• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Penilaian Mind Map untuk Setiap Indikator

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Penilaian Mind Map untuk Setiap Indikator"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

42 A. Hasil Penelitian

1. Aktivitas Belajar Siswa dengan Penerapan Pembelajaran Biologi Berbasis

Bioentrepreneurship untuk Meningkatkan Life Skill Siswa

a. Aktivitas Pembuatan Mind Map dan Produk

Pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship dilakukan di kelas X IPA 3 sebagai kelas eksperimen, sedangkan kelas X IPA 1 sebagai kelas kontrol menerapkan pembelajaran konvensional. Pembelajaran yang diterapkan disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran entrepreneurship Susianna (2011: 912). Kegiatan pembelajaran tersebut meliputi pembuatan mind map, pembuatan produk, dan presentasi.

Pembuatan mind map dilakukan dilakukan oleh kelompok 1-6 di kelas X IPA 3. Kegiatan pembuatan mind map bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai materi yang telah disampaikan. Penilaian mind map meliputi 4 indikator, diantaranya kelengkapan materi, kata kunci, hubungan cabang utama dan cabang lainnya, dan desain mind map. Hasil dari pembuatan mind map kelompok 1-6 dapat dilihat pada Lampiran 31.

Hasil mind map yang dibuat oleh kelompok 1-6 menunjukkan ide kreatif yang berbeda-beda dari masing-masing kelompok. Setiap kelompok mampu memadukan konten pembelajaran dan desain, sehingga membuat materi yang dipelajari terlihat lebih menarik dan mudah dipelajari. Penilaian mind map ini menggunakan rubrik. Berikut rata-rata penilaian setiap indikator untuk kelompok 1-6:

(2)

Keterangan:

Indikator 1 : Kelengkapan materi Indikator 2 : Kata kunci

Indikator 3 : Hubungan cabang utama dan cabang lainnya Indikator 4 : Desain mind map

Gambar 4.1 menunjukkan grafik rata-rata nilai mind map dari setiap indikator. Persentase tertinggi sebesar 79% dengan kriteria baik diperoleh indikator 2 dan 3. Indikator 2 berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menggunakan kata kunci pada mind map yang dibuat. Indikator 3 berkaitan dengan hubungan cabang utama dan cabang lainnya, semakin banyak cabang yang dibuat dalam mind map menunjukkan semakin dalam materi yang dikuasai oleh siswa. Indikator 1 memperoleh persentase sebesar 75% dengan kriteria baik. Indikator ini berkaitan dengan kelengkapan materi yang disajikan dalam mind map. Persentase terendah diperoleh indikator 4 sebesar 71% dengan kriteria cukup. Indikator ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mendesain mind map yang dibuatnya, yaitu pada penggunaan simbol dan warna. Rata-rata penilaian mind map setiap indikator menunjukkan selisih yang tidak jauh berbeda, yaitu sebesar ± 4%. Rata-rata nilai mind map setiap kelompok ialah:

Gambar 4.2 Grafik Nilai Mind Map Setiap Kelompok

Gambar 4.2 menunjukkan persentase nilai mind map kelompok 1-6. Kelompok 2 dan 4 memperoleh persentase nilai tertinggi sebesar 81% termasuk kriteria sangat baik. Kelompok 1, 5, dan 6 memperoleh persentase nilai yang sama, yaitu sebesar 75% dengan kriteria baik. Persentase nilai mind map terendah diperoleh kelompok 3 sebesar 69% dengan kriteria cukup.

(3)

Pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship yang diterapkan di kelas eksperimen dilakukan penugasan pembuatan produk baik berupa olahan makanan, hiasan, maupun kerajinan tangan lainnya. Bahan olahan produk yang dibuat dibatasi, yaitu hanya terbatas pada hewan yang berasal dari filum Mollusca dan Arthropoda, serta kelas Pisces, Aves, dan Mammalia. Pemanfaatan berbagai jenis hewan tersebut disesuaikan dengan keberadaan bahan yang terdapat di lingkungan tempat tinggal siswa.

Pembuatan produk diawali dengan pembuatan rancangan produk oleh setiap kelompok. Rancangan produk ini akan memudahkan siswa dalam melaksanakan tugasnya. Berikut hasil analisa penilaian proses dan produk pada setiap indikator:

Gambar 4.3 Grafik Persentase Rata-rata Penilaian Proses dan Produk pada Pembuatan Produk Setiap Indikator

Keterangan:

Indikator 1 : Rancangan produk

Indikator 2 : Bentuk fisik dan karya kreatif Indikator 3 : Presentasi produk

Indikator 4 : Pemasaran produk Indikator 5 : Dokumentasi Indikator 6 : Analisis usaha

Gambar 4.3 menunjukkan rata-rata penilaian proses dan produk pada pembuatan produk dari hewan. Berdasarkan Gambar 4.4 diketahui persentase nilai tertinggi diperoleh indikator 6, yaitu sebesar 92% dengan kriteria sangat baik. Urutan tertinggi kedua diperoleh indikator 1 dengan persentase sebesar 88% kriteria sangat baik. Urutan selanjutnya ialah indikator 4 memperoleh persentase nilai rata-rata sebesar 83% dengan kriteria baik, indikator 2

