• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSI UNTUK KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI (Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN IPB C120 DENGAN IPB C5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSI UNTUK KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI (Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN IPB C120 DENGAN IPB C5"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSI UNTUK

KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI

(Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN

IPB C120 DENGAN IPB C5

SILVIA HERMAWATI

A24060314

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

RINGKASAN

SILVIA HERMAWATI. Pendugaan Nilai Genetik dan Seleksi untuk Karakter Daya Hasil Populasi F2 Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Hasil Persilangan IPB C120 dengan IPB C5. (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan SRIANI SUJIPRIHATI).

Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heritabilitas dan kemajuan seleksi, mendapatkan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi, dan memperoleh genotipe yang berpotensi memiliki daya hasil tinggi dari populasi F2 cabai hasil persilangan IPB C120 dengan IPB C5. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat satu atau beberapa karakter yang memiliki nilai heritabilitas dan kemajuan seleksi yang tinggi, terdapat satu atau beberapa karakter yang berkorelasi nyata terhadap daya hasil dan dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi, serta terdapat satu atau beberapa genotipe yang memiliki daya hasil tinggi.

Penelitian dilakukan pada bulan November 2009 hingga Juni 2010 di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga. Bahan tanaman yang digunakan adalah IPB C120, IPB C5, dan F2 hasil persilangan IPB C120 dengan IPB C5. Populasi yang ditanam terdiri atas tetua P1 (IPB C120) sebanyak 20 tanaman, tetua P2 (IPB C5) sebanyak 20 tanaman, dan F2 (IPB C120 x IPB C5) sebanyak 280 tanaman. Pengamatan dilakukan pada seluruh populasi yang ditanam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter kualitatif pada populasi F2 memiliki keragaman yang tinggi. Karakter habitus tanaman, bentuk daun, posisi bunga, dan bentuk ujung buah diduga dikendalikan oleh dua pasang gen yang bersifat epistatis. Karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, umur berbunga, diameter pangkal buah, diameter tengah buah, dan diameter ujung buah memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Karakter lebar kanopi, umur panen, panjang buah, panjang petiol, dan bobot per buah memiliki nilai heritabilitas sedang, sedangkan jumlah buah dan bobot per tanaman memiliki nilai heritabilitas rendah.

Karakter jumlah buah, bobot per buah, dan bobot buah per tanaman memiliki nilai persentase kemajuan genetik harapan (KGH) yang tinggi. Karakter diameter batang, diameter pangkal buah, dan diameter tengah buah memiliki nilai

(3)

KGH yang cukup tinggi. Karakter tinggi tanaman, lebar kanopi, umur berbunga, umur panen, panjang buah, dan panjang petiol memiliki nilai KGH yang agak rendah, sedangkan karakter tinggi dikotomus dan diameter ujung buah memiliki nilai KGH yang rendah.

Karakter yang berkorelasi positif sangat nyata terhadap bobot buah per tanaman adalah karakter diameter batang, lebar kanopi, diameter pangkal buah, diameter tengah buah, diameter ujung buah, panjang buah, panjang petiol, jumlah buah, dan bobot per buah. Karakter yang berpengaruh secara langsung terhadap bobot buah per tanaman dan dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi adalah karakter jumlah buah dan bobot per buah. Karakter lebar kanopi, panjang buah, panjang petiol, dan diameter pangkal buah dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi yang berpengaruh tidak langsung. Kegiatan seleksi menghasilkan 18 genotipe terpilih yang berpotensi memiliki daya hasil tinggi. Genotipe terpilih adalah nomor 5, 98, 99, 48, 57, 97, 102, 94, 47, 68, 109, 19, 2, 160, 183, 62, 53, dan 8.

(4)

PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSIUNTUK

KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI

(Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN

IPB C120 DENGAN IPB C5

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SILVIA HERMAWATI

A24060314

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(5)

Judul : PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSI

UNTUK KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2

CABAI (Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN

IPB C120 DENGAN IPB C5

Nama : SILVIA HERMAWATI

NIM

: A24060314

Menyetujui: Pembimbing I

Dr. Muhamad Syukur, SP.,MSi NIP. 19720102 200003 1 001

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS NIP. 19551028 198303 2 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Desember 1988. Penulis merupakan anak kesepuluh dari sebelas bersaudara, pasangan Bapak Muhamad Saropudin (alm) dan Ibu N. Hasanah.

Tahun 2000 penulis lulus dari MI Asysyukur, Bogor. Penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Islam Cijeruk, Bogor dan lulus tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari MA. Negeri 1 Kota Bogor dan melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB.

Tahun 2007 penulis bergabung di Club Fotografi Lensa, Faperta, IPB.

Tahun 2008 penulis menjadi Pendamping Kewirausahaan bagi siswa SMU Negeri 7 Bogor yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan dan

Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis tinggal di Asrama Putri Darmaga (APD) dan menjadi Ketua Asrama pada tahun 2009. Penulis mendapatkan bantuan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2008 – 2010, beasiswa ++ dari LPPM IPB tahun 2009, dan beasiswa Womans Internasional Club tahun 2010. Tahun 2010 penulis menjadi asisten mata kuliah Rancangan Percobaan.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya. Selawat serta Salam semoga tercurah kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad Saw, keluarga beliau, para sahabat, dan kita selaku umatnya yang mengharapkan syafaatnya di akhirat kelak.

Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pendugaan Nilai Genetik dan Seleksi untuk Karakter Daya Hasil Populasi F2 Cabai (Capsicum annuum L.) Hasil Persilangan IPB C120 dengan IPB C5” ini dengan baik. Tulisan ini merupakan laporan dari kegiatan penelitian yang mendukung program pemuliaan untuk perakitan varietas berdaya hasil tinggi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu, kakak, dan adik yang selalu memberikan do’a, arahan, dukungan, dan semangat bagi penulis.

2. Dr. Muhamad Syukur, SP., MSi dan Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama kuliah.

4. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Rahmi Yunianti, SP., MSi. dan Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. K., MS yang telah memberikan masukan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

6. Khaerin Nida dan Hendi Ferdiansyah selaku rekan satu penelitian, atas bantuan, semangat, dorongan, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi.

7. Mba Cici, Mba Tia, Ka Abdul, Ka Arif, dan semua penghuni Lab. PMT atas bantuan, semangat, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi. 8. Pak Undang dan Pak Darwa atas bantuan dan kerjasama selama penelitian

berlangsung.

9. Faiqotul Himma selaku teman baik penulis atas kebersamaannya, dukungan, dan saran, semoga ikatan kita selalu terjaga dengan baik.

(8)

10. One, Yius, Ment, Sorr, Mile, Ceu Amm, dan seluruh penghuni Asrama Putri Darmaga atas kebersamaannya, keceriaannya, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis.

11. Teman-teman AGH 43 atas kebersamaannya, perhatian, bantuan, dan semangat yang diberikan selama kuliah.

12. Teman-teman KKP Faperta 2009 Desa Kedawung, Kec. Bojong, Kab. Tegal atas kebersamaannya selama tujuh minggu memberikan kesan dan kenangan yang tak terlupakan.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, November 2010

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani Cabai ... 4

Syarat Tumbuh Cabai ... 5

Pemuliaan Cabai ... 6

Karakter Kualitatif dan Kuantitatif ... 6

Heritabilitas ... 8

Seleksi ... 9

Kemajuan Seleksi ... 11

BAHAN DAN METODE ... 13

Waktu dan Tempat ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 13

Pengamatan ... 15

Analisis Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Kondisi Umum ... 21 Karakter Kualitatif ... 22 Heritabilitas ... 25 Kemajuan Seleksi ... 27 Korelasi ... 28 Analisis Lintasan ... 30 Seleksi ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

Kesimpulan... 36

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Bentuk Nisbah Segregasi pada Berbagai Macam Interaksi Gen ... 7

2. Pengamatan Karakter Kualitatif pada Kedua Tetua ... 22

3. Persentase Fenotipe Populasi F2 ... 24

4. Hasil Khi Kuadrat Fenotipe Populasi F2 ... 25

5. Nilai Heritabilitas Masing-masing Karakter ... 26

6. Nilai Duga Kemajuan Seleksi Masing-masing Karakter ... 27

7. Koefisien Korelasi Masing-masing Karakter ... 29

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bentuk Habitus Tanaman... 15

2. Bentuk Daun ... 15

3. Posisi Bunga ... 16

4. Bentuk Pelekatan Kelopak pada Pangkal Buah ... 16

5. Bentuk Tepi Kelopak Buah ... 16

6. Bentuk Buah ... 17

7. Bentuk Ujung Buah ... 17

8. Kondisi Tanaman di Lapangan pada 7 MST ... 21

9. Posisi Bunga Cabai ... 23

10. Warna Anter pada Bunga Cabai ... 23

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Indeks Seleksi Terboboti pada Karakter yang Telah Distandarisasi ... 42

