• Tidak ada hasil yang ditemukan

Semangat dan Jiwa Korpri kabupaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Semangat dan Jiwa Korpri kabupaten "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya pencapaian tujuan bernegara sangat memerlukan peran pemerintahan yang baik, bersih dan melayani. Sebagai salah satu prioritas, upaya ini dilakukan dengan penekanan pada pembangunan aparat negara melalui pelaksanaan reformasi birokrasi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Aparat pelaksana birokrasi pemerintahan di Indonesia tergabung dalam satu wadah yaitu Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI).

Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan dalam sistem pemerintahan. Pada periode pertama, Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Pada masa ini kabinet-kabinet jatuh bangun hingga presiden mengeluarkan dekrit mengenai pembubaran konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak diberlakukannya UUDS 1950. Demokrasi liberal akhirnya diganti dengan demokrasi terpimpin.

Demokrasi terpimpin berjalan semenjak mulai diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada demokrasi terpimpin banyak terjadi penyelewengan seperti Politik Bebas Aktif diganti Politik Nefo Oldefo dan dominasi Presiden dalam pemerintahan. Tanggal 9 Febuari 1967/DPR-GR memberhentikan Soekarno sebagai presiden dan berakhir masa demokrasi terpimpin.

(2)

Pada masa orde Reformasi inilah terjadi perubahan mendasar tata pemerintahan di Indonesia. Undang Undang Dasar 1945 mengalami amandemen, diberlakukannya otonomi daerah dan struktur kelembagaan negara mengalami perubahan. Rentetan perubahan rezim di Indonesia sudah barang tentu mengubah paradigma, perilaku dan jiwa para aparat birokrasi (KORPRI).

Dalam implementasinya, pelaksanaan reformasi birokrasi difokuskan pada upaya penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu aparat birokrasi agar memiliki kinerja yang optimal dengan disertai upaya perbaikan tingkat kesejahteraan; peningkatan kualitas pelayanan publik, baik pelayanan dasar maupun pelayanan lainnya; dan pengembangan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif, serta peningkatan akuntabilitas kinerja birokrasi pemerintah. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya sosok dan perilaku birokrasi (yang dijalankan oleh KORPRI) yang memiliki jiwa lebih profesional, bertanggung jawab, efisien dan efektif, bersih, bebas korupsi kolusi nepotisme (KKN), dan dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.

(3)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dikaji dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimana memantapkan jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia guna mempercepat reformasi birokrasi melalui prinsip-prinsip good governance?

2. Bagaimana pelaksanaan jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia guna mempercepat reformasi birokrasi melalui prinsip-prinsip good governance?

3. Apa saja kendala pemantapan jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia guna mempercepat reformasi birokrasi melalui prinsip-prinsip good governance?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai oleh tulisan ini adalah:

1. Mendeskripsikan pemantapkan jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia guna mempercepat reformasi birokrasi melalui prinsip-prinsip good governance.

2. Mendeskripsikan pelaksanaan jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia guna mempercepat reformasi birokrasi melalui prinsip-prinsip good governance.

3. Mendeskripsikan kendala pemantapan jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia guna mempercepat reformasi birokrasi melalui prinsip-prinsip good governance.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang hendak dicapai oleh tulisan ini adalah: 1. Bagi anggota Korps Pegawai Republik Indonesia

Dapat menjadi acuan reformasi diri dalam melaksanakan tugas sebagai aparat birokrasi dalam melakukan pelayanan publik guna terwujudnya good governance.

(4)

Dapat menjadi bahan kajian dalam upaya meningkatkan reformasi peran serta anggotanya dan kelembagaan sebagai wadah aparat birokrasi dan terwujudnya good governance.

3. Bagi Pemerintah

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Memantapkan Jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia Guna Mempercepat Reformasi Birokrasi Melalui Prinsip-prinsip Good Governance

Tata pemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsep yang di pandang sebagai suatu aspek yang menekan pada peran manajer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong, meningkatkan, dan menciptakan pengelolahan manajerial yang bersih serta bebas dari korupsi. Keinginan pemerintah untuk melaksanakan good governance telah sering terucap di kalangan pemimpin di berbagai forum. Sebagai pelaksana birokrasi, Korpri harus yakin bahwa good governance adalah cara terbaik untuk melakukan reformasi birokrasi yang dicita-citakan yaitu tercapainya Indeks Tata Pemerintahan yang Baik (Good Public Governance Index).