(4)

memperoleh persentase nilai rata-rata sebesar 71% dengan kriteria baik, dan indikator 3 memperoleh persentase nilai rata-rata sebesar 67% dengan kriteria baik. Urutan terendah yakni pada indikator 5 dengan persentase nilai sebesar 38% dengan kriteria cukup. Hasil penilaian proses dan produk menunjukkan bahwa siswa telah mampu membuat produk sebagai pemanfaatan hewan, selain itu siswa juga telah mampu membuat analisis usaha dari produk yang dibuatnya. Keterbatasan alat dokumentasi membuat siswa mengalami kesulitan dalam mendokumentasikan kegiatan pembuatan produk, sehingga indikator 5 yang berkaitan dengan dokumentasi memperoleh nilai persentase terendah. Hasil persentase rata-rata penilaian proses dan produk setiap kelompok dapat dilihat dalam Gambar 4.4 berikut:

Gambar 4.4 Grafik Persentase Rata-rata Penilaian Proses dan Produk pada Pembuatan Produk Setiap Kelompok

Setiap kelompok menghasilkan produk yang berbeda-beda sesuai dengan bahan yang didapat oleh kelompok tersebut. Produk yang dihasilkan oleh kelompok 1-6 secara berurutan, yaitu 1) baso sapi goreng, 2) peyek udang, 3) makaroni usus kambing, 4) baso ikan goreng, 5) ayam crispy, dan 6) Mollusca bros, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah mampu membuat berbagai olahan produk dari hewan, baik produk tersebut hasil inovasi dari produk yang telah ada maupun produk baru yang belum pernah beredar di pasaran. Gambar 4.4 menunjukkan persentase rata-rata penilaian proses dan produk pada pembuatan produk oleh masing-masing kelompok. Kelompok 5 memiliki nilai tertinggi dengan persentase nilai rata-rata sebesar 83%. Urutan selanjutnya ialah kelompok 3 dan 6 yang memperoleh nilai sebesar 79%, kelompok 2 dengan persentase nilai rata-rata sebesar 71%, kelompok 1 memperoleh persentase

(5)

nilai rata-rata 67%, dan kelompok 4 memperoleh persentase nilai rata-rata sebesar 58%.

b. Aktivitas Siswa pada Proses Pembelajaran Biologi Berbasis

Bioentrepreneurship

Pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship yang telah dilakukan pada proses pembelajaran diperoleh hasil observasi aktivitas siswa yang bervariasi dengan peningkatan yang berbeda-beda. Indikator yang digunakan untuk mengamati aktivitas siswa ialah indikator life skill yang terdiri atas kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Penilaian aktivitas siswa tersebut terdiri dari empat indikator, diantaranya 1) siswa mampu memecahkan suatu masalah (kecakapan personal), 2) siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran (kecakapan sosial), 3) siswa menguasai materi yang dipelajari (kecakapan akademik), dan 4) siswa mampu menghubungkan konsep biologi dengan peluang usaha (kecakapan vokasional).

Penilaian aktivitas belajar siswa dilakukan oleh beberapa observer di dalam ruang kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Data aktivitas belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh kemudian dianalisis, sehingga diperoleh persentase rata-rata pada setiap pertemuan. Berikut persentase rata-rata nilai aktivitas belajar siswa setiap pertemuan:

Gambar 4.5 Grafik Perbedaan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Gambar 4.5 menunjukkan aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol secara umum. Grafik tersebut menggambarkan adanya

(6)

peningkatan aktivitas belajar di kelas eksperimen dan kelas kontrol setiap pertemuan. Peningkatan rata-rata nilai aktivitas paling besar terjadi pada pertemuan ketiga dan keempat, baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Peningkatan di kelas kontrol lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan di kelas eksperimen. Berdasarkan Gambar 4.5 diketahui bahwa rata-rata nilai aktivitas siswa kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol.

Hasil observasi aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setiap indikatornya dapat dilihat pada Gambar 4.6:

Gambar 4.6 Grafik Perbedaan Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada Pertemuan Pertama

Keterangan:

Indikator 1 : Siswa mampu memecahkan suatu masalah

Indikator 2 : Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran Indikator 3 : Siswa menguasai materi yang dipelajari

Indikator 4 : Siswa mampu menghubungkan konsep biologi dengan peluang usaha Gambar 4.6 menunjukkan hasil observasi aktivitas belajar siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pertemuan pertama. Berdasarkan grafik pada Gambar 4.6 diketahui bahwa rata-rata aktivitas siswa paling tinggi di kelas eksperimen ialah pada indikator 1 dengan kriteria baik. Rata-rata aktivitas siswa paling tinggi di kelas kontrol yaitu pada indikator 2 dengan kriteria cukup. Rata-rata aktivitas siswa paling rendah baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, yaitu pada indikator 4 dengan kriteria kurang. Hasil observasi menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama, rata-rata nilai aktivitas siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas

(7)

kontrol. Data aktivitas siswa pada pertemuan kedua dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut:

Gambar 4.7 Grafik Perbedaan Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada Pertemuan Kedua

Keterangan:

Indikator 1 : Siswa mampu memecahkan suatu masalah

Indikator 2 : Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran Indikator 3 : Siswa menguasai materi yang dipelajari

Indikator 4 : Siswa mampu menghubungkan konsep biologi dengan peluang usaha Gambar 4.7 menunjukkan hasil observasi aktivitas belajar siswa di kelas eksperimen dan kontrol pada pertemuan kedua. Grafik tersebut menggambarkan adanya perbedaan nilai rata-rata aktivitas siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada empat indikator yang diamati. Rata-rata aktivitas siswa paling tinggi di kelas eksperimen yaitu pada indikator 3 dengan kriteria baik. Nilai rata-rata aktivitas siswa paling tinggi di kelas kontrol yaitu pada indikator 2 dengan kriteria cukup. Pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata aktivitas siswa terendah pada indikator 4 dengan kriteria kurang.

