• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN TEGANGAN LELEH BETON RINGAN SERAT BAJA DISOLUSIKAN SECARA NUMERIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN TEGANGAN LELEH BETON RINGAN SERAT BAJA DISOLUSIKAN SECARA NUMERIK"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN TEGANGAN LELEH

BETON RINGAN SERAT BAJA

DISOLUSIKAN SECARA NUMERIK

Agnes H. Patty

Email: hpatty_dean @ yahoo.com

Jurusan Teknik Sipil Polileknik Negeri Making Jl. Veteran, PO BOX 04, Malang

Moh. Sahari Besari

Departemen Teknik Sipil Instilut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132

ABSTRAK: Penelitian ini menyelidiki kemungkinan dikembangkannya potensi leleh pada beton

ringan yang biasanya ditemui pada material leleh, dengan memperkenalkan efek penjembatanan. Pada beton normal, efek penjembatanan dapat dikembangkan antara lain oleh aggregate interlocking. Mekanisme ini tidak dijumpai pada beton dengan agregat ringan karena kekakuan dan kekuatan agregat relatif lebih rendah dari matriks. Dengan pemberian serat sebagai perkuatan, maka efek penjembatanan dapat dibangkitkan oleh aksi lekatan antara serat dengan matriks. Bila fraksi volume serat cukup, maka retak mikro di depan ujung retak akan cukup solid dan mampu bersifat leleh dengan nilai tegangan leleh yang lebih besar dari kuat tarik nominal beton. Pengujian lentur tiga titik dilakukan untuk menganalisis bukaan retak kritis sebagai sebuah parameter fraktur. Benda uji yang digunakan adalah 'geometrically similar beams' dengan bukaan tarik tunggal terbuat dari beton agregat ringan serat baja dengan fraksi volume serat 1%. Kuat leleh ditentukan sebagai nilai terendah pada nilai mana asimtot distribusi tegangan elastik mulai menuju tak hingga yang diperoleh melalui sebuah prosedur numerik dengan menggunakan prinsip modified crack closure integral dan integral-/.

KATA KUNCI: retak mikro, modified crack closure integral, integral-/, tegangan leleh

ABSTRACT: This research is exploring the possibility of developing a yield potential in

lightweight concrete similar to that usually found in yielding materials by introducing a bridging effect mechanism. In normal concrete, bridging effect can be generated by aggregate interlocking. This mechanism does not exist in lightweight concrete due to the lower stiffness and the strength of the aggregate relatively to those of the matrix. By adding fibers as reinforcement, bridging effect may be expected to develop bonding action between fibers and matrix. If fiber volume fraction is sufficient, then microcracks in front of crack-tip may perform as a yield mechanism resulting into a yield stress higher than the nominal tensile srength of concrete. Three-point bending tests were carried out to analyze the critical opening crack displacement as a fracture parameter. Specimens contained of geometrically similar beams with tensile open fracture made of steel fiber lightweight aggregate concrete with fiber volume fraction of 1% were used. The yield strength is defined as the lowest elastic stress proceeding its infinite value and was determined by a numerical procedure using both modified crack closure integral and J-integral principle.

KEYWORDS: microcracks, modified crack closure integral, J-inlegral, yield strength

(2)

PENDAHULUAN

Dalam beberapa dekade terakhir ini pemakaian beton agregat ringan sebagai material konstruksi sudah sangat meluas (Hoff, 1995). Dengan berat agregatnya yang lebih ringan dibandingkan dengan agregat normal, berat struktur akibat beban mati secara keseluruhan dapat direduksi. Berarti dimensi pondasi yang dibutuhkan juga lebih kecil. Untuk zona gempa seperti di Indonesia, berkurangnya massa merupakan suatu hal yang menguntungkan karena gaya inersia akibat percepatan gempa juga akan berkurang dan resiko keruntuhan yang bersifat katastropik dapat dieliminir. Agregat ringan berasal dari sebuah raw material yang kadar porinya cukup tinggi dengan modulus elastisitas, kekakuan maupun kekerasannya lebih rendah dibandingkan dengan agregat normal.

