Thesis :
Sociological Paradigms and Organisational Analysis, Element of the Sociology of Corporate life Oleh Gibson Burrell dan Gareth Morgan
Hak Cipta:
Silakan secara bebas mengandakan ringkasan ini.
Ringkasan:
1. Asumsi Sejarah Ilmu Sosial
Semua teori organisasi pada dasarnya berasal dari ilmu fiilosofi dan ilmu kemasyarakatan. Pakar ilmu sosial melakukan pendekatan terhadap subjeknya baik implisit maupun explisit melalui asumsi asal-muasal dunia sosial beserta penyelidikannya.
1. ontological, melihat sesuatu berdasarkan fenomena yang terjadi serta realita kenyataan yang ada. 2. epistemological, dasar ilmu pengetehuan. Bagaimana seseorang mulai mengerti akan dunia dan
mengkomunikasikan pengetahuannya untuk kemanusiaan. Menggambarkan bagaimana sesuatu dikatakan benar sebagai kebenaran, dan yang salah sebagai kesalahan.
3. Human nature, menggambarkan hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Bagaimana manusai bersosialisasi terhadapat lingkungannya.
4. Methodoligical, menggambarkan bagaimana seseorang menbuat strategi-strategi dengan menggunakan metode-metode tertentu.
Apabila seseorang memilih menggunakan metode pandangan terdahulu yang menggambarkan dunia
sosial sebagai suatu yang padat, eksternal, kenyataan objektif, maka ilmuwan berfokus kepada analisa hubungan dan keteraturan diantara elemen-elemen yang beragam.
Apabila seseorang memilih menggunakan metode pandangan alternatif terhadap kenyataan sosial
yang menitikberatkan kontribusi seseorang terhadap penciptaan, pengubahan, dan penafsiran akan dunia sosial.
Perdebatan-perdebatan
Asumsi Subjektif Objektif
Debat ontological Nominalism, melihat dunia sosial dari
luar, menganggap segala sesuatu tidak lebih dari sebuah nama, label untuk menggambarkan suatu objek. Contohnya
Realism, menganggap bahwa dunia
sosial adalah benar-benar nyata, keras, berwujud dan relatif tidak bisa
menganggap benda berbentuk bulat adalah lingkaran, padahal bisa saja lingkaran digunakan untuk benda yang berbentuk tidak bulat.
Debat epistemological Positivisme, karakteristik dari
epistemology yang mencari penjelasan dan prediksi apa yang terjadi di dunia social dengan mencari keteraturan dan hubungan sebab-akibat antar elemen-elemennya. Positivist epistemology menggunakan ilmu alam sebaga dasarnya pemikirannya.
Anti-positivisme, menolak keteraturan
di dalam hubungan dunia social. Bagi anti-positivist dunia ssoal itu bersifat relatif, dan untuk mengerti di dalamnya harus dilihat dari individu didalamnya yang terjun langsung ke dalam aktivitas yang akan dipelajari bukan individu yang hanya melihat dari sudut pandang luar saja. Anti-positivist menolak istilah observer atau pengamat yang merupakan karakteristik positivist.
Debat Human Nature Determinist, menganggap bahwa
seseorang dan aktivitasnya ditentukan oleh segala situasi atau lingkungan dimana ia tinggal.
Voluntarism, menganggap manusia
adalah makhluk yang bebas, tanpa keteraturan, tidak terkekang oleh lingkungannya.
Debat Methodological Ideographic, melihat ilmu social
berdasarkan pandangan bahwa seseorang dapat mengerti dunia social apabila mendapatkan pengetahuan langsung dari sumber akan subjek yang sedang
ditelitinya.
Nomothetic, menekankan dalam hal
pentingnya aturan-aturan sistematika dan teknik penelitian dalam mendapatkan pengetahuan ilmu sosial. Untuk mendapatkannya diharapkan melalui tahapan-tahapan, seperti dasar pemikirian, hipotesa, dsb baru tahap akhir mendapatkan pengetahuan yang ditelitinya.
Analisa Asumsi-Asumsi Ilmu Sosial
Perdebatan-perdebatan yang terjadi pada setiap asumsi-asumsi yang ada melahirkan 2 aliran atau sudut pandang yang selama ini mendominasi ilmu sosial selama 200 tahun terakhir ini, yaitu:
Sociological positivism, aliran yang berusaha memodelkan dan memetodekan ilmu-ilmu social terhadap hubungan manusia dalam suatu kelompok sosial. Sociological positivism memperlakukan dunia sosial sebagai dunia nyata, mengadaptasi pendekatan realist pada ontological. Asumsi yangtergabung di dalamnya, positivist epistemologi, deterministik, dan penggunaan metode nomothetic.