Nilai rata-rata aktivitas siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan dari pertemuan pertama pada keempat indikator. Kelas kontrol mengalami peningkatan hanya pada indikator 1, 2, dan 3. Rata-rata nilai aktivitas siswa pada pertemuan kedua di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Data aktivitas siswa pada pertemuan ketiga dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut:

(8)

Gambar 4.8 Grafik Perbedaan Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada Pertemuan Ketiga

Keterangan:

Indikator 1 : Siswa mampu memecahkan suatu masalah

Indikator 2 : Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran Indikator 3 : Siswa menguasai materi yang dipelajari

Indikator 4 : Siswa mampu menghubungkan konsep biologi dengan peluang usaha Gambar 4.8 menunjukkan grafik nilai rata-rata aktivitas belajar siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pertemuan ketiga. Berdasarkan Gambar 4.8 diketahui bahwa nilai rata-rata aktivitas siswa paling tinggi di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator 2 dengan kriteria baik. Indikator 2 berkaitan dengan keaktifan siswa pada proses pembelajaran. Setiap pertemuan siswa semakin aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, hal ini ditandai dengan kemampuan siswa dalam mengajukan pendapat dan bekerja sama dengan kelompoknya. Rata-rata aktivitas siswa paling rendah pada indikator 4 dengan kriteria cukup pada kelas eksperimen dan kriteria kurang pada kelas kontrol. Indikator 4 pada kelas eksperimen mengalami peningkatan pada pertemuan ketiga, dikarenakan pada pertemuan ketiga siswa mulai merancang cara-cara yang dapat digunakan dalam pembuatan produk yang merupakan salah satu penilaian dalam indikator 4. Berdasarkan Gambar 4.8 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai aktivitas siswa pada pertemuan ketiga di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.

Data aktivitas siswa pada pertemuan keempat dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut:

(9)

Gambar 4.9 Grafik Perbedaan Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada Pertemuan Keempat

Keterangan:

Indikator 1 : Siswa mampu memecahkan suatu masalah

Indikator 2 : Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran Indikator 3 : Siswa menguasai materi yang dipelajari

Indikator 4 : Siswa mampu menghubungkan konsep biologi dengan peluang usaha Gambar 4.9 menunjukkan hasil observasi aktivitas belajar siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pertemuan keempat. Rata-rata aktivitas siswa paling tinggi di kelas eksperimen yaitu pada indikator 3 dengan kriteria baik. Pembelajaran di kelas kontrol pada indikator 2 memperoleh nilai rata-rata tertinggi dengan kriteria baik. Indikator 1 memperoleh nilai rata-rata-rata-rata aktivitas paling rendah pada kelas eksperimen dengan kriteria baik. Rata-rata aktivitas siswa paling rendah di kelas kontrol yaitu pada indikator 4 dengan kriteria kurang. Nilai rata-rata aktivitas siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan dari pertemuan ketiga pada keempat indikator. Kelas kontrol mengalami peningkatan hanya pada indikator 1, 2, dan 3. Rata-rata nilai aktivitas siswa pada pertemuan ketiga di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.

Aktivitas belajar siswa diamati selama empat pertemuan pada empat indikator. Aktivitas belajar siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan dari pertemuan pertama sampai pertemuan keempat. Data aktivitas belajar siswa secara keseluruhan disajikan dalam rekapitulasi aktivitas belajar siswa berikut:

(10)

Gambar 4.10 Grafik Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Setiap Indikator

Keterangan:

Indikator 1 : Siswa mampu memecahkan suatu masalah

Indikator 2 : Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran Indikator 3 : Siswa menguasai materi yang dipelajari

Indikator 4 : Siswa mampu menghubungkan konsep biologi dengan peluang usaha Gambar 4.10 menunjukkan rekapitulasi aktivitas belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan Gambar 4.10 diketahui bahwa setiap indikator mengalami peningkatan dari pertemuan pertama sampai pertemuan keempat di kelas eksperimen, dan di kelas kontrol hanya indikator 1, 2, dan 3 yang mengalami peningkatan. Kelas eksperimen mengalami peningkatan aktivitas belajar siswa dari 52% dengan kriteria cukup menjadi 75% dengan kriteria baik. Kelas kontrol mengalami peningkatan aktivitas belajar siswa dari 43% menjadi 56% dengan kriteria cukup. Keseluruhan aktivitas siswa menunjukkan adanya peningkatan life skill baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Peningkatan aktivitas belajar siswa terjadi di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan nilai rata-rata aktivitas di kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol. Selisih peningkatan tertinggi pada pertemuan pertama sampai keempat di kelas eksperimen terjadi pada indikator 4 yaitu kemampuan siswa untuk menghubungkan materi pembelajaran dengan peluang usaha sebesar 50%. Selisih peningkatan tertinggi pada pertemuan pertama sampai keempat di kelas kontrol terjadi pada indikator 2 yaitu kemampuan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran sebesar 19%. Grafik rekapitulasi aktivitas siswa menggambarkan setiap

(11)

indikator mengalami peningkatan yang berbeda-beda dari pertemuan pertama sampai pertemuan keempat.