Perbedaan sifat antara kedua jenis agregat ini, memberikan perbedaan pula dalam mekanisme keruntuhan beton. Bila beton dengan agregat normal dibebani oleh beban tekan, maka saat matriks mencapai kuat tariknya dan mulai retak, beban akan diambil alih oleh agregat, dan retak akan menjalar melalui interface zone antara agregat dengan matriks. Mekanisme ini tidak akan terjadi pada beton dengan agregat ringan; di bawah kondisi yang sama retak akan merambat memotong matriks maupun agregat secara cepat.

Berkaitan dengan mekanisme penahanan retak, penelitian ini dipusatkan pada kemungkinan dikembangkannya potensi 'leleh' (yang biasanya hadir pada material daktail), pada material beton ringan dengan memperkenalkan efek penjembatanan {bridging effect) yang dibangkitkan oleh lekatan antara serat dan matriks.

Sebuah praduga yang sangat fundamental dikemukakan di sini yaitu apabila fraksi volume serat cukup dengan kondisi lekatan agregat-matriks relatif baik maka retak mikro di depan ujung retak akan cukup solid dan potensial bersifat leleh di bawah nilai tegangan leleh yang lebih tinggi dari kuat tarik.

Bertitik tolak pada gagasan Dugdale (1960) dan Barentblatt (1959, 1962), tegangan leleh ini akan tetap terjadi selama pembentukan zona plastis dengan panjang tertentu, sedemikian rupa sehingga singularitas di ujung retak dapat dipenuhi. Proses iterasi pada solusi numerik yang melibatkan konsep modified crack closure integral dan integral-./ dilakukan untuk memperoleh nilai tegangan leleh ini sebagai nilai terendah pada nilai mana asimtot distribusi tegangan elastik di ujung retak mulai menuju tak hingga.

KRITERIA FRAKTUR

Beton adalah material heterogen yang notch sensitive. Pada kasus beton ringan kehadiran agregat lebih condong sebagai inklusi karena itu, diskontinuitas yang ditimbulkan olehnya dapat dianggap berperan sebagai retak internal. Selain menurunkan kapasitas dukung, konsentrasi tegangan pada daerah tersebut juga meningkat.

(3)

Irwin (1950) memformulasikan tegangan lokal pada elemen material dxdy di sekitar ujung retak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 sebagai :

K, 9 av = , cos — 42^ 2 * . e . 36^ 1-sin —sin — \ J 0 \ , = Kl - COS — 0 •42m 2 \ . 9 . W 1 +sin —sin — 2 2 (1) K, . 6 6 30 r,.v = . sin —cos —cos —

' ^ & 2 2 2 di mana:

r, 9= koordinat silinder dari sebuah litik di sekitar ujung retak yang ditinjau Ki = faktor intensitas tegangan.

Untuk 6 = 0, maka persamaan (1) untuk tegangan yang tegak lurus bidang retak yaitu <xv dapat ditulis sebagai:

4== (2)

V2 /,')•

Ujung retak

Gambar 1. Tegangan lokal di sekitar ujung retak

Parameter Ki pada persamaan (1) dikenal sebagai faktor intensitas tegangan dan subscript I menunjukkan pola retak bukaan tarik (mode I fracture atau tensile opening mode) yang dapat dihubungkan dengan pelepasan energi regangan elastik (elastic strain energy released) Gj selama propagasi retak sebagai:

K: = ' EG, (3)

(4)

di mana:

E - modulus elastisitas

/?= 1 untuk plane stress dan = 1 -v2 untuk plane strain v - Poisson 's ratio

Energi fraktur G/ disebut juga sebagai laju pelepasan energi pola bukaan tarik {opening-mode strain energy release rate) yang merepresentasikan jumlah energi yang dibutuhkan untuk propagasi retak sebesar satu unit bidang retak. Pada kriteria fraktur, retak akan merambat bila

