• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran Stok Karbon di Kawasan Konservasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran Stok Karbon di Kawasan Konservasi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk

Pengukuran Stok Karbon di Kawasan Konservasi

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,

Kementerian Kehutanan, Indonesia

Kerjasama Dengan:

International Tropical Timber Organization (ITTO)

Bogor, 2011

Oleh:

Mega Lugina

Kirsfianti Linda Ginoga

Ari Wibowo

Afiefah Bainnaura

(2)

i

Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran

dan Perhitungan Stok Karbon

di Kawasan Konservasi

Oleh :

Mega Lugina

Kirsfianti L Ginoga

Ari Wibowo

Afiefah Bainnaura

Tian Partiani

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia

Kerjasama dengan

International Tropical Timber Organization (ITTO)

Bogor, 2011

(3)

ii

Prosedur Operasi Standar untuk Pengukuran dan

Perhitungan Stok Karbon di Kawasan Konservasi

ISBN: 978-602-99985-8-0

Laporan Teknis No 14, Desember 2011. Oleh :

Mega Lugina, Kirsfianti L Ginoga, Ari Wibowo, Afiefah Bainnaura, Tian Partiani

Informasi ini merupakan bagian dari kegiatan 2.1.2, program ITTO PD 519/08 Rev.1 (F): Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park, Indonesia. Kerjasama Antara:

 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Center for Climate Change and Policy Research and Development)

Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia Tel: +62-251-8633944

Fax: +62-251-8634924

Email: conservation_redd@yahoo.com

Website: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id

 LATIN –Tthe Indonesian Tropical Institute

Jl. Sutera No. 1 Situgede, Bogor, Jawa Bara,t Indonesia Tel: +62-251-8425522/8425523

Fax: +62-251-8626593

Email: latin@latin.or.id and aaliadi@latin.or.id Website: www.latin.or.id

 Taman Nasional Meru Betiri, Kementerian Kehutanan Jalan Siriwijaya 53, Jember, Jawa Timur, Indonesia Tel: +62-331-335535 Fax: +62-331-335535 Email: meru@telkom.net Website: www.merubetiri.com Copyright © 2011. Diterbitkan oleh:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610 Tel/Fax: +62-251-8633944

Email: conservation_redd@yahoo.com

(4)

iii

DAFTAR ISI

Daftar Isi... iii

Daftar Gambar... iv Ringkasan... v 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 2. INFORMASI UMUM... 2

2.1. Perubahan Iklim dan Karbon... 2

2.2. Peran Hutan dalam Perubahan Iklim... 3

2.3. Mengapa karbon perlu diukur?... 3

2.4. Bagaimana mengukur karbon?... 3

3. METODE PENGUKURAN DAN PENGHITUNGAN KARBON HUTAN... 6

3.1. Prinsip ... 6

3.2. Peralatan ... 6

3.3. Metode Pengambilan contoh (sampling technique) ... 7

3.4. Prosedur pengukuran biomasa di lima carbon pool... 8

3.5. Penghitungan cadangan karbon ... 11

3.6. Penghitungan karbon ... 12

4. PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON TOTAL... 13

4.1 Penghitungan cadangan karbon per hektar pada tiap plot... 13

4.2. Penghitungan cadangan karbon total dalam plot... 14

4.3. Penghitungan cadangan karbon total dalam stratum... 17

4.4. Penghitungan cadangan karbon total dalam suatu areal... 18

5. PENUTUP ... 19

6. DAFTAR PUSTAKA... 20

(5)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kategori penutupan lahan di Indonesia dan kategori dalam IPCC GL 2006 ... Tabel 2 Angka default nisbah pucuk akar ...

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Siklus karbon (Sumber: Adhi, 2008)... 3

Gambar 2 Contoh bentuk plot persegi ... 6

Gambar 3 Contoh bentuk plot lingkaran ... 6

Gambar 4 Bentuk Permanent Sample Plot (PSP) di TNMB... 7

Gambar 5 Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon ... 8

Gambar 6 Perhitungan tinggi pada beberapa karakteristik pohon ... 9

(6)

v

RINGKASAN

Kegiatan REDD+ merupakan salah satu upaya mitigasi atau pengurangan emisi akibat perubahan iklim di sektor kehutanan dengan cara mengurangi emisi dari deforestasi, degradasi serta konservasi, SFM dan peningkatan stok karbon. Mekanisme REDD+ sampai saat ini masih dalam proses negosiasi di tingkat internasional melalui sidang-sidang COP dari UNFCCC. Salah satu komponen penting untuk pelaksanaan REDD+ adalah pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV) yang transparan, komparabel, koheren, lengkap dan akurat. Tantangan untuk membangun MRV adalah bagaimana masyarakat dan para pihak terkait mengetahui dan dapat melakukan pengukuran yang kredibel dalam pemantauan penurunan emisi melalui perhitungan cadangan karbon (penambahan atau pengurangan cadangan). Penyusunan SOP pengukuran REDD+ merupakan salah satu upaya meningkatkan kesiapan dan kapasitas masyarakat dan para pihak dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim melalui kegiatan REDD+. SOP yang mengacu kepada RSNI dan IPCC GL 2006 ini diharapkan dapat menjadi petunjuk untuk mengukur stok karbon di berbagai tipe lahan termasuk yang berada di kawasan konservasi.