2. Deskripsi Perbedaan Peningkatan Life skill (Kecakapan Akademik) Siswa Antara Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol

a. Deskripsi Perbedaan Peningkatan Life skill (Kecakapan Akademik) Siswa Peningkatan life skill yang diamati pada penelitian ini berupa kecakapan akademik. Indikator kecakapan akademik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada indikator kecakapan hidup menurut Depdiknas (2004: 27). Adapun indikator kecakapan akademik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 indikator, yaitu 1) menguasai pengetahuan, 2) merancang dan melaksanakan penelitian ilmiah, 3) bersikap ilmiah, 4) mengambil keputusan, dan 5) mengidentifikasi dan menghubungkan variabel.

Penerapan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship pada materi Animalia menunjukkan hasil pretest dan posttest yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data rekapitulasi hasil pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 4.11 Grafik Nilai Rata-rata Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Gambar 4.11 menunjukkan nilai rata-rata pretest dan posttest anatara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai rata-rata pretest pada kelas eksperimen sebesar 33,67, sedangkan kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata pretest sebesar 30,56. Selisih nilai rata-rata pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 3,11. Selisih yang tidak terlalu besar menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kecakapan akademik yang sama pada awal proses pembelajaran.

(12)

Grafik nilai rata-rata prestest dan posttest (Gambar 4.11) menggambarkan adanya peningkatan kecakapan akademik, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol. Nilai rata-rata posttest kelas eksperimen sebesar 71,43, sedangkan kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata posttest sebesar 64,57. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pretest dan posttest kelas kontrol.

Peningkatan kecakapan akademik kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kecakapan akademik kelas kontrol. Selisih peningkatan kecakapan akademik siswa kelas eksperimen sebesar 37,75. Selisih peningkatan kecakapan akademik siswa kelas kontrol sebesar 34,01. Selisih peningkatan kecakapan akademik kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 3,74. Perbedaan peningkatan kecakapan akademik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dipengaruhi oleh penerapan pembelajaran yang berbeda di kedua kelas tersebut. Data rata-rata nilai N-Gain siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut:

Gambar 4.12 Grafik N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Gambar 4.12 menunjukkan rata-rata nilai N-Gain kecakapan akademik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata nilai N-gain siswa kelas eksperimen sebesar 0,57 termasuk ke dalam kategori sedang. Rata-rata nilai N-gain siswa kelas kontrol sebesar 0,49 termasuk ke dalam kategori sedang. Kelas eksperimen memiliki N-gain yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Selisih N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol ialah sebesar 0,08. Peningkatan kecakapan akademik siswa dari masing-masing indikator dapat dilihat pada Gambar 4.13 berikut:

(13)

Gambar 4.13 Grafik Rekapitulasi Pretest dan Posttest Perindikator Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Keterangan:

Indikator 1 : Menguasai pengetahuan

Indikator 2 : Merancang dan melaksanakan penelitian ilmiah Indikator 3 : Bersikap ilmiah

Indikator 4 : Mengambil keputusan

Indikator 5 : Mengidentifikasi dan menghubungkan variabel

Gambar 4.13 menunjukkan grafik nilai rata-rata pretest dan posttest setiap indikator kecakapan akademik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata pretest paling tinggi pada indikator 4. Nilai rata-rata pretest kelas kontrol paling tinggi ditunjukkan pada indikator 5. Nilai rata-rata pretest paling rendah di kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu pada indikator 2. Grafik menggambarkan bahwa secara keseluruhan nilai rata-rata prestest siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.

Peningkatan nilai rata-rata terjadi pada setiap indikator, baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Nilai rata-rata posttest paling tinggi di kelas eksperimen pada indikator 1 dan 2, sedangkan di kelas kontrol nilai rata-rata posttest paling tinggi pada indikator 3 dan 4. Kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata posttest terendah pada indikator 5. Kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata posttest terendah pada indikator 1. Siswa kelas eksperimen memiliki nilai posttest yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai posttest siswa kelas kontrol. Kelas eksperimen mengalami peningkatan nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, dikarenakan siswa kelas

(14)

eksperimen lebih aktif dan inovatif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa kelas eksperimen melakukan beberapa aktivitas dalam pembelajaran bioentrepreneurship, seperti pembuatan mind map, pembuatan produk, dan presentasi. Rata-rata nilai N-Gain setiap indikator kecakapan akademik dapat dilihat pada Gambar 4.14 berikut:

Gambar 4.14 Grafik N-Gain Perindikator Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Keterangan:

Indikator 1 : Menguasai pengetahuan

Indikator 2 : Merancang dan melaksanakan penelitian ilmiah Indikator 3 : Bersikap ilmiah

Indikator 4 : Mengambil keputusan

Indikator 5 : Mengidentifikasi dan menghubungkan variabel

Gambar 4.14 menunjukkan grafik rata-rata N-Gain indikator kecakapan akademik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata N-gain siswa kelas eksperimen paling tinggi yaitu sebesar 0,58 pada indikator 1 dan 2 dengan kategori sedang, dan rata-rata N-gain paling rendah sebesar 0,49 pada indikator 3 dengan kriteria sedang. Kelas kontrol memperoleh rata-rata N-gain paling tinggi sebesar 0,51 pada indikator 2 dan 4 dengan kriteria sedang, dan dengan kriteria yang sama kelas kontrol memperoleh rata-rata N-gain paling rendah sebesar 0,31 pada indikator 3 dan 5.