German idealism, berpendapat bahwa kenyataan yang sebenarnya terletak pada semangat atau ide-ide, bukan pada persepsi data, German idealism, menekankan pada inti dari subjektivitas pada ilmu
hubungan manusia, menolak terhadap utilitas dan relavansi terhadap pemodelan dan pembuatan metode-metode dalam ilmu sosial. Asumsi yang tergabung di dalamnya, anti-positivist epistemologi, voluntarist, dan ideographic sebagain dasar dai analisa sosial.
2. Asumsi mengenai sifat masyarakat
Teori dasar yang berusaha menjelaskan sifat-sifat masyarakat. Masing-masing teori mempunyai perspektif, isu, masalah dan asumsi yang berbeda terhadap subyek yang dinvestigasi.
Order Conflict Debate
Dahrendrof dan lockwood mencoba membedakan antara pendekatan sosiologi yang berpusat akan sifat alami untuk mengalami keteraturan(order) dan keseimbangan dengan pendekatan yang berpusat akan masalah, perubahan, konflik dan intimidasi. Hal ini sering disebut order conflict debate. Pada akhirnya teori mengenai order lebih banyak dibandingkan teori konflik.
Banyak sosiolog sekarang mengangap debat order konflik sudah berakhir Dipengaruhi oleh
fungsional aspek dari konflik social, sociologist dapat mengabungkan konflik sebagai variable terikat dalam teori yang didalamnya dimotori oleh social order.
Kritik utama Cohen ialah Dahendrof telah salah memperlakukan order dan konflik model sebagai sesuatu berlainan/ berbeda. Order dan konflik bisa digambarkan sebagai dengan sisi-sisi pada uang logam. Pengaruh dari `subjectivist` seperti ‘phenomenology’, ‘entno metdodhlogy’ menggeser perhatian dari debat order dan conflict.
Pengabungan teori-teori masyarakat, hasil dari kerja dari Parson dan structural functionalists, ditemukan dari asumsi-asumsi dibawah ini:
1. Setiap masyarakat merupakan struktur elemen yang tetap dan stabil. 2. Setiap masyarakat merupakan element struktur yang saling berintegrasi.
3. Setiap elemen dalam masyarakat mempunyai fungsi dan memberikan kontribusi dalam merawat sistem.
4. Setiap struktur social memiliki fungsi yang didasarkan konsesus yang diakui oleh masing-masing anggotanya.
Teori koersi masyarakat. dapat disederhanakan ke beberapa prinsip menjadi asumsi-asumsi sebagai berikut.
1. Setiap masyarakat, setiap titiknya bias menjadi subyek yang berubah. Perubahan social dapat terjadi dimana-mana
2. Setiap masyarakat berada pada oposisi dan konflik.
3. Setiap unsure dalam masyarkat dapat memberikan kontribusi Tabel teori masyarakat: ‘order’ dan ‘conflict’
The order or ‘integrationist’ View of society emphasizes
The conflict or coercion View of society emphasizes
Stability Change
Integration Conflict
Functional coordination Disintegration
Consensus Coercion
Konseptualisi ini merupakan penyederhanaan yang ekstrim dan mempunyai kemungkinan perbedaan interpretasi dari arti kata-kata didalam tebel tersebut.
‘Regulation’ and ‘Radical Change’
Menurut analisis penulis menunjukkan pemisahan order dan konfliks menimbulkan masalah. Order dan conflict disarankan untuk diganti menjadi notasi regulasi dan perubahan radikal. Sosiologi regulasi merujuk akan tulisan teori yang berpusat pada penjelasan masyarakat yang berupaya menjadi kesatuan. Teori berupaya menjelaskan mengapa masyarakat lebih ingin bersatu dibandingkan pecah terbagi. Sosiologi dari perubahan radikal berdiri bersebelahan dengan sosiologi regulasi. Sosiologi perubahan radikal berupaya mencari penjelasan dari perubahan radikal, konflik struktural yang terdalam, cara-cara dominasi, dan kontradiksi strutural yang dapat dilihat dari strutur masyarakat modern. Hal ini dasarnya berkonsentrasi atas manusia untuk mempersiapkan struktur masyarakat, batasan-batasan yang membatasi potensi manusia dalam berkembang. Pertanyaan utama yang berusaha dijawab sosiologi perubahan radikal ialah berfokus pada kekurangan manusia baik psikis atau materi.