2. Karakter Kuantitatif 18 Genotipe Terpilih... 43

3. Fenotipe Vegetatif dan Bunga 18 Genotipe Terpilih ... 44

4. Fenotipe Buah 18 Genotipe Terpilih ... 45

5. Nisbah Segregasi Karakter Habitus Tanaman ... 46

6. Nisbah Segregasi Karakter Bentuk Daun ... 46

7. Nisbah Segregasi Karakter Warna Batang ... 46

8. Nisbah Segregasi Karakter Posisi Bunga ... 46

9. Nisbah Segregasi Karakter Tepi Kelopak Buah... 46

10.Nisbah Segregasi Karakter Tipe Pangkal Buah ... 46

11. Nisbah Segregasi Karakter Bentuk Ujung Buah ... 47

12. Nisbah Segregasi Karakter Permukaan Kulit Buah... 47

13. Fenotipe Tanaman Tetua IPB C120 ... 47

14. Fenotipe Tanaman Tetua IPB C5 ... 47

15. Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No.5 ... 48

16. Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No.47... 48

17. Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No.2 ... 48

18. Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No.94... 49

19. Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No. 48 ... 49

20. Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No.183 ... 49

21. Deskripsi Varietas Cabai Keriting Kopay ... 50

22. Deskripsi Varietas Cabai Perbani IPB ... 51

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merah merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi penduduk Indonesia selain cabai rawit. Kandungan gizi dalam 100 g cabai merah segar adalah 31 kal energi, 1 g protein, 0.3 g lemak, 7.3 g karbohidrat, 29 mg kalsium, 24 mg fosfor, 0.5 mg zat besi , 0.3 g serat, 71 RE vitamin A, 0.05 mg vitamin B1, 0.03 mg vitamin B2, 18 mg vitamin C, 0.2 niacin, dan 90.9 g air (Wirakusumah dalam Prajnanta, 2007).

Budidaya cabai merah ditingkat petani cukup dominan dari segi luas areal dibandingkan jenis sayuran lain. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2009) luas panen cabai besar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 103 837 ha dengan produktivitas 6.44 ton/ha. Konsumsi cabai nasional cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2006 konsumsi cabai merah dapat mencapai 1.38 kg/kapita/th, sedangkan tahun 2007 meningkat menjadi1.47 kg/kapita/th. Akan tetapi, peningkatan konsumsi tidak diikuti oleh peningkatan produksi. Tahun 2006 produksi cabai nasional mencapai 736 019 ton dan terjadi penurunan produksi tahun 2007 menjadi 676 828 ton. Tahun 2008 terjadi peningkatan, tetapi tidak sebesar penurunannya, yaitu mencapai 695 707 ton.

Pengembangan tanaman cabai di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, yaitu berkaitan dengan kualitas benih, teknik budidaya, serangan hama dan penyakit, serta penggunaan varietas cabai yang memiliki daya hasil tinggi masih sulit diperoleh karena harga benihnya yang mahal. Menurut Kirana (2006) petani lebih banyak menggunakan varietas cabai bersari bebas yang hasilnya lebih rendah dibandingkan hibrida. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan pemuliaan untuk meningkatkan daya hasil pada cabai merah bersari bebas. Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) daya hasil merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen. Hal ini menyebabkan upaya perbaikan daya hasil dan sifat-sifat kuantitatif lain membutuhkan waktu yang lama dari beberapa generasi.

(14)

Seleksi pada genotipe-genotipe yang menguntungkan merupakan langkah awal dalam kegiatan pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul yang dikehendaki masyarakat. Salah satu metode seleksi yang dapat diterapkan pada tanaman cabai adalah melalui seleksi silsilah (pedigree). Menurut Nasir (2001) seleksi silsilah untuk karakter kuantitatif biasanya dilaksanakan secara tidak langsung, sehingga seleksi dilakukan melalui karakter lain yang berkorelasi positif, berkaitan erat dengan hasil, dan memiliki nilai heritabilitas tinggi.

Genotipe cabai IPB C120 dan IPB C5 merupakan salah satu koleksi Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB. Genotipe IPB C120 merupakan varietas komersil cabai keriting dengan namaKopay yang berasal dari Kota Payakumbuh, Sumatra Barat. Diameter buahnya berkisar antara 1 – 1.2 cm dan panjang 28 – 33 cm. Bobot per buah dapat mencapai 8 – 10 g dengan bobot buah per tanaman sekitar 1 – 1.5 kg (Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, 2009). Genotipe IPB C5 merupakan cabai besar dengan nama genotipe Perbani IPB yang berasal dari Jawa Timur. Diameter buahnya 2.38 cm, panjang buah 10.67 cm, bobot per buah 17.89 g, dan bobot buah per tanaman 0.70 kg (Syukur dan Yunianti, 2010).

Persilangan IPB C120 dengan IPB C5 diharapkan akan mampu mendukung perakitan varietas cabai yang berdaya hasil tinggi. Karakter-karakter yang berkorelasi langsung secara positif terhadap karakter daya hasil dapat dijadikan sebagai karakter seleksi pada tanaman yang dikehendaki.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heritabilitas dan kemajuan seleksi, mendapatkan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi, dan memperoleh genotipe yang berpotensi memiliki daya hasil tinggi dari populasi F2 cabai hasil persilangan IPB C120 dengan IPB C5.

(15)

Hipotesis

1. Terdapat satu atau beberapa karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi. 2. Terdapat satu atau beberapa karakter yang memiliki nilai kemajuan seleksi

tinggi.

3. Terdapat satu atau beberapa karakter yang memiliki korelasi nyata terhadap daya hasil.

4. Terdapat satu atau beberapa karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Cabai

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya

C. baccatum, C. pubescent, C. annuum, C. chinense, dan C. frutescens. Spesies C. annuum dan C. Frutescens memiliki potensi ekonomi yang lebih tinggi

dibandingkan spesies lainnya. Kedua spesies ini dibudidayakan secara luas di seluruh dunia, sedangkan spesies lain hanya terbatas di Amerika Selatan saja (Purseglove et al., 1981).

Capsicum telah dikenal pada masa penjelajahan Colombus di dunia baru

tahun 1492. Capsicum tumbuh dan digunakan secara luas di Caribbean, Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Mexico. Awalnya Colombus mengganggap

Capsicum sebagai pepper (lada) yang memiliki rasa pedas. Selanjutnya ia

menyebarkan tanaman ini ke Spanyol melalui jalur laut. C. annuum memiliki beragam nama dibeberapa wilayah, seperti chilli di Mexico dan Amerika Tengah serta axidi Amerika Selatan dan Caribbean (Purseglove et al., 1981).

Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) cabai termasuk tanaman dikotil berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe percabangan tegak atau menyebar dengan karakter yang berbeda-beda tergantung spesiesnya. Struktur perakarannya diawali dari akar tunggang yang sangat kuat, bercabang-cabang ke samping dengan akar-akar rambut. Pola pertumbuhan vegetatif berupa cabang-cabang dikotomi dari batang utama dan tunas-tunas lateralnya.

Cabai merah memiliki daun-daun tunggal yang berpetiol, helai daun berbentuk ovate atau kadang-kadang lonjong, tepi daun rata yang tumbuh pada tunas-tunas samping secara berurutan. Daun-daun tunggal tersebut tersusun secara spiral pada batang utama. Daun berambut lebat atau jarang tergantung pada spesiesnya. Beberapa varietas dari spesies C. chinense memiliki daun dengan aroma yang spesifik. Bunga dan buah umumnya bersifat tunggal pada setiap buku. Spesies C. chinense memiliki dua sampai lima bunga per buku (Kusandriani dan Permadi, 1996).

(17)

Warna bunga C. annuum umumnya putih, dengan lima sampai tujuh helai mahkota bunga (corolla) dan lima sampai tujuh tangkai sari dengan kepala sari (antera) berwarna biru. Buah pada C. annuum cukup beragam dari segi ukuran, bentuk, warna, dan tingkat kepedasannya. Umumnya buah berbentuk panjang, bulat atau kerucut, panjang buah antara 0.8 - 30 cm dengan lebar mencapai 8 mm. Buah yang belum masak berwarna hijau, kekuning-kuningan, atau keungu-unguan. Sedangkan jika telah masak buah berwarna merah, jingga, kuning, coklat, atau keungu-unguan. Buah mengandung banyak biji, daging buah renyah dan rongga buah terbagi menjadi dua. Biji berukuran pipih berwarna kuning dengan diameter terbesar mencapai 3 - 5 mm. Beberapa buah seperti paprika tidak memiliki rasa pedas sehingga disebut sweet pepper, sedangkan varietas lain memiliki tingkat kepedasan yang berbeda (Purseglove et al., 1981).

Syarat Tumbuh Cabai

Cabai merah memiliki daya adaptasi yang luas. Menurut Siswanto dalam Duriat (1996) tanaman cabai merah dapat ditanam pada berbagai jenis tanah dan sembarang musim. Tanaman cabai juga mampu berproduksi pada berbagai ketinggian. Tipe tanah yang ideal untuk pertanaman cabai adalah lempung berpasir, karena mampu mempertahankan kelembapan serta mengandung bahan organik. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan cabai adalah 6.5 – 7.0.

Tanaman cabai umumnya tahan kekeringan, namun jika kelembaban tanah kurang selama pembungaan dapat terjadi kerontokan bunga dan buah muda. Menurut Sumarni (1996) cabai merah tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah sekitar 600 – 1 250 mm/tahun. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan cabai berada pada selang 18– 27 0C,

sedangkan untuk pembungaan dan pembuahan berada pada kisaran suhu 21 – 27 0C dan 15.5– 21 0C. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) pada suhu

dibawah 16 0C dan diatas 32 0C bunga pada cabai tidak akan terbuahi karena produksi tepung sari yang tidak baik.