(7)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) merupakan salah satu upaya mitigasi atau pengurangan emisi akibat perubahan iklim di sektor kehutanan dengan cara mengurangi emisi dari deforestasi, degradasi serta konservasi, SFM dan peningkatan stok karbon. Mekanisme REDD+ sampai saat ini masih dalam proses negosiasi di tingkat internasional melalui sidang-sidang COP (Convention of Parties) dari UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change). Minat untuk melaksanakan REDD+ di Indonesia cukup tinggi. Sampai saat ini tercatat sekitar 40 kegiatan percontohan (Demonstration Activities atau DA) REDD di Indonesia sebagai proses awal pembelajaran REDD sebelum diimplementasikan secara penuh.

Aksi pengurangan emisi suatu negara harus Measurable (dapat diukur), Reportable (dapat dilaporkan), Verifiable (dapat diverifikasi) atau MRV. Presiden memberikan arahan agar Indonesia harus siap dengan MRV nasional yang sesuai standar internasional. Meskipun demikian sebaiknya MRV nasional dengan standar internasional tersebut tetap mempertimbangkan biaya yang efektif (cost effective). REDD+ dipandang sebagai mekanisme penurunan emisi yang berpotensi besar. Prinsip MRV yang diterapkan untuk REDD+, yaitu:

 Menggunakan IPCC Guidelines terbaru (2006) : AFOLU (Agriculture, Forestry, Other Land Use)

 Kombinasi pengukuran lapangan dan hasil citra satelit (remote-sensing & ground-based inventory)

 Memperhitungkan 5 sumber karbon (carbon pools)  Hasil penghitungan : transparan dan terbuka untuk review.

Dengan demikian, salah satu komponen penting untuk pelaksanaan REDD+ adalah pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV) yang transparan, komparabel, koheren, lengkap dan akurat. Tantangan untuk membangun MRV adalah bagaimana masyarakat dan para pihak terkait mengetahui dan dapat melakukan pengukuran yang kredibel dalam pemantauan penurunan emisi melalui perhitungan cadangan karbon (penambahan atau pengurangan cadangan)

Taman Nasional Merubetiri seluas 58.000 ha di Jawa Timur, merupakan salah satu DA REDD+ di Indonesia yang mewakili kawasan konservasi, dengan dukungan biaya dari ITTO dan partner seven and i. Kegiatan utama DA REDD+ di TNMB adalah peningkatan partisipasi masyarakat dan mengembangkan sistem yang MRV dalam monitoring emisi dan perhitungan karbon.

(8)

2 Untuk mendukung MRV perhitungan emisi termasuk REDD+ harus didasarkan kepada data perubahan tutupan hutan dari hasil remote sensing, dan pengukuran karbon di lapangan. IPCC-GL (2006), memberikan petunjuk tentang 5 sumber karbon (carbon pools) yang harus diukur melalui pengukuran lapangan. Metode pengukuran karbon di lapangan dengan menempatkan plot-plot contoh telah dikembangkan (IPCC GL, 2006, Kurniatun dan Rahayu, 2007, GOFC-Gold, 2009). Lima sumber karbon tersebut adalah :

1. Biomas di atas tanah (above ground biomass), 2. Biomas di bawah tanah (below ground biomass), 3. Pohon yang mati (dead wood),

4. Seresah (litter), 5. Tanah (Soil)

6. Sumber karbon ke 6 yaitu kayu yang dipanen (harvested wood products) belum diperhitungkan.

1.2. Tujuan

Penyusunan SOP pengukuran karbon bertujuan untuk memberikan petunjuk praktis dalam pelaksanaan pengukuran dan perhitungan karbon terutama di kawasan konservasi, sebagai salah satu upaya meningkatkan kesiapan dan kapasitas masyarakat dan para pihak dalam mendukung mitigasi perubahan iklim melalui kegiatan REDD+, yang mudah diikuti, komparabel dan diakui secara internasional.

2. INFORMASI UMUM

2.1. Perubahan Iklim dan Karbon

Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Saat ini perubahan iklim telah menimbulkan bencana baru bagi manusia. Musim kemarau yang semakin panjang serta musim penghujan yang relatif pendek dengan intensitas hujan yang tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahan iklim. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia seperti kekeringan yang berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan, air bersih, pemanasan muka laut serta banjir dan longsor. Berbagai studi menyebutkan bahwa negara berkembang yang akan paling menderita karena tidak mampu membangun struktur untuk beradaptasi, walaupun dampak perubahan iklim juga dirasakan negara maju (IPCC, 2006, Stern, 2007).

Perubahan iklim ini terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) yaitu CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan SF6 di atmosfer. Peningkatan emisi

(9)

3 diakibatkan oleh proses pembangunan dan industri berbahan bakar migas (BBM) yang semakin meningkat dan kegiatan penggunaan lahan serta alih guna lahan dan kehutanan (LULUCF = Land Use, Land Use Change and Forestry yang sekarang disebut sebagai AFOLU = Agriculture, Forestry and Land Use). Hasil studi oleh Stern (2007) untuk tingkat dunia, menunjukkan sumber emisi terbesar berasal dari sektor energi yaitu pembangkit listrik 24 %, industri 14 %, transportasi 14 %, konstruksi 8 % dan sumber energi lain 5 %. Emisi dari sektor non energi yaitu perubahan lahan termasuk kehutanan 18 %, pertanian 14 % dan limbah 3 %.

Karbon merupakan salah satu unsur terpenting dalam kehidupan sehari-hari dan berperan sebagai pembentuk gas rumah kaca (GRK). Di sektor kehutanan, kontribusi terhadap GRK terutama disebabkan oleh gas karbon dioksida (CO2).