b. Analisis Peningkatan Life skill (Kecakapan Akademik) Siswa 1) Uji Prasyarat

Uji prasyarat terdiri atas uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnova. Kedua uji tersebut dilakukan untuk mengetahui data hasil penelitian yang

(15)

diperoleh terdistribusi secara normal dan homogeny atau tidak. Hasil uji prasyarat ini akan menentukan uji statistik selanjutnya. Berikut hasil uji prasyarat pretest, posttest, dan N-Gain secara umum:

Tabel 4.1 Hasil Uji Prasyarat Pretest, Postest, dan N-Gain Secara Umum

Data Kelas Uji Normalitas Uji Homogenitas

Sig. Ket. Sig. Ket

Pretest Eksperimen 0.191 Normal 0.713 Homogen

Kontrol 0.052 Normal

Posttest Eksperimen 0.200 Normal 0.460 Homogen

Kontrol 0.138 Normal

N-Gain Eksperimen 0.200 Normal 0.461 Homogen Kontrol 0.200 Normal

Tabel 4.1 menunjukkan hasil uji prasyarat pretest, posttest, dan N-Gain dengan menggunakan software SPSS 21.0. Hasil uji normalitas menunjukkan data yang diperoleh memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,050 baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol, sehingga data pretest, posttest, dan N-Gain yang diperoleh terdistribusi normal. Hasil uji homogenitas menunjukkan data yang diperoleh juga homogen karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,050. Hasil uji prasyarat N-Gain setiap indikator kecakapan hidup dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Hasil Uji Prasyarat N-Gain Setiap Indikator Kecakapan

Akademik Indikator

Kecakapan Akademik

Kelas

Uji Normalitas Uji Homogenitas

Sig. Ket. Sig. Ket

1 Eksperimen 0.057 Normal 0.150 Homogen Kontrol 0.200 Normal

2 Eksperimen 0.200 Normal 0.606 Homogen Kontrol 0.187 Normal 3 Eksperimen 0.033 Tidak Normal 0.568 Homogen Kontrol 0.000 Tidak Normal 4 Eksperimen 0.200 Normal 0.000 Tidak Homogen Kontrol 0.040 Tidak Normal 5 Eksperimen 0.002 Tidak Normal 0.054 Homogen

(16)

Indikator Kecakapan

Akademik

Kelas

Uji Normalitas Uji Homogenitas

Sig. Ket. Sig. Ket

Kontrol 0.004

Tidak Normal

Tabel 4.2 menggambarkan hasil uji prasyarat N-Gain setiap indikator kecakapan akademik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji normalitas menunjukkan indikator kecakapan akademik 1 dan 2 terdistribusi normal karena memiliki signifikansi lebih dari 0,050. Hasil uji homogenitas menunjukkan data homogen pada indikator kecakapan akademik 1, 2, 3, dan 5, sedangkan indikator 4 tidak terdistribusi homogen karena nilai signifikansinya kurang dari 0,050.

2) Uji Beda

Hasil uji prasyarat pretest, posttest, dan N-Gain menunjukkan data terdistribusi normal dan homogen, sehingga uji beda yang digunakan ialah uji parametrik independent sample T test. Hasil uji beda N-Gain dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Secara Umum Data Uji Beda thitung ttabel

Sig. (2 tailed) Keterangan Pretest Independent Sample T Test 1.411 2.048 0.164 Tidak Berbeda Signifikan Posttest Independent

Sample T Test 3.113 2.048 0.003 Signifikan Berbeda N-Gain Independent

Sample T Test 2.799

2.048 0.007 Berbeda Signifikan Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji independent sample T test secara umum, baik pretest, posttest, maupun N-Gain. Hasil uji beda nilai pretest didapat thitung < ttabel atau 1.411 < 2.048, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kecakapan akademik siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai pretest signifikansinya didapat sebesar 0.164 > 0.050, maka signifikan. Berdasarkan uji beda nilai pretest disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kecakapan akademik siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

(17)

Hasil uji beda nilai posttest didapat thitung > ttabel atau 3.113 > 2.048, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecakapan akademik siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai posttest signifikansinya didapat sebesar 0.003 < 0.050, maka signifikan. Berdasarkan uji beda nilai posttest disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kecakapan akademik siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hasil uji beda N-gain didapat thitung > ttabel atau 2.799 > 2.048, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecakapan akademik siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai N-gain signifikansinya didapat sebesar 0.007 < 0.050, maka signifikan. Berdasarkan hasil uji beda dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kecakapan akademik siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.12 yang menunjukkan nilai posttest kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, dan Gambar 4.13 yang menunjukkan N-Gain kelas eksperimen lebih tinggi daripada N-Gain kelas kontrol.