1. Prinsip good governance menurut Lenvine

Pelayanan publik dalam negara demokrasi dengan meminjam pendapat Lenvine harus memenuhi tiga indikator:

a). Responsivitas, yaitu daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan, b). Responsibilitas, yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa

jauh proses pemberian layanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan,

(6)

2. Prinsip good governance menurut Kepmenpan 81/1995

Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Kepmenpan) 81/1995, menyebutkan bahwa kinerja organisasi publik dalam memberikan pelayanan harus mengandung beberapa indikator, seperti:

a) Kesederhanaan, yaitu prosedur atau tata cara pelayanan umum harus didesain sedemikian rupa menjadi mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b) Kejelasan dan kepastian tentang tata cara, rincian biaya layanan

dan cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan, dan unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum.

c) Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. d) Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan dapat mengetahui seluruh

informasi yang dibutuhkan secara mudah dan jelas (informasi tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain).

e) Efisiensi, yaitu persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dan produki layanan publik yang diberikan. Perlu dicegah adanya pengulangan di dalam pemenuhan kelengkapan persyaratan.

f) Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk membayar.

g) Keadilan yang merata, yaitu cakupan atau jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.

(7)

3. Prinsip good governance menurut Masyarakat Transparansi Indonesia Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) mengemukakan prinsip-prinsip good governance sebagai berikut.

a) Partisipasi

Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jalur komunikasinya meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis maupun tidak tertulis.

Instrumen dasarnya adalah peraturan yang menjamin hak untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan. Indikator ketercapaiannya adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, meningkatnya kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap setiap langkah pembangunan.

b) Penegakan hukum

Mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Pemerintah melalui aparat birokrasi (anggota KORPRI) harus mendukung tegaknya supremasi hukum dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan perundang-undangan dan menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang adil dan tepat serta menghilangkan kebiasaan yang dapat menimbulkan KKN.

(8)

keterpaduan dari sistem yuridis (kepolisian, pengadilan dan kejaksaan).

Indikator ketercapaiannya adalah berkurangnya praktek KKN dan pelanggaran hukum, meningkatnya proses penegakan hukum, berlakunya nilai/norma di masyarakat (living law) dan adanya kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum sebagai pembela kebenaran.

c) Transparansi

Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya. Pemerintah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi nasional/lokal.

Instrumen dasarnya adalah peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi.

Indikator ketercapaiannya adalah bertambahnya wawasan, pengetahuan masyarakat dan meningkatnya terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

d) Kesetaraan

Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Tujuannya untuk menjamin kepentingan pihak-pihak yang kurang beruntung, seperti masyarakat miskin dan lemah, kaum minoritas, dan kesetaraan terhadap wanita dalam lembaga eksekutif dan legislatif.

(9)

Indikator ketercapaiannya adalah berkurangnya kasus diskriminasi, adanya kesetaraan jender, dan meningkatnya pengisian jabatan sesuai ketentuan.

e) Daya tanggap

Meningkatkan kepekaan jiwa para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat, tanpa kecuali.

Pemerintah membangun jalur komunikasi untuk menampung aspirasi masyarakat dalam hal penyusunan kebijakan. Ini dapat berupa forum masyarakat, talk show, layanan hotline, prosedur komplain.

Instrumen dasarnya adalah komitmen politik untuk menerima aspirasi dan mengakomodasi kepentingan masyarakat. Instrumen pendukungnya antara lain penyediaan fasilitas komunikasi, kotak saran dan layanan hotline, prosedur dan fasilitas pengaduan dan prosedur banding pada pengadilan.

Indikator ketercapaiannya adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah, tumbuhnya kesadaraan masyarakat, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya jumlah pengaduan.

f) Wawasan ke depan

Membangun berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.