K, = KIC (4) di mana:

Kic = nilai kritis dari Ki

Shah et al. (1995) mempostulasikan energi fraktur bagi material kuasi-regas seperti beton sebagai

G^G.+Gr (5)

Parameter fraktur Gic merupakan energi permukaan {surface energy) yaitu energi yang dibutuhkan untuk pembentukan satu unit bidang retak, sedangkan Ga merupakan energi yang dibutuhkan untuk pembukaan bidang retak. Yang pertama secara dominan ditentukan oleh kondisi permukaan dan yang kedua oleh traksi. Pada material getas dengan keruntuhan linier, traksi atau hambatan yang dikerahkan oleh zona proses fraktur {fracture process zone - FPZ) nyaris tidak ada, dan energi fraktur pada persamaan (5) dapat ditulis sebagai Gt/ = G/c.

Sebaliknya pada material yang cenderung daktail, pola runtuh bersifat nonlinier sebagai akibat adanya traksi dan energi fraktur pada persamaan (5) dapat ditulis sebagai Gq = Ga.

Makalah ini berhubungan dengan mekanisme disipasi tunggal G^yang melibatkan FPZ di ujung retak yang diasumsikan bersifat plastik dalam ukuran sangat kecil {small scale yielding) sedemikian rupa sehingga material dapat dikategorikan sebagai material yang elastik-nonlinier.

MODIFIED CRACK CLOSURE INTEGRAL

Modified crack closure integral mengestimasi energi fraktur G/ berdasarkan konsep Irwin (1958) yaitu bahwa apabila sebuah retak merambat dengan infinitesimal increment maka energi fraktur adalah sama dengan 'kerja' yang dibutuhkan untuk menutup retak ke panjangnya semula.

Dengan mengambil sistem koordinat polar r,6 (lihat Gambar 2), Rybicky dan Kanninen (1977) mengekspresikan pernyataan Irwin ini sebagai

(5)

G, = \\m— \ay{r,e)uy{t,8)dr (6)

di mana:

G\ = laju pelepasan energi regangan atau energi fraktur untuk mode I fracture (Ty(r,9) = distribusi tegangan elastik di depan ujung retak yang tegak lurus pada

bidang retak

uy(r, 8) - perpindahan antara dua buah titik pada bidang retak

Distribusi tegangan yang tegak lurus bidang retak (oy)

Ujung retak

x,ux

Retak efektif

Gambar 2. Profil retak aktual dan inkrementasi perambatannya

Nilai Gi selanjutnya dapat ditentukan secara numerik dengan membawa perumusan pada persamaan (6) ke dalam bentuk penjumlahan gaya dikalikan perpindahan (F.u) pada titik-titik nodal yaitu:

G

' = ^ ( ^

+ /

WV.) (7)

2Aa

Aplikasi persamaan (7) pada persoalan perambatan retak adalah dengan mengambil jaringan elemen kuadrilateral dengan delapan titik nodal di depan ujung retak yang mewakili medan tegangan dan di belakang ujung retak yang mewakili medan perpindahan. Titik j adalah nodal pada ujung retak, j-J, dan j-2 adalah nodal yang berturut-turut berjarak Aa/2 dan Aa dari ujung retak pada medan perpindahan sedangkan j+J adalah nodal berjarak Aa/2 dari ujung retak pada medan tegangan di mana Aa merupakan satu unit inkrementasi pertambahan retak. Penjelasan tentang hal ini secara rinci diberikan pada bagian berikutnya.