GRK lain yang mengandung unsur karbon adalah gas metan (CH4), Hidro Fluoro

Carbon (HFC), dan PFC. Konsentrasi gas-gas ini dalam skala global secara kumulatif dipengaruhi langsung oleh aktivitas manusia, meskipun gas-gas tersebut juga terjadi secara alamiah. Gambaran siklus karbon dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 1. Siklus karbon (Sumber: Adhi, 2008 )

2.2. Peran Hutan dalam Perubahan Iklim

Perubahan iklim global terjadi akibat terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan GRK yang saat ini sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistemnya. Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai

(10)

4 akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, seperti adanya pembakaran vegetasi hutan dan penebangan hutan dalam skala luas (Hairiah, 2007).

Hutan alami merupakan penyerap penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, kerapatan tumbuhan bawah, dan seresah di permukaan tanah yang banyak. Bila hutan diubah fungsinya atau menurun kerapatannya maka jumlah C tersimpan akan berkurang atau bahkan hilang (Hairiah, 2007).

Dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sink (penyerap/penyimpan karbon) maupun source (pengemisi karbon). Deforestasi dan degradasi meningkatkan source, sedangkan aforestasi, reforestasi dan kegiatan pertanaman lainnya serta konservasi hutan meningkatkan sink. Dalam pengelolaan hutan lestari penyerapan karbon merupakan jasa yang dapat diberikan oleh sektor kehutanan. Sebaliknya kegiatan kehutanan yang berhubungan dengan serapan karbon akan mendukung pengelolaan hutan lestari. Misalnya kegiatan aforestasi, reforestasi dan mencegah deforestasi.

2.3. Mengapa karbon perlu diukur?

Cadangan karbon pada dasarnya merupakan banyaknya karbon yang tersimpan pada vegetasi, biomas lain dan di dalam tanah. Upaya pengurangan konsentrasi GRK di atmosfer (emisi) adalah dengan mengurangi pelepasan CO2 ke udara. Untuk itu,

maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah

serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan emisi

serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO2 yang berlebihan di udara (Hairiah, 2007).

Jumlah cadangan karbon tersimpan ini perlu diukur sebagai upaya untuk mengehui besarnya cadangan karbon pada saat tertentu dan perubahannya apabila terjadi kegiatan yang manambah atau mengurangi besar cadangan. Dengan mengukur, dapat diketahui berapa hasil perolehan cadangan karbon yang terserap dan dapat dilakukan sebagai dasar jual beli cadngan karbon. Dimana negara maju atau industry mempunyai kewajiban untuk memberi kompensasi kepada negara atau siapapun yang dapat mengurangi emisi atau meningkatkan serapan.

2.4. Bagaimana mengukur karbon?

Pada ekosistem daratan, C tersimpan dalam 3 komponen pokok yang merupakan parameter yang diukur di tingkat plot (IPCC, 2006). Komponen-komponen tersebut, yaitu:

(11)

5 1. Biomasa: masa dari bagian vegetasi yang masih hidup, yaitu:

- Atas tanah: tajuk pohon, tumbuhan bawah (semai, pancang), gulma dan tanaman semusim

- Bawah tanah: akar

2. Nekromasa: masa dari bagian pohon yang telah mati, yaitu: - Seresah dipermukaan tanah

- Tunggul/kayu mati/cabang dan ranting

3. Bahan organik tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah.

3. METODE PENGUKURAN DAN PENGHITUNGAN KARBON

HUTAN

3.1. Prinsip

Menghitung total cadangan karbon hutan didasarkan pada kandungan biomasa dan bahan organik pada lima sumber karbon (carbon pools) yaitu biomasa atas permukaan tanah, biomasa bawah permukaan tanah, kayu mati, serasah dan bahan organik tanah).

3.2. Peralatan

 alat penentu posisi koordinat (GPS), dengan tingkat kesalahan jarak horizontal maksimal 10 m;

 alat pengukur diameter pohon (phi band);  alat pengukur panjang;

 alat pengukur kelerengan (clinometer);  alat pengukur tinggi pohon;

 alat pengambil contoh tanah (ring soil sampler);

 alat pengukur berat (timbangan) dengan ketelitian 0,5%;  kompas;  peta kerja;  gergaji kecil;  gunting stek;  oven;  tally sheet;  wadah contoh.

(12)

6

3.3. Metode Pengambilan contoh (sampling technique)

3.3.1. Menyiapkan rancangan pengambilan contoh (Sampling design)

Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah pengambilan contoh berlapis (stratified sampling) secara sistematik (stratified systematic sampling ) atau acak (simple random sampling), dengan toleransi kesalahan (sampling error) maksimal 20% (RSNI, 2011).

3.3.2 Melakukan Stratifikasi

Stratifikasi bertujuan mengelompokkan tapak berdasarkan peta tutupan lahan (land cover) yang diperoleh dari interpretasi citra satelit dengan resolusi paling rendah 30 m. Contoh stratifikasi adalah hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman, tanaman perkebunan, pemukiman dan lain-lain. IPCC GL 2006 membagi kelas penutupan lahan berdasarkan kriteria penutupan lahan oleh IPCC GL 2006, yaitu Lahan Hutan (Forest Land/FL), Lahan Pertanian (Crop Land/CL), Lahan Padang Rumput (Grass Land/GL), Lahan Basah (Wet Land/WL), Pemukiman (Settlement/S) dan Lahan Lainnya (Other Land/OL). Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan membagi kategori penutupan lahan sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori penutupan lahan di Indonesia dan kategori dalam IPCC GL 2006