Tujuannya untuk memberikan arah pembangunan secara umun sehingga dapat membantu dalam penggunaan sumberdaya secara lebih efektif. Instrumen dasarnya adalah komitmen politik pada masa depan Indonesia secara umum dan masa depan daerah secara khusus.

(10)

adanya kesesuaian dan konsistensi antara perencanaan dan anggaran.

g) Akuntabilitas

Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada masyarakat. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.

Instrumen dasarnya adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawan. Instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.

Indikator ketercapaiannya adalah meningkatnya kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat, meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya kasus-kasus KKN. h) Pengawasan

Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.

Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga berwenang perlu memberi peluang bagi masyarakat dan organisasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan, evaluasi, dan pengawasan kerja, sesuai bidangnya.

Instrumen dasarnya adalah peraturan perundangan-undangan yang ada dengan disertai komitmen politik.

(11)

penyalahgunaan wewenang, dll.) melalui media massa dan berkurangnya penyimpangan.

i) Efesiensi dan efektifitas

Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan mengunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab.

Pelayanan masyarakat harus mengutamakan kepuasan masyarakat, dan didukung mekanisme penganggaran serta pengawasan yang rasional dan transparan. Desentralisasi kewenangan layanan masyarakat sampai tingkat keluruhan/desa. Instrumen dasarnya adalah komitmen politik sedangkan instrumen pendukungnya adalah struktur pemerintahan yang sesuai kepentingan pelayanan masyarakat, adanya standar-standar dan indikator kinerja untuk menilai efektivitas pelayanan, pembukuan keuangan yang memungkinkan diketahuinya satuan biaya, dan adanya survei-survei kepuasaan konsumen.

Indikator ketercapaiannya adalah meningkatnya kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan masyarakat, berkurangnya penyimpangan pembelanjaan, berkurangnya biaya operasional pelayanan dan mendapatkan ISO pelayanan. Dilakukannya swastanisasi dari pelayanan masyarakat.

j) Profesionalisme

Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.

Tujuannya adalah menciptakan birokrasi profesional yang dapat efektif memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini perlu didukung dengan mekanisme penerimaan staf yang efektif, sistem pengembangan karir dan pengembangan staf yang efektif, penilaian, promosi, dan penggajian staf yang wajar.

(12)

penempatan, evaluasi dan pola karir pegawai yang baik, standar-standar dan indikator kinerja, sistem penghargaan, sistem sanksi dan sistem pembangunan sumber daya manusia.

Indikator ketercapaiannya adalah meningkatnya kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan masyarakat, berkurangnya pengaduan masyarakat, berkurang KKN, mendapatkan ISO pelayanan, dan dilakukannya “fit and proper test” terhadap PNS.

Prinsip-prinsip yang telah dikemukakan di atas harus dimatangkan dan dimantapkan sebagai jiwa seluruh anggota KORPRI dan jiwa KORPRI sebagai lembaga yang mewadai aparat negara atau para pelaku birokrasi. Kesadaran bahwa good governance sebagai prinsip yang harus dimantapkan menuju tata pemerintahan yang baik yang mewujudkan birokrasi yang baik, bersih, dan melayani sebagai wujud reformasi birokrasi.

B. Pelaksanaan Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil Indonesia Guna Mempercepat Reformasi Birokrasi Melalui Prinsip-prinsip Good Governance

Pelaksanaan suatu konsep atau prinsip dalam kajiannya tentu banyak muncul persoalan atau kritikan karena antara praktek dengan teori kadangkala tidak sejalan. Dalam tataran teori baik tetapi ketika dalam pelaksanaan teknis menjadi kurang sesuai, tidak efektif dan kurang efisien. Unsur utama dalam good governance adalah birokrasi yang efisien. Citra birokrasi di masyarakat umumnya terlihat kurang baik. Secara sinis sering dikatakan bahwa motto sebagai jiwa birokrasi adalah “Kalau bisa dibuat sulit untuk apa dimudahkan”. Birokrasi dikesankan sebagai sebuah rantai yang amat panjang atau pos dari sebuah perjalanan yang panjang. Di setiap pos mereka yang berurusan dengan birokrasi harus mau berpayah-payah atau memberi sejumlah pelicin untuk masuk ke pos berikutnya. Istilah umumnya adalah uang administrasi.