Uji beda N-Gain setiap indikator kecakapan akademik dilakukan dengan menggunakan uji non parametrik Mann Whitney, karena hasil uji prasyarat menunjukkan adanya data yang terdistribusi tidak normal. Uji Mann Whitney disebut juga uji U atau uji jumlah peringkat Wilcoxon merupakan alternatif untuk uji dua sampel independen (independent sample T test) (Aripin, 2017:55). Hasil uji beda N-Gain setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Hasil Uji Beda N-Gain Indikator 1 dan 2 Data Uji Beda thitung ttabel

Sig. (2 tailed) Keterangan Indikator 1 Independent sample T test 3.106 2.048 0.003 Berbeda Signifikan Indikator 2 Independent sample T test 2.275 2.048 0.027 Berbeda Signifikan Tabel 4.4 menunjukkan hasil uji beda N-gain setiap indikator kecakapan akademik. Hasil uji beda indikator 1 dan 2 didapat thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

(18)

perbedaan kecakapan akademik siswa pada indikator 1 dan 2 antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Indikator 1 dan 2 memiliki nilai signifikansi berturut-turut 0,003 dan 0,027; artinya nilai sig. lebih kecil dari 0,050 sehingga signifikan. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan kecakapan akademik siswa yang signifikan pada indikator 1 dan 2 antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Tabel 4.5 Hasil Uji Beda N-Gain Indikator 3, 4, dan 5 Data Uji Beda Mann-Whitney

U

Sig. (2

tailed) Keterangan Indikator 3 Uji U 378.500 0.285 Tidak Berbeda

Signifikan Indikator 4 Uji U 310.000 0.038 Berbeda

Signifikan Indikator 5 Uji U 394.500 0.395 Tidak Berbeda

Signifikan Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji Mann Whitney indikator 3, 4, dan 5. Indikator 4 memiliki signifikansi 0.038 < 0.050, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan kecakapan akademik siswa yang signifikan pada indikator 4 antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Indikator 3 dan 5 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,285 dan 0,395; artinya nilai sig. lebih besar dari 0,050 sehingga N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda signifikan. Rata-rata N-gain kelas eksperimen pada indikator 3 dan 5 sebesar 0,49 dan 0,51, sedangkan rata-rata N-Gain kelas kontrol pada indikator 3 dan 5 sebesar 0,31. Data tersebut menunjukkan bahwa kelas eksperimen memiliki kecakapan akademik yang sama dengan kelas kontrol. Berdasarkan data yang diperoleh disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan kecakapan akademik siswa yang signifikan pada indikator 3 dan 5 antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Sikap Siswa Terhadap Penerapan Pembelajaran Bioentrepreneurship Pada Materi Animalia

Angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran bioentrepreneurship. Pengisian angket dilakukan oleh siswa di kelas eksperimen setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship. Angket ini memuat 20 pernyataan, terdiri dari 10 pernyataan

(19)

negatif dan 10 pernyataan positif. Angket ini menggunakan empat options sebagai alternative jawaban siswa, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Hasil jawaban angket sikap siswa terhadap terhadap pembelajaran bioentrepreneurship dapat dilihat pada Lampiran 27. Hasil jawaban angket dianalisis dan dipersentasekan disajikan dalam diagram berikut:

Gambar 4.15 Diagram Angket Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Bioentrepreneurship

Gambar 4.15 menunjukkan hasil analisis angket sikap berupa persentase options yang berikan siswa terhadap pembelajaran bioentrepreneurship di kelas eksperimen dengan jumlah responden sebanyak 30 siswa. Diagram tersebut menggambarkan sebanyak 18% siswa memberikan respons sangat setuju, 37% setuju, 34% tidak setuju, dan 11% sangat tidak setuju. Persentase tersebut merupakan rekapitulasi jawaban angket siswa pada pernyataan negatif dan pernyataan positif. Rekapitulasi angket sikap siswa perindikator dapat dilihat pada Gambar 4.16 berikut:

Gambar 4.16 Rekapitulasi Angket Sikap Perindikator Keterangan:

(20)

Indikator 2 : Responding Indikator 3 : Valuing Indikator 4 : Organising Indikator 5 : Characterizing

Gambar 4.15 menunjukkan grafik rekapitulasi angket sikap siswa untuk setiap indikator. Persentase terbesar diperoleh oleh indikator characterising sebesar 83% dengan kriteria sangat baik. Persentase terendah sebesar 73% diperoleh dimensi organizing, termasuk kategori baik. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki sikap yang positif atau memberikan respons yang positif terhadap penerapan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship untuk meningkatkan life skill siswa kelas X pada materi Animalia.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Aktivitas Belajar Siswa dengan Penerapan Pembelajaran Biologi Berbasis

Bioentrepreneurship

a. Aktivitas Pembuatan Mind Map dan Produk

Penerapan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship dilakukan pada kelas X IPA 3 sebagai kelas eksperimen, dimana ketika pembelajaran berlangsung dilakukan observasi aktivitas siswa selama empat kali pertemuan. Kegiatan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship yang diterapkan merujuk pada pembelajaran entrepreneurship oleh Susianna (2011: 912). Kegiatan pembelajaran yang dilakukan meliputi aktivitas tatap muka di kelas, aktivitas pembuatan produk dan presentasi, serta aktivitas pembuatan mind map.

Pembuatan mind map dan pembuatan produk bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Aktivitas tersebut juga mampu melatih kreativitas yang dimiliki siswa. Sugiarto (2004: 75) menyatakan bahwa mind map merupakan suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan oleh guru untuk meningkatkan daya hafal siswa dan pemahaman konsep siswa yang kuat, siswa juga dapat meningkatkan daya kreativitasnya melalui kebebasan berimajinasi.

