• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membiayai pembangunan dan pengeluaran rutin lainnya di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam membiayai pembangunan dan pengeluaran rutin lainnya di"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Dalam membiayai pembangunan dan pengeluaran rutin lainnya di Indonesia, pemerintah tentu memerlukan sumber penerimaan dana yang besar, sumber penerimaan yang dapat diandalkan yaitu berasal dari pajak. Iqbal (2015) mengungkapkan bahwa semakin banyak pajak yang dipungut, maka semakin banyak fasilitas dan infrastruktur yang dibangun untuk warga negara. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenergaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Direktorat Jendral Pajak (DJP) juga menjelaskan bahwa warga negara dalam peran sertanya untuk pembangunan nasional dibedakan menjadi dua, yaitu warga negara yang turut berkontribusi membayar pajak dengan benar dan free rider (orang yang menikmati berbagai fasilitas/pelayanan umum tanpa berkontribusi melalui pembayaran pajak). Sebagaimana dapat dilihat kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara pada Tabel 1.1 berikut:

(2)

Tabel 1.1

Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

(Milyar Rupiah) Tahun Penerimaan Negara Penerimaan Pajak Persentase

2007 706.108 490.988 69,53% 2008 979.305 658.701 67,26% 2009 847.096 619.922 73,18% 2010 992.249 723.307 72,90% 2011 1.205.356 873.874 72,50% 2012 1.332.323 980.518 73,59% 2013 1.497.521 1.148.365 76,68% 2014 1.661.148 1.310.219 78,87%

Sumber : Departemen Keuangan Tahun Anggaran 2007-2014 (data diolah kembali)1

Berdasarkan pada Tabel 1.1 , dapat dilihat terjadi peningkatan kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara dari tahun ke tahun, akan tetapi peningkatan penerimaan pajak masih belum diimbangi dengan peningkatan kepatuhan pajak masyarakat Indonesia.

Menurut Ahmad Erani Yustika, selaku ekonom INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) dikutip dari situs (ekbis.sindonews.com) menyatakan bahwa:

“Penerimaan pajak memang selalu mengalami peningkatan, namun masih banyak potensi pajak yang belum tergali, baik oleh sebab penghindaran, ketidakpatuhan atau korupsi, sejak tahun 2006 sampai sekarang 2015 target pajak hampir selalu tak sesuai sebagaimana target pemerintah”.

(3)

Manurung (2013) mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan Wajib Pajak antara lain ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pembangunan infrastruktur yang tidak merata dan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi. Perkembangan tingkat kepatuhan dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Nasional Tahun 2008-2012

Sumber : Annual Report Direktorat Jendral Pajak Tahun 2008-2012 (Diolah Kembali oleh Penulis).

Meskipun Wajib Pajak terdaftar meningkat dari tahun ke tahun, namun tidak seluruhnya Wajib Pajak menyerahkan laporan SPT setiap tahunnya. Padahal penyampaian SPT sangat penting terkait dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaporan pembayaran pajak. Hal ini dapat dibuktikan dengan bertambahnya jumlah Wajib Pajak terdaftar wajib lapor SPT tetapi jumlah SPT yang dilaporkan lebih rendah dari Wajib Pajak terdaftar yang wajib melaporkan SPT. Fenomena tersebut terjadi pula di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung karees yang dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut ini:

Tahun Jumlah Wajib Pajak (WP) Terdaftar Jumlah WP Terdaftar Wajib Lapor SPT Jumlah WP Lapor SPT Tingkat Kepatuhan 2008 10.682.099 6.341.828 2.097.849 33.08% 2009 15.911.576 9.996.620 5.413.114 54.15% 2010 19.112.590 14.101.933 8.202.309 58.16% 2011 22.319.037 17.694.317 9.332.626 52.74% 2012 24.812.569 17.659.278 9.482.480 53.70%

(4)

Tabel 1.3

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak KPP Pratama Bandung Karees Tahun 2008-2014

Sumber: Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) KPP Pratama Bandung Karees Tahun 2008-2014 (Diolah Kembali Oleh penulis). Mardiasmo (2009) mengungkapkan bahwa Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ada beberapa alasan mengenai timbulnya keadaan kepatuhan Wajib Pajak yang rendah, hal paling menonjol menurut Alm, Bahl, Matthew (1990) disebabkan oleh tidak adanya data tentang Wajib Pajak yang dapat digunakan untuk mengetahui kepatuhannya.

Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Keputusan Menteri Keuangan No 74/PMK.03/2012 adalah Wajib Pajak yang memiliki kriteria tertentu. Diantaranya tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), tidak mempunyai tunggakan pajak, laporan keuangan diaudit dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tidak pernah dipidana.

Laili (2013) mengatakan bahwa meningkatnya kepatuhan Wajib Pajak merupakan kunci suksesnya mencapai penerimaan pajak. Semakin tinggi Tahun Jumlah Wajib Pajak

(WP) Terdaftar Jumlah WP Terdaftar Wajib Lapor SPT Jumlah WP Lapor SPT Tingkat Kepatuhan 2008 62.201 29.996 27.115 90,4% 2009 89.752 55.904 37.336 66,8% 2010 103.561 68.801 27.191 54,1% 2011 97.454 78.113 42.662 54,6% 2012 109.447 86.682 41.041 47,3% 2013 114.927 78.120 40.308 51,6% 2014 126.773 75.510 35.121 46,5%

(5)

kepatuhan Wajib Pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Kepatuhan Wajib Pajak mencakup kepatuhan mencatat atau membukukan transaksi usaha, kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan perpajakan lainnya. Di antara ketiga jenis kepatuhan tersebut, yang paling mudah diamati adalah kepatuhan melaporkan kegiatan usaha, karena seluruh Wajib Pajak berkewajiban menyampaikan laporan kegiatan usahanya setiap bulan dan/atau setiap tahun dalam bentuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

Pilihan Pemerintah untuk mengoptimalisasi fungsi penerimaan perpajakan yaitu melalui peran Direktorat Jendral Pajak. Optimalisasi ini dilakukan melalui dua solusi utama, yaitu intensifikasi perpajakan dan ekstensifikasi perpajakan. Surat edaran Direktorat Jendral Pajak No SE-06/PJ.9/2001 tentang pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak menerangkan bahwa upaya ekstensifikasi Wajib Pajak adalah penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak. Sementara, pelaksanaan intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak.

Menyadari masih sedikitnya jumlah pembayar pajak, maka pemerintah melaksanakan kegiatan yang dinamakan Sensus Pajak Nasional yang diselenggarakan secara bertahap mulai dari tahun 2011-2013. Dengan kegiatan ini diharapkan semua orang atau badan yang belum melaksanakan kewajiban

(6)

membayar pajak dengan benar, dapat melaksanakan sesuai kondisi atau potensi yang sebenarnya. Sensus Pajak Nasional pada hakikatnya untuk menegakan keadilan. Sungguh tidak adil apabila ada sebagian masyarakat yang telah membayar pajak tapi masih banyak lagi yang belum membayar pajak (www.pajak.go.id).

Dengan adanya Sensus Pajak Nasional, maka Direktorat Jenderal Pajak telah menggiatkan proses intensifikasi sekaligus ekstensifikasi perpajakan sebagai upaya peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) terdaftar yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2013 tentang Sensus Pajak Nasional yang dikeluarkan pertama kali pada tanggal 12 September 2011 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011. Menurut PMK Nomor 96/PMK.03/2013 menetapkan bahwa Sensus Pajak Nasional adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan cara mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak.

Budi (2011) mengungkapkan ada tiga masalah penting yang mungkin ada selama pelaksanaan SPN. Pertama respon para responden yang tidak begitu baik. Bentuk dan cara respon negatif ini sangat banyak, mulai dari menghindari diri dari petugas sensus, menjawab pertanyaan yang tidak sesuai dengan kenyataan Wajib Pajak, tidak bersedia menandatangani Formulir Isian Sensus (FIS). Jika kondisi ini terjadi Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak akan sangat dirugikan karena tidak akan memperoleh data yang diperlukan. Kedua, legalitas terhadap data yang diperoleh rendah dikarenakan petugas sensus tidak bertemu dengan pemilik usaha

(7)

yang sangat jarang berada di gerai usahanya sehingga pertanyaan yang diajukan oleh petugas sensus dijawab oleh karyawan usaha bukan oleh pemilik usahanya langsung. Ketiga, validitas data yang diperoleh untuk menentukan tingkat akurasi perhitungan pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang nanti akan masuk dalam pundi-pundi penerimaan pajak.

