Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Putra Grafikika.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Fuad, Anis dan Kandung Sapto Nugroho. 2014. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

C. Sumber Lain

Anggi, Syarifudin. 2011. Skripsi.

Hambatan Komunikasi Antarbudaya Pasangan Suami Istri

Berlatar Belakang Budaya Berbeda Di Kabupaten Parigi Moutong. Palu: Universitas Tadulako.

Bahfiarti, Tuti. 2012. Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Malaysia di Kota Makassar. Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika, dan Media Massa PEKKOMAS. Volume 15 No.2 Agustus 2012.

Mas’udah, Durrotul. 2014. Mindfulnes Dalam Komunikasi Antarbudaya (Studi Deskriptif Pada Peserta Poland Cross Cultural Program). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Wijaya, Rony. 2013. Anxiety Uncertainty Management Mahasiswi Inholland Program Studi Manajemen Bisnis Internasional. Jurnal E-Komunikasi. Vol I. No. 1 Tahun 2013.

Kantor Birokrasi Universitas Tadulako: Struktur Organisasi

Referensi

Dokumen terkait

Infusa daun sirih ( Piper betle Linn) memiliki efek larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. 1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas

Ni Ketut Karlina Prastuti dan I Gusti Ayu Nyoman Budiasih (2015) Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ni Ketut Karlina Prastuti dan I Gusti Ayu Nyoman Budiasih

Penelitian tentang uji aktiv itas imunostimulator fraksi air dari ekstrak etanol kelopak bunga rosella terhadap proliferasi sel limfosit mencit jantan galur Swiss

Terdapat beberapa hal yang menarik untuk melakukan penelitian terhadap Tari Piring Lenggok Sianak Dagang ini, yaitu : Materi gerak tari tersebut, nuansa ekspresif gerak tari yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas LKS dengan pendekatan keterampilan proses sains yang disusun, ditinjau dari aspek kebenaran dan

Mengapa Partai Buruh tidak dapat meraih suara mayoritas dalam pemilu federal 2010 dan bagaimana Partai Buruh memperoleh dukungan dari partai minor dan/atau MP Independen

Dampak yang ditimbulkan dari sengketa antara BKSDA Jawa Tengah dan Pemkab Wonosobo dalam pengelolaan obyek wisata Telaga Warna sudah mulai dirasakan oleh berbagai pihak. Bukan

Hasil isolasi dari kepiting bakau yang memiliki gejala klinis seperti insang membuka, kering, berwarna gelap, luka pada tubuh seperti di capit, ventral dan