Kategori Hutan Kategori IPCC 2006

1. Hutan Lahan Kering Primer FL

2. Hutan Rawa Primer FL

3. Hutan Mangrove Primer FL

4. Hutan Lahan Kering Sekunder FL

5. Hutan Rawa Sekunder FL

6. Hutan Mangrove Sekunder FL

7. Hutan Tanaman FL

Area Penggunaan Lain (APL)

8. Belukar GL

9. Belukar rawa WL

10. Tanah terbuka OL

11. Rawa WL

12. Pertanian CL

13. Pertanian campur semak CL

14. Transmigrasi CL

15. Permukiman S

16. Padang rumput GL

17. Sawah CL

(13)

7

19. Tambak OL

20. Bandara OL

21. Air -

22. Awan -

3.3.3. Menentukan bentuk dan ukuran plot contoh

Bentuk plot contoh sesuai kondisi lapangan dapat berbentuk lingkaran, persegi panjang, bujur sangkar. Ukuran plot untuk pengukuran tiap tingkatan pertumbuhan vegetasi adalah sebagai berikut:

a. Semai dengan luasan minimal 4 m2 (2x2 m) b. Pancang dengan luasan minimal 25 m2 (5x5 m). c. Tiang dengan luasan minimal 100 m2 (10x10 m). d. Pohon dengan luasan minimal 400 m2 (20x20 m)

Bentuk dan ukuran plot pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar berikut.

.

Keterangan gambar:

A : sub plot untuk semai, serasah, tumbuhan bawah B : sub plot untuk pancang

C : sub plot untuk tiang D : sub plot untuk pohon

(14)

8 Patok utama plot

Patok bantu plot

Sub sub plot ukuran 0.5 X 0.5 meter untuk mengukur serasah dan tumbuhan bawah

Sub plot ukuran 10 m X 50 m untuk mengukur tiang (pohon Ø 5 sd 30 cm)

Plot ukuran 20 m X 100 m untuk mengukur pohon Ø ≥ 30 cm

Gambar 3. Bentuk Plot Contoh Permanen (PSP) di TNMB

3.4. Prosedur pengukuran biomasa di lima sumber karbon (carbon pool)

3.4.1 Pengukuran biomasa di atas permukaan tanah

3.4.1.1 Pengukuran biomasa pohon

Tahapan pengukuran biomasa pohon dilakukan sebagai berikut:

a. identifikasi nama jenis pohon, apabila tidak diketahui buat herbariumnya untuk diidentifikasi;

b. ukur diameter setinggi dada (dbh); Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon di lapangan dapat mengacu pada Gambar 5.

20 m 100 m 50 m 0,5 m x 0,5 m Patok PSP 50 m 10 m

(15)

9

Gambar 4. Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon

c. catat data dbh dan nama jenis ke dalam tally sheet; Bila pada plot terdapat vegetasi tidak berkeping dua (dycotile) seperti bambu dan pisang, maka ukurlah diameter dan tinggi masing-masing individu dalam setiap rumpun tanaman. Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya.

d. Tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon dengan jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur panjang, diameter dan timbang berat basahnya. Masukkan dalam oven pada suhu 100 C selama 48 jam dan timbang berat keringnya. Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut:

Volume (cm3) = ∏ R2 T

( ) ( ) ( )

(16)

10 Dimana :

R = jari-jari potongan kayu T = panjang/tebal kayu

e. Hitunglah biomasa pohon menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan sebelumnya yang pengukurannya diawali dengan penebangan dan penimbangan beberapa pohon (destruktif sampling).

Gambar 5. Perhitungan tinggi pada beberapa karakteristik pohon

3.4.1.2. Pengukuran biomasa tumbuhan bawah

Tahapan pengukuran biomasa tumbuhan bawah dilakukan sebagai berikut: a. Tempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium di dalam plot secara acak. b. Potong semua tumbuhan bawah (pohon berdiameter < 5 cm, herba dan

rumbut-rumputan) yang terdapat di dalam kuadran, pisahkan antara daun dan batang c. Masukkan ke dalam kantong kertas, beri label sesuai dengan kode titik

contohnya

d. Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong kertas berisi tumbuhan bawah yang diambil dari satu plot. Masukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan ke kamp/laboratorium.

(17)

11 f. Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing biomasa daun dan batang sekitar 100-300g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.

g. Keringkan sub-contoh biomasa tanaman yang telah diambil dalam oven pada suhu 80 C selama 2 x 24 jam atau sampai berat konstan.

h. Timbang berat keringnya dan catat dalam tally sheet.

3.4.2. Pengukuran biomasa serasah

Tahapan pengukuran biomasa serasah dilakukan sebagai berikut:

a. Ambil semua seresah yang terletak di permukaan tanah yang terdapat dalam kuadran, biasanya setebal 5 cm tetapi ketebalan ini bervariasi tergantung pada pengelolaan lahannya. Bila pengambilan seresah telah menyentuh tanah mineral, biasanya berwarna lebih terang dari pada lapisan seresah, maka hentikan pengambilannya.

Gambar 6. Pengambilan Nekromass (Sumber: TNMB)

b. Masukkan semua seresah yang terdapat pada kuadran ke dalam ayakan dengan lubang pori 2 mm, ayaklah. Ambil seresah halus dan akar yang tertinggal di atas ayakan, timbang berat basahnya (BB per kuadran). Ambil 100 g sub-contoh seresah halus, keringkan dalam oven pada suhu 80 C selama 48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.

c. Timbang berat keringnya dan catat dalam blangko pengamatan yang disediakan. Estimasi BK seresah per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:

(18)

12 ( ) ( )

( ) ( ) Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah

d. Masukkan seresah ke dalam kantong plastik dan beri label untuk keperluan analisa kandungan C.

e. Seresah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah, ambil 50 gram untuk analisa kandungan C atau hara lainnya.