(13)

administrasi untuk menghadapi dan menyelesaikan birokrasi. Padahal khittah dari birokrasi adalah adanya pembagian tugas yang jelas untuk memudahkan pelayanan masyarakat. Bukan untuk mempersulit apalagi menghambat masyarakat yang memiliki urusan.

Dalam era otonomi daerah, peran pengambil kebijakan untuk mengontrol berjalannya birokrasi dengan baik amat dimungkinkan. Ini berkait dengan wewenang yang dimiliki daerah seperti memiliki kewenangan mengadakan rekrutmen birokrat (PNS).

Era otonomi daerah rembesanya dapat dirasakan dalam pelaksananan sistem pemerintahan. Di samping membuka banyak kesempatan untuk kondisi lebih baik, juga adalah kesempatan bagi munculnya raja-raja kecil yang amat berkuasa. Raja kecil itu bisa berupa pemerintah daerah, DPRD, partai politik, pengusaha atau bisa jadi pemimpin informal. Yang jelas kekahawatiran munculnya pemimpin informal ini adalah ketika hukum tak mampu menyentuh mereka bahkan berada di tapak kaki mereka.

Sumbangan dari compang-campingnya kondisi hukum ini amat besar terhadap keterpurukan bangsa Indonesia. Bagaimana sebuah investasi dapat masuk bila tak ada kepastian hukum, besarnya uang keamanan dan lain-lain. Birokrasi tidak dapat bersih bila setiap pelanggaran tak pernah ditindaklanjuti dan malah menjadi habit. Artinya unsur supremasi hukum menjadi prasyarat bagi unsur yang lain dalam good governance.

(14)

penting dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Penyelenggara pemerintahan daerah harus mau untuk dikontrol oleh masyarakat dan masyarakat harus mau peduli terhadap permasalahan pemerintahan.

Dalam reformasi birokrasi, peranan pemimpin sangat strategis. Keberhasilan birokrasi dalam menjalankan tugas-tugasnya sangat ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Jika diidentifikasi secara umum terdapat beberapa fenomena kepemimpinan pada birokrasi, di antaranya: 1. Pemimpin birokrasi dalam menjalankan roda birokrasi pada umumnya

belum digerakkan oleh visi dan misi. Akan tetapi, senantiasa masih digerakkan oleh peraturan yang sangat kaku. Akibatnya, pemimpin tidak dapat mengembangkan potensi organisasi, serta tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan eksternal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Pemimpin birokrasi lebih mengandalkan kewenangan formal yang dimilikinya. Kekuasaan menjadi kekuatan dalam menggerakkan bawahan untuk memenuhi berbagai kepentingan pemimpin.

3. Rendahnya kompetensi pemimpin birokrasi. Hal ini terlihat dari pola promosi dari birokrasi yang kurang mempertimbangkan kompetensi pejabat yang akan ditempatkan pada suatu jabatan struktural. Promosi dilakukan atas dasar kepangkatan, golongan dan ruang serta hasil penilaian kinerja melalui DP-3. Indikator-indikator seperti ini tidak memiliki basis penilaian yang rasional. Dasar kepangkatan dan golongan hanya diukur dengan indikator formal berupa latar belakang pendidikan dan lama bekerja.

4. Lemahnya akuntabilitas pemimpin birokrasi. Tidak adanya tranparansi pertanggungjawaban publik atas apa yang telah dilakukan oleh birokrasi. Seharusnya akuntabilitas ini penting dilakukan agar masyarakat dapat memberikan koreksi dan kontrol terhadap kinerja birokrasi.

(15)

Rendahnya kualitas dan ketidaksesuaian kompetensi yang dimiliki menjadi penghalang dalam mewujudkan good governance. Itulah realita yang terjadi. Karena itu, kondisi birokrasi saat ini ditinjau dari aspek kelembagaannya masih jauh dari kondisi ideal. Kelemahan ini secara akumulatif telah mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap birokrasi oleh masyarakat sebagai pengguna jasa layanan.