(18)

Pemuliaan Cabai

Menurut Nasir (2001) pemuliaan tanaman merupakan suatu kegiatan untuk menghasilkan varietas, klon, atau galur baru dengan karakter tertentu yang lebih baik dari yang telah ada. Syukur et al. (2009) menerangkan bahwa pemuliaan tanaman merupakan suatu perpaduan antara seni dan ilmu dalam rangka mengubah dan memperbaiki pola genetik dari satu atau beberapa karakter penting suatu tanaman menjadi bentuk yang lebih bermanfaat bagi manusia. Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) tujuan dari pemuliaan pada umumnya adalah untuk memperbaiki daya dan kualitas hasil, perbaikan daya resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu, perbaikan sifat hortikultura, maupun perbaikan terhadap kemampuan untuk mengatasi cekaman lingkungan tertentu.

Menurut Allard (1992) proses pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul dari populasi yang tersedia dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan yang meliputi: 1) evaluasi plasma nutfah untuk mendapatkan sumber gen yang diinginkan, 2) pembentukan populasi dasar bersegregasi melalui persilangan dan

somaklon, 3) seleksi populasi bersegregasi dengan metode yang sesuai, 4) evaluasi daya hasil, 5) uji adaptasi/multilokasi, dan 6) pelepasan varietas

unggul baru.

Karakter Kualitatif dan Kuantitatif

Karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe tanaman yang dapat diamati dan dibedakan dengan jelas secara visual, karena umumnya bersifat diskret. Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Bila karakter tersebut dikendalikan oleh satu gen maka disebut dengan karakter monogenik, sedangkan bila dikendalikan oleh beberapa gen maka disebut karakter oligogenik. Masing-masing gen dapat memberikan peranan yang cukup besar dalam mengekspresikan fenotipenya sehingga disebut sebagai gen mayor (Nasir, 2001). Karakter kualitatif dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya gejala dan sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan. Pengambilan data pada karakter kualitatif dilakukan melalui teknik observasi (pengamatan)yang dilanjutkan dengan pengujian khi-kuadrat (x2) dan dibandingkan dengan sebaran Mendel (Syukur et al., 2009).

(19)

Tanaman pada generasi F2 akan mengalami segregasi sesuai dengan hukum Mendel. Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola segregasi berbeda. Tipe aksi gen dapat dibagi menjadi dua, yaitu interaksi antar alel pada lokus yang sama, disebut intraalelik (alelik) dan interaksi antar alel pada lokus yang berbeda, disebut interalelik (non-alelik). Karakter yang dikendalikan oleh satu lokus (dua alel per lokus) maka interaksi alelik dominan akan menghasilkan perbandingan segregasi fenotipe 3 : 1 pada keturunan F2, sedangkan jika tidak terdapat dominansi maka akan menghasilkan nisbah 1 : 2 : 1. Karakter yang dikendalikan oleh dua lokus akan menghasilkan nisbah 9 : 3 : 3 : 1 jika terjadi interaksi interalelik dominan (Crowder, 2006).

Menurut Suryo (2005) nisbah segregasi yang dikendalikan oleh dua pasang gen dapat terdiri atas interaksi interlokus dominan, epistatis dominan, epistatis resesif, epistatis dominan resesif, gen resesif rangkap (epistatis resesif duplikat), gen dominan rangkap (epistatis dominan duplikat), gen-gen rangkap dengan pengaruh kumulatif (interaksi duplikat) dan interaksi kompleks. Epistatis merupakan interaksi gen dimana sepasang gen dapat menutupi (mengalahkan) ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Gen yang ditutupi disebut dengan gen hipostatis, sedangkan yang menutupi disebut dengan gen epistatis. Tabel 1 menunjukkan bentuk nisbah segregasi yang terjadi pada interaksi dua lokus (dikendalikan oleh dua pasang gen).

Tabel 1. Bentuk Nisbah Segregasi pada Berbagai Macam Interaksi Gen

Genotipe A-B- A-bb aaB- aabb

Interaksi interlokus dominan 9 3 3 1

Epistatis dominan ---12 --- 3 1

Epistatis resesif 9 3 --- 4 ---

Epistatis dominan dan resesif --- 13 --- --- 3 ---

Gen resesif rangkap 9 --- 7 ---

Gen dominan rangkap --- 15 --- 1

Interaksi duplikat 9 --- 6 --- 1

Interaksi kompleks 10 3 --- 3 --- Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan yang berkaitan dengan sifat morfologi dan fisiologi (Poespodarsono, 1988). Karakter kuantitatif diatur oleh beberapa gen yang disebut dengan gen ganda (poligen). Masing-masing gen memberikan

(20)

pengaruh yang kecil, sedangkan pengaruh lingkungannya sangat besar (Crowder, 2006). Karakter kuantitatif dapat diukur dengan menggunakan satuan ukuran tertentu sehingga disebut sebagai karakter metrik. Karakter kuantitatif tidak dapat dibedakan secara tegas karena sebarannya bersifat kontinyu. Karakter ini dikendalikan oleh banyak gen sehingga disebut juga karakter poligenik. Setiap unit gen memberikan pengaruh yang kecil dalam mengekspresikan fenotipenya sehingga disebut sebagai gen minor (Nasir, 2001). Menurut Syukur et al. (2009) seleksi pada karakter kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan data statistika. Pengujian data dilakukan dengan perhitungan nilai tengah, ragam, dan simpangan bakunya.

Heritabilitas

Brewbaker (1983) menyatakan bahwa kegiatan seleksi efektif dilakukan jika memenuhi dua persyaratan, yaitu adanya keragaman fenotipe yang cukup besar dalam populasi asal dan nilai heritabilitas yang cukup tinggi. Heritabilitas digunakan untuk menentukan apakah ragam pada karakter yang diamati disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor lingkungan. Menurut Poespodarsono (1988) heritabilitas dapat diartikan sebagai proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh sifat yang diturunkan. Nasir (2001) menyatakan bahwa heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter tertentu.

Terdapat dua bentuk heritabilitas yang lazim dikenal dalam pemuliaan tanaman, yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability). Heritabilitas dalam arti luas memperhatikan keragaman genetik total dalam kaitannya dengan keragaman fenotipe, sedangkan heritabilitas arti sempit merupakan keragaman yang diakibatkan oleh peran gen aditif yang merupakan bagian dari keragaman genetik total (Nasir, 2001).

Nilai heritabilitas dapat dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau persentase yang berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 menunjukkan bahwa keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 menunjukkan keragaman fenotipe hanya disebabkan

(21)

oleh genotipe (Poespodarsono, 1988). Nilai heritabilitas dapat dikatakan rendah apabila kurang dari20 %, sedang pada 20 – 50 %, dan tinggi jika lebih dari 50 %.

Seleksi

Seleksi merupakan salah satu langkah awal pemuliaan dalam merakit suatu varietas. Seleksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan individu atau kelompok tanaman dari populasi campuran (Poehlman, 1983). Kegiatan seleksi harus berdasarkan pada prinsip pemuliaan, yaitu lebih efektif dilakukan pada keturunan yang berbeda dan keragaman tidak diciptakan oleh kegiatan seleksi. Sebaliknya seleksi menggunakan keragaman yang telah ada (Allard, 1992). Menurut Hallaeur (1981) tujuan utama dari kegiatan seleksi adalah untuk mengidentifikasi genotipe yang diinginkan. Penggunaan metode seleksi sangat tergantung pada beberapa hal, yaitu arah kegiatan pemuliaan yang dilakukan, pola pewarisan sifat atas sifat yang akan diperbaiki, individu dalam populasi, sejarah seleksi, serta tujuan spesifik dari program pemuliaan yang dikehendaki.

Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) seleksi pada cabai umumnya dilakukan dengan metode seleksi massa, galur murni, silang balik (back cross), dan seleksi silsilah (pedigree). Menurut Nasir (2001) seleksi massa dilakukan pada populasi tanaman yang dikehendaki berdasarkan fenotipenya saja. Tujuan seleksi massa adalah untuk memperbaiki penampilan populasi melalui pemilihan dan pencampuran genotipe-genotipe unggul pada populasi tanaman. Seleksi galur murni (pureline) terbatas hanya mengisolasi genotipe terbaik yang terdapat dalam populasi campuran. Seleksi silang balik (back cross) umumnya dilakukan dalam perbaikan sifat yang dikendalikan oleh gen tunggal, yaitu sifat yang tampak secara visual dan mudah dideteksi secara sederhana (karakter kualitatif). Tujuan utama seleksi back cross adalah untuk mendapatkan genotipe seperti tetua penerimanya.

Seleksi silsilah (pedigree) merupakan metode seleksi yang membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak. Kegiatan seleksi dilakukan pada generasi awal (F2). Setiap individu tanaman diamati dan dilakukan pencatatan dengan baik menyangkut hubungan tetua dengan keturunannya untuk mendapatkan informasi genetik yang dikehendaki oleh pemulia. Menurut Syukur et al. (2009) tujuan dari metode seleksi silsilah adalah untuk mendapatkan varietas baru dengan

(22)

mengkombinasikan gen-gen yang diinginkan. Generasi hasil seleksi silsilah diharapkan memiliki karakter yang lebih unggul dibandingkan rata-rata kedua tetuanya.