Catatan

1. Pengukuran serasah tidak dilakukan pada tipe hutan mangrove karena faktor pasang surut air laut menyebabkan serasah yang diukur bukan sepenuhnya berasal dari tegakan mangrove pada lokasi tersebut

2. Pengukuran serasah dilakukan sebelum pengukuran biomasa tumbuhan bawah

3.4.3 Pengukuran biomasa pohon mati dan kayu mati (necromass)

3.4.3.1 Pengukuran biomasa pohon mati

3.4.3.1.1 Pengukuran biomasa pohon mati dengan metode geometrik

Tahapan pengukuran biomasa pohon mati dilakukan sebagai berikut: a. ukur diameter setinggi dada;

b. ukur tinggi total pohon mati;

c. hitung volume pohon mati dengan persamaan;

Keterangan:

- Vpm adalah volume pohon mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3); - dbh adalah diameter setinggi dada pohon mati 1,3 meter, dinyatakan dalam - centimeter (cm);

- t adalah tinggi total pohon mati, dinyatakan dalam meter (m); - f adalah faktor bentuk.

Catatan

Nilai faktor bentuk bervariasi tergantung jenis kayu. Apabila data faktor bentuk tidak

(19)

13 tersedia, maka dapat digunakan faktor bentuk 0,6

d. hitung berat jenis kayu pohon mati; Ambil sedikit contoh kayu ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, timbang berat basahnya, masukkan dalam oven suhu 80 C selama 48 jam untuk menghitung BJnya.

e. hitung bahan organik pohon mati.

Bpm = Vpm x BJpm

Keterangan:

- Bpm adalah bahan organik pohon mati, dinyatakan dalam kilogram (kg); - Vpm adalah volume pohon mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3);

- BJpm adalah berat jenis kayu pohon mati, dinyatakan dalam kilogram per meter - kubik (kg/m3).

3.4.3.1.2. Pengukuran biomasa pohon mati dengan metode alometrik

Tahapan pengukuran biomasa pohon mati dilakukan sebagai berikut: a. ukur dbh pohon mati;

b. tentukan tingkat keutuhan pohon mati. bentuk tingkat keutuhan pohon mati dapat dilihat pada Gambar 4;

c. c. hitung biomasa pohon mati - dengan persamaan alometrik dikalikan faktor koreksi dari tingkat keutuhan pohon mati (lihat Gambar 7).

Catatan

Lakukan pengambilan contoh kayu untuk pengukuran berat jenis jika ketersediaan data berat jenis tidak ada.

(20)

14

Keterangan gambar:

A : tingkat keutuhan dengan faktor koreksi 0,9 B : tingkat keutuhan dengan faktor koreksi 0,8 C : tingkat keutuhan dengan faktor koreksi 0,7

Gambar 7. Tingkat keutuhan pohon mati

3.4.3.2 Pengukuran biomasa kayu mati

3.4.3.2.1 Pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan volume

Tahapan pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan volume dilakukan sebagai berikut:

a. ukur diameter (pangkal dan ujung); b. ukur panjang total kayu mati;

c. hitung volume kayu mati (dapat menggunakan rumus Brereton);

Keterangan:

- Vkm adalah volume kayu mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3); - dp adalah diameter pangkal kayu mati, dinyatakan dalam centimeter (cm); - du adalah diameter ujung kayu mati, dinyatakan dalam centimeter(cm); - p adalah panjang kayu mati, dinyatakan dalam meter (m);

- π adalah 22/7 atau 3,14

d. hitung berat jenis kayu mati. Penentuan berat jenis kayu mati di lapangan dapat dilakukan dengan metode pengamatan empiris tingkat pelapukan kayu mati; e. hitung biomasa kayu mati.

(21)

15 Bkm = Vkm x BJkm

Keterangan:

- Bkm adalah biomasa kayu mati, dinyatakan dalam kilogram (kg); - Vkm adalah volume kayu mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3);

- BJkm adalah berat jenis kayu mati, dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (kg/m3).

Catatan

1. Lakukan pengambilan contoh kayu untuk pengukuran berat jenis jika ketersediaan data berat jenis tidak ada

2. Lakukan pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan volume atau berat

3.4.3.2.2 Pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan penimbangan langsung

Tahapan pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan penimbangan langsung dilakukan

sebagai berikut:

a. kumpulkan semua kayu mati pada plot pengukuran; b. timbang berat total dari kayu mati;

c. ambil contoh dan timbang minimal 300 gram;

d. lakukan pengeringan dengan menggunakan oven terhadap contoh kayu mati pada kisaran suhu 700 C sampai dengan 850 C hingga mencapai berat konstan; e. timbang berat kering contoh kayu mati.

3.4.4. Pengukuran kandungan karbon organik tanah

3.4.4.1. Tanah mineral kering

Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah mineral kering dilakukan sebagai berikut:

a. ambil contoh tanah dari 5 titik, yaitu pada keempat arah mata angin dan di tengahtengah plot untuk plot lingkaran atau pada keempat sudut plot dan di tengah-tengah plot untuk plot persegi panjang;

b. lakukan pengambilan contoh tanah dengan metode komposit, yaitu mencampurkan contoh tanah dari kelima titik contoh tanah pada setiap kedalaman (kedalaman 0 cm sampai dengan 5 cm, 5 cm sampai dengan 10 cm, 10 cm sampai dengan 20 cm, dan 20 cm sampai dengan 30 cm);

(22)

16 d. letakkan 4 ring soil sampler pada setiap kedalaman pengambilan contoh tanah; e. ambil contoh tanahnya pada setiap ring soil sampler dan timbang berat

basahnya di lapangan;

f. kering-anginkan contoh tanah di laboratorium; g. timbang contoh tanah dan dicatat beratnya;

h. analisis berat jenis tanah dan kandungan karbon organik tanah.