Pelaksanaan SPN dapat dikatakan efektif jika tujuan SPN telah tercapai sesuai dengan PMK Nomor 96/PMK.03/2013 yaitu memperluas basis pajak, pencapaian target penerimaan perpajakan dan pengamanan penerimaan negara. Sasaran Sensus Pajak Nasional meliputi Wajib Pajak yang belum ber-NPWP maka bisa diberikan NPWP, belum bayar pajak agar membayar pajak, belum menyampaikan SPT agar menyampaikan SPT, Wajib Pajak yang memiliki utang pajak agar melunasinya dan belum optimal membayar pajak agar membayar pajak sesuai dengan ketentuan.

Menurut Shofia (2013) dengan adanya program Sensus Pajak Nasional memberikan pengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang berdampak pada meningkatnya penerimaan pajak di Indonesia.

Penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana efektivitas pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional (SPN) yang telah dijalankan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP). Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian tentang kepatuhan Wajib Pajak ini disusun untuk mengambil judul skripsi “PENGARUH EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM SENSUS PAJAK NASIONAL TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK” (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)

(8)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang maslalah yang telah diuraikan, penulis mengidentifikasi masalah tersebut sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional (SPN) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

2. Bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

3. Bagaimana pengaruh efektivitas pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional (SPN) terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional (SPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees.

2. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees.

3. Untuk mengetahui pengaruh efektivitas pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional (SPN) terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.

(9)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh efektivitas pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional (SPN) terhadap kepatuhan Wajib Pajak di wilayah Kantor Pajak Pratama Bandung Karees.

2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karees

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan di kantor pajak untuk mengetahui bagaimana efektivitas pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional (SPN) yang telah dijalankan oleh kantor pajak sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang berpengaruh terhadap penerimaan negara.

3. Bagi Pihak Lain

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan literatur untuk menambah wawasan terhadap pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional (SPN) yang dilaksanakan secara bertahap pada tahun 2011-2013 dan merupakan program terbaru Direktorat Jendral Pajak yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

(10)

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees yang berlokasi Jalan Ibrahim Adjie (Jalan Terusan Kiaracondong) No. 372 Bandung. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan selesai.

Referensi

Dokumen terkait

Direktorat Jendral Pajak selaku badan yang mengelola perpajakan Indonesia menyelenggarakan program Sensus Pajak Nasional (SPN) yang merupakan proses

Mojokerto.. Begaganlimo Kecamatan Gondang; Desa Kalikatir Kecamatan ondang; Desa Sumberjati Kecamatan Jatirejo; Desa Jembul Kecamatan Jatirejo; Desa Tawangrejo Kecamatan

panas bumi Makale disusun oleh batuan sedimen seperti Batugamping, Batulempung, dan Batupasir. Sedangkan di bagian tengah dan sedikit di bagian utara didominasi batuan produk

Dua atau tiga dari jumlah mereka, seperti yang saya yakini, gout dan rematik, atau mungkin terbaring di tempat tidur, tidak pernah bermimpi membuat penampilan mereka

a) Risk Self Assessment (RSA), yaitu perusahaan menilai sendiri terhadap aktivitas perusahaan melalui checklists kejadian risiko. Checklists ini berisi butir-butir

Sedangkan gangguan yang datang dari dalam sistem dapat berupa kegagalan dari fungsi peralatan jaringan, kerusakan dari peralatan jaringan, kerusakan dari peralatan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas tendangan yeop chagi, perolehan nilai tendangan yeop chagi setiap kelas dan besaran nilai yang dihasilkan dari setiap

Nantinya metode akan berubah yaitu bila ingin membuka kunci rumah cukup dengan pintunya diketuk dengan berbagai nada maka slot kunci tersebut akan terbuka atau akan