Terdapat beberapa prinsip umum dalam melakukan kegiatan seleksi

pedigree, yaitu seleksi dilakukan pada generasi awal (F2) dengan tingkat

segregasi yang tinggi (keragaman terbesar), seleksi awal dilakukan terhadap individu berdasarkan fenotipe yang kemudian ditanam dalam barisan, seleksi dilakukan berulang terhadap individu terbaik hingga mencapai tingkat homozigositas yang dikehendaki, dan silsilah dari setiap galur tercatat/diketahui (Syukur et al. 2009).

Menurut Syukur et al. (2009) seleksi dapat dilakukan melalui satu karakter maupun beberapa karakter. Seleksi melalui satu karakter umumnya lebih mudah, akan tetapi seleksi tersebut dapat mempengaruhi karakter lain. Hal ini terjadi apabila karakter-karakter itu dikendalikan oleh gen yang sama atau gen-gen dalam keadaan terpaut. Seleksi melalui beberapa karakter dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu seleksi berurutan, seleksi simultan, dan seleksi indeks. Seleksi berurutan dilakukan terhadap satu karakter terhadap generasi awal, kemudian karakter lain pada generasi selanjutnya secara berurutan. Metode seleksi ini membutuhkan waktu yang lama. Seleksi simultan dilakukan terhadap beberapa karakter secara sekaligus. Beberapa karakter yang diseleksi diharapkan memiliki tingkat minimal yang ditentukan. Hanya kelompok individu yang memiliki nilai di atas tingkat minimal tersebut yang dipilih. Seleksi simultan berkaitan dengan korelasi antar karakter dan intensitas seleksi.

Seleksi indeks dianggap lebih efisien dibandingkan dengan seleksi berurutan dan simultan. Seleksi indeks dilakukan melalui beberapa karakter yang dianggap penting berdasarkan nilai ekonomi, korelasi genotipe dan fenotipe antar karakter, serta nilai heritabilitasnya (Poespodarsono, 1988). Karakter-karakter yang dipilih diberi indeks pembobot yang besarnya tergantung pada sifat yang lebih dipentingkan. Hanya individu atau populasi yang berindeks tertinggi yang dipilih untuk diteruskan pada generasi-generasi seleksi selanjutnya. Batas-batas

minimum untuk tiap karakter adalah bebas dari satu ke yang lainnya (Syukur et al., 2009).

(23)

Kemajuan Seleksi

Syukur et al. (2009) mengemukakan bahwa kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai tengah turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi. Nilai kemajuan seleksi dipengaruhi oleh heritabilitas, simpangan baku fenotipe populasi yang diseleksi, dan intensitas seleksi. Menurut Baihaki (2000) intensitas seleksi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya bagian yang diseleksi dari suatu populasi sebaran normal standar. Semakin besar nilai intensitas seleksi yang digunakan maka nilai kemajuan genetik akibat seleksi akan semakin besar pula, akan tetapi persentase populasi yang diseleksi akan semakin kecil.

Brewbaker (1983) mengemukakan bahwa kemajuan genetik dalam seleksi umumnya bergantung pada ketepatan yang dimiliki oleh pemulia untuk membedakan dan menentukan genotipe yang diinginkan. Menurut Baihaki (2000) konsep kemajuan genetik akibat seleksi didasarkan kepada perubahan dalam rata-rata penampilan yang dicapai suatu populasi dalam setiap siklus seleksi. Satu siklus seleksi meliputi pembentukan sebuah populasi bersegregasi, pembentukan genotipe untuk dievaluasi, evaluasi genotipe, seleksi genotipe-genotipe superior, pemanfaatan atau penggunaan genotipe-genotipe-genotipe-genotipe terseleksi, varietas baru atau sebagai tetua. Penyelesaian satu siklus seleksi akan bervariasi dari satu strategi metode-metode seleksi. Kemajuan genetik akibat seleksi dapat dinyatakan dalam satuan per tahun.

Kemajuan seleksi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas seleksi, mempercepat waktu seleksi, meningkatkan keragaman genetik, memahami interaksi genotipe dengan lingkungan, serta memperbanyak ulangan dan lingkungan seleksi (Falconer, 1981). Menurut Trikoesoemaningtyas et al.

dalam Limbongan (2008) kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan

menentukan kriteria seleksi yang memberikan kemajuan seleksi terbaik. Umumnya kriteria yang digunakan dalam seleksi didasarkan pada hasil ekonomis tanaman, namun kriteria ini dipandang memiliki heritabilitas yang relatif rendah. Hal ini karena karakter daya hasil merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga menurunkan kemajuan genetik yang diperoleh.

(24)

Korelasi dan Analisis Lintas

Walpole (1992) menerangkan bahwa korelasi adalah ukuran hubungan linear antara dua peubah acak x dan y yang diduga dengan nilai koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar antara -1 dan +1. Bila r mendekati +1 atau -1, hubungan antara kedua peubah tersebut kuat dan dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Bila r mendekati 0, hubungan linear antara x dan y sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali.

Menurut Falconer (1981) terdapat dua jenis korelasi tunggal, yaitu korelasi fenotipe dan genotipe. Korelasi fenotipe merupakan nilai derajat keeratan hubungan antara dua sifat yang langsung diukur, sedangkan nilai korelasi genotipe adalah nilai derajat keeratan hubungan antara total rata-rata pengaruh dari gen yang dikandungnya. Menurut Ganefiani et al. (2006) dalam analisis korelasi tunggal diasumsikan bahwa selain dari kedua sifat yang dipasangkan maka sifat lain dianggap konstan. Asumsi ini jelas kurang berlaku bagi makhluk hidup, karena terjadi berbagai proses yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Penggunaan analisis lintasan dapat menjawab persoalan tersebut, masing-masing sifat yang dikorelasikan dengan hasil dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung.

Pemilihan karakter langsung dan tidak langsung dalam analisis lintas dapat dipertimbangkan dalam penentuan kriteria seleksi. Menurut Limbongan (2008) seleksi terhadap suatu karakter dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Seleksi tidak langsung terhadap suatu karakter perlu dilakukan karena seleksi terhadap karakter tersebut lebih mudah dan dapat dilakukan lebih awal. Persyaratan untuk dapat melakukan seleksi tidak langsung adalah jika karakter tersebut memiliki korelasi yang kuat dengan karakter produksi.

(25)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Juni 2010. Penanaman di lapang dilakukan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Darmaga. Lokasi penanaman berada pada ketinggian 250 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan jenis tanah latosol. Pengamatan pascapanen dilakukan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa benih tetua genotipe IPB C120, IPB C5, dan benih F2 hasil persilangan genotipe IPB C120 dengan IPB C5. Pupuk yang digunakan meliputi Urea 150 kg/ha, SP-18 300 kg/ha, KCI 200 kg/ha, pupuk kandang 15 ton/ha, dan kapur pertanian 3 ton/ha. Selain itu digunakan pula pupuk NPK mutiara, pupuk daun, dan pestisida. Peralatan yang digunakan meliputi alat tanam, tray, mulsa plastik hitam perak, plastik, label, jangka sorong, meteran, timbangan digital, alat tulis, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Populasi yang ditanam terdiri atas P1 (IPB C120) sebanyak 20 tanaman, P2 (IPB C5) sebanyak 20 tanaman, dan F2 (IPB C120 x IPB C5) sebanyak 280 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap semua tanaman dalam populasi tersebut. Luas lahan yang digunakan adalah 100 m2 dengan 16 bedeng. Masing-masing bedeng berukuran 1 m x 5 m dengan jarak antar bedeng 0.5 m dan jarak tanam 0.5 m x 0.5 m.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan awal meliputi persiapan benih, penyemaian, dan persiapan lahan. Benih yang digunakan merupakan benih yang sehat dan diambil dari buah yang matang penuh. Media persemaian berupa kompos yang telah disterilisasi dalam oven dengan suhu 150 0C selama tiga jam. Media diisi ke dalam tray hingga 2/3

(26)

bagian. Selanjutnya benih ditanam dalam tray sebanyak satu benih/lubang dan ditutup kembali dengan media hingga penuh. Selama dipersemaian dilakukan penyiraman setiap hari agar memudahkan benih berkecambah dan tumbuh dengan baik. Dua minggu setelah persemaian dilakukan pemupukan dengan NPK mutiara dan Gandasil D masing-masing dosis 5 g/l dan 1 g/l setiap minggu hingga pindah lapang. Pengendalian hama dan penyakit di persemaian dilakukan dengan penyemprotan pestisida Antracol dan Curacon dengan dosis 0.5 g/l dan 1 ml/l. Bibit dipersemaian dipindahkan ke lapang pada tujuh minggu setelah semai.

Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan lahan dan pembuatan bedeng dengan tinggi 0.2 m, lebar 1 m, dan panjang 5 m tiap bedeng, serta jarak antar bedeng 0.5 m. Bedeng yang telah diolah ditambahkan pupuk kandang dan kapur pertanian dua minggu sebelum penanaman dilakukan. Bedengan ditutup dengan mulsa hitam perak empat hari sebelum penanaman. Penanaman dilakukan satu tanaman/lubang dengan jarak 0.5 m x 0.5 m. Setiap tanaman diikat tali rafia pada ajir agar kokoh dan menghindari kerobohan.

Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman, pemupukan, penyemprotan pestisida, dan pewiwilan. Penyiraman dilakukan setiap hari jika tidak terjadi hujan. Pemupukan awal dilakukan pada saat pindah tanam dan setiap minggu menggunakan pupuk NPK mutiara dan Gandasil D dengan dosis masing-masing 10 g/l dan 2 g/l air. Pupuk dicampur, dilarutkan, dan disiramkan sebanyak 250 ml/tanaman. Pemupukan NPK dan Gandasil D bertujuan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman dan diberikan sampai tanaman mulai muncul buah. Penyemprotan pestisida dilakukan setiap minggu untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman. Pestisida yang digunakan meliputi Curacon 2 ml/l, Kelthane 1 ml/l, Antracol 2 g/l, dan Dithane 6 g/l.

Pewiwilan dilakukan dengan membuang tunas yang tumbuh pada batang utama di bawah dikotomus. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan vegetatif tanaman dan menghindari munculnya serangan penyakit secara serentak. Menurut Widodo (2002) pewiwilan harus sudah selesai saat panen pertama. Keuntungan dari pewiwilan adalah untuk menjaga kelembaban, memperbaiki warna dan kualitas buah, serta meningkatkan produksi.

(27)

Pemanenan dilakukan dengan cara memetik seluruh buah yang sudah masak (75 % permukaan buah telah berwarna merah). Pemanenan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke delapan. Panen pada pagi hari lebih baik untuk mendapatkan bobot buah yang optimal dan menjaga kesegaran buah.

Pengamatan

Pengamatan terdiri atas karakter kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan berdasarkan deskriptor cabai (IPGRI, 1995).

Karakter kualitatif terdiri atas:

1. Habitus tanaman (plant growth habit): diamati saat tanaman mulai berbuah.

2. Bentuk daun (leaf shape): diamati saat buah pertama mulai masak.

3. Bentuk batang (stem shape): cylindrical, angled, dan flattened. Diamati saat tanaman dewasa.

4. Warna batang (stem color): hijau, hijau garis ungu, dan ungu. Diamati saat tanaman dewasa.

Gambar 1. Bentuk Habitus Tanaman:3) prostrate, 5) intermediate

(compact),7) erect

(28)

5. Warna buku (nodal anthocyanin): hijau, ungu terang, ungu, dan ungu gelap. Diamati saat tanaman dewasa.

6. Warna mahkota bunga (corolla colour): putih, kuning terang, kuning, kuning hijau, ungu dengan dasar putih, putih dengan dasar ungu, dan ungu. Diamati saat bunga mekar.

7. Posisi bunga (flower position): diamati saat antesis.

Gambar 3. Posisi Bunga: 3) pendant, 5) intermediate, 7) erect

8. Warna anter (anther colour): putih, kuning, biru pucat, biru, dan ungu. Diamati saat mekar sebelum antesis.

9. Warna filament (filament colour): putih, kuning, hijau, biru, ungu terang, dan ungu. Diamati saat antesis.

10. Bentuk pelekatan kelopak pada pangkal buah (fruit shape at pedicel

attachment): diamati saat buah masak pada panen kedua.

11. Bentuk tepi kelopak buah (calyx margin): diamati saat buah masak pada panen kedua.

12. Bentuk buah (fruit shape ): diamati saat buah masak pada panen kedua. Gambar 4. Bentuk Pelekatan Kelopak pada Pangkal Buah: 1) acute,

2) obtuse, 3) truncate, 4) cordate, 5) lobate

Gambar 5. Bentuk Tepi Kelopak Buah: 3) entire, 5), intermediate, 7) dentate

(29)

13. Bentuk ujung buah (fruit shape at blossom end): diamati saat buah masak pada panen kedua.

14. Warna buah muda: putih, kuning, hijau, orange, ungu, dan ungu tua. 15. Warna buah masak: putih, kuning, orange, merah, ungu, coklat, dan hitam. 16. Permukaan kulit (fruit surface): lurus, keriting, semi-keriting. Diamati saat

buah masak pada panen kedua. Pengamatan kuantitatif meliputi:

1. Tinggi tanaman (plant height): diukur dari permukaan tanah hingga ujung titik tumbuh tertinggi setelah panen kedua (cm).

2. Tinggi dikotomus (stem length): diukur dari permukaan tanah hingga percabangan pertama setelah panen kedua (cm).

3. Diameter batang (stem diameter): diukur pada pertengahan jarak antara permukaan tanah hingga percabangan pertama setelah panen kedua (cm). 4. Lebar kanopi (plant canopy width): diukur setelah panen pertama pada bagian

yang terlebar.

Gambar 6. Bentuk Buah: 1) elongate, 2) almost round, 3) triangular,

4) campanulate, 5) blocky.

Gambar 7. Bentuk Ujung Buah: 1) pointed, 2) blunt, 3) sunken,4) sunken dan pointed

(30)

5. Umur berbunga (hari setelah tanam/HST): diamati saat bunga pertama muncul.

6. Umur panen (HST): diamati saat panen pertama.

7. Panjang buah (fruit length): diukur dari ujung hingga pangkal buah (cm). 8. Lebar buah (fruit width): terdiri atas diameter bagian pangkal, tengah, dan

ujung buah (cm).

9. Panjang petiol buah (fruit petiol length): diukur dari ujung petiol hingga pangkal yang merupakan perlekatan dengan pangkal buah (cm).

10. Bobot per buah (g).

11. Bobot buah per tanaman (g). 12. Jumlah buah per tanaman.

Analisis Data

Analisis data kualitatif pada populasi F2 dilakukan dengan menggunakan uji khi-kuadrat berdasarkan hukum Mendel dan penyimpangannya. Analisis data kuantitatif dilakukan menggunakan software Microsoft Excel dan SAS System9.1. 1. Uji khi-kuadrat (Crowder, 2006)

Keterangan:

X2 = nilai khi-kuadrat hitung Oi = nilai pengamatan fenotipe ke-i Ei = nilai harapan fenotipe ke-i 2. Heritabilitas(Nasir, 2001)

Keterangan :

h2bs = heritabilitas arti luas 2

P = ragam fenotipe populasi P1 2

P2 = ragam fenotipe populasi P2 2

(31)

3. Kemajuan seleksi (Falconer, 1981)

Keterangan:

KS = kemajuan seleksi

S = selisih nilai tengah tanaman tepilih terhadap nilai tengah populasi F2 h2 = heritabilitas arti luas

4. Persentase Kemajuan Genetik Harapan(Nasir, 2001)

Keterangan:

KGH = persentase kemajuan genetik harapan KS = kemajuan seleksi

 = nilai tengah populasi F2 5. Korelasi (Walpole, 1992)

Keterangan:

r = koefisien korelasi n = jumlah pengamatan

x dan y masing-masing berupa peubah bebas 6. Sidik lintas (Singh dan Chaudhary, 1979)

Vektor A merupakan korelasi antara karakter xi dengan (y)(riy). Unsur Matrik B terdiri dari korelasi peubah xi (rij).

Vektor C adalah unsur-unsur pengaruh langsung peubah xi terhadap y(Pij). Koefisien Residu (Cs) :

(32)

7. Indeks seleksi (Falconer, 1981) I = b1P1 + b2P2 + ………. + bnPn Keterangan:

I = indeks seleksi

bn = bobot dari karakter ke-n

Pn = nilai fenotipe tiap genotipe yang telah distandarisasi untuk karakter ke n 8. Standarisasi (Walpole, 1992) Keterangan: z = satuan baku x = nilai pengamatan µ = nilai tengah σ = simpangan baku

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Persentase daya berkecambah menunjukkan hasil yang baik, yaitu berada diatas 80 %. Penyakit yang menyerang bibit di persemaian adalah rebah kecambah (Pythium sp.) dan cendawan tanah.

Penanaman di lapang dilakukan saat terjadi hujan. Hal ini menyebabkan kondisi lapangan memiliki kelembapan yang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kec. Darmaga, Kab. Bogor (2010) selama penelitian berlangsung, curah hujan berada pada selang interval 42.9 - 460.7 mm/bulan.Curahhujan tertinggi tejadi pada bulan Februari 2010 (460.7 mm/bulan), sedangkan curah hujan terendah terjadi pada saat bulan April 2010 (42.9 mm/bulan). Sebaliknya, suhu tertinggi terjadi pada bulan April (27.1oC) dan terendah pada bulan Januari (25.3oC).