(6)

INTEGRAL-/

Dengan mengasumsikan bahwa fracture zone di ujung retak sangat kecil dan berperilaku plastik {small scale yielding), maka integral-./ yang path independent dapat diaplikasikan dan material masuk dalam katagori elastik nonlinier. Fenomena ini sejalan dengan gagasan Irwin (1958) bahwa untuk pertambahan retak yang kecil sekali, energi fraktur G/ sama dengan kerja yang dibutuhkan untuk penutupan retak ke panjang semula atau dengan kata lain energi saat pembebanan sama dengan saat penghapusan beban. Integral-J didefinisikan oleh Rice (1968) sebagai perubahan energi potensial untuk pertambahan retak sebesar Aa, yaitu

' - J

f L Ud{a,£)dy-T^-ds ox (8) di mana: e Utl=U{x,y) = Ud{£)=\aild£„ o

T= kontur tertutup searah jarum jam di sekitar ujung retak T= komponen traksi tarik tegak lurus T arah keluar

u adalah vektor perpindahan pada ds yang merupakan elemen lengkung pada F Untuk material elastik nonlinier, diagram tegangan-regangan untuk panjang retak sama dengan a dan panjang retak sama dengan a+Aa dapat diilustrasikan sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3. Integral-J direpresentasikan sebagai luasan OABO untuk pertambahan retak sebesar Aa yang nilainya sama dengan ]a de. Nilai ini merupakan densitas energi regangan Ud yaitu suku pertama pada ruas kanan persamaan (8). Komponen T, pada bidang retak nilainya sama dengan nol, berarti J pada kasus elastik nonlinier adalah valid sebagai densitas energi regangan, yaitu :

Ud = jade (9)

a A

a+Aa

A' B'

(7)

PENGUJIAN EKSPERIMENTAL Lingkup Pengujian

Pengujian eksperimental yang dilakukan meliputi uji lentur tiga titik secara monotonik untuk memperoleh hubungan P-CMOD (load-crack mouth opening displacement relationship)

Material

Materia] yang digunakan adalah beton serat dengan fraksi volume serat 1% dengan kuat tekan fc' = 35,09 MPa, kuat tarik /, = 3,5 MPa, dan modulus elastisitas E = 16878 MPa. Sebagai agregat kasar digunakan agregat ringan jenuh air yang terbuat dari lempung bekas produksi Cilacap dengan ukuran diameter maksimum 19 mm dan gradasi butiran memenuhi spesifikasi ACI 544.IR-82 (A State of the Art - Report on Fiber Reinforced Concrete). Serat yang digunakan terbuat dari kawat baja dengan kuat leleh sebesar 420 MPa. Serat dengan ujung lurus ini mempunyai panjang (/) dan diameter (d) berturut-turut sebesar 50 mm dan 0,5 mm.

Benda Uji

Benda uji terdiri atas tiga buah seri geometrically similar beams sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. Setiap seri terdiri atas tiga buah benda uji dibuat menurut standar RILEM dengan dimensi benda uji sebagaimana tertera pada Tabel 1. (/,„ f % ^ ^ * '

DI

D, Ch)2 3L

I

E=ZT*'

A D,

Gambar 4. Geometrically similar beams

(8)

Tabel 1. Dimensi geometrically similar beams Dimensi (mm) t D S ao Seri #1 90 90 225 27 Seri #2 90 180 450 54 Seri #3 90 360 900 108 Prosedur Pengujian Loading frame Aktuator kf I Bendauji

I

C D T <

Gambar 5. Set up pengujian Tabel 2. Bukaan mulut retak kritis Tipe/seri benda uji

Seri #1

Seri #2

Seri #3

Bukaan mulut retak kritis,

0,0237 0,0256 0,0267 0,0358 0,0373 0,0429 0,0430 0,0456 0,0174 0,0190 0,0196 0,0203 0,0297 0,0414 0,0544 CMODt (mm)

Pengujian lentur tiga titik dilakukan secara monotonik dengan menggunakan Dartec Testing Machine kapasitas 120 kN. Pembebanan diberikan secara bertahap melalui aktuator dengan stroke control sebesar 0.0075 mm/det. Pengukuran dilakukan terhadap bukaan mulut retak di tengah bentang dengan menggunakan crack displacement tranducer (CDT) tipe UB-5. Perekaman data yang meliputi

(9)

beban dan bukaan mulut retak dilakukan secara otomatis oleh data logger yang dikendalikan sepenuhnya oleh komputer. Set-up pengujian diperlihatkan pada Gambar 5, sedangkan hasil analisis eksperimental untuk bukaan mulut retak kritis disajikan pada Tabel 2.