3.4.4.2. Tanah gambut

Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah gambut dilakukan sebagai berikut:

a. ukur kedalaman gambut pada setiap jarak 200 meter sampai dengan 300 meter pada jalur rintisan menuju plot ukur;

b. ambil contoh gambut minimal 3 contoh dari tiap tingkat kematangan gambut; c. lakukan analisa laboratorium untuk mendapatkan kerapatan lindak (bulk

density) dan kandungan karbon.

3.4.4.3. Tanah mineral mangrove

Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah mineral mangrove dilakukan sebagai berikut:

a. ambil contoh tanah dari 5 titik, yaitu pada keempat arah mata angin dan di tengahtengah plot untuk plot lingkaran atau pada keempat sudut plot dan di tengah-tengah plot untuk plot persegi panjang;

b. ambil contoh tanah dengan metode komposit, yaitu mencampurkan contoh tanah dari kelima titik contoh tanah pada kedalaman 0 cm sampai dengan 5 cm; c. letakkan ring soil sampler pada masing-masing titik pengambilan contoh tanah; d. letakkan 4 ring soil sampler pada kedalaman 0 cm sampai dengan 5 cm.

e. ambil contoh tanah dari ring soil sampler dan ditimbang berat basahnya di lapangan;

f. contoh tanah dikering-anginkan di laboratorium; g. contoh tanah ditimbang dan dicatat beratnya;

h. analisis berat jenis tanah dan kandungan karbon organik tanah.

3.4.5. Pengukuran biomasa di bawah permukaan tanah

Pengukuran biomasa di bawah permukaan tanah dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

(23)

17 Bbp = NAP x Bap

Keterangan:

- Bbp adalah biomasa di bawah permukaan tanah, dinyatakan dalam kilogram (kg);

- NAP adalah nilai nisbah akar pucuk;

- Bap adalah nilai biomasa atas permukaan (above ground biomass), dinyatakan dalam

- kilogram (kg) – sesuai dengan hasil penghitungan pada 3.4.1.

Catatan

Data nisbah akar pucuk tertera pada Tabel berikut:

Tabel 2. Angka default nisbah pucuk akar

3.5. Penghitungan cadangan karbon

3.5.1. Penghitungan biomasa atas permukaan

3.5.1.1. Penghitungan biomasa atas permukaan berdasarkan persamaan alometrik

Hitung biomasa menggunakan persamaan alometrik yang sesuai dengan karakteristik lokasi pengukuran yang meliputi zona iklim, tipe hutan, dan jika memungkinkan nama jenis atau kelompok jenis.

3.5.1.2 Penghitungan biomasa atas permukaan berdasarkan biomass expansion factor (BEF)

Jika ketersediaan data yang ada di lapangan adalah volume kayu, maka dapat menggunakan persamaan BEF sebagai berikut:

Bap = v x BJ x BEF

Keterangan:

(24)

18 - v adalah volume kayu bebas cabang (komersil), dinyatakan dalam meter kubik

(m3);

- BJ adalah berat jenis kayu, dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (kg/m3);

- BEF adalah biomass expansion factor.

Catatan

1. Nilai BEF dapat diperoleh dari hasil studi sebelumnya 2. Data berat jenis dapat mengacu pada Atlas Kayu Indonesia.

3.5.2 Penghitungan biomasa bawah permukaan (akar)

a. hitung biomasa pohon atas permukaan; b. hitung nisbah akar pucuk;

Bbp = NAP x Bap

Keterangan:

- Bbp adalah biomasa bawah permukaan, dinyatakan dalam kilogram (kg); - NAP adalah nilai nisbah akar pucuk;

- Bap adalah nilai biomasa atas permukaan (above ground biomass), dinyatakan dalam

- kilogram (kg)

Catatan

Data nisbah akar pucuk disajikan pada 3.4.5.

3.5.3. Penghitungan bahan organik serasah, kayu mati dan pohon mati

Keterangan:

- Bo adalah berat bahan organik, dinyatakan dalam kilogram (kg); - Bks adalah berat kering contoh, dinyatakan dalam kilogram (kg); - Bbt adalah berat basah total, dinyatakan dalam kilogram (kg); - Bbs adalah berat basah contoh, dinyatakan dalam (kg).

(25)

19

3.6. Penghitungan karbon

3.6.1 Penghitungan karbon dari biomasa

Penghitungan karbon dari biomasa menggunakan rumus sbb:

Cb = B x % C organik

Keterangan:

- Cb adalah kandungan karbon dari biomasa, dinyatakan dalam kilogram (kg); - B adalah total biomasa, dinyatakan dalam (kg);

- % C organik adalah nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,47 atau menggunakan nilai persen karbon yang diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium.

3.6.2. Penghitungan karbon dari bahan organik mati (serasah, kayu mati dan pohon mati)

Penghitungan karbon dari bahan organik mati dari serasah, kayu mati dan pohon mati

menggunakan rumus sbb:

Cm = Bo x % C organik

Keterangan:

- Cm adalah kandungan karbon bahan organik mati, dinyatakan dalam kilogram (kg);

- Bo adalah total biomasa/bahan organik, dinyatakan dalam kilogram (kg); - %C organik adalah nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,47 atau

menggunakan nilai

- persen karbon yang diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium

3.6.3. Penghitungan karbon tanah

Penghitungan karbon tanah menggunakan rumus sbb:

Ct = Kd x ρ x % C organik

Keterangan:

- Ct adalah kandungan karbon tanah, dinyatakan dalam gram (g/cm2);

(26)

20 - centimeter (cm)

- ρ adalah kerapatan lindak (bulk density), dinyatakan dalam gram per meter kubik

- (g/cm3);

- %C organik adalah nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,47 atau menggunakan nilai

- persen karbon yang diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium.

4. PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON TOTAL

4.1. Penghitungan cadangan karbon per hektar pada tiap plot

4.1.1. Penghitungan cadangan karbon per hektar untuk biomasa di atas permukaan tanah

Penghitungan cadangan karbon per hektar untuk biomasa di atas permukaan tanah dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

- Cn adalah kandungan karbon per hektar pada masing-masing carbon pool pada tiap plot,

- dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha)

- Cx adalah kandungan karbon pada masing-masing carbon pool pada tiap plot, dinyatakan dalam kilogram (kg)

- lplot adalah luas plot pada masing-masing pool, dinyatakan dalam meter persegi (m2)

4.1.2 Penghitungan kandungan karbon organik tanah per hektar

Penghitungan kandungan karbon organik tanah per hektar dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

Ctanah = Ct x 100

Keterangan:

- Ctanah adalah kandungan karbon organik tanah per hektar, dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);

- Ct adalah kandungan karbon tanah, dinyatakan dalam gram (g/cm2); - 100 adalah faktor konversi dari g/cm2 ke ton/ha.

(27)

21

4.2. Penghitungan cadangan karbon total dalam plot

Penghitungan cadangan karbon dalam plot pengukuran menggunakan persamaan sebagai berikut:

Cplot = (Cbap + Cbbp + Cserasah + Ckm + Cpm + Ctanah)

Keterangan:

- Cplot adalah total kandungan karbon pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar - (ton/ha);

- Cbap adalah total kandungan karbon biomasa atas permukaan per hektar pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);

- Cbbp adalah total kandungan karbon biomasa bawah permukaan per hektar pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar(ton/ha);

- Cserasah adalah total kandungan karbon biomasa serasah per hektar pada plot, - dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);

- Ckm adalah total kandungan karbon kayu mati per hektar pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);

- Cpm adalah total kandungan karbon pohon mati per hektar pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);

- Ctanah adalah total kandungan karbon tanah per hektar pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha).

4.3. Penghitungan cadangan karbon total dalam stratum

Penghitungan cadangan karbon dalam suatu stratum hutan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

- Cstratum adalah total cadangan karbon dalam stratum, dinyatakan dalam ton; - nplot adalah jumlah plot dalam stratum;

- Cplot adalah total kandungan karbon per hektar pada plot dalam stratum; - Luas stratum dinyatakan dalam hektar (ha).

(28)

22

4.4. Penghitungan cadangan karbon total dalam suatu areal

Penghitungan cadangan karbon total dalam suatu arealhutan menggunakan persamaan sebagai berikut;

Ctotal = Σ stratum C

Keterangan:

- Ctotal adalah cadangan karbon dalam suatu areal, dinyatakan dalam ton; - Cstratum adalah total cadangan karbon dalam stratum, dinyatakan dalam ton.

Catatan

Untuk tiap stratum dan total areal hutan, nilai rataan, ragam, selang kepercayaan dan kesalahan pengambilan contoh dapat dihitung sesuai dengan teknik sampling yang diterapkan.

5. PENUTUP

Keberhasilan upaya mitigasi melalui kegiatan REDD+ sangat tergantung dari hasil perhitungan penurunan emisi yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (MRV). Penyusunan SOP pengukuran karbon merupakan salah satu upaya meningkatkan kesiapan dan kapasitas masyarakat dan para pihak dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim melalui kegiatan REDD+. SOP yang mengacu kepada RSNI dan IPCC GL 2006 ini diharapkan dapat menjadi petunjuk untuk mengukur stok karbon di berbagai tipe lahan termasuk yang berada di kawasan konservasi. SOP ini masih akan diperbaiki berdasarkan kepada pengalaman pengukuran di lapangan

(29)

23

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Blangko (tally sheet) Pengamatan Pohon Besar

DATA PLOT PERMANEN

Nomer PSP : ... Tanggal : ... Blok : ... Resort : ... Ukuran: 20 m x 20 m = 400 m²

No Nama jenis Bercabang/ Tidak

Keliling Diameter Tinggi Keterangan

2. Blanko (tally sheet) Pengamatan Pohon Sedang (tiang)

DATA PLOT PERMANEN

Nomer PSP : ... Tanggal : ... Blok : ... Resort : ... Ukuran PLOT : 10 m x 10 m = 100 m²

No Nama jenis Bercabang/ Tidak

Keliling Diameter Tinggi Keterangan

3. Blanko (tally sheet) Pengamatan sapling

DATA PLOT PERMANEN

Nomer PSP : ... Tanggal : ... Blok : ... Resort : ... Ukuran Plot:

No Nama jenis Bercabang/ Tidak

(30)

24 4. Blanko (tally sheet) Pengamatan anakan

DATA PLOT PERMANEN

Nomer PSP : ... Tanggal : ... Blok : ... Resort : ... Ukuran Plot:

No Nama jenis Jumlah Ket

Tabel 5. Blanko Pengamatan Tumbuhan Bawah (Understorey)

No. PSP :

Blok :

Resort :