Secara umum pertumbuhan tanaman di lapangan menunjukkan kondisi yang cukup baik, walaupun terjadi serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang meliputi belalang (Valanga nigricornis), bekicot(Achatinafulica), lalat buah (Bactrocera dorsalis), trips (Thrips parvispinus), kutu daun persik (Myzuspersicae), dan ulat grayak (Spodoptera litura). Gejala yang ditimbulkan oleh belalang dan ulat grayak berupa sobekan dan lubang-lubang pada daun akibat gigitan. Hama trips menyebabkan daun menjadi berkerut dan bercak klorosis, lapisan bawah daun berwarna keperak-perakan atau seperti tembaga. Kondisi umum tanaman di lapangan ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 8. Kondisi Tanaman di Lapangan pada 7 MST: kiri) tetua P1 (IPB C120); tengah) tetua P2 (IPB C5); kanan) F2 (IPB C120 x IPB C5)

(34)

Curah hujan yang cukup tinggi selama penelitian mengakibatkan serangan penyakit terhadap tanaman juga meningkat. Beberapa penyakit yang menyerang tanaman cabai adalah antraknosa (Colletotrichum sp.), layu fusarium (Fusarium

oxysporum), rebah kecambah (Phytium debaryanum), dan daun keriting kuning

(geminivirus). Gulma yang banyak tumbuh di lahan terdiri atas teki (Cyperus sp.), krokot (Portulaca oleracea), babadotan (Ageratum conyzoides), sawi liar (Capsella bursapastoris), dan Euphorbia hirta.

Karakter Kualitatif

Karakter kualitatif yang diperoleh pada populasi kedua tetua merupakan nilai tengah dari fenotipe yang muncul lebih dominan. Fenotipe kualitatif pada kedua tetua dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengamatan Karakter Kualitatif pada Kedua Tetua

Karakter P1(IPB C120) P2(IPB C5)

Habitus Tanaman Prostrate Erect

Bentuk Daun Ovate Ovate

Bentuk Batang Cylindrical Cylindrical

Warna Batang Hijau garis ungu Hijau garis ungu

Warna Buku Ungu Ungu

Posisi Bunga Intermediate Intermediate

Warna Anter Ungu Biru

Warna Filamen Kuning Kuning

Warna Mahkota Bunga Putih Putih

Tepi Kelopak Buah Intermediate Intermediate

Tipe Pangkal Buah Truncate Truncate

Bentuk Buah Elongate Elongate

Bentuk Ujung Buah Sunken Blunt

Warna Buah Muda Hijau Hijau

Warna Buah Masak Merah Merah

Permukaan Kulit Keriting Lurus

Karakter habitus tanaman pada kedua tetua di lapangan bersifat heterogen. Populasi P1 menunjukkan bentuk habitus tanaman antara prostrate dan

intermediate, sedangkan populasi P2 menunjukkan fenotipe erect dan intermediate. Karakter bentuk daun pada populasi P1 menunjukkan fenotipe yang

heterogen antara ovate dan lanceote, sedangkan populasi P2 menunjukkan fenotipe yang homogen (ovate).

(35)

Karakter warna batang pada populasi P1 dan P2 menunjukkan fenotipe yang heterogen antara hijau garis ungu, hijau, dan ungu. Karakter posisi bunga pada kedua tetua menunjukkan fenotipe yang heterogen antara intermediate dan

pendant, demikian pula dengan karakter tipe pangkal buah yang menunjukkan

fenotipe yang heterogen pada kedua tetua antara truncate dan obtuse. Karakter warna anter pada populasi P2 lebih beragam dibandingkan dengan populasi P1. Fenotipe warna anter yang muncul pada populasi P1 meliputi ungu, biru,dan biru pucat, sedangkan populasi P2 menunjukkan fenotipe anter yang berwarna biru, biru pucat, ungu, ungu kuning, dan hijau. Fenotipe posisi bunga dan warna anter ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10.

Karakter tepi kelopak buah pada populasi P1 menunjukkan fenotipe yang heterozigot antara intermediate dan dentate, sedangkan pada populasi P2 menunjukkan fenotipe yang homogen (intermediate). Karakter bentuk ujung buah pada populasi P1 menunjukkan fenotipe yang heterogen antara pointed dan

sunken, sedangkan populasi P2 menunjukkan fenotipe bentuk ujung buah yang pointed dan blunt. Karakter bentuk batang, warna buku, warna filament, warna

Gambar 9. Posisi Bunga Cabai: kiri) pendant; tengah) intermediate; kanan)

erect.

Gambar 10. Warna Anter pada Bunga Cabai: ungu kuning; biru; hijau; dan ungu pucat.

(36)

mahkota bunga, bentuk buah, warna buah muda, warna buah masak, dan permukaan kulit pada kedua tetua menunjukkan fenotipe yang homogen.

Kedua tetua diduga memiliki genotipe homozigot untuk karakter bentuk batang, warna buku, warna filamen, warna mahkota bunga, bentuk buah, warna buah muda, dan warna buah masak. Hal ini dapat dilihat dari populasi F2 yang menunjukkan fenotipe yang homogen pada karakter-karakter tersebut. Karakter posisi bunga, tepi kelopak buah, dan tipe pangkal buah pada salah satu atau kedua tetua diduga bersifat heterozigot. Hal ini dapat dilihat dari fenotipe populasi F2 yang beragam karena adanya segregasi. Persentase fenotipe populasi F2 ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Fenotipe Populasi F2

Karakter Fenotipe F2 (%)

Habitus Tanaman 63.18 intermediate : 18.64 prostrate : 18.18 erect Bentuk Daun 90.54 ovate : 9.46 lanceote

Bentuk Batang 100 cylindrical

Warna Batang 67.50 hijau bergaris ungu : 22.50 hijau : 10.00 ungu

Warna Buku 100 ungu

Posisi Bunga 76.81 intermediate : 23.19 pendant

Warna Anter 49.82 ungu : 25.09 biru : 15.87 biru pucat : 6.64 ungu pucat : 1.85 ungu kuning : 0.74 kuning Warna Filamen 100 kuning

Warna Mahkota Bunga 100 putih

Tepi Kelopak Buah 77.62 intermediate : 21.43 dentate : 0.95 entire Tipe Pangkal Buah 93.87 obtuse : 4.25 acute : 1.89 truncate

Bentuk Buah 100 elongate

Bentuk Ujung Buah 66.67 pointed : 19.25 blunt : 14.08 sunken Warna Buah Muda 100 hijau

Warna Buah Masak 100 merah

Permukaan Kulit 94.96 semi keriting : 3.78 lurus : 1.26 keriting

Karakter-karakter yang bersegregasi dapat dihitung berdasarkan nisbah segregasi. Berdasarkan hasil pengamatan tidak semua karakter yang diamati memiliki perbandingan yang sesuai dengan nisbah segregasi. Karakter yang sesuai dengan nisbah segregasi yaitu karakter habitus tanaman, bentuk daun, posisi bunga, dan bentuk ujung buah yang ditunjukkan pada Tabel 4. Karakter warna batang, warna anter, tepi kelopak buah, tipe pangkal buah, dan permukaan kulit buah tidak dapat dijelaskan berdasarkan nisbah segregasi.

(37)

Tabel 4. Hasil Khi Kuadrat Fenotipe Populasi F2

Karakter Nisbah segregasi X hitung X tabel 5%

Habitus Tanaman 10intermediate : 3prostrate :

3erect 1.14

tn

5.99

Bentuk Daun 15 ovate : 1 lanceote 2.50 tn 3.84

Posisi Bunga 13 intermediate : 3 pendant 0.26 tn 3.84 Bentuk Ujung Buah 10 pointed : 3 blunt : 3 sunken 1.81 tn 5.99

Nisbah segregasi pada tabel di atas menunjukkan bahwa karakter habitus tanaman, bentuk daun, posisi bunga, dan bentuk ujung buah memiliki jumlah perbandingan genotipe sebanyak 16 kombinasi. Banyaknya kombinasi dalam F2 dapat memperlihatkan berapa banyaknya sifat beda berdasarkan rumus (2n)2, dimana n adalah jumlah sifat beda yang dikendalikan oleh masing-masing pasangan gen. Hal ini berarti karakter habitus tanaman, bentuk daun, posisi bunga, dan bentuk ujung buah diduga dikendalikan oleh dua pasang gen.

Karakter habitus tanaman dan bentuk ujung buah memiliki nisbah segregasi yang sama, yaitu 10 intermediate : 3 prostrate : 3 erect pada habitus tanaman dan 10 pointed : 3 blunt : 3 sunken pada bentuk ujung buah. Karakter bentuk daun memiliki nisbah segregasi 15 ovate : 1 lanceote, sedangkan posisi bunga memiliki nisbah segregasi 13 intermediate : 3 pendant. Nisbah segregasi yang muncul sebagai penyimpangan hukum Mendel ini merupakan akibat dari interaksi gen yang disebut epistatis. Menurut Allard (1992) epistatis merupakan interaksi interalelik antara gen-gen pada tempat yang berbeda, dimana terdapat gen-gen yang dapat menutup atau mempengaruhi gen-gen lain. Nisbah segregasi 10 : 3 : 3 merupakan interaksi interalelik kompleks, sedangkan nisbah segregasi 15 : 1 dan 13 : 3 masing-masing merupakan interaksi gen dominan rangkap (epistatis dominan rangkap) dan epistatis dominan resesif.

Heritabilitas

Nilai heritabilitas menunjukkan persentase dan pengaruh genetik dari penampakan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua kepada keturunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa ragam genetik besar dan ragam lingkungan kecil. Semakin besar komponen lingkungan, heritabilitas akan semakin kecil (Crowder, 2006).