Kecenderungan utama birokrasi lebih mengutamakan pendekatan struktural daripada pendekatan fungsional dalam penyusunan organisasi. Sehingga benturan dan tarik-menarik kewenangan menjadi sulit dihindarkan. Begitu pula dengan besaran organisasi belum mengarah pada proposional akan tugas dan fungsi birokrasi sebagai lembaga pemberi layanan pada masyarakat.

Dalam pelaksaaan otonomi daerah pemerintahan selalu berupaya untuk mewujudkan kondisi yang kondusif untuk tercapainya good local governance. Upaya tersebut terlihat dengan dilakukanya penyempurnaan berbagai peraturan perundangan yang ada misalnya, UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, UU No. 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.

Dengan dikeluarkanya undang-undang di atas pada prinsipnya memberikan peluang pada daerah untuk menyusun perencanaan pembangunan secara otonom dan partisipatif agar pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan dan berkembang serta terciptanya tata pemerintahan daerah yang baik (good local governance).

(16)

tata pemerintahan yang baik, bersih dan melayani terwujud karena KORPRI mewujudkannya. Perilaku yang sesuai dengan perananya selaku abdi negara dan masyarakat. Keseluruhan perilaku para anggota birokrasi tercermin pada pelayanan pada seluruh masyarakat. Karena penerapan prinsip fungsionalisasi, spesialisasi dan pembagian tugas, sudah barang tentu menjadi bagian masyarakat suatu lembaga tertentu.

C. Kendala Pemantapan Jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia Guna Mempercepat Reformasi Birokrasi Melalui Prinsip-prinsip Good Governance

Pelayanan publik (publik services) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparat negara sebagai abdi masyarakat dan negara. Dalam pelaksanaan good governance masih dirasakan belum terwujudnya reformasi birokrasi menuju tata pemerintahan yang baik, bersih, dan melayani. Birokrasi yang berjalan masih banyak yang belum efesien, masih membutuhkan waktu yang lama, masih berbelit belit, ketika ada hubungan kekerabatan baru pelayanannya berkualitas, tidak terjadi transparansi keuangan negara, bahkan akuntabilitas masih belum baik. Karena itu, tidak terlalu mengejutkan jika Indonesia dikategorikan sebagai suatu pemerintahan yang buruk (bad governance). Kesulitan reformasi birokrasi disebabkan oleh tiga hal utama, yaitu (1) warisan sejarah (historical institutionalism) yang melingkupi birokrasi sejak masa kemerdekaan hingga sekarang; (2) kuatnya intervensi politik atas birokrasi; dan (3) melemahnya posisi tawar birokrasi terhadap partai politik.

(17)

mengupayakan agar para anggota KORPRI menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan perananya selaku abdi negara dan masyarakat. Pemahaman tentang perilaku dalam kaitanya pada birokrasi, dikaji dari sudut pandang etos kerja, kultur organisasi dan kultur sosial secara luas.

Banyaknya permasalahan birokrasi tersebut di atas, belum sepenuhnya teratasi baik secara internal maupun eksternal. Permasalahan internal birokrasi antara lain:

1. Pelanggaran disiplin, penyalahgunaan kewenangan dan masih banyaknya praktek KKN;

2. Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur; 3. Rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja;

4. Rendahnya kualitas pelayanan umum; 5. Rendahnya kesejahteraan PNS; dan

6. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan.

Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi (e-government) merupakan tantangan tersendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, baik dan melayani. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan cepat. Makin derasnya arus informasi dari manca negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan informasi dalam masyarakat (digital divide). Perubahan-perubahan ini, membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi dan cara baru dalam menghadapi tuntutan perubahan, baik sosial maupun budaya.

