• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI EDUKASI CERITA ANAK KARYA ALFONSUS ARIS PURNOMO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI EDUKASI CERITA ANAK KARYA ALFONSUS ARIS PURNOMO"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

NILAI EDUKASI CERITA ANAK

KARYA ALFONSUS ARIS PURNOMO

(Sebuah Kajian Struktur dan Fungsi)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra

Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh :

KURNIA RACHMAWATI C0108035

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

▸ Baca selengkapnya: kanggo nguripake cerita, pengarang cerkak migunakaka

(2)

commit to user

NILAI EDUKASI CERITA ANAK

KARYA ALFONSUS ARIS PURNOMO

(Sebuah

Kajian Struktur

dan Fungsi)

Disusun oleh :

KURNIA RACHMAWATI C0108035

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Christiana Dwi Wardhana, M.Hum. Dra. Sundari, M.Hum. NIP. 195410161981031003 NIP. 195610031981032002

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Supardjo, M. Hum. NIP. 195609211986011001

(3)

commit to user

NILAI EDUKASI CERITA ANAK

KARYA ALFONSUS ARIS PURNOMO

(Sebuah Kajian Struktur dan Fungsi)

Disusun oleh : Kurnia Rachmawati

C0108035

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Pada tanggal 14 Januari 2013

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Drs. Supardjo, M.Hum ……….

NIP. 195609211986011001

Sekretaris Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum ………. NIP. 196302121988031002

Penguji I Drs. Christiana D.W, M.Hum ………. NIP. 195416101981031004

Penguji II Dra. Sundari, M.Hum ……….

NIP. 195610031981032002 Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Riyadi Santosa, M. Ed., PhD. NIP. 196003281986011001

(4)

commit to user PERNYATAAN

Nama : Kurnia Rachmawati NIM : C0108035

Menyatakan dengan sesungguhnya bahawa, skripsi berjudul Nilai Edukasi Cerita Anak Karya Alfonsus Aris Purnomo(Sebuah Kajian Struktur Dan Fungsi) adalah betul – betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal – hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 14 Januari 2013 Yang membuat pernyataan,

Kurnia Rachmawati NIM. C0108035

(5)

commit to user MOTTO

Sepotong karangan ini melakukan perasaan dan pikiranku, anggapan dan pemandanganku

(Pramoedya Ananta Toer)

Yang bisa dilakukan seorang mahluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya.

(6)

commit to user PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

Ibu dan Bapak tercinta atas kerja keras, kasih dan do’a yang tak terbatas.

Dewi Zulaicha L, S.Pdi, Ana Fatmawati Noor Hidayati dan Choirun Nijma

Kanya ‘Analisa’ Nareswari dan Narendra Penguat Jiwaku

(7)

commit to user KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis panjatkan kepada Tuhan pemilik nafas yang senantiasa memberikan limpahan berkah dan kesehatan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Skripsi yang berjudul Nilai Edukasi Cerita Anak Karya Alfonsus Aris Purnomo (Sebuah Kajian Struktur Dan Fungsi), merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Proses penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyusun skripsi ini. 2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku ketua jurusan Sastra Daerah yang telah

memberikan nasihat, kritik, saran dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku sekertaris jurusan Sastra Daerah yang telah membantu, mempermudah dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan proses administrasi skripisi.

4. Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang telah memberi semangat, pendengar terbaik ketika penulis

(8)

commit to user

berkeluh kesah dan senantiasa bersabar menghadapi ‘kenakalan’ penulis dalam menyelesaikan proses akademik.

5. Drs. Christiana Dwi Wardhana, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah berkenan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian, selalu mengingatkan serta memberi motivasi untuk segera menyelesaikan skrpsi ini.

6. Dra. Sundari, M.Hum., selaku pembimbing kedua yang penuh kesabaran dan ketelitian membimbing serta mengajari penulis tentang arti disiplin, sehingga skripsi ini selesai.

7. Bapak Ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang tanpa batas telah berkenan berbagi ilmu dan terus berdiskusi dengan penulis.

8. Kepala dan Staff perpustakan Fakultas Sastra dan Seni Rupa serta perpustakan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis memberikan kemudahan dan pelayanan untuk mendukung penyelesaian skripsi.

9. Mas Alfonsus Aris Purnomo selaku pengarang cerita anak yang telah memberikan ijin dan dukungan kepada penulis untuk melakukan penelitian, serta terima kasih untuk kehangatan wedang jahe dan diskusi panjang tentang karya sastra Jawa.

10. Salam Persma! Erros SO7, Hana, Indri, Fonda, Kusnul, Ang, Mbak Kay, Kang Suryo, Widi Jeky, Trian, Dias, Ucup, Leo, Viki, Chacha dan mahluk-mahluk lain di Kalpadruma yang tidak mampu penulis

(9)

commit to user

sebutkan satu per satu, terima kasih atas segala proses belajar, canda, tawa dan marah.

11. Para sahabat; Irawati, Mayangsari, Devi, Suci, Intan, Isnaini dan Pradnya. Kalian perempuan hebat!

12. Sahabat sekaligus saudara baru, seluruh mahasiswa Sastra Daerah UNS tanpa terkecuali, kita berproses menjadi dewasa. Masa depan indah sudah ada di depan, mari kita dekap bersama.

13. Sahabat Kapas yang terus menjadi pahlawan bagi anak-anak, hapuskan penjara anak!

14. Anak-anak penghuni Lapas Gladag, terima kasih telah memberi warna baru bagi hidup penulis

15. Dedi’, Inspirasi dan alasan baru bagi penulis untuk tetap berjuang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam berbagai hal. Maka penulis mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan pembaca.