(38)

Nilai heritabilitas pada karakter-karakter kuantitatif yang diamati ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa karakter-karakter vegetatif umumnya memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, kecuali pada karakter lebar kanopi yang bernilai sedang (25.56 %). Karakter generatif berupa umur berbunga memiliki nilai heritabilitas yang tinggi (55.87 %), sedangkan umur panen bernilai sedang (49.31 %). Karakter komponen daya hasil berupa diameter buah memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, baik diameter pangkal (50.69 %), tengah (61.99 %), maupun ujung buah (51.01 %). Karakter panjang buah, panjang petiol, dan bobot buah memiliki nilai heritabilitas sedang, masing-masing sebesar 21.31, 35.12, dan 39.28 %.

Tabel 5.Nilai Heritabilitas Masing-masing Karakter

Karakter p g e h2bs Kriteria

Tinggi Tanaman (cm) 245.74 150.87 94.86 61.40 Tinggi

Tinggi Dikotomus (cm) 31.48 24.86 6.61 78.99 Tinggi

Diameter Batang (cm) 5.00 2.57 2.43 51.42 Tinggi

Lebar Kanopi (cm) 416.01 106.32 309.69 25.56 Sedang

Umur Berbunga (HST) 35.97 20.10 15.87 55.87 Tinggi

Umur Panen (HST) 157.19 77.51 79.68 49.31 Sedang

Diameter Pangkal Buah (mm) 5.57 2.82 2.74 50.69 Tinggi Diameter Tengah Buah (mm) 3.63 2.25 1.38 61.99 Tinggi Diameter Ujung Buah (mm) 0.09 0.04 0.04 51.01 Tinggi

Panjang Buah (cm) 6.98 1.49 5.49 21.31 Sedang

Panjang Petiol (cm) 0.69 0.24 0.44 35.12 Sedang

Jumlah Buah 4377.83 806.39 3571.44 18.42 Rendah

Bobot per Buah (g) 5.08 1.99 3.08 39.28 Sedang

Bobot Buah per Tanaman (g) 71921.72 12046.38 59875.34 16.75 Rendah

Ket: p = ragam fenotipe; g = ragam genotipe; e = ragam lingkungan; h2bs = heritabilitas arti luas (%).

Karakter komponen daya hasil lainnya berupa jumlah buah dan bobot buah per tanaman memiliki nilai heritabilitas yang tergolong rendah, yaitu 18.42 % dan 16.75 %. Komponen daya hasil merupakan karakter kuantitaitf. Menurut Crowder (2006) sifat kuantitatif diatur oleh beberapa gen yang disebut poligen (gen ganda), memberikan pengaruh yang kecil, dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa ragam lingkungan pada karakter jumlah buah dan bobot buah per tanaman jauh lebih besar dibandingkan dengan ragam genotipenya.

(39)

Kemajuan Seleksi

Menurut Brewbaker (1983) kemajuan genetik melalui seleksi umumnya lebih banyak menyangkut sifat-sifat metrik yang dikendalikan oleh banyak gen dan bergantung pada nilai heritabilitas dan variabilitas fenotipe dari sifat turunan yang diseleksi. Sejalan dengan meningkatnya keragaman fenotipe dan heritabilitas, maka kemajuan genetik melalui seleksi juga semakin meningkat. Nilai kemajuan seleksi pada masing-masing karakter dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Duga Kemajuan Seleksi Masing-masing Karakter

Karakter  (S)  (F2) KS KGH  (F3) Tinggi Tanaman (cm) 88.52 82.28 3.83 4.66 86.11 Tinggi Dikotomus (cm) 25.12 24.29 0.65 2.67 24.94 Diameter Batang (cm) 13.29 11.47 0.94 8.16 12.41 Lebar Kanopi (cm) 109.74 90.30 4.97 5.50 95.27 Umur Berbunga (HST) 26.33 27.84 -0.84 -3.03 27.00 Umur Panen (HST) 77.28 84.66 -3.64 -4.30 81.02

Diameter Pangkal Buah (cm) 13.93 12.04 0.96 7.95 13.00 Diameter Tengah Buah (cm) 10.75 9.35 0.87 9.26 10.22 Diameter Ujung Buah (cm) 1.36 1.29 0.04 2.91 1.33

Panjang Buah (cm) 16.84 14.22 0.56 3.92 14.78

Panjang Petiol (cm) 5.80 4.95 0.30 6.02 5.25

Jumlah Buah 216.61 119.26 17.93 15.04 137.19

Bobot per Buah (g) 10.35 7.45 1.14 15.28 8.59

Bobot Buah per Tanaman (g) 886.46 457.96 71.77 15.67 529.73

Ket: µ(S) = nilai tengah pada tanaman hasil seleksi; µ(F2) = nilai tengah pada populasi F2; KS = kemajuan seleksi; KGH = persentase kemajuan genetik harapan (%); µ(F3) = dugaan nilai tengah pada populasi F3.

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada populasi F3 diduga terjadi peningkatan untuk semua karakter akibat kegiatan seleksi. Nilai kemajuan seleksi dapat pula ditunjukkan dengan nilai persentase kemajuan genetik harapan (KGH). KGH merupakan persentase kemajuan genetik sebagai akibat dilakukannya kegiatan seleksi. Menurut Nasir (2001) kriteria persentase kemajuan genetik harapan digolongkan rendah = 0 % < KGH < 3.3 %, agak rendah = 3.3 % < KGH < 6.6 %, cukup tinggi = 6.6 % < KGH < 10 %, dan tinggi = KGH > 10 %.

Nilai KGH pada karakter bobot buah per tanaman memiliki besaran yang paling tinggi (15.67 %), padahal karakter ini memiliki nilai heritabilitas yang paling rendah (16.75 %). Hal ini terjadi karena nilai tengah dari bobot buah per

(40)

tanaman dari tanaman hasil seleksi jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai tengah populasi F2, sehingga nilai diferensial seleksinya lebih besar. Nilai tengah bobot buah per tanaman pada populasi F2 mencapai 457.96 g dan diduga meningkat menjadi 529.73 g pada populasi F3 sebagai akibat dilakukannya seleksi.

Karakter bobot per buah memiliki nilai KGH sebesar 15.24 %, sehingga pada populasi F3 bobot per buah diduga meningkat dari 7.45 g menjadi 8. 59 g. Demikian pula pada karakter jumlah buah yang memiliki nilai KGH sebesar 15.04 %. Kemajuan seleksi mengakibatkan jumlah buah pada populasi F3 diduga meningkat dari 119.26 menjadi 137.19. Nilai KGH pada umur berbunga dan umur panen bernilai negatif, yaitu -3.03 dan -4.30 %. Nilai negatif menunjukkan nilai yang berbanding terbalik. Hal ini menerangkan bahwa pada generasi selanjutnya tanaman yang dipilih akan berbunga dan panen lebih cepat dari populasi awal. Nilai tengah umur berbunga dan umur panen pada populasi F2 adalah 27.84 dan 84.66 HST serta diduga mengalami kemajuan yang mengakibatkan masa berbunga dan panen yang lebih cepat menjadi 27.00 dan 81.02 HST.

Nilai KGH pada karakter tinggi dikotomus dan diameter ujung buah tergolong rendah, masing-masing sebesar 2.67 dan 2.91 %. Karakter-karakter yang memiliki nilai KGH yang tergolong agak rendah meliputi tinggi tanaman (4.66 %), lebar kanopi (5.50 %), panjang buah (3.92 %), dan panjang petiol (6.02 %). Karakter-karakter lain memiliki nilai KGH yang cukup tinggi, yaitu diameter batang (8.16 %), diameter pangkal buah (7.95 %), dan diameter tengah buah (9.26 %).

Korelasi

Hasil analisis korelasi ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antar karakter-karakter vegetatif, kecuali tinggi dikotomus terhadap diameter batang. Karakter vegetatif tinggi tanaman dan tinggi dikotomus tidak menunjukkan korelasi yang nyata terhadap bobot buah per tanaman.

(41)

Keterangan: TT = tinggi tanaman; TD = tinggi dikotomus; DB = diameter batang; LK = lebar kanopi; UB = umur berbunga; UP = umur panen; DPB = diameter pangkal buah; DTB = diameter tengah buah; DUB = diameter ujung buah; PB = panjang buah;PP = panjang buah; JB = jumlah buah; BB = bobot per buah; BBT = bobot buah per tanaman; * = berbeda nyata pada taraf 5 %; ** = berbeda nyata pada taraf 1%

. Karakter TD DB LK UB UP DPB DTB DUB PB PP JB BB BBT TT 0.18* 0.61** 0.60** 0.10 0.09 -0.11 -0.07 -0.08 -0.01 0.09 0.12 -0.07 0.12 TD 0.04 0.15* -0.05 -0.09 -0.01 0.01 -0.02 0.17* 0.15* 0.09 0.04 0.07 DB 0.60** -0.15* -0.13 0.09 0.06 0.09 0.16* 0.24** 0.38** 0.19** 0.44** LK -0.04 -0.10 0.06 0.06 0.02 0.28** 0.26** 0.43** 0.21** 0.45** UB 0.40** -0.15* -0.13 -0.17* -0.18* -0.13 -0.17 -0.17* -0.23** UP -0.46** -0.26** -0.42** -0.42** -0.54** -0.34** -0.49** -0.42** DPB 0.69** 0.43** 0.34** 0.42** 0.24** 0.82** 0.45** DTB 0.22** 0.14 0.23** 0.09 0.64** 0.28** DUB 0.06 0.32** 0.15* 0.36** 0.23** PB 0.52** 0.49** 0.70** 0.61** PP 0.47** 0.56** 0.53** JB 0.39** 0.89** BB 0.63**

Tabel 7. Koefisien Korelasi Masing-masing Karakter

(42)

Karakter diameter batang dan lebar kanopi menunjukkan korelasi yang sangat nyata terhadap bobot buah per tanaman (r=0.44 dan r=0.45). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar diameter dan lebar kanopi, maka bobot buah per tanaman akan semakin besar pula. Batang merupakan salah satu organ tumbuhan yang mampu berfotosintesis. Hasil fotosintesis dapat disimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuhan dalam bentuk buah. Oleh karena itu peningkatan diameter batang dapat mendukung produksi buah, begitu pula lebar kanopi. Semakin lebar kanopinya, maka daun akan semakin banyak tumbuh dan berfotosintesis.

Umur berbunga dan umur panen berkorelasi negatif terhadap bobot buah per tanaman secara sangat nyata (r=-0.23 dan r=-0.42). Hal ini menunjukkan bahwa semakin pendek umur berbunga dan umur panen, maka bobot buah per tanaman akan semakin meningkat. Karakter lain yang berkorelasi secara nyata terhadap bobot buah per tanaman adalah karakter diameter pangkal buah (r=0.45), diameter tengah buah (r=0.28), diameter ujung buah (r=0.23), dan panjang petiol (r=0.53).

Jumlah buah menunjukkan korelasi tertinggi terhadap bobot buah per tanaman (r=0.89), diikuti dengan bobot per buah (r=0.63) dan panjang buah (r=0.61). Berdasarkan penelitian Ganefianti et al. (2006) karakter yang memiliki korelasi tinggi terhadap bobot buah per tanaman adalah jumlah buah dan panjang buah. Karakter bobot per buah, jumlah buah, dan panjang buah merupakan karakter daya hasil, sehingga nilai korelasinya sangat besar dan nyata.

Analisis Lintasan

Berdasarkan 13 karakter yang diamati, hanya sembilan karakter yang dapat dianalisis dengan menggunakan analisis lintasan. Sembilan karakter tersebut yaitu diameter batang (cm), lebar kanopi (cm), umur berbunga (HST), diameter pangkal buah (mm), diameter tengah buah (mm), panjang buah (cm), panjang petiol (cm), jumlah buah, dan bobot per buah (g).

Berdasarkan analisis lintasan maka nilai korelasi antar karakter-karakter di atas terhadap bobot buah per tanaman dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh langsung dan tidak langsung yang ditunjukkan pada Tabel 8.

(43)

Tabel 8. Koefisien Korelasi Lintas Masing-masing Karakter terhadap Karakter Bobot Buah per Tanaman Cabai Karakter Pengaruh

langsung (C)

Pengaruh tidak langsung (Z)

rxy Selisih DB LK UB DPB DTB PB PP JB BB DB 0.0828 0.0172 0.0058 -0.0011 -0.0015 -0.0030 -0.0072 0.2717 0.0735 0.44** 0.3554 LK 0.0288 0.0496 0.0016 -0.0007 -0.0015 -0.0052 -0.0078 0.3086 0.0804 0.45** 0.4249 UB -0.0387 -0.0123 -0.0012 0.0018 0.0032 0.0035 0.0039 -0.1219 -0.0650 -0.23** -0.1881 DPB -0.0122 0.0073 0.0017 0.0057 -0.0165 -0.0063 -0.0128 0.1743 0.3092 0.45** 0.4626 DTB -0.0238 0.0053 0.0018 0.0052 -0.0084 -0.0026 -0.0071 0.0663 0.2399 0.28** 0.3003 PB -0.0187 0.0134 0.0081 0.0071 -0.0041 -0.0033 -0.0159 0.3553 0.2641 0.61** 0.6247 PP -0.0305 0.0196 0.0074 0.0050 -0.0051 -0.0056 -0.0098 0.3357 0.2115 0.53** 0.5587 JB 0.7207 0.0312 0.0123 0.0065 -0.0029 -0.0022 -0.0092 -0.0142 0.1472 0.89** 0.1687 BB 0.3777 0.0161 0.0061 0.0067 -0.0099 -0.0151 -0.0131 -0.0171 0.2808 0.63** 0.2545

Keterangan: DB = diameter batang; LK = lebar kanopi; UB = umur berbunga; DPB = diameter pangkal buah; DTB = diameter tengah buah; PB = panjang buah; PP = panjang petiol; JB = jumlah buah; BB = bobot per buah; ** = berbeda sangat nyata.

(44)

Nilai total diantara kedua pengaruh tersebut merupakan nilai korelasi antar karakter dengan bobot buah per tanaman yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi tunggal pada analisis sebelumnya. Nilai selisih antara korelasi antar karakter dan bobot buah per tanaman dengan pengaruh langsungnya merupakan nilai total pengaruh tidak langsungnya.Menurut Hutagalung dalam Budiarti et al. (2004) apabila nilai koefisien korelasi tunggal hampir sama besar dengan pengaruh langsungnya (perbedaannya tidak lebih dari 0.05) maka koefisien tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung terhadap variabel tersebut akan sangat efektif. Penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap hasil (Pih), korelasi antara karakter dengan hasil (rih), dan selisih antara korelasi antar karakter dan hasil dengan pengaruh langsung karakter tersebut terhadap hasil (rih–Pih) kurang dari 0.05. Jika ketiga hal tersebut dipenuhi, maka karakter tersebut sangat efektif sebagai kriteria seleksi untuk menduga hasil.

Berdasarkan Tabel 8, karakter jumlah buah memiliki pengaruh langsung yang sangat besar terhadap bobot buah per tanaman (C=0.7207). Hal ini selaras dengan nilai koefisien korelasi antara jumlah buah dan bobot buah per tanaman yang bernilai besar dan sangat nyata (r=0.89). Karakter bobot per buah juga memiliki nilai pengaruh langsung yang cukup besar (C=0.3777), sedangkan pengaruh tidak langsungnya melalui jumlah buah sebesar 0.2808. Hubungan pengaruh tidak langsung ini terjadi karena pada tanaman cabai keriting (IPB C120) bobot per buah lebih kecil dibandingkan dengan cabai besar (IPB C5), sedangkan jumlah buah per tanamannya lebih banyak, sehingga bobot per buah dapat berpengaruh tidak langsung terhadap bobot buah per tanaman melalui jumlah buah.

Karakter diameter tengah buah memiliki nilai pengaruh langsung yang negatif sangat kecil (C=-0.0238), sedangkan pengaruh tidak langsungnya melalui bobot buah bernilai positif cukup besar (Z=0.2399). Fenomena ini dapat terjadi karena tetua IPB C120 memiliki buah dengan diameter dan bobot per buah yang kecil tetapi jumlahnya banyak, sedangkan tetua IPB C5 memiliki buah dengan diameter dan bobot per bobot yang besar akan tetapi jumlahnya sedikit. Hal ini mengakibatkan bobot buah per tanaman pada IPB C120 lebih tinggi dari IPB C5.

Gambar

Gambar 1. Bentuk Habitus Tanaman:3) prostrate, 5) intermediate  (compact),7) erect
Gambar 4. Bentuk Pelekatan Kelopak pada Pangkal Buah: 1) acute,  2) obtuse, 3) truncate, 4) cordate, 5) lobate
Gambar 6. Bentuk Buah: 1) elongate, 2) almost round, 3) triangular,  4) campanulate, 5) blocky
Gambar 10. Warna Anter pada Bunga Cabai: ungu kuning; biru; hijau; dan  ungu pucat.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan tuntutan target kerja yang harus dipenuhi oleh sumber daya manusia (SDM), maka sebagai sumber daya manusia (SDM) baru disuatu perusahaan,

Unit Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Industri pupuk X mempunyai unit penanggulangan kebakaran yaitu bagian Keselamatan dan Pemadam Kebakaran (KPK). Unit

Dalam hasil penelitian Pelatihan dan Pengembangan Karir dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Karyawan di Perusahaan Daerah Air Minum Kota Malang PDAM, faktor yang paling penting

menggunakan RDP (remote desktop protocol) untuk me- remote ke server, ketika client terkoneksi pada server dan menjalankan game yang hasilnya tidak dapat berjalan

Dari data yang diperoleh peneliti yang didapatkan paparan diatas maka dapat disimpulakan dari peneliti ini yakni : Latar belakang yang menjadikan faktor perempuan

pembeli yang sudah membayar bon kopi dengan harga baru tidak akan. singgah lagi ke warung kopi

Pertumbuhan benih udang windu ( Penaeus monodon ) meningkat pesat pada kelompok hewan uji yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing lur 30% dan penambahan