• Tidak ada hasil yang ditemukan

USM. PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI LARUTAN GARAM terhadap KUALITAS INTERIOR dan TPC (Total Plate Count) pada TELUR AYAM ASIN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USM. PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI LARUTAN GARAM terhadap KUALITAS INTERIOR dan TPC (Total Plate Count) pada TELUR AYAM ASIN SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

USM

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI LARUTAN GARAM terhadap KUALITAS INTERIOR dan TPC (Total Plate Count) pada

TELUR AYAM ASIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1

Program Studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian

Disusun Oleh :

ULFA FITRIA NINGRUM D.111.13.0035

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

USM

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI LARUTAN GARAM terhadap KUALITAS INTERIOR dan TPC (Total Plate Count) pada

TELUR AYAM ASIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1

Program Studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian

Disusun Oleh :

ULFA FITRIA NINGRUM D.111.13.0035

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS SEMARANG 2017

(3)
(4)
(5)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ulfa Fitria Ningrum

NIM : D.111.13.0035

Program Studi : S-1 Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas / Universitas : Teknologi Pertanian / Universitas Semarang

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul :

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI LARUTAN GARAM terhadap KUALITAS INTERIOR (Indeks Kuning Telur, Indeks Putih Telur, Indeks Haugh) dan TPC (Total Plate Count) pada TELUR AYAM ASIN adalah hasil penelitian saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Dalam skripsi ini juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah atau diterbitkan, kecuali yang secara tertuis diacu dalam naskah ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Semarang, 3 Februari 2017 Yang Menyatakan,

(6)

RINGKASAN

Ulfa Fitria Ningrum. D.111.13.0035 : “Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Larutan Garam terhadap Kualitas Interior (Indeks Kuning Telur, Indeks Putih Telur, dan Indeks Hough) dan TPC (Total Plate Count) pada Telur Ayam Asin”. (Pembimbing Sudjatinah dan C. Hari Wibowo).

Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Telur mengandung gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat-zat yang sangat baik dan mudah dicerna. Telur asin merupakan telur utuh yang diperam dengan menggunakan garam dapur (NaCl). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai perbedaan konsentrasi larutan garam terhadap kualitas interior dan TPC penyimpanan chiller pada telur ayam asin. Penelitian dilaksanakan di Laboraturium Rekayasa Pangan Universitas Semarang dan Laboraturium Ilmu Gizi dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang, pada bulan November-Desember 2016.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu konsentrasi larutan garam. Perlakuan yang diterapkan adalah P1 = air 5000 ml : 1250 g garam, P2 = air 5000 ml : 1400 g garam, P3 = 5000 ml : 1550 g garam, dan P4 = air 5000 ml : 1700 g garam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (p<0,05) terhadap indeks kuning telur dan TPC, tetapi tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap indeks putih telur dan indeks hauhg. Dipilih P4 sebagai perlakuan terbaik dengan indeks kuning telur 0,41 ; indeks putih telur 0,066 ; indeks haugh 70,6 dan TPC 0,859.

(7)

ABSTRACT

Ulfa Fitria Ningrum D 111.13.0035 effect of salt solution concentration differences on the quality of interior (Index Egg Yolk, Egg White Index and Index Hough) and Content Storage Chiller TPC at Salty Chicken Eggs ". (Supervisor Sudjatinah and C. Hari Wibowo).

Eggs are farm products that contributed most to the achievement of community nutritional adequacy. Eggs contain enough nutrition perfect because it contains substances that are very good and easy to digest. Salted eggs are whole eggs are brooded by using common salt (NaCl). This study aims to determine the effect of various concentrations of saline solution difference to the quality of the interior and storage TPC chiller on salted chicken eggs. Research conducted at the Laboratory of Food Engineering University of Semarang and the Laboratory of Nutrition and Food Technology, University of Muhammadiyah Semarang, in November-December 2016.

The method used was completely randomized design with one factor soaking period. Treatment applied is

P1 = Water 5000 ml 1250 g of salt, P2 = 5000 ml water: 1400 g of salt, P3 = 5000 ml: 1550 g of salt, and P4 = 5000 ml water: 1700 g of salt. The results showed that the treatment effect (p <0.05) on the index of yolk and TPC, but had no effect (p> 0.05) on egg white index and the index hauhg. P4 chosen as the best treatment with egg yolk index of 0.41; egg white index 0,066; Haugh index 70.6 and the TPC 0.859.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan Rahmat dan HidayahNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan dukungan penuh dari berbagai pihak yang dengan tulus dan sabar membimbing, membantu dan memberi semangat kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ir. Sudjatinah, M.Si selaku Dosen pembimbing utama dan C. Hari Wibowo,

S.Pt, MP., selaku Dosen pembimbing anggota yang telah banyak memberi motivasi, saran, dan bimbingan sejak penyusunan dari awal hingga terselesainya proposal skripsi ini.

2. Ir. Adi Sampurno, M.Si selaku dosen Penguji I, terima kasih atas seluruh masukan dan kritikan yang membangun dalam perbaikan penulisan sekripsi ini. 3. Ir. Sri Budi Wahjuningsih, M.P selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas.

4. Ir. Bambang Kunarto, M.P selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang.

5. Ir. Sri Untari, M.Si selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan motivasi, dan saran dalam proposal sekripsi ini.

6. Orang tua tercinta, yang selalu memberi semangat, mengiringi langkah saya dengan doa dan kasih sayang yang tulus.

(9)

7. Teman seperjuanganku anak-anak Fakultas Teknologi Pertanian lintas jalur angkatan 2013.

8. Teman-teman di luar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang, yang senantiasa memberi semangat.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut memberikan dukungan dalam penelitian dan penyusunan Proposal Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun proposal sekripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, harapan penulis semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Januari 2017

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN I ... ii

HALAMAN PENGESAHAN II ... iii

SURAT PERYATAAN SKRIPSI... iv

RINGKASAN ... v

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan masalah ... 2 C. Tujuan... 2 D. Manfaat... 3 E. Hipotesis... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. Definisi Telur Ayam... 4

B. Struktur dan Komposisi Telur ... 5

1. Kerabang Telur... 6

2. Putih Telur (albumen) ... 7

3. Kuning Telur (yolk)... 7

C. Telur Asin (Pengasinan)... 8

D. Jenis Media Pengasinan ... 10

1. Air... 10

2. Garam ... 10

(11)

1. Indeks Putih Telur ... 12

2. Indeks Kuning Telur... 12

3. Indeks Haugh... 13

F. TPC (Total Plate Count) ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 16

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

B. Bahan dan Alat ... 16

C. Prosedur Penelitian... 17

D. Variabel Penelitian ... 19

E. Rancangan Percobaan ... 22

F. Analisis Data ... 23

BAB IV PEMBAHASAN... 24

A. Indeks Kuning Telur ... 24

B. Indeks Putih Telur ... 27

C. Indeks Haugh ... 29

D. TPC (Total Plate Count) ... 31

BAB V PENUTUP... 35

A. Simpulan ... 35

B. Saran... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.Perbedaan Kandungan Gizi Per 100 Gram Telur Ayam Ras

dengan Telur Puyuh dan Telur Itik ... 5

2. Rata - Rata Indeks Kuning Telur ... 24

3. Rata - Rata Indeks Putih Telur ... 27

4. Rata - Rata Indeks Haugh ... 29

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Telur ... 6

2. Diagram Alir Proses Pembuatan Larutan Garam Sesuai Konsentrasi 17 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Telur Asin ... 19

4. Grafik Indeks Kuning Telur ... 25

5. Grafik Indeks Putih Telur... 27

6. Grafik Indeks Haugh ... 30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analsis Ragam Indeks Putih Telur... 40

2. Analsis Ragam Indeks Kuning Telur ... 44

3. Analsis Ragam Indeks Haugh Telur ... 50

4. Analsis Ragam TPC (Total Plate Count)... 54

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Sebutir telur mengandung gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat – zat gizi yang sangat baik dan mudah dicerna (Sudaryani 2003).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang daya simpan telur adalah dengan pengasinan atau pembuatan telur asin. Pengasinan dapat ditambah dengan konsentrasi larutan garam untuk meningkatkan umur simpan sekaligus memberikan cita rasa dari telur.

Telur asin merupakan telur utuh yang diperam dengan mengggunakan garam dapur (NaCl). Telur asin juga merupakan salah satu metode pengawetan telur sehingga dapat disimpan lebih lama. Telur asin umumnya dibuat dengan cara tradisional yaitu pemeraman telur dengan menggunakan larutan garam 10 hari. Setelah dilakukan pemeraman telur asin lalu dicuci dan direbus.

Menurut Sarwono (1995) pengawetan telur dengan pengasinan akan menghasilkan telur asin bercita rasa. Penambahan garam pada telur dalam jumlah tertentu dapat menaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis pada sel mikroba, mengurangi daya kelarutan oksigen, menghambat kegiatan enzim proteolitik dan sifat garam yang higroskopik menyebabkan aw menurun.

(16)

Teknologi pengawetan telur asin yang berkembang saat ini yaitu dengan pemberian garam dapur. Jenis media pengasinan sangat berpengaruh terhadap kualitas telur asin, penggunaan media seperti larutan air garam diharapkan mempunyai pengaruh terhadap telur ayam asin.

B. Perumusan Masalah

Telur merupakan makanan yang banyak disukai masyarakat, karena kandungan gizi yang tinggi, murah, dan mudah cara mengolahnya tetapi telur ayam mempunyai kelemahan yaitu cepat mengalami kebusukan, berbagai cara bisa dilakukan untuk memperpanjang daya simpan telur, salah satunya dengan pengasinan. Ada berbagai media pengasinan telur asin salah satunya dengan menggunakan larutan garam. Apakah dengan Perbedaan Konsentrasi Larutan Garam akan Berpengaruh terhadap Kualitas Interior, dan TPC (Total Plate

Count) penyimpanan chiller pada pembuatan telur ayam asin.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai Perbedaan Konsentrasi Larutan Garam Terhadap Kualitas Interior, dan TPC

(17)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam pembuatan telur asin dengan menggunakan air garam sebagai media pengasinan telur , disisi lain diharapkan dengan mengetahui konsentrasi garam yang tepat akan diperoleh hasil telur asin yang sesuai dengan selera konsumen.

E. Hipotesis

Diduga dengan menggunakan konsentrasi larutan garam yang berbeda akan berpengaruh terhadap Kualitas Interior, dan TPC (Total Plate Count) penyimpanan chiller dalam pengasinan telur ayam yang di hasilkan.

H0 : Tidak ada pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati. H1 : Ada pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Telur Ayam

Telur ayam adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang populer dan sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan masyarakat dapat mengonsumsi telur ayam untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini karena telur ayam relatif murah dan mudah diperoleh serta dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diharapkan (Lestari, 2009).

Telur tersusun oleh tiga bagian utama yaitu kulit telur (kerabang) bagian cairan bening (albumen), dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990).

Telur ayam mempunyai kandungan protein yang tinggi dan susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung di dalamnya juga tinggi. Secara umum telur ayam dan telur itik merupakan telur yang paling sering di konsumsi oleh masyarakat (Sudaryani, 2003).

Perbedaan zat gizi telur ayam dengan telur itik dan telur puyuh dapat dilihat pada Tabel 1.

(19)

Tabel 1. Perbedaan Kandungan Gizi Per 100 g Telur Ayam dengan Telur Puyuh dan Telur Itik.

Zat Gizi Telur Ayam Telur Puyuh Telur Itik

Energi (kkal) 143 158 185 Protein (g) 12,58 13,05 12,81 Total lemak (g) 9,94 11,09 13,77 Karbohidrat (g) 0,77 0,41 1,45 Kalsium/Ca (mg) 53 64 64 Besi/Fe (mg) 1,83 3,65 3,85 Magnesium/Mg (mg) 12 13 17 Fosfor/P (mg) 191 226 220 Kalium/K (mg) 134 132 222 Natrium/Na (mg) 140 141 146 Seng/Zn (mg) 1,11 1,47 1,41 Tembaga/Cu (mg) 0,102 0,062 0,062 Mangan/Mn (mg) 0,038 0,038 0,038 Selenium/Se (mkg) 31,7 32,0 36,4 Thiamin (mg) 0,069 0,069 0,156 Riboflavin (mg) 0,478 0,478 0,404 Niasin (mg) 0,070 0,070 0,200 Asam panthothenat (mg) 1,438 1,438 1,862 Vitamin B6 (mg) 0,143 0,143 0,250 Vitamin B12 (mg) 1,29 1,58 5,40 Vitamin A (IU) 487 543 674 Vitamin E (mg) 0,97 1,08 1,34 Vitamin K (mkg) 0,3 0,3 0,4 Kolestrol (mg) 423 844 884 Sumber: USDA (2007)

B. Struktur dan Komposisi Telur

Struktur dan komposisi telur ayam tidak berbeda dengan telur lainnya. Telur segar secara umum mengandung bahan utama yang terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Telur terdiri dari kerabang telur, putih telur, dan kuning telur. Berdasarkan bobot telur, perbandingan antara ketiga komposisi tersebut adalah 12,0 % kerabang telur ; 52,6 % putih telur ; dan 35,4 % kuning telur (Campbell dan Lasley, 1977).

(20)

Adapun struktur dari telur dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). 1. Kerabang Telur

Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis, serta dilengkapi dengan pori-pori kerabang yang berguna untuk pertukaran gas dari dalam dan luar kerabang telur (Sumarni dan Djuarnani, 1995).

Komposisi kerabang telur terdiri atas 98,2% kalsium, 0,9% magnesium dan 0,9% fosfor (Stadelman dan Cotteril, 1973).

(21)

Kerabang telur dilindungi oleh lapisan kutikula luar dan membran kerabang dalam. Pada bagian kerabang telur ditemukan dua selaput membran, yaitu membran kerabang telur (Outer Shell

Membrane) dan membran putih telur (Inner Shell Membrane) yang

berfungsi melindungi isi telur dari infiltrasi bakteri dari luar. Pada kerabang telur terdapat pori-pori. Banyaknya pori-pori per butir telur ayam berkisar antara 7.000 - 17.000 yang digunakan untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut berukuran 0,01 - 0,07 µm dan tersebar di seluruh permukaan telur (Kurtini et al., 2011).

2. Putih Telur (Albumen)

Putih telur merupakan bagian yang sangat diperhatikan karena sifat biokimianya sehubungan dengan kualitas telur. Putih telur atau disebut juga albumen merupakan sumber utama protein yang mengandung niasin dan riboflavin (USDA, 2007).

Warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan oleh pigmen ovoflavin (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Bagian putih telur terdiri atas 4 lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu lapisan encer luar, lapisan encer dalam, lapisan kental luar, dan lapisan kental dalam (Sarwono, 1995).

3. Kuning Telur (Yolk)

Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air dan merupakan bagian yang lebih kental dari pada putih telur. Kuning telur

(22)

terdiri atas 3 bagian, yaitu membran vitelin, germinaldisc, dan kuning telur (Kurtini et al., 2011).

Membran vitelin memiliki ketebalan 6 - 11 mm dan terdiri dari 4 lapis, yaitu plasma membran, inner layer, continous membrane, dan outer layer. Membran vitelin sebagian terbentuk di ovarium, dan lainnya dibentuk di oviduct, beratnya sekitar 50 mg. Germinaldisc adalah bagian kecil dari ovum yang setelah terjadi ovulasi mengandung inti diploid zygote dan jika tidak dibuahi adalah sisa dari haploid pronucleus betina. Germinaldisc sering disebut blastoderm jika dibuahi dan blastodisc jika belum dibuahi oleh sperma. Germinaldisc ini terbentuk dari sitoplasma, oocyte, dan mengandung cytoplasmic inclusions yang penting untuk aktivitas metabolisme normal dari perkembangan embrio. Kuning telur memiliki diameter 25 - 150 µm dan kuning telur mengandung pigmen karotenoid yang dihasilkan oleh oxycarotenoids (Kurtini et al., 2011).

Pigmen tersebut secara linier dipengaruhi oleh tingkat pigmen di dalam makanan. Selama penyimpanan, air dapat berpindah dari putih telur ke kuning telur (Abbas, 1989).

C. Telur Asin ( Pengasinan )

Telur asin adalah masakan berbahan dasar telur yang diawetkan dengan cara diasinkan (diberikan garam berlebih untuk menonaktifkan enzim perombak). Kebanyakan telur yang diasinkan adalah telur itik, meski tidak menutup kemungkinan untuk telur-telur yang lain. Telur asin baik dikonsumsi

(23)

dalam waktu satu bulan. Walaupun selera orang berbeda-beda, telur asin yang dinilai berkualitas tinggi memiliki ciri-ciri bagian kuning telur berwarna jingga terang hingga kemerahan, "kering" (jika digigit tidak mengeluarkan cairan), tidak menimbulkan bau amis, dan rasa asin tidak menyengat (Anonim, 2013 ).

Pengasinan telur merupakan upaya untuk pengawetan telur yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan merendam telur didalam larutan garam akan mengalami osmosis karena telur tersebut ditempatkan pada lingkungan konsentrasinya lebih encer dari pada di dalam telur (isi telur). Telur sebagai sel tunggal yang terbungkus cangkang yang memiliki pori-pori dan merupakan membran yang bersifat selektif permeabel, kuning telur sebagai inti. Hal itu menyebabkan air garam masuk ke dalam telur melewati membran/cangkang telur karena konsentrasi di dalam lebih tinggi dari pada di luar, sehingga telur menjadi asin. Hal ini juga sesuai dengan pengertian osmosis yaitu proses perpindahan molekul-molekul zat terlarut dari konsentrasi rendah (hipotonik) ke konsentrasi tinggi (hipertonik) (Diana Ayu syifa, 2013).

Pengasinan dengan cara perendaman di dalam larutan garam jenuh dan selanjutnya telur yang sudah dicuci direndam dalam larutan garam tersebut selama kurang lebih 10-14 hari (Sudaryani,1996).

(24)

D. Jenis Media Pengasinan 1. Air

Menurut pernyataan Belitz dan Grosh (1999) air pada bahan pangan digunakan sebagai media yang mendukung reaksi kimia dan merupakan reaktan langsung pada proses hidroksi. Penambahan garam akan menyebabkan kandungan air berkurang dan mempengruhi pertumbuhan mikroorganisme dan dapat memperpanjang waktu simpan. Air juga bereaksi fisik dengan protein, polisakarida, lemak yang memberikan konstribusi secara signifikan pada tekstur makanan atau bahan pangan.

2. Garam

Garam adalah senyawa yang terbentuk dari reaksi asam dan basa. Terdapat beberapa contoh garam, antara lain: NaCl, CaCl2, ZnSO4, NaNO2, dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari–hari tentu kamu tidak asing dengan garam. Contoh garam adalah garam dapur (NaCl) yang biasa digunakan untuk keperluan memasak (Anonim, 2011).

Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah lama dilakukan masyarakat. Garam dapat bertindak sebagai pengawet karena garam akan menarik air dari bahan pangan sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat berkembang biak karena menurunnya aktivitas air. Garam digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme pencemar seperti mikroorganisme protiolitik dan spora. Sifat-sifat anti mikroorganisme dari garam. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme

(25)

pembusuk atau proteolitik dari bentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garamnnya rendah yaitu 6%. Mikroorganisme patogen termasuk Clostiridium botulinum kecuali

Streptococcus aureus dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai

10%-12%. Beberapa mikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan

Lactobacillus dapat tumbuh dengan cepat dengan adanya garam. Garam

juga mempengaruhi aw dari bahan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme seperti bakteri

halofilik (bakteri yang bertahan hidup pada konsentrasi garam tinggi)

dapat tumbuh pada larutan garam hampir jenuh, tetapi membutukan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan (Estiasih, 2009).

E. Kualitas Interior Telur

Kualitas telur dapat diartikan sebagai sekumpulan sifat-sifat yang dimiliki oleh telur dan memiliki pengaruh terhadap penilaian konsumen. Menentukan kualitas telur terutama bagian isi dalam telur dapat diketahui dengan peneropongan dan melakukan penilaian kualitas internal telur dengan memecahkan telur kemudian menempatkannya pada meja kaca, selanjutnya penilaian utama dilakukan terhadap putih dan kuning telur kemudian penentuan kualitas internal telur yang paling baik adalah berdasarkan indeks haugh yang merupakan indeks dari tinggi putih telur kental terhadap berat telur. Semakin tinggi indeks haugh, semakin baik kualitas putih telur, ini

(26)

Indeks telur merupakan perbandingan antara lebar dengan panjang telur. Menurut Piliaung (1992), bahwa bentuk telur dipengaruhi oleh lebar tidaknya diameter isthmus. Apabila diameter isthmus lebar, maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat dan apabila diameter isthmus sempit, maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung lonjong.

1. Indeks Putih Telur (Albumen Indeks)

Indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur dengan diameter rata-rata putih telur kental. Indeks putih telur segar berkisar antara 0,050 - 0,174, meskipun biasanya berkisar antara 0,090 – 0,120. Semakin tua umur telur maka diameter putih telur akan semakin lebar sehingga indeks putih telur akan semakin kecil (Winarno dan Koswana, 2002)

Perubahan putih telur disebabkan oleh pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur melalui pori-pori kerabang telur dan penguapan air akibat dari lama penyimpanan, suhu, kelembaban dan porositas kerabang telur (Yuwanta,2010).

2. Indeks Kuning Telur (Yolk Indeks)

Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi dengan garis tengah kuning telur. Indeks kuning telur segar berkisar antara 0,30-0,50. Yang mempengauhi indeks kuning telur adalah berat kuning telur dan umur simpannya. Semakin kecil beratnya, maka semakin besar indeksnya dan semakin lama disimpan maka semakin menurun indeks kuning telur tersebut (Buckle et al., 1985).

(27)

3. Indeks Haugh

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telur segar memiliki nilai

Haugh unit yang tinggi. Selama penyimpanan indeks haugh mengalami

penurunan. Menurut pernyataan Silverside dan Budgell (2004) penurunan indeks haugh disebabkan oleh beberapa perubahan. Perubahan tersebut antara lain, penguraian senyawa NaHCO3menjadi NaOH dan CO2.

Menurut Dwidjoseputro (2005) bahwa tinggi rendahnya penyerapan suatu zat tergantung pada konsentrasi dan lamanya terkena zat tersebut.

Komponen utama yang menentukan indeks haugh adalah berat telur dan tinggi putih telur tebal. Semakin besar nilai berat telur dan tinggi putih telur, maka nilai indeks haugh semakin tinggi (Kusumawati et al., 2012). Hal ini berarti kualitas telur juga akan semakin baik. Indeks haugh telur segar sebesar kisaran antara 50 - 100 (Monthey, 1976).

F. TPC (Total Plate Count)

Telur yang disimpan akan mengalami beberapa perubahan fisik maupun kimiawi pada telur. Perubahan fisik umumnya disebabkan karena penguapan air dan gas-gas dari dalam telur, sedangkan perubahan kimiawi umumnya disebabkan oleh aktivitas mikroba dalam telur. Semakin banyak pori-pori yang terbuka, penguapan dan penyusutan isi telur akan semakin besar, disamping itu bakteri dan jamur mudah masuk kedalam telur sehingga berpengaruh buruk terhadap isi telur, walaupun banyak bakteri dan jamur yang dapat ditahan oleh selaput telur dan putih telur, tetapi ada juga yang

(28)

sampai kekuning telur dan berkembang, sehingga mengakibatkan telur menjadi busuk dan rusak (Anonim, 2012).

Terkontaminasinya telur oleh mikroba tergantung dari kelembaban dan suhu tempat penyimpanan serta hilangnya lapisan kutikula pada permukaan kulit dan dalam (putih dan kuning) telur, sehingga mikroba mudah masuk kedalam telur dan berkembang biak. Jumlah mikroba bagian dalam telur antara 102- 107atau rata-rata 105koloni/ml (Anonim, 2009).

Kerusakan dan kebusukan telur akan dipercepat bila diletakkan pada tempat yang lembab dan kotor. Mikroba yang umum terdapat di dalam telur adalah jenis Pseudomonas, Cladosporium, Penicillium, dan Sporotrichum.

Bakteri-bakteri yang ada pada permukaan kulit telur adalah: Steptococcus,

Staphylococcus, Micrococcus, Sarcina, Athrobacter, Bacillus Pseudomonas, Alkaligenes, Flayobacterium, Cytopaga, Coli, aerogenes, Aeromona, Proteus, Serratia, sedangkan bakteri-bakteri yang pernah diisolasi dari telur yang

busuk adalah Coli aerogenes, Proteus, Aeromonas, Pseudomonas, Alcaligenes serta Achromobacter. Bakteri yang selalu ditemui pada telur yang

rusak biasanya Pseudomonas fluorescens, Pseudomons maltophilia, Aeromonas, Hafnia dan Citrobacter (Riley et.al., 2003.).

Menurut Fardiaz (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain meliputi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi pH, aw, kemampuan mengoksidasi dan mereduksi, kandungan nutrien, bahan antimikroba, dan struktur bahan

(29)

makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi adalah suhu penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O2), cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.

Menurut Yudhabuntara (2010) terdapat faktor proses dan faktor implisit. Faktor proses meliputi : proses teknologi pengolahan bahan makanan (pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, dan pemberian bahan tambahan pangan) mengubah bahan makanan tersebut yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Faktor implisit adalah adanya sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme di dalam bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda yang dapat saling mendukung maupun saling menghambat.

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Rekayasa Pangan Universitas Semarang Dan Laboraturium Ilmu Gizi dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang. Waktu penelitian dilaksanakan bulan November - Desember 2016.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ayam berumur 0-3 hari, yang diperoleh dari peternakan ayam di Desa Lemah Mendak Kecamatan Mijen Semarang, Jawa Tengah. Dengan berat telur ayam rata-rata sekitar 53 – 68 g per butir, air galon, dan garam krosok. Bahan Untuk Analisa TPC : sampel telur ayam asin, aquades steril, media agar (PCA), alkohol 70%.

2. Alat

Alat utama yang digunakan adalah stoples, timbangan analitik, amplas, pisau stainless steel, baskom, gelas ukur, egg tray. Alat uji : penggaris, meja kaca datar, jangka sorong, pisau, autoklaf, beaker glass, cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, inkubator, refrigerator, pipet makro, hand counter.

(31)

C. Prosedur Penelitian

Langkah penelitian proses pembuatan telur ayam asin adalah sebagai berikut :

1. Preparasi Bahan

Telur ayam yang digunakan mempunyai umur yang sama yaitu 0-3 hari, kemudian dilakukan sortasi atau pemilihan telur ayam yang baik untuk digunakan, lalu dilakukan pencucian agar kotoran yang menempel pada kulit telur hilang, lalu tiriskan. Selanjutnya telur ayam diamplas agar membantu mempermudah penetrasi garam ke dalam telur ayam.

2. Pembuatan Larutan Garam Dapur dalam Berbagai Konsentrasi, sebagai berikut:

3.

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Larutan Garam Sesuai Konsentrasi. Sumber : Anonim, 2011. Garam P1 = 1250 g, P2 = 1400 g P3 = 1550 g, P4 = 1700 g Larutan Garam Penyaringan

Pendinginan (suhu 30oC, 20 menit) Perebusan (suhu 120oC, 30 menit) Air P1, P2, P3,P4

5000 ml

(32)

Keterangan :

a) Garam 1.250 g dalam air 5.000 ml (Konsentrasi 25 %) b) Garam 1.400 g dalam air 5.000 ml (Konsentrasi 28%) c) Garam 1.550 g dalam air 5.000 ml (Konsentrasi 31%) d) Garam 1.700 g dalam air 5.000 ml (Konsentrasi 34%)

Direbus sampai mendidih dengan suhu 120°C selama 30 menit, didinginkan dengan suhu 30°C selama 20 menit dan disaring.

3. Sebanyak 80 butir telur ayam yang telah dipilih lalu pengkodean untuk pembedaan ulangan, setelah itu diperam dengan 5000 ml larutan garam selama 10 hari dalam stoples yang tertutup. Setelah diperam kemudian dipanen lalu dicuci, 40 butir telur dipecah pada meja kaca datar untuk pengujian kualitas interior dan 40 butir telur untuk pengujian TPC disimpan pada suhu 5-8°C selama 3 hari.

Formulasi pengasinan adalah sebagai berikut :

a) Stoples 1 : diisi 20 butir telur + 5000 ml larutan garam dengan konsentrasi 25%.

b) Stoples 2 : diisi 20 butir telur + 5000 ml larutan garam dengan konsentrasi 28%.

c) Stoples 3 : diisi 20 butir telur + 5000 ml larutan garam dengan konsentrasi 31%.

d) Stoples 4 : diisi 20 butir telur + 5000 ml larutan garam dengan konsentrasi 34%.

(33)

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Telur Asin. Sumber : Dimodifikasi Kadar Muhammad, 2011

D. Variabel Penelitian

1. Kualitas Interior Telur Asin

a) Indeks Putih Telur (Albumen Indeks) (Yuwanta, 2010)

Indeks albumen adalah rasio tinggi putih telur (albumen) kental terhadap rata rata diameter terpanjang dan terpendek dari putih telur (albumen). Telur dipecahkan dan diletakkan di atas kaca, kemudian tinggi dan diameter putih telur diukur

Telur Ayam Pengasinan 10 Hari Penirisan Perendaman Pengamplasan Pencucian

Telur Asin Mentah (80 butir) Air Bersih

Kotoran n Larutan Garam dengan

Konsentrasi: P1/Toples 1 = 25 % P2/Toples 2 = 28% P3/Tolpes 3 = 31% P4/Toples 4 = 34% Air Kotor

Uji Kualitas Interior (40 butir Telur) Penyimpanan

( suhu chiller (5-8°C) 3 hari) (40 Butir Telur)

(34)

menggunakan jangka sorong. Indeks putih telur dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Indeks Putih Telur = ( ) (

⁄ ) ( )

b) Indeks Kuning Telur (Yolk Indeks) ( Badan Standar Nasional, 2008)

Indeks kuning telur adalah perbandingan tinggi kuning telur dengan garis tengah kuning telur. Indeks kuning telur dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Indeks Kuning Telur = ( )

( )

c) Indeks Haugh(Pamungkas, 2007)

Indeks haugh merupakan satuan yang digunakan untuk mengetahui kesegaran isi telur, terutama bagian putih telur. Cara pengukurannya telur ditimbang beratnya lalu dipecahkan secara hati-hati dan diletakkan ditempat yang datar, selanjutnya putih telur diukur dengan jangka sorong, bagian panjang tebal putih telur. Haugh unit dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

HU = ( + , − , , )

Keterangan : H = Ketinggian Albumen (mm) W = Berat Telur (gram)

(35)

2. TPC (Total Plate Count)

Langkah pengujian total mikroba, Menurut Fardiaz, (1987) adalah sebagai berikut :

a) Pembuatan Media Agar

Dengan cara mencampurkan 23 g PCA ke dalam 1 liter aquadest dalam beker glass. Larutan yang terbentuk dipanaskan sambil diaduk sampai mendidih sehingga semua agar terlarut, media dimasukan pada wadah erlemenyer. Sterelisasi (121oC, 1 atm) dilakukan terhadap larutan agar beserta peralatan lain yang akan digunakan seperti pipet dan blender dalam autoklaf selama 15 menit. Larutan agar disimpan dalam pemanas air bersuhu 45oC. b) Pembuatan Media Pengenceran

Dengan pencampuran 9 ml NaCl ke dalam 1000 ml aquades larutan pengencer kemudian didestilasi.

c) Pembuatan Larutan Sempel

Dengan mencampurkan 5 gram bahan dan dihancurkan bersama larutan pengencer sebanyak 45 ml sampai larutan menjadi homogen.

d) Pengenceran Sempel

Dilakukan dengan mengambil 1 ml larutan sampel yang sudah homogen tersebut dengan menggunakan pipet steril, lalu dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 45 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-6 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran dilakukan dari masing

(36)

dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril.

e) Penambahan Media

Media agar ditambahkan ke dalam cawan petri dengan metode tuang sebanyak 20 ml dan digoyang sampai merata. Cawan petri media agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37oC selama 48 jam.

f) Perhitungan Koloni Mikroba

Perhitungan koloni mikroba pada cawan yang telah diinkubasi dihitung berdasarkan jumlah yang layak dihitung (30-300 koloni). Perhitungan jumlah mikroba total per gram dapat dihitung dengan menghitungkan jumlah pada tingkat pengenceran dan pada cawan petri dengan menggunakan colony counter atau hand counter. E. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu Konsentrasi Larutan Garam. Pada penelitian ini diterapkan 4 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali. Adapun perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut :

Perlakuan 1 : Konsentrasi Larutan Garam 25 % Perlakuan 2 : Konsentrasi Larutan Garam 28 % Perlakuan 3 : Konsentrasi Larutan Garam 31 % Perlakuan 4 : Konsentrasi Larutan Garam 34 %

(37)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji analisis ragam (Anova/Analisis Of Variance). Apabila ada pengaruh maka dilanjutkan dengan uji DMRT( Duncan Multiple Tange Test) pada taraf 5%. Penggunaan metode uji analisis ragam didasarkan pada alasan bahwa resiko kesalahan dalam uji analisis ragam adalah yang kecil dan dapat mengetahui signifikan perbedaan rata-rata antara sempel satu dengan yang lain. Sedangkan pengujian uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) adalah karena ketelitiannya, apabila jumlah perlakuannya P maka perbandingannya adalah P-1 (Steel dan Torrie, 1993).

(38)
(39)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Rata-Rata Indeks Kuning Telur (Yolk Indeks)

Rata-rata indeks kuning telur pada masing-masing perlakuan P1, P2, P3 dan P4 berturut-turut adalah 0,46 ; 0,45 ; 0,42 dan 0,41, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-Rata Indeks Kuning Telur

Perlakuan Indeks Kuning Telur

P1 0,46a

P2 0,45a

P3 0,42b

P4 0,41c

Sumber : Data Primer (2016).

Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p <0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rata-rata indeks kuning telur. Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa P1 tidak berbeda dengan P2, P2 berbeda dengan P3, dan P3 berbeda dengan P4. Lebih lanjut diketahui bahwa P1= 0,46 mempunyai indeks kuning telur paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain dan sebaliknya perlakuan P5 = 0,41 paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain. Adapun tren penurunan indeks kuning telur tersaji pada Gambar 4.

(40)

Gambar 4. Grafik Indeks Kuning Telur Akibat Perlakuan

Berdasarkan Gambar 4, indeks kuning telur ayam asin mengalami penurunan akibat perbedaan konsentrasi larutan garam yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang digunakan maka semakin rendah indeks kuning telur ayam.

Menurut pernyataan Buckle dkk, (1985) indeks kuning telur diperoleh dari tinggi kuning telur dibagi diameter kuning telur. Indeks kuning telur segar beragam antara 0,33 - 0,50.

Menurut pernyataan Anonim (2014) pengertian osmosis yaitu proses perpindahan molekul air dari konsentrasi rendah (hipotonis) ke konsentrasi tinggi (hipertonis) sedangakan difusi merupakan perpindahan molekul larutan berkonsentrasi tinggi menuju larutan yang berkonsentrasi rendah. Hal ini didukung dengan pernyataan Tisassanana (2016) proses yang terjadi pada telur diasinkan saat perendaman media garam mengalami osmosis karena telur tersebut ditempatkan di tempat atau lingkungan yang konsentrasinya lebih encer dari pada di dalam telur. Telur sebagai sel tunggal yang terbungkus cangkang yang memiliki pori-pori

0,38 0,390,4 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45 0,46 0,47 P1 P2 P3 P4

(41)

dan merupakan membran yang bersifat selektif permeable, kuning telur sebagai inti. Proses osmosis pada telur asin saat air dan garam masuk ke dalam telur melewati membran/cangkang telur karena konsentrasi di dalam lebih tinggi dari pada di luar, sehingga telur menjadi asin setelah perendaman 10 hari. Berat telur bertambah sedangkan volume air berkurang, hal ini dikarenakan molekul air dan garam bergerak masuk ke dalam telur karena larutan garam lebih hipotonik dibanding isi telur yang hipertonik sehingga menyebabkan hemolysis atau masuknya molekul air dan garam ke dalam telur, sehingga berat telur bertambah tetapi volume air berkurang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan larutan garam 34% menunjukkan nilai yang rendah dibandingkan dengan yang lainnya Hal ini sesuai dengan pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963) tekstur kuning telur pada telur asin akan berubah menjadi lebih keras karena ketika molekul air dan garam masuk ke dalam telur, maka air dan garam masuk ke putih telur karena konsentrasi putih telur lebih pekat daripada larutan garam, tetapi perlu kita ingat bahwa masih ada kuning telur yang konsentrasinya jauh lebih pekat dibanding dengan putih telur dan larutan garam. Sehingga molekul air dan garam masuk ke kuning telur, tetapi lebih banyak garam yang masuk dibanding dengan air. Semakin lama, garam yang terdapat di dalam kuning telur akan semakin menumpuk sehingga kuning telur akan mengeras membentuk gel karena kelebihan mineral garam.

(42)

B. Rata-Rata Indeks Putih Telur (Albumen Indeks)

Rata-rata indeks putih telur pada masing-masing perlakuan P1, P2, P3, dan P4 berturut-turut adalah 0,082 ; 0,080 ; 0,076 dan 0,066, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Indeks Putih Telur

Perlakuan Indeks Putih Telur

P1 0,082a

P2 0,080a

P3 0,076a

P4 0,066a

Sumber : Data Primer (2016).

Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p >0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rata-rata indeks putih telur. Indeks putih telur cenderung mengalami penurunan. Adapun tren penurunan indeks putih telur tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Analisis Indeks Putih Telur Ayam Asin 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 P1 P2 P3 P4

(43)

Gambar 5 menunjukkan adanya kecenderungan indeks putih telur mengalami penurunan akibat perbedaan konsentrasi larutan garam yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang digunakan maka semakin rendah indeks putih telur ayam asin.

Indeks putih telur dengan perbedaan konsentrasi tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa kualitas putih telur masih dalam kualitas yang baik namun dalam penelitian ini rata-rata indeks putih telur rendah, sehingga hal ini di dukung oleh pernyataan Yuwanta (2010) bahwa indeks putih telur diperoleh dari rasio tinggi putih telur kental terhadap rata- rata diameter terpanjang dan terpendek dari putih telur.

Hasil penilitian rata rata indeks putih telur berkisar antara 0,066 – 0,082. hal ini menunjukan bahwa indeks putih telur masih dalam batas ambang normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno dan Koswana (2002) indeks putih telur berkisar antara 0,050 - 0,174, meskipun biasanya berkisar antara 0,090 – 0,120.

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 5 diduga perendaman dengan tingkat konsentrasi larutan garam 25% sampai 34% dapat mengawetkan telur. Hal ini sesuai pernyataan Muchtadi dan Sugiyono (1992) yang menyatakan bahwa tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah dapat menutupi pori-pori kulit telur ayam. Demikian pula penguapan gas-gas dari dalam telur terutama CO2 dapat dihambat. Kehilangan CO2 melalui pori-pori kulit dari putih telur menyebabkan perubahan fisik dan kimia telur. Selama beberapa jam pertama setelah telur kehilangan CO2 sangat banyak dan di dalam putih telur terkandung juga asam karbonat

(44)

dalam keseimbangan dengan jumlah CO2. Pembebasan CO2 pada telur menyebabkan pemecahan asam karbonat menjadi CO2 dan air (H2O).

Menurut pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963) bahwa perubahan nilai pH putih telur disebabkan oleh hilangnya CO2 dan aktifnya enzim proteolitik yang merusak membran vitellin menjadi lemah dan akhirnya pecah sehingga menyebabkan putih telur menjadi cair dan tipis. Persentase putih telur akan menurun dengan bertambahnya umur simpan dan pada akhir priode produksi relative konstan. Pemecahan asam karbonat menyebabkan putih telur menjadi basa dan diikuti perubahan kenaikan pH dari keadaan netral (sekitar 7,6) mencapai keadaan alkali (9,5). Keadaan tersebut mengakibatkan rusaknya serabut-serabut ovomucin yang memberikan tekstur kental dari putih telur sehingga kekentalan putih telur menurun encer.

C. Rata-Rata Indeks Haugh

Rata-rata indeks haugh telur pada masing-masing perlakuan P1, P2, P3, dan P4 berturut-turut adalah 78,2 ; 75,4 ; 72,6 dan 70,6,

selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata Indeks Haugh

Perlakuan Indek Haugh Telur

P1 78,2a

P2 75,4a

P3 72,6a

P4 70,6a

Sumber : Data Primer (2016).

Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p >0,05)

(45)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rata-rata indeks haugh telur. Indeks haugh telur cenderung mengalami penurunan. Adapun tren penurunan indeks haugh telur tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Indeks Haugh Telur Akibat Perlakuan

Berdasarkan Gambar 6, indeks haugh telur ayam asin mengalami penurunan akibat perbedaan konsentrasi larutan garam yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang digunakan maka semakin rendah indeks haugh telur.

Indeks haugh dengan perbedaan konsentrasi tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa kualitas indeks haugh masih dalam kualitas yang baik. Hal ini sesuai pernyataan Kusumawati et al., (2012) bahwa komponen utama yang menentukan indeks haugh telur adalah berat telur dan tinggi putih telur tebal. Semaking besar nilai berat telur dan tinggi putih telur maka nilai indeks haugh semakin tinggi.

66 68 70 72 74 76 78 80 P1 P2 P3 P4 INDEKS HAUGH

(46)

Hasil penilitian rata rata indeks haugh telur berkisar antara 70,6 – 78,2. Hal ini menunjukan bahwa indeks haugh telur masih dalam batas ambang normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Monthey (1976) indeks haugh telur berkisar antara 50 – 100.

Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 6 diduga perendaman dengan tingkat konsentrasi larutan garam 28% sampai 34% dapat mengawetkan telur. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas telur tersebut masih tinggi serta masih memiliki kandungan ovomucin yang tinggi. Hal ini sesuai pernyataan Stadelman dan Cotteril (1995) bahwa dipengaruhi oleh kandungan ovomucin yang terdapat pada putih telur. Putih telur yang semakin tinggi, maka indeks haugh yang diperoleh semakin tinggi.

Indeks haugh telur dengan konsentrasi garam 34% terlihat lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang digunakan maka senyawa kimia yang dapat terserap untuk melapisi permukaan kerabang telur akan semakin banyak. Hal ini sesuai pernyataan Dwidjoseputro (2005) bahwa tinggi rendahnya penyerapan suatu zat tergantung pada konsentrasi dan lamanya terkena zat tersebut.

D. Rata-Rata TPC (Total Plate Count)

Rata-rata TPC pada masing-masing perlakuan P1, P2, P3, dan P4 berturut-turut adalah 4,0 x103 log CFU/ml ; 3,5 x 103 log CFU/ml ; 2,5 x 102CFU/ml dan 2,2 x 102 CFU/ml, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.

(47)

Tabel 5. Rata-Rata TPC (Total Plate Count) Perlakuan TPC (CFU/ml) P1 4,0 x103 a P2 3,5 x 103 b P3 2,5 x 102 b P4 2,2 x 102 c

Sumber : Data Primer (2016).

Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p <0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rata-rata TPC telur asin. Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa P1 berbeda dengan P2, P2 tidak berbeda dengan P3, dan P3 berbeda dengan P4. Lebih lanjut diketahui bahwa P1= 4,0 x103 CFU/ml mempunyai kandungan mikroba paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain sebaliknya perlakuan P4 = 2,2 x 102 CFU/ml paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain. Adapun tren penurunan total koloni bakteri TPC tersaji pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik TPC Telur Ayam Asin 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 P1 P2 P3 P4

(48)

Berdasarkan Gambar 7, total koloni mikroba TPC penyimpanan selama 3 hari suhu 5-8°C pada telur ayam asin mengalami penurunan dengan perbedaan konsentrasi larutan garam yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang digunakan maka semakin rendah total koloni mikroba TPC telur ayam asin. Hal ini sesuai dengan penelitian Melia dan Juliyarsi (2010) perendaman telur dalam larutan garam akan menurunkan total koloni bakteri telur yang dihasilkan, karena fungsi garam yang menghambat pertumbuhan bakteri.

Larutan garam memiliki tekanan osmotik yang menyebabkan sel mikroba lisis, sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Penggunaan garam 1-2% dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri, sehingga terdapat bakteri tertentu yang dapat tumbuh baik selama penyimpanan. Menurut pernyataan Buckel dkk., (1987) bahwa garam merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai antibakteri karena memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Jumlah bakteri juga dipengaruhi oleh pH, dimana pH rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri. Mikroorganisme umumnya tumbuh pada kisaran pH 5-8 (Supardi dan Sukamto, 1999).

Menurut pernyataan Anonim (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain : suplai zat gizi, waktu inkubasi, suhu inkubasi, pH inkubasi, aktivitas air (aw), ketersediaan oksigen.

Menurut pernyataan Schnurrenberger dan Hubbert (1991) menyatakan bahwa bakteri penyebab kebusukan pada telur asin adalah

(49)

bakteri Salmonella enterides. Salmonella mempunyai sifat dapat menembus kulit telur. Hal ini diketahui karena selain pada kulit telur,

Salmonella juga dapat mengkontaminasi bagian dalam telur (putih telur

dan kuning telur).

Menurut pernyataan Humphrey (1994) menyatakan bahwa pada telur segar, hanya ada sedikit Salmonella. Perkembangan Salmonella hanya akan terjadi ketika terdapat perubahan permeabilitas membran vetilen dimana agen akan mengkontaminasi kuning telur, ketika hal ini terjadi maka dapat ditemukan banyak salmonella pada putih telur dan kuning telur.

Menurut pernyatan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-2897-1992, telur asin dapat dikategorikan mempunyai kualitas mikrobiologis yang masih bagus dan masih aman untuk dikonsumsi apabila kandungan bakteri patogen Salmonella adalah negatif dan kandungan bakteri S. aureus kurang dari 105 koloni/gram.

(50)

BAB V PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Perlakuan perbedaan konsentrasi larutan garam berpengaruh terhadap indeks kuning telur dan TPC (p<0,05), tetapi tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap indeks putih telur dan indeks hough.

2. Hasil penelitian yang paling baik adalah P4 dengan konsentrasi larutan garam 34% dari berbagai variabel yaitu kualitas interior dan TPC.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dengan memperhitung indek kuning telur, indeks putih telur, indeks haugh dan TPC maka perlakuan P4 (34%) dapat dipilih sebagai alternatif yang terbaik, namun juga perlu dipertimbangkan dari rasa asin. dengan uji organoleptik rasa dan aroma yang paling diminati oleh panelis adalah P3 (31%).

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang telur ayam asin yang diberi perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi garam sehingga diperoleh telur ayam asin yang awet dan lezat.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. H. 1989. Pengelolaan Produksi Unggas. Jilid Pertama. Universitas Andalas.

Anonima. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba. http://download.fa.itb.ac.id/filenya/handout%20kuliah/mikrobiologi%20fa rmasi%20stf/faktorfaktor%20yang%20mempengaruhi%20pertumbuhan% 20mikroorganisme.pdf. (Diakses 17 Januari 2017).

Anonimb. 2009. Kontaminasi Mikroba terhadap Telur Ayam Asin dengan Garam. https://lkimunand.wordpress.com/2009/04/05/pencemaran-telur-oleh-mikroorganisme. (Diakses 17 Januari 2017).

Anonimc. 2010. Karakteristik dan Teknologi Pengolahan Telur ayam asin . https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=nb8iwogdjyiuvqsx9kmqcqq =bab+vi+karakteristik+dan+teknologi+telur. (Diakses 3 Oktober 2016) Anonimd. 2011. Larutan Garam dengan Konsentrasi Berbeda pada Telur Asin.

https://ikameilaty.wordpress.com/2011/05/20/pembuatan-larutan-garam skala-industri-pembuatan-telur-asin. (Diakses 17 januari 2017).

Anonime. 2012. Perubahan Fisik pada Telur Asin Selama Penyimpanan. http://www.indonesiacerdas.web.id/2012/06/perubahan-fisika-dan

perubahan-kimia.html. (Diakses 17 Januari 2017).

Anonimf. 2013. Pengertian Telur Asin dan Pengasinan Telur Asin Skala Baik. http://pekerjaanrumah8.blogspot.com/2013/04/artikel-telurasin.html. (Diakses 17 Januari 2017).

Anonimg. 2014. Penggaraman pada Pengawetan Telur Asin.

http://stikeshusadamuliawatampone.blogspot.co.id/2014/05/pengawetan-dengan-menggunakan-garam.html. (Diakses 17 Januari 2017).

Anonimh.2014. Osmosis dan Difusi.

http://sitinurjannahsm.blogspot.co.id/2014/10/makalah-tentang pengasinan-telur.html)

Ayu, Shifa. Sifat Fisikokimia dan Total Mikroba Telur Itik Asin Hasil Teknik Penggaraman dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Z. Wulandari Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, Fakultas Peternakan, IPB Bogor 16680 (Diterima 15-04-2004; disetujui 1-07-2004). Vol. 27 N0. 2.

(52)

Belitz, H. D and W, Grosch. 1999. Food chemistry. Second Edition. Springer. Berlin. file://e:/ pengembangan – produk – teh – hijau – menjadi – bahan – tambahan – makanan –food – aditives.htm. Diakses pada 26/12/2010. 02.30pm.

Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Campbell, J. R. And J.F. Lasley. 1985. The Science of Animals that Served Mankid. 3th Ed. Tata Mc Graw. Hill Publishing Company Limited New Delhi. Pp 390-392.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan, Jakarta Estiasih, T. Dan Ahmadi, K. (2009).Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT.

Bumi Aksara. Hal. 236-237 Education and Production The Relationships Among Measures Of Egg Albumen Height, Ph,And Whipping Volume 1. F. G. Silversides and K. Budgell. Crops and Livestock Research Centre,

Charlottetown, Prince Edward Island, Canada C1A 7M8 and Nova Scotia Agricultural College, Truro, Nova Scotia, Canada B2N 5E3

Fardiaz, S. 1987. Penuntun Mikrobiologi Pangan. Lembaga sumber Daya Informasi.

Fardiaz, S. 2004. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Humphrey et al., 1994. Certiorari To The United States Court Of Appeals For The Seventh Circuit.

Juliyarsi, I., Melia S., dan Sukma, A. 2011. The Quality of Edible Film by Using Glicerol as Plasticizer. Pakistan Journal of Nutrition 10 (9): 884-887 Supreme Court Of The United States Syllabus.

Kadar, Muhammad. 2011. Cara Pembuatan Telur Asin. Kumpulanmakalahilmiah. blogspot.com/2011/04/cara-pembuatan-telur-asin.html Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Kusumawati E., M. D. Rudyanto, dan I. K. Suada. 2012. Pengasinan mempengaruhi kualitas telur itik Mojosari. Indonesia Medicus Veterinus 1: 645-656.

Lestari, P, I. 2009. Kajian Supply Chain Management: Analisis Relationship Marketing antara Peternakan Pamulihan Farm dengan Pemasok dan Pelanggannya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(53)

Lu S, Killoran PB, Riley Lw. 2003. Association Of Salmonella Entrica Serovar Entreritidis Yafd With Resisstance To Chicken Egg Albumen. J. American Society For Microbiology 71 (12) : 67346741.

Mountney, G. J and C. R. Parkhurst. 1995. Poultry Products Technology. Third Edition. The Haworth Press, Inc. NewYork.

Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Pamungkas, P. W. 2007. Evaluasi Kualitas Telur Ayam Ras Hasil Perlakuan Effective Mikroorganisms Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana Denpasar.

Piliang, W.G. 1992. Manajemen Beternak Unggas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rasyaf, M., 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. Romanoff, A. I. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Jhon Willey and

Sons. Inc. New York.

Romans JR, Costello WJ, Carlson CW, Greaser ML, Jones KW. 1994. The Meat We Eat.Interstate Publishers, Inc., Danville, Illinois.

Sarwono. 1995. Pengolahan Pengawetan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 1992. Kualitas Mikrobiologis Telur Asin. (SNI 19-2897-1992) : Jakarta.

Stadelman. W.J. andO. J. Cotteril. 1973. Egg Science and Technology. the AVI Publ. Co. Inc. West Port.

Stadelman, W. J. and O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th Edition. Food Products Press. An Imprint of the Haworth Press. Inc. New York

.

Steel, RGD dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Soemantri B, Penerjemah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sudaryani, T. 1996. Telur dan Hasil Olahannya. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pascapanen Unggas. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pertanian. Ciawi. Bogor.

(54)

Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni. Bandung

USDA. 2007. The USDA Food Search for Windows. Human Nutritition ResearchCenter of Agricultural Research and Service.

Winarno, F. G. dan S. Koswara, 2002. Telur Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press : Bogor.

Yudhabuntara D. 2010. Pengendalian Mikroorganisme Dalam Bahan Pangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(55)
(56)

Lampiran 1. Analisis Ragam Indeks Putih Telur Asin

ALBUMEN INDEKS

PERLAKUAN U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 TOTAL

RATA RATA P1 0,07 0,1 0,1 0,06 0,07 0,09 0,09 0,06 0,09 0,09 0,82 0,082 P2 0,07 0,08 0,09 0,05 0,08 0,11 0,07 0,11 0,05 0,09 0,8 0,08 P3 0,07 0,07 0,1 0,1 0,1 0,1 0,07 0,07 0,04 0,04 0,76 0,076 P4 0,06 0,09 0,08 0,06 0,04 0,06 0,09 0,08 0,06 0,04 0,66 0,066 JUMLAH 0,27 0,34 0,37 0,27 0,29 0,36 0,32 0,32 0,24 0,26 3,04 0,304 Db Total = r.t-1 = 4.10-1 =39 Db Perlakuan = t-1 = 4-1 = 3

Db Galat = perlakuan x (ulangan-1) = 4 x (10-1) = 36 FK = . = , . = , = 0,23104 JK Total =∑ x1 − fk = (0,072+0,072+0,102+ 0,102+ 0,102+ 0,102+ 0,072+ 0,072+ 0,042+ 0.042+ 0,072+ 0,072+ 0,102+ 0,102+ 0,092+ 0,092+ 0,062 + 0,062+ 0,092+ 0,092+ 0,062+ 0,062+ 0,092+ 0,092+ 0,082+ 0,082+ 0,062+ 0,062+ 0,042+ 0,042+ 0,072+ 0,072+ 0,082+ 0,082+ 0,092+ 0,092+ 0,052+ 0,052+ 0,112+ 0,112) – (0,23104) = 0.2468 – 0,23104 = 0,01576 JK Perlakuan =∑( ) − Fk = , , , , − 0,23104 = , - 0,23104

(57)

= 0,23256 – 0,23104 = 0,00152

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan = 0,01576 – 0,00152 = 0,01424 KT Perlakuan = = , = 0,000507 KT Galat = = , = 0,000396 F Hitung Perlakuan = = , . = 1,280899 F Hitung ≤ F Tabel Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Perlakuan F Table 5% 1% Perlakuan 3 0,00152 0,000507 1,28 2,87 Galat 36 0,01424 0,000395 Total 39 0,01576

(58)

ANOVA INDEKS PUTIH TELUR Between-Subjects Factors N perlakuan 1 10 2 10 3 10 4 10 Descriptive Statistics Dependent Variable:albuminindeks

perlakuan Mean Std. Deviation N

1 .0820 .01549 10 2 .0800 .02108 10 3 .0760 .02366 10 4 .0660 .01838 10 Total .0760 .02010 40 ANOVA Dependent Variable:albuminindeks

Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.

perlakuan .002 3 .001 1.281 .296

Error .014 36 .000

(59)

Indeks putih telur Duncan perlaku an N Subset A 4 10 .0660 3 10 .0760 2 10 .0800 1 10 .0820 Sig. .108

(60)

Lampiran 2. Analisis Ragam Indeks Kuning Telur Asin

YOLK INDEKS

PERLAKUAN U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 TOTAL

RATA RATA P1 0,49 0,45 0,41 0,47 0,5 0,45 0,49 0,41 0,5 0,47 4,64 0,464 P2 0,44 0,47 0,38 0,47 0,5 0,44 0,47 0,5 0,38 0,47 4,52 0,452 P3 0,41 0,38 0,39 0,44 0,48 0,38 0,41 0,44 0,48 0,39 4,2 0,42 P4 0,41 0,32 0,39 0,44 0,48 0,32 0,41 0,44 0,48 0,39 4,08 0,408 JUMLAH 175 1,62 1,57 1,82 1,96 1,59 1,78 1,79 1,84 1,72 17,44 1,744 Db Total = r.t-1 = 4.10-1 =39 Db Perlakuan = t-1 = 4-1 = 3

Db Galat = perlakuan x (ulangan-1) = 4 x (10-1) = 36 FK = . = , . = , = 7,60384 JK Total =∑ x1 − fk = (0,492+ 0,452+ 0,412+ 0,472+ 0,502+ 0,452+ 0,492+ 0,412+ 0,502+ 0,472+ 0,442+ 0,472+ 0,382+ 0,472+ 0,502+ 0,442+ 0,472 +0,502+ 0,382+ 0,472+ 0,412+ 0,382+ 0,392+ 0,442+ 0,4820,382+ 0,412+ 0,442+ 0,482+ 0,392+ 0,412+ 0,322+0,392 + 0,442+ 0,482+ 0,322+ 0,412+ 0,442+ 0,482 + 0,392) – (7,60384) = 7,6932 – 7,60384 = 0,08936 JK Perlakuan =∑( ) − Fk = , , , , − 7,60384 = , – 7,60384

(61)

= 30,4151 – 7,60384 = 0,021

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan = 0,089 – 0,021 = 0,068 KT Perlakuan = = , = 0,007 KT Galat = = , = 0,002 F Hitung Perlakuan = = , , = 3,6 Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Perlakuan F Table 5% 1% Perlakuan 3 0,021 0,007 3,6 2,87 Galat 36 0,069 0,002 Total 39 0,089 Hitung ≥ F Table KV = √ x 100% = √ ,, x 100% = 29,4 %

(62)

Uji Lanjut DMRT (Steel dan Torrie, 1993) SX = = , =√0,0002 = 0,01 DMRT 2 = R (ρ v α). = , =√0,0002 = 0,01 x 2,868 = 0,028 DMRT 3 = R (ρ v α). = , =√0,0002 = 0,01 x 3,015 = 0,030 DMRT 4 = R (ρ v α). = , =√0,0002 = 0,01 x 3,111 = 0,031 Tabel DMRT P 2 3 4 R(ρ v α) (3;36;0,05) 2,868 3,015 3,111 Sx 0,01 0,01 0,01 Nilai dmrt 5% 0,028 0,030 0,031

(63)

Tabel Perbandingan Perlakuan/rerata P4 P3 P2 P1 0,296 0,326 0,362 0,384 P4 (0,296) 0 0,03 0,066 0,088 P3 (0,326) 0,026 0 0,036 0,058 P2 (0,362) 0,066 0,036 0 0,022 P1 (0,384) 0,088 0.058 0.022 0 P4-P3 => 0,030 < 0,028 P4-P2 => 0,066 > 0,030 P4-P1 => 0,088 > 0,031 P3-P2 => 0,036 > 0,028 P3-P1 => 0,058 > 0,030 P2-P1 => 0,022 < 0,028 Tabel Notasi Perlakuan Rerata P1 0,296a P2 0,326a P3 0,362b P4 0,384c

(64)

ANOVA INDEKS KUNING TELUR Between-Subjects Factors N perlakuan 1 10 2 10 3 10 4 10 Descriptive Statistics Dependent Variable:yolkindeks

perlakuan Mean Std. Deviation N

1 .4640 .03373 10 2 .4520 .04290 10 3 .4200 .03830 10 4 .4080 .05633 10 Total .4360 .04787 40 ANOVA Dependent Variable:yolkindeks

Source Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

perlakuan .021 3 .007 3.641 .022

Error .069 36 .002

(65)

Indeks kuning telur Duncan perlakuan N Subset a B C 4 10 .4080 3 10 .4200 .4200 2 10 .4520 .4520 1 10 .4640 Sig. .543 .110 .543

(66)

Lampiran 3. Analisis Ragam Indeks Hough Telur Asin

INDEKS HOUGH

PERLAKUAN U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 TOTAL

RATA RATA P1 81 86 90 74 60 81 86 90 60 74 782 78.2 P2 87 70 93 66 61 66 93 70 87 61 754 75.4 P3 65 71 83 90 54 71 83 65 90 54 726 72.6 P4 50 76 75 82 70 75 70 82 76 50 706 70.6 JUMLAH 283 303 341 312 245 293 332 307 313 239 2968 296.8 Db Total = r.t-1 = 4.10-1 =39 Db Perlakuan = t-1 = 4-1 = 3

Db Galat = perlakuan x (ulangan-1) = 4 x (10-1) = 36 FK = . = . = = 220225,6 JK Total =∑ x1 − fk = (812+ 862+ 902+ 742+ 602+ 812+ 862+ 902+ 602 + 742+ 872+ 702+ 932+ 662+ 612+ 662+ 932 + 702+ 872+ 612+ 652+ 712+ 832+ 902+ 542 + 712+ 832+ 652+ 902+ 542+ 502+ 762 + 752+ 822+ 702+ 752+ 702+ 822+ 762+ 502) – (220225,6 ) = 226048 – 220225,6 = 5822,4 JK Perlakuan =∑( ) − Fk = − 220225,6 = – 220225,6

(67)

= 220555,2 – 220225,6 = 329,6

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan = 5822,4 – 329,6 = 5492,8 KT Perlakuan = = , = 109,867 KT Galat = = , = 152,578 F Hitung Perlakuan = = , , = 0,72 Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Perlakuan F Table 5% 1% Perlakuan 3 329,6 109,867 0,72 2,87 Galat 36 5492,8 152,578 Total 39 5822,4 F Hitung ≤ F Table

(68)

ANOVA INDEKS HAUGH Between-Subjects Factors N perlakuan 1 10 2 10 3 10 4 10 Descriptive Statistics Dependent Variable:haughindeks perlaku an Mean Std. Deviation N 1 78.2000 11.12355 10 2 75.4000 13.07415 10 3 72.6000 13.47590 10 4 70.6000 11.57776 10 Total 74.2000 12.21852 40 ANOVA Dependent Variable:haughindeks

Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.

perlakuan 329.600 3 109.867 .720 .547

Error 5492.800 36 152.578

(69)

Indeks haugh Duncan perlaku an N Subset A 4 10 70.6000 3 10 72.6000 2 10 75.4000 1 10 78.2000 Sig. .218

(70)

Lampiran 4. Analisis Ragam TPC Telur Ayam Asin TPC Data TPC Asli PERLAKUAN U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 P1 1,8 x 102 2,0 x 102 2,1 x 102 2,5 x 102 1,4 x 103 1,8 x 103 1,3 x 103 1,5 x 103 4,8 x 103 6,0 x 103 P2 5,2 x 102 4,8 x 102 6,1 x 102 5,0 x 102 4,2 x 103 3,5 x 103 3,0 x 103 3,5 x 103 2,2 x 103 3,0 x 103 P3 2,8 x 103 3,5 x 103 4,0 x 103 3,5 x 103 3,0 x 102 2,5 x 102 3,0 x 102 3,8 x 102 2,2 x 102 3,0 x 102 P4 6,3 x 103 6,0 x 103 8,5 x 103 7,0 x 103 4,2 x 102 3,8 x 102 7,0 x 102 6,3 x 102 6,5 x 102 4,0 x 102 TPC (log CFU/ml) Db Total = r.t-1 = 4.10-1 =39 Db Perlakuan = t-1 = 4-1 = 3

Db Galat = perlakuan x (ulangan-1) = 4 x (10-1) = 36 FK = . = , . = , = 47,21929 JK Total =∑ x1 − fk = (1,272+ 1,312+ 0,922+ 0,852+ 1,382+ 1,152+ 1,142+ 0,772+ 1,532 + 1,262+ 1,22+0,792+ 1,322+ 1,172+ 1,142+ 12+ 0,852 + 1,322+ 0,952+ 0,952+ 0,592+ 1,42+ 1,142+ 1,052+ 0,652 +

PERLAKUAN U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 TOTAL

RATA RATA P1 1,27 1,38 1,53 1,32 1,1 1,18 1,32 1,4 1,41 1,38 13,29 1,329 P2 1,31 1,15 1,26 1,17 1,22 1,14 0,95 1,14 0,81 1,07 11,22 1,122 P3 0,92 1,14 1,2 1,14 0,95 1 0,95 1,05 0,94 1,07 10,36 1,036 P4 0,85 0,77 0,79 1 0,74 0,85 0,59 0,65 1,15 1,2 8,59 0,859 JUMLAH 4,35 4,44 4,78 1,32 4,01 4,17 3,81 4,24 4,31 4,72 43,46 4,346

(71)

1,412+ 0,812+ 0,942+ 1,152+ 1,382+ 1,072+1,072+ 1,22+ 1,182+ 1,142+ 12+ 1,12+ 1,222+ 0,952+ 0,742) – (47,21929) = 49,1484 – 47,21929 = 1,92911 JK Perlakuan =∑( ) − Fk = , , , , − 47,21929 = , – 47,21929 = 48,36302 – 47,21929 = 1,144

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan = 1,929 – 1,144 = 0,785 KT Perlakuan = = , = 0,381 KT Galat = = , = 0,022 F Hitung Perlakuan = = , , = 17,4 Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Perlakuan F Table 5% 1% Perlakuan 3 1,144 0,381 17,4 2,87 Galat 36 0,785 0,022 Total 39 1,929 F Hitung ≤ F Table

(72)

KV = √ x 100%

= √ ,, x 100%

= 13,94%

Uji Lanjut DMRT (Steel dan Torrie, 1993)

SX = = , =√0,0027 = 0,05 DMRT 2 = R (ρ v α). = , =√0,0022 = 0,05 x 2,868 = 0,14 DMRT 3 = R (ρ v α). = , =√0,0022 = 0,05 x 3,015 = 0,15 DMRT 4 = R (ρ v α). = , =√0,0022 = 0,05 x 3,111 = 0,15

(73)

Tabel DMRT Tabel Perbandingan Perlakuan/rerata P4 P3 P2 P1 0,859 1,036 1,122 1,329 P4 (0,859) 0 0,177 0,263 0,47 P3 (1,036) 0,177 0 0,087 0,293 P2 (1,122) 0,263 0,086 0 0,207 P1 (1,329) 0,47 0,293 0,207 0 P4-P3 => 0,177 > 0,14 P4-P2 => 0,263 > 0,15 P4-P1 => 0,47 > 0,15 P3-P2 => 0,086 > 0,15 P3-P1 => 0,293 > 0,15 P2-P1 => 0,2027 > 0,15 Tabel Notasi Perlakuan Rerata P1 1,329a P2 1,122b P3 1,036b P4 0.859c P 2 3 4 R(ρ v α) (3;36;0,05) 2,868 3,015 3,111 Sx 0,05 0,05 0,0 Nilai dmrt 5% 0,14 0,15 0,15

(74)

ANOVA TPC Between-Subjects Factors N perlakuan 1 10 2 10 3 10 4 10 Descriptive Statistics Dependent Variable:TPC perlaku an Mean Std. Deviation N 1 1.3290 .12270 10 2 1.1220 .14808 10 3 1.0360 .09924 10 4 .8590 .20108 10 Total 1.0865 .22241 40 ANOVA Dependent Variable:TPC Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

perlakuan 1.144 3 .381 17.475 .000

Error .785 36 .022

Total 1.929 39

(75)

TPC Duncan perlaku an N Subset a B C 4 10 .8590 3 10 1.0360 2 10 1.1220 1 10 1.3290 Sig. 1.000 .201 1.000

(76)

LAMPIRAN 5. DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Penirisan Telur Gambar 2. Perendaman Telur

Gambar 3. Pemecahan Telur Pada Meja Datar

Gambar

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Larutan Garam Sesuai Konsentrasi. Sumber : Anonim, 2011
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Telur Asin.
Gambar 4. Grafik Indeks Kuning Telur Akibat Perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai tanah hotel Inna Simpang didapatkan dengan menggunakan metode perbandingan data pasar. Untuk menggunakan metode ini, tanah hotel Inna Simpang dianggap tanah kosong

Yang dimaksud dengan motivasi intrinstik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada

Berdasarkan data statistik ekspor hasil perikanan, selama sepuluh tahun terakhir (2001-2011) volume ekspor produk hasil perikanan Indonesia mengalami kenaikan volume yang

Jadi, pada penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengetahui persen peningkatan hasil belajar kognitif peserta didik kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Manokwari pada

Adapun secara makna gerak ini memiliki tuntutan bagi setiap manusia untuk selalu menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak memiliki daya upaya apapun

Hasil uji spearman rank menunjukkan adanya hubungan yang bermakna anemia kehamilan trimester III dengan kejadian BBLR di Puskesmas Purwanegara I Tahun 2012-2013

Didukung oleh para profesional yang handa l dan berpengalaman di bidang manajemen investasi dan reksa dana, kami memberikan komitmen penuh untuk menyediakan

Keywords: Social commerce, e-commerce social media, WebQual, waterfall, Black Box Testing... viii