(10)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN………. ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN PERNYATAAN……… iv

HALAMAN MOTTO……… . v

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI………. ix

DAFTAR SINGKATAN……… xii

DAFTAR LAMPIRAN……… xiii

ABSTRAK……….. xiv

SARI PATHI……… xv

ABSTRACT……… xvi

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Pembatasan Masalah………. 6

C. Rumusan Masalah………. 6

D. Tujuan Penelitian……… 7

E. Manfaat Penelitian……… 7

(11)

commit to user

2. Manfaat Praktis………. 8

BAB II LANDASAN TEORI……….. 10

A. Sastra Anak……….. 11

B. Pendekatan Strukturalisme……… 14

C. Pendekatan Gaya Bahasa……….. 20

D. Teori Nilai Edukasi……….. 32

BAB III METODE PENELITIAN……… 41

A. Bentuk Penelitian……… 41

B. Sumber Data dan Data……… 41

C. Teknik Pengumpulan Data………. 42

1. Teknik Analisis Struktur……….. 42

2. Teknik Content Analysis……….. 43

3. Teknik Kepustakaan……… 43

D. Teknik Analisis Data……….. 43

BAB IV PEMBAHASAN………. 44

A. Analisis Pola Struktur Cerita Anak………. 44

1. Fakta-Fakta Cerita………. 44 a. Tahap Alur………... 44 b. Karakter……….. 48 c. Latar/ dekor………. 52 2. Sarana Sastra………. 61 a. Judul……… 61 b. Sudut Pandang……… 64

(12)

commit to user

c. Simbolisme……….. 66

d. Ironi……… 67

3. Tema……… 69

B. Gaya Bahasa……… 75

1. Gaya Bahasa Perbandingan………. 76

2. Gaya Bahasa Hubungan……….. 77

3. Gaya Bahasa Pernyataan………. 78

C. Analisis Nilai Edukasi atau Pendidikan……….. 82

1. Nilai Religius………. 83 2. Nilai Moral………. 85 3. Nilai Sosial………. 92 4. Nilai Budaya……….. 99 BAB V PENUTUP………. 103 A. Simpulan………. 103 B. Saran……….. 105 DAFTAR PUSTAKA………106 LAMPIRAN………. 109

(13)

commit to user DAFTAR SINGKATAN

Daftar Singkatan:

Cerbung : Cerita Bersambung Cerkak : Cerita Cekak Cernak : Cerita Anak SD : Sekolah Dasar

(14)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Sinopsis 17 cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo Lampiran II : Biodata pengarang dan Karya Pengarang

Lampiran III : Draft wawancara dengan pengarang Lampiran IV : Surat Pernyataan

Lampiran V : Foto bersama pengarang.

Lampiran VI : Cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo yang dimuat di media massa.

(15)

commit to user ABSTRAK

Kurnia Rachmawati. C0108035. 2012. Nilai Edukasi Cerita Anak Karya Alfonsus Aris Purnomo (Sebuah Kajian Struktur Dan Fungsi). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pola struktur cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo? (2) Bagaimanakah nilai estetik cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo? (3) Bagaimanakah nilai edukasi dan fungsi cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo dalam konteks pendidikan karakter anak?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan pola struktur cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo (2) mendeskripsikan nilai estetik cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo (3) mendeskripsikan Bagaimanakah nilai edukasi dan fungsi cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo dalam konteks pendidikan karakter anak.

Manfaat teoritis penelitian ini yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang penelitian terhadap karya sastra dalam bentuk prosa dari segi strukturalisme, sastra anak, gaya bahasa dan nilai edukasi. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk penelitian sejenis lainnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian sastra yang bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data prime dan data utama penelitian ini adalah 17 judul teks sastra anak karya Alfonsus Aris Purnomo yang pernah dimuat di media massa, seperti Solopos, Jayabaya, Penjebar Semangat dan Jaka Lodhang. Sumber data sekunder dan data tambahan penelitian ini adalah buku-buku dan referensi yang relevan dengan topik penelitian ini serta yang mendukung dalam analisis penelitian.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Strukturalisme karya Alfonsus Aris Purnomo merupakan perpaduan antar unsur struktur satu dengan yang lain dan saling berhubungan. (2) Nilai estetis muncul dengan adanya stilistika atau gaya bahasa yang meliputi perbandingan, hubungan dan pernyataan (3) ditinjau dari fungsi, sastra anak ini memiliki fungsi edukasi atau pendidikan yang meliputi nilai edukasi religius, edukasi sosial, edukasi moral dan edukasi budaya.

(16)

commit to user SARI PATHI

Kurnia Rachmawati. C0108035. 2012. Nilai Edukasi Cerita Anak Karya Alfonsus Aris Purnomo (Sebuah Kajian Struktur dan Fungsi). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Prêkawis ingkang dipunrêmbag ing panalitèn mênika yaiku (1) Kadospundi pola struktur wacan bocah anggitan Alfonsus Aris Purnomo? (2) Kadospundi nilai êstètik cariyos kanggê bocah anggitanipun Alfonsus Aris Purnomo? (3) Kadospundi nilai edukasi lan kagunan wacan bocah anggitanipun Alfonsus Aris Purnomo sajroning pendidikan watak bocah?

Ancasipun panalitèn menika yaiku (1) ngandharakên struktur wacan bocah anggitan Alfonsus Aris Purnomo (2) ngandharakên êstètik cariyos kanggê bocah anggitanipun Alfonsus Aris Purnomo (3) ngandarakên nilai èdukasi lan kagunan wacan bocah anggitanipun Alfonsus Aris Purnomo sajroning pendidikan watak bocah.

Kaginan teoritis, asiling panalitèn menika dipunajab sagêd biyantu nambahi khasanah ing kawruh kasustraan, mligininipun ing babagan panalitèn dhatêng karya sastra ingkang awujud prosa saking babagan strukturalisme, sastra wacan bocah, gaya bahasa, lan nilai pendidikan. Kaginan praktis, asiling panaliten menika dipunajab saged kangge referensi panalitèn sanêsipun.

Metode ingkang dipunginakaken ing panalitèn inggih menika panalitèn sastra ingkang nggadhahi sipat deskriptif kualitatif. Sumbêr data primer lan data utama panalitèn inggih menika teks wacan bocah anggitanipun Alfonsus Aris Purnomo ing kapacak ing Kalawarti Basa Jawi Penjêbar Sêmangat, Solopos, Jaya Baya lan Jaka Lodhang. Sumbêr data sekundèr lan data tambahan panalitèn inggih menika buku-buku ingkang taksih wonten sambung rapêt kalihan topik panalitèn lan sagêd dados panyengkuyung panalitèn menika.

Asiling saking panalitèn mênika yaiku (1) Strukturalisme anggitanipun Alfonsus Aris Purnomo inggih menika awit saking sambung rapêt unsur struktur sêtunggal lan sanèsipun (2) Nilai estetis wontèn ing wacan bocah ingkang andhedhasar saking teori gaya bahasa, antawisipun: perbandingan, hubungan lan pernyataan (3) saking kagunan, sastra bocah menika anggadhani kagunan edukasi utawi pendhihikan kang ngandharakên nilai pendhihikan religius, pendhihikan moral, pendhihikan sosial lan pendhihikan budaya.