ANALISIS NUMERIK Model Elemen Hingga

Formulasi elemen hingga pada persamaan (7) didasarkan pada prinsip energi yaitu sebagai jumlah gaya dikalikan bukaan retak pada titik-titik nodal sepanjang satu unit inkrementasi perambatan retak Aa dengan menggunakan elemen isoparametrik dengan delapan titik nodal.

Jaringan elemen yang berlokasi di ujung retak terdiri atas medan perpindahan (elemen-1) dan medan tegangan (elemen-2) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6. Elemen-1 mempunyai sistem sumbu lokal E,,rj sedangkan elemen-2 mempunyai sistem sumbu lokal <f, r\'.

Gambar 6. Jaringan elemen di sekitar ujung retak

Crack Closure Integral

Penentuan laju energi hanya melibatkan nodal-nodal tepi, yaitu A, B, dan C pada elemen-1, dan C, D, dan E pada elemen-2. Dengan memperhatikan nilai-nilai r/ dan ?]', baik elemen-1 maupun elemen-2 dapat disederhanakan sebagai elemen garis yang menunjukkan alur perambatan retak, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7. Bila t adalah tebal benda uji maka persamaan (7) dapat ditulis sebagai:

(10)

dimana :

Uj.j, Uj.2

G

'

=

2fafa

u

**

+F

u

'J

(l0)

gaya nodal pada medan tegangan seperti yang didefinisikan pada Gambar 7.

nodal opening displacement pada medan perpindahan seperti yang didefinisikan pada Gambar 7.

Uj-2

.—Distribusi teg.elastik

Aa/2 Aa/2 Aa/2 Aa/2

Gambar 7. Gaya dan perpindahan titik nodal pada pemodelan crack closure integral

Untuk inkrementasi kecil (Aa-^0), segmen retak dapat diasumsikan linier. Dengan mengabaikan penjalaran retak ke arah lebar benda uji, nilai Uj.i dapat ditentukan dalam hubungannya dengan UJJ. Tampak bahwa UJ.J sama dengan Vt iij.2 dimana Uj.2 merupakan bukaan mulut retak kritis - CMODc. Karena energi yang diperlukan oleh Fj untuk membuka retak sebesar Uj.j adalah sama dengan yang dibutuhkan oleh Fj+i untuk membuka retak sebesar UJ.J padahal UJ.J sama dengan I/2 Uj.2, maka FJ+tuJ_l = FJ.UJ_2 . Selanjutnya persamaan (10) berubah menjadi:

Gf

=

FJtAa UJ- (11)

Energi fraktur G" dihitung menurut konsep modified crack closure integral, dan hasilnya disajikan pada Tabel 3. Gaya nodal Fj diperoleh berdasarkan asumsi bahwa traksi sepanjang Aa pada medan tegangan adalah konstan sebesar kuat tarik material yaitu / , . Pertambahan retak Aadiambil sebesar O.Olao.

(11)

Tabel 3 Energi fraktur - Modified crack closure integral Tipe Seri #1 Aa=0.27mm Seri #2 Aa=0.54mm Seri #3 Aa=1.08mm N 46.7775 46.7775 46.7775 46.7775 46.7775 46.7775 93.555 93.555 187.110 187.110 187.110 187.110 187.110 187.110 187.110 Uj_2 mm 0.0237 0.0256 0.0267 0.0358 0.0373 0.0429 0.0430 0.0456 0.0174 0.0190 0.0196 0.0203 0.0297 0.0414 0.0544

Gf

N / m 45.623 49.280 51.398 68.915 71.803 82.583 82.775 87.780 33.495 36.575 37.730 39.078 57.173 79.695 104.720 TEGANGAN LELEH Elemen Singular

Alur retak pada medan tegangan yaitu C-D-E pada Gambar 6 ditunjukkan sekali lagi pada Gambar 8 sebagai elemen singular dengan memindahkan nodal tengah (selanjutnya dinotasikan sebagai nodal 2) yang semula di tengah bentang ke perempat bentang.