Dalam aspek pengawasan dan akuntabilitas, berbagai permasalahan utama yang dihadapi disebabkan oleh antara lain:

(18)

2. Masih rendahnya tindak lanjut hasil pengawasan dan pemeriksaan untuk perbaikan kinerja dan manajemen pemerintahan;

3. Belum adanya standar baku dan penerapan sistem penghargaan dan sanksi kepada pejabat negara dan pegawai negeri; serta

4. Belum optimalnya penerapan pengendalian intern di lingkungan instansi pemerintah;

5. Belum optimalnya sinergi antara kegiatan pengawasan internal dan eksternal;

6. Belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan.

Selanjutnya, upaya mewujudkan reformasi birokrasi yang baik, bersih dan melayani masih dihadapkan pula pada permasalahan kelembagaan, yaitu antara lain:

1. Struktur organisasi pemerintah yang masih cenderung gemuk serta belum dilandasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang ada. Akibatnya, banyak terjadi tumpang tindih tupoksi, baik dalam lingkungan intansi tersebut maupun dengan instansi lainnya.

(19)

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Memantapkan jiwa Korp Pegawai Republik Indonesia guna mempercepat reformasi birokrasi pada hakekatnya adalah upaya membangun good governance atau tata pemerintahan yang baik dan mencakup pula upaya membangun sistem nilai dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal penting bagi KORPRI sebagai abdi negara dan masyarakat sekaligus pelaku birokrasi yang mampu mereformasi diri adalah:

1. Anggota maupun kelembagan Korps Pegawai Republik Indonesia harus mantap dengan dan menerapkan prinsip-prinsip good governance guna mewujudkan reformasi birokrasi yang baik, bersih dan melayani.

2. Dinamika pelaksanaan good governance oleh Korps Pegawai Republik Indonesia dijiwai sebagai dinamika perubahan sosial dan menjiwai dirinya sebagai agen perubahan.

3. Kendala yang dihadapi dalam memantapkan jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia guna mempercepat reformasi birokrasi menuju good governance harus diwaspadai sebagai patologi kultural, sosial, intern dan ekstern birokrasi.

B. Saran

Era globalisasi menuntut banyak perubahan di segala bidang, tidak terkecuali Korps Pegawai Republik Indonesia yang berbenah diri memantapkan jiwanya sebagai pelaku birokrasi mereformasi diri. Oleh karena itu di sarankan:

(20)
(21)

DAFTAR RUJUKAN

Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Jakarta: Gadjah Mada University Press.

Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: Raja Wali Press.

Widodo, Widodo. 2001. Good Governance, Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otoda. Jakarta: Insan Cendikia.

Jurnal forum inovasi dan Capacity Building dan Good Governance Refleksi Otoda. Vol 3:Juni/ diunduh Agustus 2012.

Sulistiyani, Ambar T. 2004. Memahami Good Governance dalam Perspektif Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

LAN. 2003. Penyusunan Standard Pelayanan Publik. Jakarta: LAN.

Tjokrowinoto, Moeljarto. 2004. Birokrasi dalam Polemik. Malang: Penerbit Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

 Inflasi ini terjadi karena naiknya indeks pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik sebesar 1,13 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan

Adapun gaya bahasa yang termasuk ialah gaya bahasa: Gaya bahasa mulia dan Bertenaga, Gaya bahasa klimaks, Gaya bahasa antithesis, Gaya bahasa paralelisme, Gaya

" (1) Pindjaman2 jang disebut dalam pasal 5 Perse- tudjuan sekarang ini hanja dapat diper g unakan untuk membiajai barang2 dan djasa2 dari negara2 dan daerah2

Apakah struktur organisasi BBWS/BWS Ditjen SDA di Daerah sudah sesuai dengan urusan yang menjadi kewenangan Pusat di Daerah saat ini.. Sudah sesuai, tidak perlu penyempurnaan

Agar dapat menjangkau seluruh sasaran tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat berupaya memperluas sekaligus meningkatkan mutu pendidikan

(3) Surat masuk bagi Pengurus Pusat disampaikan kepada Ketua Umum melalui Sekretaris Jenderal untuk di disposisi, untuk kemudian disampaikan kepada yang berhak, yakni : Dewan

Dari hasil analisa minat wirausaha terdapat empat variabel dengan nilai rata-rata tertinggi yang terkait dengan faktor pribadi, yaitu Ingin suatu hari nanti membuka usaha

Berdasarkan variabel yang diteliti untuk faktor sosial demografi, nilai indikator yang paling berpengaruh adalah pengetahuan tentang makanan, selanjutnya untuk