(17)

commit to user ABSTRACT

Kurnia Rachmawati. C0108035. 2012. Nilai Edukasi Cerita Anak Karya Alfonsus Aris Purnomo (Sebuah Kajian Struktur dan Fungsi). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. The problems addressed in this study are (1) how the pattern works Alfonsus story structure Aris Purnomo child? (2) How is the aesthetic value of the work of children's literature Alfonsus Aris Purnomo? (3) What is the value of education and children's stories function works Alfonsus Aris Purnomo character education within the context of the child?

The purpose of this study was (1) to describe the pattern of children's story structure works Alfonsus Aris Purnomo (2) describe the aesthetic value of the work of children's literature Alfonsus Aris Purnomo (3) What is the value of education and describe the function of children's stories Aris Purnomo Alfonsus work in the context of the character education of children.

The benefits of this research are theoretical results of this research can help enrich science, particularly in the field of research on literary works in prose in terms of structuralism, children's literature and educational value. In practical terms, the results of this research can be used for other similar studies.

The method used in this research is descriptive qualitative literature. Prime sources of data and the main data of this study were 17 works of children's literature text title Alfonsus Aris Purnomo ever published in the media, such as Solopos, Jayabaya, Penjebar Semangat and Jaka Lodhang. Secondary data sources and additional data of this study are books and references that are relevant to the topic of this study, and to support the research analysis.

The conclusions of this study were (1) Structuralism Aris Purnomo Alfonsus work is a fusion between structural elements to each other and interconnected. (2) the aesthetic value stilistika or come up with a style that includes comparisons, relationships and statement (3) in terms of functions, children's literature has the function of education or education that includes the value of religious education, social education, moral education and cultural education.

(18)

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Arus modernisasi telah banyak memberi perubahan dalam kehidupan masyarakat. Namun, yang menyedihkan adalah perubahan yang terjadi justru mengarah pada krisis moral dan akhlak. Krisis moral tengah menjalar dan menjangkiti bangsa ini. Hampir semua elemen bangsa juga merasakannya. Menyelami negeri Indonesia kini seolah kita sedang berkaca pada cermin yang retak. Sebuah negeri yang sungguh sangat ganjil. Bahkan, keganjilan demi keganjilan sudah melampaui dunia fiksi. (Rohinah M. Noor, 2011:7)

Jika kita menengok dunia pendidikan di Indonesia, apa yang sebenarnya salah dari sistem pendidikan negeri ini sehingga menciptakan penerus yang krisis moral dan gila kekuasaan sehingga harus menanggalkan rasa kemanusiaan. Misal dengan menindas kaum miskin, menipu dan korupsi. Nilai-nilai ketuhanan, moralitas, sosial dan budaya seakan terkikis oleh modernisasi. Apakah ini wujud yang dihasilkan dari perjalanan dunia pendidikan Indonesia?

Pendidikan sebagai agent of change memang bukan satu – satunya yang patut dihakimi. Namun, setidaknya pendidikan mampu membentuk manusia yang berjiwa luhur, berperikemanusiaan, tidak merampas hak orang lain, jujur dan mandiri. Seharusnya baik buruknya nasib pendidikan kita menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Dengan demikian perlu kiranya kita berbenah diri, memutus rantai warisan sosial negatif dari pendidikan Indonesia.

(19)

commit to user

Menurut Rohinah M. Noor sebagai bahan renungan hal ini terjadi karena rendahnya pengajaran (apresiasi) sastra di sekolah. Karena sastra mengasah rasa, mengolah budi, dan memekakan pikiran. Sementara lembaga sekolah adalah peletak batu pertama pembentuk watak dan kepribadian seseorang (tentu saja orang tua) yang kelak menjadi penyangga moralitas. Pendidik negeri ini telah lama mengabaikan bahkan nyaris tidak peduli dengan pendidikan sastra yang memadai kepada anak didik. (2011: 10).

Seorang tokoh legendaris umar Bin Khattab, pernah berwasiat kepada rakyatnya, “ajarilah anak – anakmu sastra, karena sastra membuat anak yang pengecut menjadi jujur dan pemberani.”. Perkataan Umar itu tak berlebihan, sebab di dalam sastra mengandung eksplorasi mengenai kebenaran universal. Sastra juga menawarkan berbagai bentuk kisah yang merangsang pembaca untuk bercermin secara telanjang dan tentu saja setelah itu berbuat sesuatu

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa karya sastra merupakan bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak. Anak dengan dunianya yang penuh imajinasi menjadi begitu bersahabat dengan sastra (cerita), karena dalam cerita dunia imajinasi anak bisa terwakili.

Fakta di lapangan nampaknya kurang mendukung keberadaan sastra sebagai bahan ajar pendidikan. Hal ini seperti yang dibuktikan oleh Rohinah M.Noor. Pertama, dimulai dari ketidakpedulian orang tua untuk mengajarkan sastra kepada anaknya, orang tua lebih mementingkan anaknya agar bisa cepat berhitung dan mengerti bahasa asing . Kedua pendidikan yang berbasis sastra

(20)

commit to user

secara ideal tidak mudah ditemukan. Ketiga, sampai saat ini porsi pengajaran sastra hanya mendapat bagian kecil dari pengajaran bahasa. (Rohinah, 2011 : 10).

Keempat, penelitian Taufiq Ismail (dalam Rohinah, 2011:11) di tahun 1997 – 2005 menunjukkan betapa sastra tidak diperkenalkan pada siswa – siswi hingga mereka menyelesaikan SMA, sebagian besar siswa – siswi Indonesia berhasil menyelesaikan NOL karya.

Pemahaman sastra di instansi pendidikan formal khususnya mengenai sastra anak nampaknya perlu ditanamkan sebagai salah satu bahan ajar, bukan hanya sekadar sebagai penghantar tidur. Itu pun jika orang tua masih bisa meluangkan waktunya untuk anak. Hal ini dibuktikan dengan berbagai pengertian mengenai sastra anak, yang penjabarannya bermuatan positif bagi perkembangan kognisi, emosi, dan ketrampilan anak.