Hasil mind map yang dibuat oleh siswa menunjukkan karya yang beragam, hal ini menggambarkan bahwa setiap kelompok mampu menuangkan ide dan

(21)

pemikirannya dalam bentuk yang berbeda. Rata-rata penilaian mind map untuk setiap indikator menunjukkan indikator 2 dan 3 memperoleh nilai tertinggi dengan kategori baik (Gambar 4.1). Indikator 2 berkaitan dengan penggunaan kata kunci dalam pembuatan mind map. Siswa cenderung menggunakan kalimat daripada kata kunci pada mind map yang mereka buat. Indikator 3 berkaitan dengan hubungan cabang utama dan cabang lainnya. Banyaknya cabang yang dibuat pada mind map menunjukkan kedalaman materi yang dimiliki siswa, semakin banyak materi yang dikuasai oleh siswa maka semakin banyak cabang yang dibuat dalam mind map, begitu pula sebaliknya.

Penilaian terendah mind map siswa diperoleh indikator 4, yaitu desain mind map. Desain ini berkaitan dengan penggunaan simbol dan warna pada mind map. Siswa menggunakan simbol dan warna yang berbeda pada setiap cabang mind map, hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Susianna (2011: 920) yang menyatakan bahwa penggunaan simbol dan warna pada mind map membantu siswa untuk mengingat dan memahami materi yang dipelajari dalam pembelajaran biologi. Toni Buzan dalam Olivia (2008: 7) menyatakan bahwa mind map memanfaatkan gambar dan teks ketika seseorang mencatat atau mengeluarkan ide dari pikirannya, hal tersebut melatih siswa untuk menggunakan kedua belah otaknya secara sinergis.

Olivia (2008: 13) memaparkan beberapa kelebihan mind mapping, yaitu 1) mempermudah menggali informasi dari dalam dan dari luar otak, 2) membantu belajar dan berlatih lebih cepat dan ampuh, 3) membuat catatan agar tidak membosankan, 4) salah satu cara untuk mendapatkan ide dan merencanakan proyek, dan 5) sebagai alat berpikir yang mengasyikan karena mampu mensinergikan dua belah otak.

Produk yang dibuat oleh siswa merupakan hasil pengolahan hewan dari filum Mollusca dan Arthropoda, serta kelas Pisces, Aves, dan Mammalia. Produk yang dihasilkan oleh setiap kelompok berbeda-beda, hal ini menunjukkan adanya daya kreativitas yang berbeda pada setiap orang. Setiap orang pada dasarnya sudah memiliki daya kreativitas, namun beberapa orang memerlukan pendorong atau stimulus untuk memunculkan daya kreativitasnya. Pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship merupakan salah satu cara untuk mendorong munculnya daya kreativitas siswa.

(22)

Pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship memberikan peluang kreatif kepada siswa. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan, seperti pembuatan mind map dan produk merupakan salah satu cara guru dalam menyediakan peluang kreatif bagi siswa. Astuti dan Irene (2003: 11) mengemukakan bahwa kreativitas siswa dapat dibentuk melalui beberapa cara, diantaranya 1) menumbuhkan kemampuan siswa untuk membangun masa depan, 2) menumbuhkan rasa percaya diri, 3) menumbuhkan rasa mampu mengubah keadaan, 4) meminta kreativitas siswa, 5) menyediakan peluang berbuat kreatif, 6) menumbuhkan semangat belajar dan mengetahui serta mencoba hal-hal baru, dan 7) toleran terhadap kesalahan.

Zimmerer dalam Alma (2016: 69) menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk membuat kombinasi-kombinasi baru atau hubungan-hubungan baru antara unsur, data, dan variabel yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas diartikan juga sebagai kemampuan mengembangkan ide dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menghadapi peluang. Kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi era persaingan global atau lebih dikenal dengan MEA. Orang yang kreatif mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dari orang lain, sehingga ia tidak akan kehabisan akal dalam menciptakan atau melakukan inovasi terhadap suatu produk.

Pembuatan produk pada pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship dapat mengasah kreativitas siswa. Zimmerer dalam Alma (2016: 67) menyatakan bahwa kreatif merupakan salah satu ciri dari entrepreneur. Zimmerer menambahkan bahwa entrepreneur merupakan sekelompok orang yang mengagumkan karena kreatif dan inovatif, serta memiliki kemampuan untuk berpikir dan bertindak produktif. Seseorang yang kreatif mampu mengubah tantangan menjadi sebuah peluang.

Ratnasari et al. (2016: 57) menjelaskan bahwa pembuatan produk merupakan bagian dari kerja ilmiah, dimana siswa melakukan sesuatu sesuai dengan tahapan tertentu. Tahapan pembuatan produk menurut Ratnasari et al. (2016: 57) meliputi 1) tahap persiapan (menentukan produk yang dibuat, menentukan alat dan bahan yang dibutuhkan, mengkalkulasikan biaya pembuatan produk, dan mengkonsultasikan rencana pembuatan produk kepada guru), 2) tahap pembuatan produk (menjaga kebersihan dalam pembuatan

(23)

produk, ketelitian atau kecermatan bekerja, kecepatan bekerja, dan kerjasama dalam menyelesaikan pekerjaan), dan 3) tahap penilaian (penilaian terhadap produk secara keseluruhan, meliputi komposisi produk, nilai estetika, dan kualitas produk).