The regulation –radical change dimension The sociology of Regulation is concerned with
The sociology of Radical Change is concerned with
The status quo Radical change
Consensus Modes of domination Social integration and cohesion Contradiction
Solidarity Emancipation
Need satisfaction Deprivation
Actually Potentiality
Dua model diatas harus diperhatikan sebagai formulasi ideal. Penulis berupaya menjelaskan hubungan yang ada antara sosiologi regulasi dan regulasi perubahan radical . Dua model tersebut hadir untuk menjadi alternatif model untuk analisa proses sosial.
3. Dua Dimensi : Empat Paradigma
Pada bab ini penulis ingin mendiskusikan hubungan antara dua dimensi dan mengembangkan sebuah skema harmonis untuk melakukan analisa teori sosial. Pada akhir tahun 1960 perdebatan beralih dari sosiologi regulasi dan perubahan radikal menjadi debat sosiologi subjective dan objective.
Didalam sosiologi regulasi terdapat debat antara sosiologi interpretive dan functionalism. Di dalam sosiologi perubaan radikal terdapat pemisahan antara teori subjective dan objetive. Debat ini dimulai dari makalah Louis Althusser work for marx. Setelah melaui perdebatan yang panjang, penulis
menggabungkan isu-isu sosiologi pada tahun1960 dan 1970. Hasil dari itu ialah empat paradigma yang digunakan untuk analisa teori sosial. Empat paradigma itu adalah 'radical humanist', 'radical
structuralis', 'interprettive' and 'functionalist'. Keempat paradigma tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:
Sifat-sifat dan penggunaan empat paradigma
Empat paradigma didefinisikan sebagai dasar meta-teori asumsi, menjadi referensi, cara kerja bagi para pembuat teori sosial.
Paradigma ini menyediakan kerangka kerja yang dominan untuk sosiologoi akademik dan studi organisasi. Secara persepektif paradigma ini berakar pada sosiologi regulasi dan pendekatan nya terhadap subyek penelitian melalui sudut pandang obyektif. Karakteristiknya adalah perhatiannya untuk menjelaskan status quo, sosial order, konsensus, sosial integrasi, solidaritas,
Interpretive Paradigm
Interpretive paradigm mengadaptasi pendekatan sociology of regulation yang mengarah kepada subjektivitas. Interpretive paradigm mengupas masalah pada pengertian dunia sebagai adanya dan pengertian dasar-dasar ilmu social pada level subjektif, dengan menekankan pada partisipasi dan kontribusi dibanding observer. Interpretive philosophers and sociologist berorientasi bagaimana mendapatkan sebuah penjelasan subjektifitas penciptaan dunia social secara nyata dan perkembangannya.
Radical Humanist Paradigm
Radical Humanist Paradigm beranggapan bahwa hubungan antar manusia tidak sekedar sebatas pertemuan dan komunikasi antar manusia tersebut. Kesadaran manusia yang didominasi oleh struktur ideologi yang kuat terhadap interaksi yang dilakukannya, dan hal ini membuat perubahan rasa kemanusiaan di dalam dirinya sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk terhadap kesadarannya sehingga menghasilkan perubahan radikal, bentuk dominasi, emansipasi, dan potensialisasi di dalam jiwanya.
Radical Structural Paradigm
Berbeda dari Radical Humanist Paradigm, Radical Structural Paradigm lebih berkonsenstrasi pada struktur hubungan di dalam dunia social dalam kehidupan nyata. Menekankan fakta bahwa perubahan radikal dikembangkan untuk dasar dan struktur sosial kontemporer, dan mencari penjelasan hubungan internal antar formasi elemen-elemen sosial. Konflik dalam paradigma ini terjadi pada saat sosiolog berusaha mencari
perbedaan paradigm yang ada, di sisi lain memfokuskan pada analisa dan struktur hubungan yang kuat. Para ahli berpendapat kontemporer sosial merupakan karakteristik dari dasar konflik yang menghasilkan perubahan radikal melalui politik dan krisis ekonomi.