Ketika timbul kesadaran bahwa anak-anak bukanlah miniatur orang dewasa, maka mereka memerlukan karya sastra yang khusus diperuntukkan bagi mereka. Kemudian sebuah genre sastra baru mulai dikenal, yaitu sastra anak ‘Children’s literature, littérature de jeunesse’. (Hunt dalam Nurgiyantoro, 2005 : 8)

Lukens dalam Heru Kurniawan (2009:2) mengatakan bahwa sastra anak adalah sebuah karya yang menawarkan dua hal utama; kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca dengan memberikan hiburan yang menyenangkan karena menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memaanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh dengan daya suspense, daya menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan

(21)

commit to user

terikat karenanya, dan semua dikemas dengan menarik sehinggga pembaca mendapatkan kesenangan dan hiburan. (2009:22)

Di sisi lain, karena sastra selalu berbicara tentang kehidupan, maka sastra juga memberikan pemahaman yang lebih baik pada pembaca tentang kehidupan. Pemahaman itu datang dari eksplorasi terhadap berbagai bentuk kehidupan, rahasia kehidupan, penemuan dan pengungkapan berbagai karakter manusia, dan lain – lain. Informasi inilah yang kemudian memperkaya pengetahuan dan pemahaman pembaca anak.

Lewat sastra anak bisa mendapatkan dunia yang lucu, indah, sederhana, dan nilai pendidikan yang menyenangkan, sehingga tanpa dirasakan, cerita menjadi sangat efektif dalam menanamkan nilai moral edukasi pada anak.

Keberadaan rubrik atau majalah berbahasa jawa di masyarakat modern nampak kurang diminati oleh beberapa kalangan, yang lebih memilih majalah berbahasa nasional dengan tampilan yang menarik. Namun, ditengah gencetan persaingan pers mainstream masih banyak koran dan majalah yang mempertahankan bahasa Ibu sebagai salah satu atau keseluruhan rubrik, diantaranya adalah Solopos dengan rubrik Jagad Jawa yang hadir setiap hari kamis, majalah Penjebar Semangat, Jaya Baya, dan Djoko Lodang. Salah satu rubrik adalah tentang cerita anak, dimana mengangkat tentang cerita yang relevan dengan kehidupan anak dan dapat dijadikan pendidikan dan pembelajaran hidup untuk anak.

Aris Purnomo sadar bahwa sastra anak sangat penting bagi perkembangan karakter anak. Akhirnya dia juga menciptakan karya sastra anak berbahsa jawa.

(22)

commit to user

Cerita – cerita yang dia ciptakan sangat mudah dipahami oleh anak – anak dan mengandung pendidikan moral yang tinggi. Dia pengarang yang terhitung produktif dalam menciptakan karya sastra anak, hal ini dibuktikan dengan karyanya yang telah dimuat di harian Solopos, Djaka Lodang, dan Jaya Baya. Ceritanya pun bervariasi mulai dari fabel sampai dongeng, berikut adalah 17 judul karya yang pernah dimuat di media massa sekaligus menjadi objek penelitian dalam skripsi ini, yaitu Sepatu Paseduluran (Solopos, Edisi 12 Agustus 2010), Ali – Ali (Solopos, Edisi 2 September 2010), Tatag lan Sabar (Solopos, Edisi 16 September 2010), Godhong lan Uler (Solopos, Edisi 28 Oktober 2010), Panen (Solopos, Edisi 2 Desember 2010) , Diajak Bapak (Solopos, Edisi 10 Februari 2011), Tatag lan Sabar (Solopos, Edisi 16 September 2010), Rumangsa Bisa (Solopos, Edisi 10 Maret 2011), Bantas Lan Wardoyo (Solopos, Edisi 28 Juli 2011), Waleh Bocah Jujur (Solopos, Edisi 25 Agustus 2011), Sedulur Lima (Solopos, Edisi 6 Oktober 2011 ), Menjangan lan Segawon (Solopos), Lomba Tari (Solopos), Kacilakaan (Solopos), Mancing ing Kali (Djoko Lodang, no.07 tahun 2011), Arga Golek Dhuwit (Jaya Baya no. 32 Tahun 2011), Srabi Nangka (Jaya Baya no. 38 tahun 2011), dan Tiba Cilaka (Djoko Lodang, no. 21 tahun 2011) .

Penulis tertarik untuk meneliti kumpulan cerita anak karya Al – Aris Purnomo adalah dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :

1. Karya Sastra Alfonsus Aris Purnomo secara keseluruhan berisi nilai edukasi yang sangat relevan dengan dunia dan perkembangan karakter anak, seperti tolong menolong, saling menghargai, berbakti kepada orang tua, tidak boleh sombong, jujur, rasa syukur, pekerja keras dll.

(23)

commit to user

2. Kurang tersentuhnya sastra anak sebagai bahan ajar yang efektif bagi perkembangan karakter anak. Hal ini dibuktikan dengan ketidakpedulian orang tua untuk mengajarkan sastra kepada anaknya, pendidikan yang berbasis sastra secara ideal tidak mudah ditemukan pada pendidikan anak usia dini, serta porsi pengajaran sastra hanya mendapat bagian kecil dari pengajaran bahasa

B. Pembatasan Masalah

Sebuah penelitian agar dapat memecahkan masalah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka diperlukan pembatasan masalah sebagai pagar pembatas agar penelitian tidak keluar atau melebar dari apa yang seharusnya dibicarakan. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah berupa pembatasan struktur yang membangun kumpulan crita anak karya Alfonsus Aris Purnomo yakni unsur intrinsik cerita yang nantinya dijadikan acuan dalam menganalisis nilai estetika crita anak. Kemudian dilanjutkan analisis nilai edukasi yaitu analisis nilai – nilai pendidikan yang terkandung dalam kumpulan crita anak, yang mana nilai – nilai tersebut dapat diaplikasikan kepada pembaca.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah memiliki tujuan supaya sebuah penelitian tidak meluas dari apa yang seharusnya dibahas dan lebih terfokus pada masalah. Permasalahan tersebut nantinya akan diteliti untuk mencari pemecahan masalah. Mengamati latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

(24)

commit to user

1. Bagaimanakah pola struktur cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo? 2. Bagaimanakah nilai estetik cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo? 3. Bagaimanakah nilai edukasi dan fungsi cerita anak karya Alfonsus Aris

Purnomo dalam konteks pendidikan karakter anak?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai dalam setiap penelitian. Berhasil atau tidaknya suatu penelitian tergantung pada hasil pemecahan terhadap masalah yang telah ditetapkan. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini seperti berikut ini :

1. Mendeskripsikan pola struktur cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo. 2. Mendeskripsikan nilai estetik cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo. 3. Mendeskripsikan Bagaimanakah nilai edukasi dan fungsi cerita anak karya

Alfonsus Aris Purnomo dalam konteks pendidikan karakter anak.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan menghasilkan deskripsi tentang nilai estetika crita anak berdasarkan pola struktural dan nilai edukasi dan fungsi cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo.

Menurut Heri Jauhari manfaat penelitian yakni sesuatu yang bisa dirasakan dan dilaksanakan. Manfaat terdiri atas manfaat yang bersifat teoretis dan manfaat

(25)

commit to user

yang bersifat praktis (2008 : 28). Demikian pula dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Secara Teoretis

Secara teoritis, manfaat penelitian ini diharapkan dapat membantu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang penelitian terhadap karya sastra anak.

2. Secara Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat pembaca baik anak maupun orang tua dan peminat sastra Jawa untuk lebih mengetahui dan memahami tentang nilai edukasi dari sastra anak dan betapa pentingnya sastra anak sebagai bahan ajar untuk membentuk karakter anak yang lebih baik. Hasil – hasil penelitian ini merupakan data yang dapat digunakan untuk penelitian sejenis lainnya, misal secara psikologi, Sosiologis feminisme, dll.

F. Sistematika Penulisan

Secara garis besar penelitian terhadap cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo ini akan dibahas dalam beberapa bab, adapun susunannya sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(26)

commit to user

Bab II : LANDASAN TEORI meliputi pendekatan struktural, aspek nilai – nilai estetika dan nilai – nilai edukasi yang terkandung di dalam karya sastra yang membangun cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo.

Bab III: METODE PENELITIAN meliputi metode dan bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data Bab IV: ANALISIS DATA meliputi tinjuan struktural cerita anak karya

Alfonsus Aris Purnomo yang meliputi alur, karakter, latar (Fakta cerita), tema dan judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, ironi (Sarana cerita). Menemukan dan menganalisis nilai estetika dan juga nilai edukasi dalam cerita anak karya Alfonsus Aris Purnomo.

(27)

commit to user 10

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori dalam sebuah penelitian akan membantu penulis dalam mengupas dan menganalisis setiap permasalahan yang ada dalam sebuah penelitian. Suatu penelitian harus berpegang pada sebuah teori dan paham tertentu yang menjadi acuan, sehingga penelitian jelas arah dan tujuannya.

Teori sastra anak menjadi penghantar dalam penelitian ini, sebagai panduan dan pegangan penulis untuk memahami karakter sastra anak yang tentu berbeda dengan sastra pada umumnya, yaitu sastra dewasa. Ketika telah terjadi pemahaman mengenai sastra anak, analisis struktural harus dilakukan terlebih dahulu sebagai langkah awal dalam setiap awal penelitian karya sastra, maka dalam penelitian ini penulis akan menggunakan tiga macam pendekatan. Pertama adalah analisis struktural yaitu yang merupakan tahap awal dalam suatu penelitian terhadap karya sastra. Tahap ini sulit dihindari, sebab analisis struktural merupakan pintu gerbang yang paling utama untuk mengetahui unsur – unsur yang membangunnya. (Teeuw dalam Sangidu, 2004 : 15).

Pendekatan kedua adalah terkait dengan nilai edukasi yang terdapat dalam karya sastra cerita anak. Nilai edukasi muncul sebagai pesan atau amanat yang dapat dipetik oleh pembaca, yang berfungsi sebagai bahan ajar atau pendidikan untuk pembentuk karakter pembaca, khususnya kepada pembaca anak – anak.

Sebagai pelengkap penulis akan menggunakan pendekatan estetika sastra yang berfungsi untuk mengetahui nilai – nilai keindahan yang terkandung dalam

(28)

commit to user

suatu karya sastra, khususnya karya sastra tulis serta menemukan makna dibalik karya sastra tersebut yang berhubungan dengan masyarakat pendukungnya.

A.

Sastra Anak

Sastra anak adalah sastra yang mengacu kepada kehidupan cerita yang berkorelasi dengan dunia anak - anak (dunia yang dipahami anak) dan bahasa yang digunakan sesuai dengan perkembangan intelektual dan emosional anak (bahasa yang dipahami anak - anak) hal ini menunjukkan bahwa batasan sastra anak hanyalah pada karyanya, dimensi lainnya, seperti pengarang dan pembaca sebagai pencipta dan penikmat dalam sastra anak tidak mutlak harus anak – anak. (Heru Kurniawan, 2009:22).

Lukens (dalam Heru Kurniawan :2009), sastra anak adalah sebuah karya yang menawarkan dua hal utama; kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca, pertama adalah dengan memberikan hiburan yang menyenangkan karena menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memaanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh dengan daya suspense, daya menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan terikat karenanya, dan semua dikemas dengan menarik sehinggga pembaca mendapatkan kesenangan dan hiburan.

Di sisi lain, karena sastra selalu berbicara tentang kehidupan, maka sastra juga memberikan pemahaman yang lebih baik pada pembaca tentang kehidupan. Pemahaman itu datang dari eksploirasi terhadap berbagai bentuk kehidupan, rahasia kehidupan, penemuan dan pengungkapan berbagai karakter manusia, dan

(29)

commit to user

lain – lain. Informasi inilah yang kemudian memperkaya pengetahuan dan pemahaman pembaca (Anak - anak) (Nurgiyanto, 2005 :3).

Sastra anak dituntut dikemas dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima anak dan dipahami anak – anak dengan baik. Sastra anak merupakan pembayangan atau pelukisan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam bentuk struktur bahasa anak. Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya.

Menurut Hunt (dalam Witakania, 2008) mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah buku bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut harus sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan mereka.

Tarigan (1995: 5) mengatakan bahwa buku anak-anak adalah buku yang menempatkan mata anak-anak sebagai pengamat utama, mata anak-anak sebagai fokusnya. Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak.

Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan

(30)

commit to user

bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan. (Wahidin, 2009)

Perkembangan anak akan berjalan wajar dan sesuai dengan periodenya bila disuguhi bahan bacaan yang sesuai pula. Sastra yang akan dikonsumsikan bagi anak harus mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar mereka atau ada di dunia mereka, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak. (Puryanto, 2008: 2)

Sarumpaet (dalam Puryanto, 2008: 3) mengatakan persoalan-persoalan yang menyangkut masalah seks, cinta yang erotis, kebencian, kekerasan dan prasangka, serta masalah hidup mati tidak didapati sebagai tema dalam bacaan anak. Begitu pula pembicaraan mengenai perceraian, penggunaan obat terlarang, ataupun perkosaan merupakan hal yang dihindari dalam bacaan anak. Artinya, tema-tema yang disebut tidaklah perlu dikonsumsi oleh anak. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, tema-tema bacaan anak pun berkembang dan semakin bervariasi. Jenis-jenis bacaan anak misalnya, pada sepuluh tahun yang lalu sangat sedikit atau bahkan tidak ada, sangat mungkin telah hadir sebagai bacaan yang populer tahun-tahun belakangan ini.

Ditinjau dari sasaran pembacanya, sastra anak dapat dibedakan antara sastra anak untuk sasaran pembaca kelas awal, menengah, dan kelas akhir atau

(31)

commit to user

kelas tinggi. Sastra anak secara umum meliputi (1) buku bergambar, (2) cerita rakyat, baik berupa cerita binatang, dongeng, legenda, maupun mite, (3) fiksi sejarah, (4) fiksi realistik, (5) fiksi ilmiah, (6) cerita fantasi, dan (7) biografi. Selain berupa cerita, sastra anak juga berupa puisi yang lebih banyak menggambarkan keindahan paduan bunyi kebahasaan, pilihan kata dan ungkapan, sementara isinya berupa ungkapan perasaan, gagasan, penggambaran obyek ataupun peristiwa yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. (Saryono dalam Puryanto, 2008: 3).

Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak. Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.

B.

Teori Pendekatan Strukturalisme

Pendekatan structural sering juga dinamakan pendeketan obyektif, dalam mengkaji sebuah karya sastra tidak bisa terlepas dari unsure struktural yang membangun karya tersebut. Menurut Atar Semi, bahwa bila hendak mengkaji

(32)

commit to user

sebuah karya sastra, maka harus dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa serta hubungan harmonis aspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra (1993:67)

Analisis structural karya sastra, yang dalam ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsure intrinsik yang bersangkutan. Analisis struktural pada dasarnya bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsure karya sastra yang secara bersama menghasilkan keseluruhan unsur. Analisis struktural tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsure tertentu sebuah sebuah karya fiksi. Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhann yang ingin dicapai (Burhan Nurgiyantoro, 2007:37)

Teori struktural yang digunakan untuk menganalisis cerita-cerita anak ini adalah teori struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi tiga bagian, yaitu: fakta cerita, tema dan sarana cerita. Ia membagi unsur fakta cerita menjadi tiga, yaitu alur, tokoh, dan latar. Sedangkan sarana cerita terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada, simbolisme serta ironi.

1. Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta – fakta cerita. Elemen – elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan ‘struktur faktual’ atau

(33)

commit to user

‘tingkatan faktual cerita’. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22)

Fakta-fakta cerita atau unsure struktur faktual tersebut terdiri atas empat komponen yaitu alur, karakter, latar dan tema

a. Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2007:26).

Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen lain. Alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidaj akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dnegan elemen lain, alur memiliki hukum sendiri; alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan (Stanton. 2007:28)

b. Karakter

Karakter atau biasa disebut tokoh biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai

(34)

commit to user

kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu – individu tersebut. Sebagian besar cerita dapat ditemukan satu ‘tokoh utama’ yaitu tokoh yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seseorang tokoh untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan dinamakan ‘motivasi’ (Stanton, 2007:33)

c. Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu – waktu tertentu. Latar tekadang berpengaruh pada karakter – karakter. Latar juga terkadang menjadi tokoh representasi tema. Dalam berbagai cerita dapat dililaht bahwa latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mode emosional yang melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dnegan istilah ‘atmosfer’. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter (Stanton, 2007: 35 - 36)

d. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007 : 36).

(35)

commit to user

Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema (Stanton, 2007:37).

Tema hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Interpretasi yang baik hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai detail menonjol dalam sebuah cerita. Kriteria ini adalah yang paling penting.

2. Interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail cerita yang saling berkontradiksi.

3. Interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya tidak bergantung pada bukti – bukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya secara implisit).

4. Terakhir, interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita bersangkutan (Stanton, 2007: 44 - 45)

2. Sarana Sastra

Sarana cerita merupakan cara yang digunakan pengarang dalam menyeleksi dan menyusun bagian cerita, sehingga akan tercipta karya sastra yang bermakna. yang termasuk dalam sarana cerita ini meliputi: judul, sudut pandang, gaya dan nada, simbolisme, dan ironi. Akan tetapi, dari jumlah unsur sarana cerita yang banyak itu, pembahasan ini hanya terfokus pada judul dan sudut pandang. (Stanton, 2007: 46)

(36)

commit to user

Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukan karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita. Sering kali judul dari karya sastra mempunyai tingkatan makna yang terkandung dalam cerita. Judul juga dapat berisi sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap keadaan yang sebenarnya dalam cerita (Stanton, 1965: 25 - 26).

b. Sudut Pandang

Stanton (2007 : 52) dalam bukunya membagi sudut pandang menjadi empat tipe utama. Pertama, pada ‘orang pertama’ sang karakter utama bercerita dengan kata sendiri. Kedua, pada ‘orang pertama sampingan’ cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama (sampingan). Ketiga, pada ‘pada ketiga terbatas’ pengarang mengacu pada semua karakter dan emosinya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter saja. Keempat, pada ‘orang ketiga tidak terbatas’ pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat tidak ada satu karakter pun hadir.

c. Gaya dan Tone

Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan penyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme,

(37)

commit to user

panjang pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyak imajinasi dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilka gaya (Stanto, 2007:61).

Satu elemen yang amat terkait dnegan gaya adalah ‘tone’. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2007 :63)

d. Simbolisme

Dalam fiksi simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing – masing bergantung pada bagaimana simbol bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang mucul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukan makna peristiwa tersebut. Dua, simbol yang ditampilkan berulang – ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Tiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda akan membantu kita menemukan tema (Stanton, 2007 :65).

Salah satu bentuk simbol yang khas adalah ‘momen simbolis’. Istilah ini dapat disamakan dengan ‘momen kunci’ atau ‘momen pencerahan’ (dua istilah ini sering dipakai oleh kritisi). Momen simbolis, momen kunci, atau momen pencerahan adalah tabula tempat seluruh detail yang terlihat dan hubungan fisis mereka dibebani oleh makna (Stanton, 2007:68)

(38)

commit to user e. Ironi

Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam hampir semua cerita (terutama yang dikategorikan ‘bagus’). Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas yaitu ‘ironi dramatis’ dan tone ironis (Stanton, 2007:71).

‘ironi dramatis’ atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pasangan elemen – elemen di atas terhubung satu sama lain secara logis (biasanya melalui hubungan kausal atau sebab - akibat). (Stanton, 2007:71).

‘Tone ironis’ atau ‘ironis verbal’ digunakan untuk menyambut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton, 2007:72)

C.

Teori Pendekatan Gaya Bahasa

Sebelum dijabarkan lebih lanjut tentang hakikat gaya bahasa, terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat mengenai stilistika. Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style (gaya), dengan demikian stylistics dapat diterjemahkan dengan ilmu tentang gaya yang erat hubungannya dengan linguistik.

Linguistik merupakan ilmu yang berupaya memberikan bahasa dan menunjukkan bagaimana cara kerjanya, sedangkan stylistics merupakan bagian

(39)

commit to user

dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, yang walaupun tidak secara eksklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra. (Tuner dalam Pradopo, 2005: 161).

Gaya dalam ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya sastra (Pradopo, 2005: 161). Sebelum ada stilistika, bahasa karya sastra sudah memiliki gaya yang memiliki keindahan.

Gaya adalah segala sesuatu yang “menyimpang” dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut bertujuan untuk keindahan. Keindahan ini banyak muncul dalam karya sastra, karena sastra memang syarat dengan unsur estetik. Segala unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa dan kado bahasa sehingga mampu membugkus rapi gagasan penulis. (Endraswara, 2003: 71)

Dapat dikatakan bahwa setiap karya sastra hanyalah seleksi beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu (Pradopo, 2005: 162). Hubungan antara bahasa dan sastra sering bersifat dialektis. Sastra sering mempengaruhi bahasa sementara itu sastra juga tidak mungkin diisolasi dari pengaruh sosial dan intelektualitas.

Analisis stilistika digunakan untuk menemukan suatu tujuan estetika umum yang tampak dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya. Dengan demikian, analisis stilistika dapat diarahkan untuk membahas isi. Penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa sastra mempunyai tugas mulia (Endraswara, 2003: 72). Lebih lanjut, Suwardi menambahkan bahwa bahasa memiliki pesan keindahan dan sekaligus membawa makna. Gaya bahasa sastra berbeda dengan gaya bahasa sehari-hari. Gaya bahasa sastra digunakan untuk memperindah teks sastra.

(40)

commit to user

Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus dan mengandung arti leksikal „alat untuk menulis‟ (Aminuddin, 2009: 72). Aminuddin juga menjelaskan bahwa dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Sejalan dengan pengertian tersebut (Scharbach dalam Aminuddin 2009: 72) menyebut gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri. Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan gagasannya dalam wacana ilmiah dengan cara pengarang dalam kreasi cipta sastra, dengan demikian akan menunjukkan adanya perbedaan meskipun dua pengarang itu berangkat dari satu ide yang sama.

Beracuan dari beberapa pendapat di atas gaya dapat disimpulkan dengan tatanan yang bersifat lugas, jelas, dan menjauhkan unsur-unsur gaya bahasa yang mengandung makna konotatif. Sedangkan pengarang dalam wacana sastra justru akan menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif. Selain itu, tatanan kalimat-kalimatnya juga menunjukkkan adanya variasi dan harmoni sehinnga mampu menuansakan keindahan dan bukan hanya nuansa makna tertentu saja. Oleh sebab itulah masalah gaya dalam sastra akhirnya juga berkaitan erat dengan masalah gaya dalam bahasa itu sendiri.

(41)

commit to user 1. Pengertian Gaya Bahasa

Sudjiman (1998: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

Jorgense dan Phillips (dalam Ratna, 2009: 84) mengatakan bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson (dalam Ratna, 2009: 84) gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya.

Retorika merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana seorang pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya. Pengungkapan bahasa dalam sastra mencerminkan sikap dan perasaan pengarang yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Untuk itu, bentuk pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu mendukung gagasan secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai

(42)

commit to user

sebuah karya. Kekhasan, ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan yang berasal dari imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam pengungkapan bahasa dan gagasan sangat menentukan keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan. Hal ini bisa dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai kesastraan yang akan diciptakan.

Karya sastra adalah sebuah wacana yang memiliki kekhasan tersendiri. Seorang pengarang dengan kreativitasnya mengekspresikan gagasannya dengan menggunakan bahasa dengan memanfaatkan semua media yang ada dalam bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang seorang pegarang dalam memanfaatkan dan menggunakan bahasa tidak akan sama satu sama lain dan tidak dapat ditiru oleh pengarang lain karena hal ini sudah menjadi bagian dari pribadi seorang pengarang. Kalaupun ada yang meniru pasti akan dapat ditelusuri sejauh mana persamaan atau perbedaan antara karya yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat diketahui mana karya yang hanya sebuah jiplakan atau imitasi.

Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan.

Bahasa sastra adalah bahasa khas (Endraswara, 2003: 72). Khas karena bahasanya telah direkayasa dan dioles sedemikian rupa. Dari polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan demikian seharusnya pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang. Bukan hanya suatu

(43)

commit to user

kebetulan gaya diciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi dapat dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya, dan mahir dalam menggunakan stilistika maka karyanya akan semakin mempesona dan akan lebih berbobot. Stilstik adalah penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra yang akan membangun aspek keindahan karya sastra.

Pradopo (dalan Endraswara, 2003: 72) menyatakan bahwa nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-kata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan (Keraf, 2004: 112) termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil ekspresi diri (Sayuti, 2000: 110). Sejalan dengan Sayuti, Endraswara (2003: 73) juga menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra.

Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan kemampuan pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang terekam dalam karya yang dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang mempunyai gayanya masing-masing. Zhang (1995: 155) menjelaskan bahwa

(44)

commit to user

”Literary stylistics is a discipline mediating between linguistics and literary criticism. Its concern can be simply and broadly defined as thematically and artistically motivated verbal choices” (“gaya bahasa sastra adalah disiplin mediasi antara linguistik dan kritik sastra. Disisi lain dapat sederhana dan secara luas didefinisikan sebagai tematik dan artistik termotivasi pilihan verbal”). Dengan kata lain, objek tersebut adalah untuk mengetahui nilai-nilai tematik dan estetika yang dihasilkan oleh linguistik bentuk, nilai-nilai yang menyampaikan visi penulis, nada dan sikap, yang bisa meningkatkan afektif atau kekuatan emotif pesan yang memberikan sumbangan untuk karakterisasi dan membuat fiksi realitas fungsi lebih efektif dalam kesatuan tematik.

Beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya.

2. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek-efek tertentu. Oleh karena itu, penelitian gaya bahasa terutama dalam karya sastra yang diteliti adalah wujud (bagaimana bentuk) gaya bahasa itu dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunaannya atau apa fungsi penggunaan gaya bahasa tersebut dalam karya sastra. Gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan meskipun tidaklah terlalu luar biasa, namun unik karena selain dekat dengan

(45)

commit to user

watak dan jiwa penyair juga membuat bahasa digunakannya berbeda dalam makna dan kemesraannya. Dengan demikian, gaya lebih merupakan pembawaan pribadi.

Gaya bahasa dipakai pengarang hendak memberi bentuk terhadap apa yang ingin disampaikan. Dengan gaya bahasa tertentu pula seorang pengarang dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan itu pula ia menyentuh hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari dalam batin seorang pengarang maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap atau karakteristik pengarang tersebut. Demikian pula sebaliknya, seorang yang melankolis memiliki kecenderungan bergaya bahasa yang romantis. Seorang yang sinis member kemungkinan gaya bahasaya sinis dan ironis. Seorang yang gesit dan lincah juga akan memilki gaya bahasa yang hidup dan lincah.

Perrin (dalam Tarigan, 1995: 141) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut yaitu: (a) perbandingan yang meliputi metafora, kesamaan, dan analogi; (b) hubungan yang meliputi metonomia dan sinekdoke; (c) pernyataan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi.

a. Gaya Bahasa Perbandingan

Pradopo (2005: 62) berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang

(46)

commit to user

mengandung maksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang dianggap sama.

1. Metafora

Keraf (2004: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Sementara itu menurut Maulana (2008: 1) metafora juga dapat diartikan dengan majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan secara implisit yang tersusun singkat, padat, dan rapi; contoh: generasi muda adalah tulang punggung negara.

2. Kesamaan (Simile)

Keraf (2004: 138) berpendapat bahwa simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Sementara itu simile atau perumpamaan dapat diartikan suatu majas membandingkan dua hal/benda dengan menggunakan kata penghubung, contoh: caranya bercinta selalu mengagetkan, seperti petasan.

3. Analogi

Pradopo (2005: 62) berpendapat bahwa gaya bahasa analogi atau perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang

(47)

commit to user

lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain.

b. Gaya Bahasa Hubungan 1. Metonomia

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa metonomia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sementara iitu, Altenberd (dalam Pradopo, 2005: 77) mengatakan bahwa metonomia adalah penggunaan bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonomia adalah penamaan terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang sudah terkenal atau melekat pada suatu benta tersebut, contoh: ayah membeli kijang.

2. Sinekdoke

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya, contoh: akhirnya Maya menampakkan batang hidungnya.

(48)

commit to user c. Gaya Bahasa Pernyataan

1. Hiperbola

Maulana (2008: 2) berpendapat bahwa hiperbola yaitu sepatah kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat dari pada kata. Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dari kenyataan, contoh: hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping jadinya.

2. Litotes

Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi (dikecilkan) dari makna sebenarnya. Bagas (2007: 1) juga berpendapat bahwa litotes dapat diartikan sebagai ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri. Dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan dikurangi (dikecilkan) dari makna yang sebenarnya, contoh: mampirlah ke rumah saya yang berapa luas.

3. Ironi

Hadi (2008: 2) berpendapat bahwa ironi adalah gaya bahasa yang berupa sindiran halus berupa pernyataan yang maknanya bertentangan dengan makna sebenarnya. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ironi adalah

(49)

commit to user

gaya bahasa yang bermakna tidak sebenarnya dengan tujuan untuk menyindir, contoh: pagi benar engkau datang, Hen! Sekarang, baru pukul 11.00

D.

Teori Nilai Edukasi atau Pendidikan

1. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.

Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan., mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang mempeunyai penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total.

Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar

(50)

commit to user

atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada. Lasyo (Setiadi 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Sejalan dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakki. Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia.

2. Pengertian Pendidikan

Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “Paedogogike”, yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing” (Hadi, 2003: 17). Jadi Soedomo Hadi menyimpulkan paedogogike berarti aku membimbing anak. Purwanto (1986: 11) menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Hakikat pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat

(51)

commit to user

mendewasakan anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Tilaar (2002;435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, memanusiakan manusia atau proses humanisasi melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Eksistensi ini menurut penulis adalah menempatkan kedudukan manusia pada tempatnya yang terhormat dan bermartabat. Kehormatan itu tentunya tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang umat manusia.

Pendidikan pada hakikatnya juga berarti mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari pernyataan tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam pendidikan, yaitu: a) cerdas, berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan nyata. Cerdas bermakna kreatif, inovatif dan siap mengaplikasikan ilmunya; b) hidup, memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepadaNya. Filosofi hidup ini sangat syarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan manusia, memberikan makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral, dan tujuan hidup berbangsa, berarti manusia selain sebagai individu juga merupakan makhluk sosial yang membutuhkan keberadaan orang lain. Setiap individu berkewajiban menyumbangkan pengetahuannya untuk masyarakat meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitar dengan ilmu, sesuai dengan yang diajarkan agama dan pendidikan. Indikator terpenting kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan dan pengajaran (Ratna, 2005: 449).

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu pedoman yang merupakan konsep mendirikan suatu bangunan suci seperti yang disebutkan dalam Kitab Manasara (buku pedoman dari India Selatan tentang pembuatan

Untuk membuka (decrypt) data tersebut digunakan juga sebuah kunci yang dapat sama dengan kunci untuk mengenkripsi (untuk kasus private key cryptography) atau dengan kunci

Plagiat.. berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar mengajar, karena tujuan setiap proses belajar megajar adalah diperolehnya hasil belajar yang optimal. Hal ini

It covers the sampling and testing requirements for raw materials used in the manufacture of complementary medicines and complementary medicines, whether in the form of

Lampiran : Jumlah dan nama salon yang didatangi oleh penulis (sambungan). 30 Blitz Club

UPTD PUSKESMAS PANUMBANGAN UPTD PUSKESMAS

This study aims to analyze the role of nutritional status on cognitive function in!. the golden age period by analyzing the relationship between nutritional

1) Guru-guru agar lebih meningkatkan sikap pantang menyerah dalam menjalankan tugas, bersemangat dan selalu ingin maju dan berprestasi agar mencapai hasil kerja