A

S = -i £ = o S = +i Aa/4^- 3Aa/4 . :

J

- >

Gambar 8. Elemen singular dengan tiga titik nodal Fungsi koordinat untuk elemen singular adalah

x = -Aa(l + £)2 (12)

dan matriks regangan-perpindahan [B\ adalah

(12)

Tegangan pada Titik Nodal

Pada titik nodal 1, 2, dan 3 (Gambar 8) tegangan dalam arah alur retak (x) dinyatakan sebagai

erx=E[Bld} (14) yang terdistribusi menurut persamaan (1) untuk 8 = 0 sebagai

di mana:

x = koordinat global titik-titik nodal Densitas Energi Regangan

Dengan asumsi elastik-nonlinier sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, energi fraktur dapat dihitung sebagai densitas energi regangan Ud(a,e) berdasarkan persamaan (9), dengan solusi

Subsitusi persamaan (14) ke dalam persamaan (16) dan mengingat hubungan ex = [B]{d}, maka densitas energi regangan dapat ditulis sebagai

Ud=^E[B\dlB\d} (17)

di mana:

d = perpindahan titik nodal dalam arah x.

Kalkulasi terhadap densitas energi Ud dilakukan dengan mengambil pertambahan retak (crack extension) Aa = 0,398 mm yang ditentukan melalui proses iterasi sedemikian rupa sehingga menghasilkan nilai Ud yang konvergen dengan nilaiG/". Nilai tegangan leleh cr„ direpresentasikan oleh <JVJ, yaitu tegangan

searah sumbu x (9=0) pada nodal 3. Nilai ervj terkecil merupakan tegangan leleh

(13)

Tabel 4. Tegangan pada ujung retak Noun3'2 27.749 28.840 29.453 34.105 34.812 37.334 37.377 38.491 23.777 24.846 25.235 25.682 31.064 36.675 42.041 <** MPa 35.016 36.393 37.260 43.145 44.039 47.230 47.284 41.803 30.079 31.431 31.924 32.489 39.297 46.396 53.184 MPa 17.508 18.196 18.630 21.572 22.020 23.615 23.642 24.286 15.039 15.716 15.962 16.244 19.649 23.198 25.592 N/m 45.623 49.280 51.398 68.915 71.803 82.583 82.775 87.780 33.495 36.575 37.730 38.078 57.173 79.695 104.700

or

N/m 45.623 49.280 51.398 68.915 71.803 82.583 82.775 87.780 33.495 36.575 37.730 38.078 57.173 79.695 104.700 KESIMPULAN

1. Metode analisis yang diangkat pada investigasi ini didasarkan pada gagasan bahwa dengan perlakuan khusus, perilaku pasca puncak material beton ringan yang lebih getas dibandingkan dengan beton normal dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga mendekati perilaku pasca puncak yang biasanya dijumpai pada material daktail.

2. Hal ini sangat berkaitan dengan material engineering yang secara spesifik pada kasus ini adalah bagaimana mengkondisikan kuat tarik matriks sehingga bukan saja meningkat, tetapi juga mampu bertahan secara konstan selama beberapa saat. Bila proses ini dapat dipertahankan dan terakumulasi selama proses perambatan retak, maka laju keruntuhan struktur dapat diperlambat.

3. Beton ringan bersifat monolitik (Neville, 1977). Karena itu peningkatan performance dengan cara perbaikan interface zone misalnya, dengan memperbaiki mortar seperti pada beton normal tidaklah efektif.

4. Dipandang dari segi mekanika fraktur, laju keruntuhan diidentifikasi berdasarkan pada konfigurasi profil retak. Pada prinsipnya, retak terbentuk dalam tiga fase, yaitu, traction free, aggregate bridging, dan microcracks. Sifat microcracks pada ujung retak inilah yang menentukan laju keruntuhan.

(14)

5. Bila interlocking antara agregat dengan matriks cukup baik, maka bridging effect dapat dibangkitkan dan traction free zone dengan sendirinya akan tereduksi.

6. Suatu hal yang tidak menguntungkan, bahwa, bridging effect sebagai akibat kerja sama antara agregat dengan matriks tidak eksis pada material beton dengan agregat ringan. Oleh karena itu, reinforcement merupakan sebuah alternatif yang relatif cukup berpotensi untuk menjembatani bidang retak sedemikian rupa sehingga retak yang sudah membuka cenderung relatif menutup kembali (crack closure).

7. Efek ini selanjutnya mengalihkan sifat zona inelastik di ujung retak yang fraktur menjadi leleh atau yield cohesive dengan terbentuknya retak mikro. Terlihat bahwa material beton ringan serat baja dengan fraksi volume serat 1% (dengan kuat tarik /, = 3,85 MPa) ternyata mempunyai kuat leleh ays sebesar 15,039 MPa, energi fraktur G/ sebesar 33,495 N/m, dan faktor intensitas tegangan K\ sebesar 23,777 Nmm'3'2.

REFERENSI

ACI Committee 446. (1991). "Fracture Mechanics of Concrete: Concepts, Models and Determination of Material Properties".

Barenblatt, G. I. (1962). "The Mathematical Theory of Equilibrium Cracks in Brittle Fracture", Advanced Applied Mechanics, 7, 55-129.

Bowling, J., dan Groves, G. W. (1979). "The Propagation of Cracks in Composites Consisting of Ductile Wires in a Britlle Matrix", Journal of Materials Science, 14, 443-449.

Broek, D. (1987). "Elementary Engineering Fracture Mechanics", 41'1 ed., Martinus Nijhoff Publishers, Dordrecht.

Chern, J. C , Young, C. H., dan Wu, K. C. (1989). "A Non Linear Model for Mode I Fracture of Fiber Reinforced Concrete", ACI, SP 118-4, 91-112.

Dugdale, D. S. (1960). "Yielding of Steel Sheets Containing Slits", Journal of Mechanics, Physics, and Solids, 8, 100-108.

FIP. (1983). "Manual of Lightweight Aggregate Concrete", Surrey University Press, Halsted Press, 2nd ed., 36-45.

Helgesen, K. H. (1995). "Lightweight Aggregate Concrete in Norway", Proc. of Int. Symp. on Structural Lightweight Aggregate Concrete, Sandeljord, Norway, 70-79.

Hillerborg, A. (1991). "Application of the Fictitious Crack Model to Different Types of Materials", Int. Journal of Fracture, 51, in Current Trends in Concrete Fracture Research, Bazant, Z. P., ed., Kluwer Academic Publishers, 95-102.

Hillerborg, A., Modeer, M., dan Peterson, P.-E. (1976). "Analysis of Crack Formation and Crack Growth in Concrete by Means of Fracture Mechanics and Finite Elements", Cement and Concrete Research, 6(6), 773-782.

Hoff, G. C , Walum, R., Weng, J. K„ dan Nunez, R. E. (1995). "The Use of Structural Lightweight Aggregates in Offshore Concrete Platforms", Proc. of Int. Symp. on Structural Lightweight Aggregate Concrete, Sandefjord, Norway, 349-362.

(15)

Irwin, G. R. (1958). "Fracture", Encyclopedia of Physics, Springer-Verlag, 6, 551.

Jenq, Y. S. dan Shah, S. P. (1985). "Crack Propagation in Fiber Reinforced Concrete", Journal of Structural Engineering, 112(1), 19-33.

Krishnamurthy, T., dan Ramamurthy, T. S. (1985). "Modified Crack Closure Integral Method for Higher Order Finite Elements", Proc. of the Int. Conf., Finite Elements in Computational Mechanics, Pergamon Press Ltd, 891-897.

Lenain J.C. dan Bunsell A. R. (1979). "The Resistance to Crack Growth of Asbestos Cement", Journal of Materials Science, 14, 321-332.

Li, Y. N., dan Liang, R. Y. (1992). "Stability Theory of Cohesive Crack Model", Journal of Engineering Mechanics, 118(3), 587-603.

Neville, M. A. (1997). "Aggregate Bond and Modulus of Elasticity of Concrete", ACI Materials Journal, 94(1), 71-74.

Rice, J. R. (1968). "A Path Independent Integral and the Approximate Analysis of Strain Concentration by Notches and Cracks", Journal of Applied Mechanics, ASME, 35(6), 379-386. Rice, J. R. (1973). "Some Further Results of J-Integral Analysis and Estimates", Progress in Flaw Growth and Fracture Toughness Testing, ASTM, STP 536, 231-245.

RILEM Committee 50-FMC. (1985). "Determination of the Fracture Energy of Mortar and Concrete by Means of Three-Point Bend Tests on Notched Beams", Draft Recommendation, Materials and Structures, 18(106), 285-290.

RILEM Report 5. (1991). Shah, S. P. dan Carpinteri, A., eds., Chapman & Hall, London.

Spitzner, J. (1995). "A Review of the Development of Lightweight Aggregate - History and Actual Survey", Proc. of Int. Symp. on Structural Lightweight Aggregate Concrete, Sandefjord, Norway, 13-21.

Shah, S. P., Swartz, S. E., dan Ouyang, C. (1995). "Fracture Mechanics of Concrete: Applications of Fracture Mechanics to Concrete, Rock, and Other Quasi-Brittle Materials", John Wiley & Sons, Inc., New York.

Thorenfeldt, E. (1995). "Design Criteria of Lightweight Concrete", Proc. of Int. Symp. on Structural Lightweight Aggregate Concrete, Sandefjord, Norway, 720-732.

Victor. C. L. dan Liang, E. (1986). "Fracture Process in Concrete and Fiber Reinforced Cementitious Composites", Journal of Engineering Mechanics, 112 (6), 566-586.

Wecharatana, M., dan Shah, S. P. (1983). "A Model for Predicting Fracture Resistance of Fiber Reinforced Concrete", Cement and Concrete Research, 13, 819-829.

Gambar

Gambar 1. Tegangan lokal di sekitar ujung retak
Gambar 2. Profil retak aktual dan inkrementasi perambatannya
Gambar 3. Perbedaan energi potensial untuk pertambahan retak sebesar Aa
Gambar 4. Geometrically similar beams
+6

Referensi

Dokumen terkait

kuat maka tidak mudah terpengaruh oleh tindakan orang di sekitarnya terlebih untuk melakukan perbuatan negatif. Pengabdian kepada masyarakat di Sekolah Menengah

Asas maju berkelanjutan (continuous progress) yang artinya memberi kemungkinan kepada murid untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Penekanan pada

Dengan standar kualifikasi ini, personel jurnalisme yang direkrut hanya perlu menjalani proses adaptasi untuk menyerap policy , standar yang berkaitan dengan kualitas dan

• Ketika bank membiayai pengeluaran infrastruktur dan pemasaran, bank dapat menempatkan dirinya sebagai mudharib daripada shahibul maal untuk menjamin bahwa bank akan

Hasil analisis Rapest untuk semua dimensi pengelolaan diperoleh nilai ordinasi 49,20% yang menunjukkan bahwa status keberlanjutan pengelolaan estuaria DAS Tallo

Kemudian meminta siswa merangkum pembelajaran sesuai dengan indikator pembelajaran; (b) siklus II, Pelaksanaan kegiatan pembelajaran terdiri dari tiga tahap yaitu pendahuluan,

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan jika seseorang memiliki makna hidup, berarti ia memiliki framework (kemampuan yang membantu individu untuk melihat

A kereslet-visszaesés időszakában a vállalkozók munkaerő-felvételének szűkülését a leggyakrabban a fiatalabb korosztályok szenvedik meg, ami Magyarország esetében