Tgl/Bln/Thn : Ukuran Plot 0,5m x 0,5m = 0,25m²

No. Berat Basah Sub-contoh Berat Basah

Sub-contoh Berat Kering

Total Berat Kering

Gram Gram Gram Gram/0,25m² Gram/m²

1

2

3

Tabel 6. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Besar (Diameter > 30 cm)

No. PSP :

Blok :

Resort :

Tgl/Bln/Thn : Ukuran Plot :

No. Panjang (Cm) Diameter (Cm) Tinggi (Cm) Pelapukan

Estimasi Berat Kering (Gram) Rendah Tinggi

(31)

25 Tabel 7. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Sedang (Diameter 5 s/d > 30 cm)

No. PSP : Blok : Resort : Tgl/Bln/Thn : Ukuran Plot : No. Panjang (Cm) Diameter (Cm) Tinggi (Cm) Pelapukan Estimasi Berat Kering (Gram) Rendah Tinggi

Tabel 8. Blanko Pengamatan Nekromasa Tak Berkayu (seresah)

No. PSP :

Blok :

Resort :

Tgl/Bln/Thn : Ukuran Plot : 0,25m²

No. Berat Basah Sub-contoh Berat Basah

Sub-contoh Berat Kering

Total Berat Kering

Gram Gram Gram Gram/0,25m² Gram/m²

1 2 3 4 5 6

(32)

26 Tabel 9. Estimasi total penyimpanan karbon bagian atas tanah pada suatu sistem

penggunaan lahan (Mg ha) PSP Zona

Land-use

Vege-tasi Biomasa (ton/ha)

Total Biomasa Stok Karbon Pohon Besar Pohon Sedang Under-storey Nekromas

Berkayu Seresah Tanah Akar (ton/ha) (ton/ha)

Tabel 10.

Estimasi biomasa pohon menggunakan persamaan allometrik

Keterangan:

(33)

27

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, I. K. D. 2008. Daur Biogeokimia. http://gurungeblog.wordpress.com/

2008/11/17/daur-biogeokimia/ 22 November 2010.

Dharmawan, I. W. S, Ginoga, K. L, Putra, E. I dan Ahmad, A. G. 2010. Standard Operating Procedures (SOPs). ITTO - International Tropical Timber Organization dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Bogor, Indonesia

GOFC-GOLD, 2009, Reducing greenhouse gas emissions from deforestation and degradation in developing countries: a sourcebook of methods and procedures for monitoring, measuring and reporting, GOFC-GOLD Report version COP14-2, (GOFC-GOLD Project Office, Natural Resources Canada, Alberta, Canada)

Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77p.

Hairiah, K dan Subekti Rahayu. 2007. Petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia, Bogor.

Hairiah, K. 2010. Mengukur Cadangan Karbon. Materi Pelatihan Pelibatan Masyarakat Dalam Pengukuran, Pelaporan, dan Verivikasi (MRV) Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB).

IPCC. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES, Japan.

Lasco RD. 2002. Forest carbon budgets in Southeast Asia following harvesting and land cover change. In: Impacts of land use Change on the Terrestrial Carbon Cycle in the Asian Pacific Region'. Science in China Vol. 45, 76-86.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K. dan Prawira, S.A. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I (Edisi revisi). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Palm CA, Woomer PL, Allegre J et al. 1999. Carbon sequestration and trace gas emissions in slash and burn and alternative land uses in the humid tropics. ASB Climate Change Working Group Final Report, Phase II, ICRAF, Nairobi. 36 pp

RSNI3. 2011. Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon, Pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest carbon accounting). Pustanling. (draft)

(34)

28

Solikhin. 2009. Panduan Inventarisasi Karbon di Ekosistem Hutan Rawa Gambut : Studi Kasus di Hutan Rawa Gambut Merang, Sumatera Selatan. Merang REDD Pilot Project South Sumatera-GIZ, Palembang.

Stern, N. 2007. ‘The Stern Review: The Economics of Climate Change. Cambridge University Press. Cambridge.

Gambar

Gambar 1. Siklus karbon (Sumber: Adhi, 2008 )  2.2.  Peran Hutan dalam Perubahan Iklim
Tabel 1.  Kategori penutupan lahan di Indonesia dan kategori dalam IPCC GL 2006
Gambar 2. Contoh bentuk plot persegi dan lingkaran
Gambar 3. Bentuk Plot Contoh Permanen (PSP) di TNMB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Syukron (2012) mengatakan bahwa peraturan Bank Indonesia dengan Malaysia tidak ada perbedaan termasuk peraturan tentang jumlah rapat DPS hanya saja Dewan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu produk berupa perangkat pembelajaran matematika realistik dengan peta konsep pada materi trigonometri di kelas XI

Sub - Sub DAS Mamasa adalah salah satu Sub DAS yang sering mengalami bencana tanah longsor baik yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti, kerusakan dan

It should be noted that the Statute of the Court in fact enabled the Court to decide a case “ex aequo et bono” (on the basis of appropriateness) if the parties agreed thereto.

Budaya membaca yang akhir-akhir ini disosialisasikan baik oleh pemerintah maupun beberapa kalangan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa,telah memicu semangat beberapa

Dengan meningkatnya kesadaran nasional setelah Sumpah Pemuda, maka pada tahun 1930 organisasi kepanduan seperti IPO, PK (Pandu Kesultanan), PPS (Pandu Pemuda Sumatra)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara coping style dan anticipatory grief pada orangtua dari anak dengan diagnosis kanker3. Hasil

Penambahan Bahan Baku Ubi Merah Kepada Kue Tradisional Kue Lumpur terhadap Daya Terima Konsumen. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu