• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan DM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Asuhan Keperawatan DM"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDROKRIN

DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh:

1.

Anik yuliani

(01.11.006)

2.

Dwi abdul rohman

(01.11.014)

3.

Nurul Qomariah

(01.11.030)

4.

Retno Wahyuningsih (01.11.047)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MOJOKERTO

(2)

2013

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDROKRIN

DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3

1.

Anik yuliani

2.

Dwi abdul rohman

3.

Nurul Qomariah

4.

Retno Wahyuningsih

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

(3)

2013/2014

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang asuhan keperawatan diabetes mellitus yang kami sajikan berdasarkan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang asuhan keperawatan diabetes mellitus. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Mojokerto, 23 February 2013

(4)

DAFTAR ISI

Judul ... i

Cover ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 5

1.2 Rumusan masalah ... 5

1.3 Tujuan dan manfaat ... 5

BAB 2 : TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian ... 6 2.2 Fisiologi ... 6 2.3 Patofisiologi ... 7 2.4 Manifiestasi klinis ... 7 2.5 Pemeriksaan Penunjang ... 8 2.6 Penatalaksanaan ... 10 2.7 Prognosi ... 11 2.8 Komplikasi ... 11

BAB 3 : Pendekatan Asuhan Keperawatan A. Pengkajian ... 12 B. Diagnosa ... 13 C. Perencanaan ... 16 D. Implementasi ... 17 E. Evaluasi ... 19 BAB 4 : PENUTUP 20 DAFTAR PUSTAKA 21

(5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah : 1.2.1 Apa pengertian Diabetes Melitus?

1.2.2 Apa penyebab Diabetes Melitus? 1.2.3 Bagaimana gejala Diabetes Melitus ?

1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan Diabetes Melitus?

1.3 Tujuan

Tujuan dalam makalah ini adalah :

1.3.1 Mendeskripsikan pengertian Diabetes Melitus 1.3.2 Mendeskripsikan penyebab Diabetes Melitus 1.3.3 Mendeskripsikan gejala Diabetes Melitus 1.3.4 Mendeskripsikan patofisiologi Diabetes Melitus 1.3.5 Mendeskripsikan penatalaksanaan Diabetes Melitus

(6)

BAB II

DIABETES MELITUS I. PENGERTIAN

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1995).

Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

II. KLASIFIKASI

Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1. Klasifikasi Klinis

a. Diabetes Mellitus

1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) c. Diabetes Kehamilan (GDM)

(7)

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

III.ETIOLOGI

1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

Beberapa permasalahan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM.

Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002)

Berikut beberapa factor permasalahan penyebab diabetes mellitus tergantung insulin:

a. Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

(8)

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok

heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) b. Obesitas

c. Riwayat keluarga d. Kelompok etnik

(9)

IV. PATOFISIOLOGI/PATWAY

DM Tipe I DM Tipe II

a. DM Tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetil, dll

Jmh sel β pancreas menurun sel β pancreas hancur

Glukosuria

Diuresis Osmotik

Defisiensi insulin

Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat Hiperglikemia

Penurunan BB polipagi Glukoneogenesis

meningkat

Kehilangan elektrolit urine

Gliserol asam lemak bebas meningkat

Ketogenesis

Kehilangan cairan hipotonik

Hiperosmolaritas

Polidipsi ketoasidosis ketonuria

(10)

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000)

b. DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.

Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)

Sehubungan itu, tubuh ibarat suatu mesin yang memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,

(11)

karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

V. GEJALA KLINIS

Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu

1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan. 2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl

3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

VI. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah 1. Akut

a. Hipoglikemia dan hiperglikemia

b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

(12)

c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.

d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990). 2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

a. Neuropati diabetik b. Retinopati diabetik c. Nefropati diabetik d. Proteinuria

e. Kelainan koroner

f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377) Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1) Grade 0 : tidak ada luka

2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang 4) Grade III : terjadi abses

5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK

Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.

VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien. Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:

1. Diet

(13)

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita 2) Mengarahkan pada berat badan normal

3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda 4) Mempertahankan kadar KGD normal

5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik 6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita. 7) Menarik dan mudah diberikan

b. Prinsip diet DM, adalah: 1) Jumlah sesuai kebutuhan 2) Jadwal diet ketat

3) Jenis: boleh dimakan/tidak

c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

1) Diit DM I : 1100 kalori 2) Diit DM II : 1300 kalori 3) Diit DM III : 1500 kalori 4) Diit DM IV : 1700 kalori 5) Diit DM V : 1900 kalori 6) Diit DM VI : 2100 kalori 7) Diit DM VII : 2300 kalori 8) Diit DM VIII: 2500 kalori

Keterangan :

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

• J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

• J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

(14)

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

BB (Kg) BBR = X 100 % TB (cm) – 100 Kurus (underweight)  Kurus (underweight) : BBR < 90 %  Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %  Gemuk (overweight) : BBR > 110 %  Obesitas, apabila : BBR > 120 %  Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %  Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %  Obesitas berat : BBR 140 – 200 %  Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:

 kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari  Normal : BB X 30 kalori sehari  Gemuk : BB X 20 kalori sehari  Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.

b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein

e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru

f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

(15)

3. Penyuluhan

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4. Obat

Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

1). Mekanisme kerja sulfanilurea

•kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

•kerja OAD tingkat reseptor 2). Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

(a) Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik

 Menghambat absorpsi karbohidrat  Menghambat glukoneogenesis di hati  Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

b. Insulin Indikasi penggunaan insulin

1) DM tipe I

2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD 3) DM kehamilan

4) DM dan gangguan faal hati yang berat 5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren) 6) DM dan TBC paru akut

7) DM dan koma lain pada DM 8) DM operasi

(16)

11) DM dan penyakit Graves

Beberapa cara pemberian insulin

1). Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:

lokasi suntikan

ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.

2). Pemijatan (Masage)

Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin. 3). Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.

 Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

 Konsentrasi insulin

Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.

4). Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

(17)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetic hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan

(18)

penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnese

a. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

f. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

2. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.

b. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa

(19)

tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c. Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

d. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.

e. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. f. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

g. Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. h. Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

i. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

3. Pemeriksaan 11 pola fungsi kesehatan pada Individu

Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti

(20)

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.

3. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

4. Pola tidur dan istirahat

Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.

5. Pola aktivitas dan latihan

Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

6. Pola hubungan dan peran

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.

7. Pola sensori dan kognitif

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.

8. Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).

9. Pola seksual dan reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

(21)

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang

11. Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh sertaluka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

4. Pemeriksaan Diagnostik

Gejala :

1) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih. 2) Aseton plasma : positif secara menyolok.

3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.

4) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan pada data pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan yang muncul adalah

1. Nyeri akut b3rhubungangan dengan agen injuri fisik 2. PK : Infeksi

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. 4. Peningakatan Hipo atau Hiperglikemi

5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi.

8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit

9. Deficit self care berhubungan dengan kelemahan, penyakitnya

(22)

N

o Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Nyeri akut Setelah

dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt Control nyeri dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.

Manajemen nyeri :

1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan 22ontro presipitasi.

2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

4. Kontrol 22ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

5. Kurangi 22ontro presipitasi nyeri.

6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non

farmakologis)..

7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 9. Evaluasi tindakan

pengurang nyeri/22ontrol nyeri.

10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.

1. Cek program

•Respon nyeri sangat individual sehingga penangananyapun berbeda untuk masing-masing individu. •Komunikasi yang terapetik mampu meningkatkan rasa percaya klien terhadap perawat sehingga dapat lebih kooperatif dalam program manajemen nyeri. •Lingkungan yang nyaman dapat membantu klien untuk mereduksi nyeri. •Pengalihan nyeri dengan relaksasi dan distraksi dapat mengurangi nyeri yang sedang timbul.

•Pemberian analgetik yang tepat dapat membantu klien untuk beradaptasi dan mengatasi nyeri. •Tindakan evaluatif terhadap penanganan nyeri dapat dijadikan rujukan untuk penanganan nyeri yang mungkin

(23)

pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

2. Cek riwayat alergi.. 3. Tentukan analgetik

pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

muncul berikutnya atau yang sedang berlangsung. 2 PK : Infeksi Setelah dilakukan askep selama 5 x 24 jam perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defsiensi imun

1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder 2. Bersihkan lingkungan

setelah dipakai pasien lain. 3. Batasi pengunjung bila

perlu.

4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi 11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan 12. Berikan antibiotik sesuai program. • Penularan infeksi dapat melalui pengunjung yang mempunyai penyekit menular. • Tindakan antiseptik dapat mengurangi pemaparan klien dari sumber infeksi

• Pengunaan alat pengaman dapat melindungi klien dan petugas dari tertularnya penyakit infeksi.

• Perawatan luka setiap hari dapat mengurangi

terjadinya infeksi serta dapat untuk mengevaluasi kondisi luka.

• Pengguanan teknik aseptik dan isolasi klien dapat mengurangi

pemaparan dan penyebaran infeksi.

(24)

13. Monitor hitung granulosit dan WBC.

14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.

15. Dorong istirahat yang cukup.

16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi. • Penemuan secara dini tanda-tanda infeksi dapat mempercepat penanganan yang diperlukan sehingga klien dapat segera terhindar dari resiko infeksi atau terjadinya infeksi dapat dibatasi.

• Satus nutrisi yang adekuat, istirahat yang cukup serta mobilisasi dan latihan yang teratur dapat meningkatkan percepatan proses penyembuhan luka.

•Hasil kultur positif menunjukan telah terjadi infeksi. 3 Ketidaksei mbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

1. kaji pola makan klien 2. Kaji adanya alergi

makanan.

3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi. 7. Berikan informasi

tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien

Manajemen nutrisi dan monitor nutrisi yang adekuat dapat membantu klien mendapatkan nutrisi sesuai dengan kebutuha tubuhnya.

(25)

makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

5. Monitor adanya mual muntah.

6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

7. Monitor intake nutrisi dan kalori. 4 Peningkata n Hipo atau Hiperglike mi Setelah dilakukan askep 3x24 jam diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia. Managemen Hipoglikemia:

1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.

3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl 4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol 5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia

1. Monitor GDR sesuai indikasi

2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar

Hipoglikemia dapat disebabkan oleh insulin yang berlebian, pemasukan makanan yg tidak adekuat, aktivitas fisik yang berlebiha, Hipoglikemia akan merangsang SS simpatis u/ mengeluarkan adrenalin, klien menjadi berkeringat, akral dingin, gelisah dan tachikardi. Hiperglikemia dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya: terlalu banyak makan / kurang makan, terlalu sedikit insulin, dan kurang aktivitas.

(26)

3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi

4. Berikan insulin sesuai order

5. Pertahankan akses IV 6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan

7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk 8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi

9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine

10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium

11. Anjurkan banyak minum

12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan 5 Kerusakan integritas jaringan Setelah dilakukan askep 6x24 jam Wound healing meningkat: Dengan criteria Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan Wound care 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri

4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%

5. Lakukan nekrotomi K/P

6. Lakukan tampon yang sesuai

7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan 8. Lakukan pembalutan 9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka 10. Amati setiap perubahan pada balutan 11. Bandingkan dan catat setiap adanya

Pengkajian luka akan lebih

realible dilakukan oleh pemberi asuhan yang sama dengan posisi yang sama dan tehnik yang sama

(27)

perubahan pada luka 12. Berikan posisi terhindar dari tekanan 6 Kerusakan mobilitas fisik Setelah dilakukan Askep 6x24 jam dapat teridentifikasi Mobility level Joint movement: aktif. Self care:ADLs Dengan criteria hasil: 1. Aktivitas fisik meningkat 2. ROM normal 3. Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan kemampuan dalam bergerak 4. Klien bisa melakukan aktivitas 5. Kebersihan diri klien terpenuhi walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga Terapi Exercise : Pergerakan sendi 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami 2. Kolaborasi dengan fisioterapi

3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi

4. Pastikan klien untuk mempertahankan

pergerakan sendi

5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan

6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.

Exercise promotion

1. Bantu identifikasi program latihan yang sesuai

2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat

Exercise terapi ambulasi

1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi 2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi

3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:

Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.

1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien

2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat

ROM exercise membantu mempertahankan mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur, meningkatkan kenyamanan. Pengetahuan yang cukup akan memotivasi klien untuk melakukan latihan. Meningkatkan dan membantu berjalan/ ambulasi atau memperbaiki otonomi dan fungsi tubuh dari injuri

Memfasilitasi pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri untuk dapat membantu klien hingga klien dapat mandiri

(28)

3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.

4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan 6. Promosi aktivitas sesuai usia 7 Kurang pengetahua n tentang penyakit dan perawatan nya Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, pengetahuan klien meningkat. Knowledge : Illness Care dg kriteria : 1 Tahu Diitnya 2 Proses penyakit 3 Konservasi energi 4 Kontrol infeksi 5 Pengobatan 6 Aktivitas yang dianjurkan 7 Prosedur pengobatan 8 Regimen/aturan pengobatan 9 Sumber-sumber kesehatan 10 Manajem en penyakit

Teaching : Dissease Process

1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin 3. Sediakan informasi tentang

kondisi klien

4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien

6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi 11. Anjurkan klien untuk

mencegah efek samping dari penyakit

Dengan pengetahuan yang cukup maka keluarga mampu mengambil peranan yang positif dalam program

pembelajaran tentang proses penyakit dan perawatan serta program pengobatan.

(29)

12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

14. kolaborasi dg tim yang lain. 8 Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator : • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi) • Kebersihan diri pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri

1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri 2. Monitor kebutuhan akan

personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya. 5. Anjurkan klien untuk

melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya 6. Pertahankan aktivitas

perawatan diri secara rutin 7. Evaluasi kemampuan klien

dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri

Bantuan perawatan diri dapat membantu klien dalam beraktivitas dan melatih pasien untuk beraktivitas kembali.

(30)

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon dalam Potter & Perry, 2005).

Tindakan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses asuhan keperawatan, dilakukan setelah melakukan pengkajian, perumusan diagnosa, dan perencanaan. Tindakan setiap perawat tidak mungkin sama tapi adapun perbedaannya karena kemampuan mengambil sikap dan memutuskan atau memprioritaskan tindakan yang dilakukan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yg telah disusun, protap yang ada, fasilitas yg tersedia, kondisi, dan waktu yg tepat.

3.5 Evaluasi

Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu:

1. Mencapai fungsi pernapasan adekuat

1. Nyeri akut berdasarkan agen injuri fisik

Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, 2. Peningkatan Infeksi

komplikasi defsiensi imun teratasi

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. Status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

(31)

Hipo atau hiperglikemia teratasi

5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

Aadanya peningkatan granulasi jaringan

6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot

Aktifitas fisik meningkat

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi.

Pengetahuan klien meningkat

8. Deficit self care berdasarkan kelemahan, penyakitnya Kebersihan pasien terpenuhi

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kritik dan saran

Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca buku-buku ilmiah dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan judul “Asuhan keperawatan diabetes mellitus”

Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah kami.

Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa berfikir aktif dan kreatif.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan analisis overbought dan oversold yang tepat dengan menggunakan stochastic oscillator, baik dengan menggunakan fast,

Keuntungan yang diperoleh menggunakan teknik ini adalah bahwa akumulasi jumlah data dipakai untuk estimasi pada blok grid berikutnya; nilai parameter disimulasikan berdasarkan

TERHADAP KADAR HB PADA IBU HAMIL DIKOTA MATARAM ATI SULIANTY MUTIARA RACHMAWATI SUSENO ASKEB KEHAMILAN SESUAI 3 DAMPAK ABORSI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI PADA

Ada dua upaya hukum yang dapat dilakukan jika ada Pemerintah Daerah yang melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam menjalankan Pemerintahan Daerah

Dimana telah memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul: “Tinjauan Tentang Kesejahteraan Keluarga Pedagang Kecil di Pasar Sore Padang

Hasil ana- lisis laboratorium menunjukkan sampel air panas di daerah panas bumi Sebakis, Sajau, Semolon dan Mengkuasar pada umumnya memiliki kandungan senyawa silika yang kecil,

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan

Sumber stres pada aspek tekanan dan aspek tekanan diri tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kecanduan video game pada mahasiswa Universitas Surabaya