• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III-1 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian “Analisis Indeks Kerentanan Pesisir Sebagai Upaya Pananggulangan Abrasi Di Pantai Anyer Kabupaten Serang Provinsi Banten” terletak di wilayah administratif Kabupaten Serang. Kabupaten Serang merupakan salah satu dari empat kabupaten di Provinsi Banten, terletak di ujung bagian utara Pulau Jawa dengan jarak ± 70 km dari kota Jakarta, ibukota negara Indonesia. Luas wilayah secara administratif tercatat 1.467,35 km2 yang terbagi atas 28 wilayah kecamatan dan 320 desa.

Secara geografis wilayah Kabupaten Serang terletak diantara 5°50' - 6°21' Lintang Selatan dan 105°7' 106°22' Bujur Timur. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari Utara ke Selatan adalah sekitar 60 km dan jarak terpanjang dari Barat ke Timur adalah sekitar 90 km, sedangkan Batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Serang, adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Serang (Sumber : Google Earth)

(2)

III-2 • Sebelah Utara dibatasi dengan Laut Jawa

• Sebelah Timur dibatasi oleh Kabupaten Tangerang

• Sebelah Selatan dibatasi oleh Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak • Sebelah Barat dibatasi oleh Kota Cilegon dan Selat Sunda

Secara umum wilayah Kabupaten Serang berada pada ketinggian kurang dari 500 meter dpl dan tersebar pada semua wilayah. Kemiringan tanah atau lereng selain mempengaruhi bentuk wilayah juga mempengaruhi tingginya perkembangan erosi.

Pantai Anyer Serang sendiri terletak di Lintang -06º03’ LS dan Bujur 105º56’ BT dan terletak di Kecamatan Anyer Kabupaten Serang Provinsi Banten berjarak 38 km dari pusat Kota Serang. Ketinggian tempat pantai Anyer yang dijadikan tempat observasi tempat rukyah yaitu 10 km dari permukaan laut (dpl). Laut di Anyer adalah laut Jawa yang terkenal dalam tetapi ombaknya tidak sebesar laut selatan (Samudera Hindia).

Gambar 3.2 Peta lokasi pantai Anyer (Sumber : Google Earth)

(3)

III-3 3.2 Variabel dan Indikator

Dalam penilaian kerentanan pesisir digunakan variabel dari faktor fisik. Variabel dan indikatornya dalam kajian kerentanan pesisir yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Geomorfologi pantai, indikatornya adalah adanya bentuk lahan yang mengindikasikan ketahanan suatu bagian pantai terhadap erosi dan akresi akibat kenaikan muka air laut.

2) Elevasi atau ketinggian pantai (m), indikatornya adalah adanya wilayah yang rendah berkaitan dengan kelemahan suatu pantai oleh bahaya penggenangan dan dengan kecepatan mundur atau majunya garis pantai. 3) Laju perubahan garis pantai (m/tahun), indikatornya adalah adanya erosi

atau akresi pantai yang mengindikasikan seberapa cepat suatu bagian dari garis pantai telah mengalami erosi (pengikisan) atau akresi (penambahan). 4) Rata-rata tunggang pasang surut (m), indikatornya adalah perbedaan

tunggang pasang surut yang berkontribusi pada bahaya penggenangan pantai. 5) Laju kenaikan muka air laut (mm/tahun), berhubungna dengan bagaimana kenaikan muka air laut global mempengaruhi suatu bagian dari garis pantai. Semakin tinggi laju kenaikan muka air laut akan meningkatkan bahaya erosi dan penggenangan.

6) Tinggi gelombang rata-rata (m), indikatornya adalah semkain tinggi gelombang akan mempengaruhi perubahan garis pantai dan kondisi geomorfologi daerah tersebut.

(4)

III-4 3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan dari lapangan atau lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang langsung bisa diperoleh dari instansi-instansi pemerintah yang terkait. Adapun metode perolehan data sekunder dalam tugas akhir ini dilakukan dengan cara metode literatur yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan, mengidentifikasi dan mengolah data.

Tabel 3.1 Informasi dan Sumber Perolehan Data

No. Jenis Data Sumber Data Tanggal

1. Data Geomorfologi Informasi Geospasial (BIG) skala 1:25000 Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Badan 2012

2. Data Perubahan Garis Pantai

Citra Satelit Landsat dari USGS Earth Explorer (http://earthexplorer.usgs.gov/),

Pencitraan Google Earth

31 Desember 2000 s/d 23

April 2014

3. Data Elevasi Global Digital Elevation Modeldari USGS Earth (GDEM) (http://earthexplorer.usgs.gov/)

17 Oktober 2011

4. Data Kenaikan Muka Air laut

Kombinasi satelit TOPEX Poseidon, Jason-1, dan Jason-2

(http://www.aviso.altimetry.fr/en/data/prod

ucts/ocean-indicators-products/mean-sea-level.html)

1993-2015

5. Data Pasang Surut

Laboratorium Data Laut dan Pesisir, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan litbang Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan

Perikanan

2010-2015

6. Data Tinggi Gelombang Geofisika (BMKG) Kemayoran Jakarta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan

(5)

III-5 Pengolahan data digunakan untuk mendapatkan nilai dari masing-masing parameter kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka laut. Parameter tersebut selanjutnya diberikan nilai untuk kemudian disatukan menjadi indeks kerentanan pesisir dengan menggunakan persamaan Coastal Vulnerability Index (CVI) dari Gornitz (1997) dan Pendleton (2005).

Adapun metode perolehan data sekunder dalam tugas akhir ini dilakukan dengan cara metode literatur yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan, mengidentifikasi dan mengolah data. Pengolahan data digunakan untuk mendapatkan nilai dari masing-masing parameter kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka laut. Parameter tersebut selanjutnya diberikan nilai untuk kemudian disatukan menjadi indeks kerentanan pesisir dengan menggunakan persamaan Coastal Vulnerability Index (CVI) dari Gornitz (1997) dan Pendleton (2005).

3.3.1 Data geomorfologi

Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi kelas geomorfologi dapat diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Badan Informasi Geospasial (BIG). Jenis data RBI yang digunakan adalah data land used (tata guna lahan) dengan skala 1:25000. Peta tersebut selanjutnya dipindai (scan) sehingga diperoleh peta digital dengan format *.jpg. Sebelum dilakukan pengolahan, peta tersebut dikoreksi terlebih dahulu dengan menggunakan program Global Mapper 9. Koreksi peta ini bertujuan agar memiliki koordinat yang tepat. Peta yang sudah dikoreksi tersebut selanjutnya didigitasi sehingga didapatkan data tata guna lahan berupa air tawar, hutan rawa, pasir, semak/belukar, rawa, rumput/tanah kosong, pemukiman, empang, tegalan, kebun, dan sawah irigasi. Data tata guna lahan tersebut

(6)

III-6 kemudian dikelaskan berdasarkan kelas indikator yang dikemukakan oleh Gornitz dan White (1992). Kelompok-kelompok jenis tutupan lahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Daratan aluvial, meliputi empang, penggaraman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan/ladang, kebun/perkebunan

2. Rawa payau, meliputi semak/belukar dan rawa 3. Hutan mangrove

4. Bangunan pantai, meliputi gedung dan pemukiman 5. Air tawar, meliputi estuari, lagoon dan delta

6. Pantai berpasir meliputi pasir pantai dan pasir darat

Setelah dilakukan koreksi pada Peta Rupa Bumi Indonesia maka dilakukan survey topografi dan batimetri. Survei topografi adalah suatu metode untuk menentukan posisi tanda-tanda buatan manusia maupun alamiah diatas permukaan tanah. Survei topografi juga digunakan untuk menentukan konfigurasi medan (terrain). Kegunaan survei topografi adalah untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk gambar peta topografi. Gambar peta dari gabungna data akan membentuk suatu peta topografi. Sebuah topografi memperlihatkan karakter vegetasi dengan memakai tanda-tanda yang sama seperti halnya jarak horizontal diantara beberapa tanda-tanda dan elevasinya masing-masing diatas daerah tumbuh tertentu.

Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman dibawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur yang disebut kontur kedalaman, dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informas i navigasi permukaan.

(7)

III-7 3.3.2 Data Perubahan garis pantai

Perubahan garis pantai dapat diperoleh dengan menggunakan metode one line model yang merupakan model sederhana (Zacharioudaki & Dominic, 2010) yang dikenal juga sebagai metode garis. Metode ini digunakan dalam one line model untuk mendeskripsikan pergerakan garis pantai kontur tunggal terhadap respon gelombang yang dikonversi dari kecepatan angin (Komar, 1984; Suntoyo, 1995). Keberadaan struktur pelindung seperti tanaman bakau maupun revetment tidak dipertimbangkan dalam model ini.

One line model yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada persamaan (Komar, 1984): 𝝏𝒀 𝝏𝒕 = 𝟏 𝒅𝒃 𝝏Qs 𝝏𝒙 … … … (𝟑. 𝟏) Dimana Y jarak garis pantai dengan garis referensi , db kedalaman gelombang

pecah, Qs transpor sedimen sepanjang pantai, t waktu dan x absis searah pantai.

Trasnpor sedimen sepanjang pantai dihitung menggunakan persamaan empiris: 𝑸𝒔 = 𝟔. 𝟖𝟓 × 𝟏𝟎−𝟓 (𝑬𝑪𝒏)𝒃 𝐬𝐢𝐧 ∝ 𝒃 𝐜𝐨𝐬 ∝ 𝒃 … … … . (𝟑. 𝟐) Dimana E energi gelombang, Cn group celerity gelombang, αb sudut gelombang pecah.

3.3.3 Data Elevasi

Digital Elevation Model (DEM) merupakan salah satu model untuk menggambarkan bentuk topografi permukaan bumi sehingga dapat divisualisasikan dalam bentuk 3 dimensi. Data elevasi yang digunakan dalam

(8)

III-8 penelitian ini adalah data Global Digital Elevation Model (GDEM) turunan dari satelit ASTER. Cakupan data GDEM hampir seluruh permukaan bumi dan mempunyai resolusi spasial yang cukup bagus yaitu 30 meter dengan akurasi ketinggian 20 meter (ASTER GDEM, 2009). Data GDEM selanjutnya diolah dengan perangkat lunak Global Mapper 9, untuk menentukan area of interest, kemudian dilakukan pengolahan data dengna menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3. Pengolahan GDEM untuk menghasilkan parameter elevasi, dimana nilai elevasi tersebut kemudian diklasifikasikan sesuai dengan indeks kerentanan yang ditentukan oleh Gornitz (1991).

3.3.4 Data Kenaikan Muka Air Laut

Satelit altimetry Topex/Poseidon (T/P) dan Jason 1-Jason 2 merupakan satelit yang mempunyai misi untuk mempelajari dinamika laut global dan fenomena pasang surut air laut. Data yang dihasilkan berformat Network Common Data Form (NetCDF) menggunakan sistem grid berukuran 0,25º x 0,25º atau kurang lebih berukuran 27,8 x 27,8 km dengan cakupan seluruh dunia.

Pengolahan data trend kenaikan muka air laut diawali dengan mengekstrak data berformat NetCDF dengan menggunakan Ocean Data View (ODV) menjadi data berformat teks pada area yang di inginkan. Data dengan format teks tersebut kemudian diinterpolasi dengan perangkat lunak surfer 9. Interpolasi data ini dilakukan untuk mengisi kekosongan data. Ukuran spasial grid dalam menginterpolasi disesuaikan dengan ukuran sel yaitu 1km x 1km. Selanjutnya hasil interpolasi tersebut dipotong (Cropping) sesuai dengan daerah kajian dan di ekspor menjadi data berformat *.xyz dengan menggunakan Global Mapper 9. Proses terakhir untuk memasukkan nilai terdekat dengan sel garis pantai maka

(9)

III-9 dilakukan overlay dengan sel garis pantai dan proses digitasi dengan menggunakan Surfer 9.

3.3.5 Data Pasang Surut

Analisis pasang surut dilakukan untuk mendapatkan komponen-komponen penyusunan pasang surut yang kemudian digunakan untuk meramal fluktuasi muka air pasang surut, yang kemudian digunakan untuk menentukan elevasi-elevasi penting (acuan) untuk pengukuran ketinggian (elevasi-elevasi) didarat maupun kedalaman perairan.

Analisa data pasang surut dapat dilakukan dengan menggunakan metode admiralty.

1) Perhitungan Pasang Surut dengan Menggunakan metode Admiralty

Peramalan Gelombnag dengan menggunakan metode Admiralty memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan metode Doodson Rooster. Jika menggunakan metode Admiralty adalah sebagai berikut :

 Didalam menentukan tipe pasang surut dengan menggunakan metode admiralty, terlebih dahulu ditentukan parameter-parameter pasang surut antara lain S0, M2, S2, N2,K2, K1, O1, P1, M4, MS4. Dengan menggunakan parameter-parameter hasil perhitungan maka dapat ditentukan nilai F (Formzahl) dimana nilai F inilah yang akan dipakai untuk menentukan tipe pasang surut yang sudah terjadi.

𝑭 = 𝑲𝟏 (𝑨) + 𝐎𝟏 (𝑨)

(10)

III-10 Dimana :

a. 0<F<0.25 : Pasang Surut Semi Diural Murni b. 0.25<F<1.5 : Pasang Surut Campuran Semi Diural c. 1.5<F<3 : Pasang Surut Campuran Diural d. F<3.0 : Pasang Surut Diural Murni

 Sedangkan penentuan elevasi muka air dilakukan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :

HHWL = S0 + 1.2 (M2 + S2 + N2 + K1 + O1)...(3. 4) LLWL = S0 – 1.2 (M2 + S2 + N2 + K1 + O1)...(3.5) 3.3.6 Data Gelombang

Data gelombang didapat dengan cara melakukan Hindcasting. Hindcasting adalah salah satu cara peramalan gelombnag dengan melakukan pengolahan data angin berdasarkan kondisi/keadaan metereologi di masa yang telah lewat (Subdit rawa dan Pantai, 1997 dalam Kadek Oka Mahendra, 2011). Objek gelombang yang akan diramal merupakan gelombang laut dalam suatu perairan dan dibangkitkan oleh angin, yang merambat kearah pantai lalu pecah beriringan dengan semakin dangkalnya perairan menuju ke pantai. Dari peramalan gelombang akan menghasilkan data tinggi dan periode gelombang pada setiap data angin. Adapun data yang dibutuhkan dalam peramalan gelombang berupa data angin rata-rata per jam yang dikonversi menjadi wind stress factor (Ua), panjang fetch efektif dan lama hembus angin yang nantinya di plot ke dalam grafik peramalan gelombang.

(11)

III-11 A. Faktor Tekanan Angin

Pada peramalan gelombang, digunakan data angin di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data peramalan gelombang diperoleh melalui pengukuran angin langsung diatas permukaan laut ataupun pengukuran angin di darat di dekat lokasi peramalan yang di konversi menjadi data angin laut. Adapun konversi-konversi kecepatan angin adalah sebagai berikut :

1) Konversi berdasarkan elevasi

Di dapati beberaa rumus dan grafik untuk memprediksi gelombnag didasarkan pada kecepatan angin yang di ukur pada y = 10 meter. Apabila angin tidak di ukur pada elevasi y = 10 meter, maka perlu konversi pada kecepatan tersebut. Maka dari itu digunakan persamaan sebagai berikut :

𝑼(𝟏𝟎) = 𝑼(𝒚)(𝟏𝟎 𝒚 )

𝟏

𝟕… … … . . (𝟑. 𝟔)

Dengan :

U10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 meter. 2) Konversi berdasarkan Kecepatan Angin

Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan di dalam rumus-rumus pembangkitan gelombang digunakan data angin di atas permukaan laut. Oleh sebab itu di perlukan konversi dari data angin di permukaan laut. Dapat di tunjukkan hubungan antara data angin di daratan dan data angin di atas permukaan laut melalui persamaan sebagai berikut :

(12)

III-12 Dengan :

RT = Konversi akibat perbedaan temperature udara dan air RL = Konversi akibat pencatatan angin di daratan

RL = UW/UL

U(10) = Kecepatan angin pada ketinggian 10 meter a) Faktor Tegangan Angin

Pada rumus-rumus dan grafik pembangkit gelombang mengandung variabel UA yang merupakan faktor tegangan angin (wind stress faktor) yang dapat dihitung dari kecepatan angin. Kecepatan angin dikonversikan pada faktor tegangan angin dengan persamaan sebagai berikut :

UA = 0.71 U1,23...(3. 8)

Dengan :

UA = Kecepatan angin dalam m/d B. Fetch

Fetch adalah panjang daerah dimana angin dapat berhembus dengan kecepatan dan arah konstan. Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi laut. Di dalam pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin (Triatmodjo, 1999). Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut :

𝑭𝒆𝒇𝒇 = ∑ 𝒙𝒊 𝐜𝐨𝐬 𝜶

(13)

III-13 Dengan :

Feff = Fecth rerata efektif (m)

Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch (m)

α = Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6º sampai 42º pada kedua sisi dari arah angin.

3.3.7 Survei lapang

Survei lapang dilaksanakan pada bulan April dan Mei 2016. Survei lapang ini bertujuan untuk melihat kondisi dan lokasi di wilayah pantai yang rentan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan wilayah pesisir. Penggunaan GPS membantu dalam menentukan posisi geografis wilayah yang akan diamati. Pada kegiatan ini, dilakukan pendokumentasian dan validasi kondisi wilayah yang dikaji. Selain itu dilakukan juga wawancara dengan penduduk sekitar untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi wilayah pantai Anyer. Hasil dari kegiatan survei lapang dapat dilihat pada lampiran.

3.3.8 Analisis data

Pada penelitian ini analisis data yang dilakukan pada dasarnya menampilkan hubungan antar informasi yang akan dijadikan dasar penelitian. Kriteria dan tolak ukur nya berupa parameter-parameter fisik ditentukan berdasarkan Gornitz et al., (1997) dan Pendleton et al., (2005) variabel yang sangat berpengaruh terhadap perubahan wilayah pesisir terdiri dari dua variabel yaitu variabel geologi (geomorfologi, elevasi/ketinggian permukaan di wilayah pantai dan perubahan garis pantai) dan variabel proses fisik laut (kenaikan muka laut relatif, rata-rata

(14)

III-14 tunggang pasang surut dan tinggi gelombang signifikan). Dalam pengelompokan indeks kerentanan pesisir ke dalam lima kelompok yaitu sangat tidak rentan, tidak rentan, sedang, rentan, dan sangat rentan. Pengelompokan indeks kerentanan pesisir didasarkan atas enam paramater yaitu Geomorfologi, perubahan garis pantai, elevasi, kenaikan muka air laut, tunggang pasang surut, tinggi gelombang. Pembobotan dari parameter dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 2.2 Penentuan Skor untuk CVI oleh USGS (Gornitz et al., (1997); Pendleton et al., (2005)) N o Variabel Tidak Rentan (1) Kurang Rentan (2) Sedang (3) Rentan (4) Sangat Rentan (5) 1. Geomorfologi

(a) Bertebing tinggi Bertebing sedang, pantai berlekuk Bertebing rendah, dataran aluvial Bangunan pantai, pantai, estuari, laguna Penghalan g pantai, pantai berpasir, berlumpur , mangrove, delta 2. Perubahan garis pantai (m/thn) (b) >20

Akresi 1,0 – 2,0 Akresi +1 – (-1) Stabil -1 – (-2) Abrasi Abrasi < -2,0 3. Elevasi (m) (c) >30 20,1-30,0 10,1-20,0 5,1-10,1 0,0-5,0 4. Kenaikan Muka Laut relatif (mm/thn) (d) <1,8 1,8-2,5 2,5-3,0 3,0-3,4 >3,4 5. Tunggang Pasut Rata-rata (m) (e) <1,0 1,0-2,0 2,0-4,0 4,0-6,0 >6,0 6. Tinggi Gelombang (f) <0,55 0,55-0,85 0,85-1,05 1,05-1,25 >1,25 (Sumber : Gornitz et al., (1997))

(15)

III-15 Penilaian indeks kerentanan pesisir didasarkan pada enam parameter yang memiliki skor. Masing-masing dari parameter yang telah memiliki skor, selanjutnya dihitung tingkat kerentanannya. Penentuan tingkat kerentanan dilakukan dengna mengadopsi dan memodifikasi dari persamaan umum mengenai indeks kerentanan pesisir (coastal Vulnerability Index). Dalam penelitian ini indeks kerentanan pesisir dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh (Gornitz et al., (1997) yaitu sebagai berikut:

𝑪𝑽𝑰 = √

(𝒂×𝒃×𝒄×𝒅×𝒆×𝒇)

𝟔 ... 3.10

Dimana :

a : Geomorfologi

b : Perubahan Garis Pantai c : Elevasi/Kemiringan d : Kenaikan Muka Air Laut

e : Tunggang Pasang surut rata-rata f : Tinggi Gelombang

Persamaan CVI menggambarkan seberapa besar tingkat kerentanan terhadap parameter fisik di laut.

(16)

III-16 3.4 Diagram Alir Metode Penelitian

S

Mulai

Pengumpulan Data :

- Data Geomorfolgi - Data Perubahan Garis Pantai - Data Elevasi - Data Kenaikan Muka air Laut - Data Pasang Surut - Data Gelombang

Pengolahan Data Geomorfologi Pengolahan Data Perubahan Garis Pantai Pengolahan Data Elevasi Pengolahan Data Kenaikan Muka air Laut

Pengolahan Data Pasang Surut Pengolahan Data Gelombang Peta Rupa Bumi, Survey Topografi dan Bathimetri Pemodelan One Line Model Mencari Data DEM CVI

(Indeks Kerentanan Pesisir) Kerentanan Pesisir

Pantai Anyer

Selesai

Hindcasting

Kesimpulan dan Saran

Metode Admiralty Variabel Geomorfologi Variabel Perubahan Garis Pantai Variabel Kemiringan Pantai Variabel Laju Kenaikan Muka Air Laut Variabel Rerata Kisaran Pasang Surut Variabel Rerata Tinggi Gelombang

(17)

Gambar

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Serang  (Sumber  : Google  Earth)
Gambar 3.2 Peta lokasi pantai Anyer  (Sumber  : Google  Earth)
Tabel 3.1 Informasi  dan Sumber  Perolehan  Data
Tabel 2.2 Penentuan  Skor untuk  CVI oleh  USGS (Gornitz  et al., (1997); Pendleton  et  al., (2005))  N o  Variabel  Tidak  Rentan    (1)  Kurang  Rentan   (2)  Sedang (3)  Rentan (4)  Sangat  Rentan   (5)  1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada wanita istilah homoseks ini lebih dikenal dengan sebutan lesbian ( berasal dari kata Lesbos yang merupakan sebuah pulau dikawasan Yunani, tempat seorang penyair

Berdasarkan kedua teori tersebut yaitu Teori Interaksi Simbolik dan Teori Pengurangan Ketidakpastian, maka diperoleh hasil bahwa tindakan yang diambil atau

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh interaksi antara taraf penambahan tepung kunyit dan lama penyimpanan pada pellet calf starter yang dapat

Berdasarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005,

(1) Koordinator PPK Satker Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a dijabat oleh Kepala Badan Keuangan Tingkat II yang mempunyai kewenangan untuk menandatangani Surat

Kegiatan transaksi kartu kredit pada tahun 2006 masih didominasi oleh pemegang kartu yang berasal dari 4 penerbit bank asing yang mencapai 2,6 juta kartu (32%) dengan

didominasi oleh wisman berkebangsaan Singapura dengan persentase sebesar 46,68 persen, disusul Tiongkok 10,41 persen, Malaysia 10,22 persen, India 5,57 persen dan

Pada pasien dan keluarga diberikan krim permetrin 5% yang dioleskan pada seluruh tubuh (dari leher hingga ke ujung jari kaki), dan dilakukan edukasi terhadap keluarga mengenai