Machin (2012: 55-56) menyatakan bahwa pembuatan produk merupakan salah satu kegiatan dalam pembelajaran bioentrepreneurship. Kegiatan pembelajaran bioentrepreneurship menurut Machin (2012: 55-56) meliputi 1) menganalisis peluang pada kegiatan exploring, 2) menentukan bahan potensial yang dapat dijadikan produk, 3) membuat rencana pembuatan produk, 4) membuat produk sesuai rencana, 5) melakukan inovasi pada produk yang dibuat, 6) mempresentasikan kelebihan dan kekurangan produk, 7) memasarkan produk, 8) membuat analisis keuntungan, dan 9) melakukan evaluasi terhadap produk yang telah dibuat.

b. Aktivitas Siswa Pada Proses Pembelajaran Biologi Berbasis

Bioentrepreneurship

Hasil observasi pada pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship didapatkan data aktivitas siswa yang bervariasi dengan peningkatan yang berbeda-beda setiap pertemuannya. Penilaian aktivitas siswa bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa selama penerapan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship. Penilaian aktivitas siswa dilakukan dengan menggunakan teknik observasi yang melibatkan observer. Penilaian ini berpedoman pada instrumen berupa lembar observasi. Skala yang digunakan dalam lembar observasi, yaitu 1 (kurang), 2 (cukup), 3 (baik), dan 4 (sangat baik).

Penilaian aktivitas siswa dilakukan oleh tiga orang observer di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan terhadap 30 orang siswa di kelas X IPA 3 dan 30 siswa di kelas X IPA 1. Observer mengamati aktivitas siswa sesuai dengan indikator yang terdapat pada lembar observasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis, sehingga didapatkan hasil yang bervariasi dari setiap indikator pada setiap pertemuannya.

Sugiono (2017: 203) menjelaskan bahwa observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang spesifik dengan cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Indikator yang

(24)

digunakan dalam penilaian aktivitas siswa ialah indikator life skill yang masing-masing life skill diwakili oleh satu indikator. Indikator yang digunakan antara lain diantaranya 1) siswa mampu memecahkan suatu masalah (kecakapan personal), 2) siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran (kecakapan sosial), 3) siswa menguasai materi yang dipelajari (kecakapan akademik), dan 4) siswa mampu menghubungkan konsep biologi dengan peluang usaha (kecakapan vokasional).

Hasil observasi aktivitas belajar siswa pada pertemuan pertama sampai pertemuan keempat menunjukkan bahwa secara keseluruhan persentase aktivitas belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol (Gambar 4.5). Tingginya nilai aktivitas siswa kelas eksperimen dikarenakan penerapan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol cenderung didominasi oleh guru, sehingga membuat siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran. Prayitno et al. (2017: 142) menyatakan bahwa berbagai aktivitas dalam pembelajaran bioentrepreneurship mampu meningkatkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa secara berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil rekapitulasi aktivitas belajar siswa (Gambar 4.10) menunjukkan indikator keempat (siswa mampu menghubungkan konsep biologi dengan peluang usaha) memperoleh peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan indikator kecakapan akademik lainnya di kelas eksperimen. Indikator ini berkaitan dengan indikator kecakapan vokasional, khususnya kewirausahaan. Indikator ini ditunjukkan dengan kemampuan siswa untuk membuat suatu produk dan melakukan inovasi terhadap produk yang telah ada sebelumnya. Pembuatan produk merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat belajar secara langsung dan mengalami sendiri. Cara tersebut akan memperkaya pengalaman belajar siswa dan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna (Musfiqon dan Nurdyansyah, 2015: 122-123). Indikator ini melatih siswa untuk menemukan peluang usaha yang dapat dibuat dari pemanfaatan makhluk hidup, sehingga siswa mampu mengembangkan wawasan, etos kerja, dan aktivitas produktif.

(25)

Penerapan bioentrepreneurship pada pembelajaran biologi merupakan bentuk pengembangan dari kreativitas siswa maupun guru, dimana dalam proses pembelajaran siswa mampu mengaitkan antara pengetahuan dengan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan nyata. Pengembangan kewirausahaan juga memungkinkan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada siswa. Pembuatan produk, baik produk baru maupun produk hasil inovasi yang dilakukan dalam pembelajaran membuka peluang kewirausahaan siswa khususnya dalam pemanfaatan makhluk hidup. Pembuatan produk merupakan salah satu pemecahan masalah yang dilakukan terhadap masalah yang terjadi di lapangan, sehingga mampu menjadi peluang bagi siswa yang tidak melanjutkan pendidikannya (Widodo, 2006; dalam Nurhayati dan Subroto, 2012: 41).

Hasil observasi aktivitas siswa setiap indikator (Gambar 4.10) menunjukkan persentase tertinggi indikator pertama diperoleh pada pertemuan keempat di kelas eksperimen dengan kategori baik. Indikator pertama yaitu siswa mampu memecahkan suatu masalah. Indikator ini berkaitan dengan indikator kecakapan personal. Kemampuan memecahkan masalah meliputi kemampuaan siswa dalam menggali dan mengolah informasi, serta pengambilan keputusan dalam memecahkan permasalahan dalam pembelajaran. Kemampuan pemecahan masalah ini dapat dilihat pada saat siswa menyelesaikan tugas lksnya. Siswa berusaha menggali dan mencari informasi dari berbagai sumber untuk pemecahan tugas yang didapatnya.

Hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan persentase tertinggi indikator kedua diperoleh pada pertemuan keempat di kelas eksperimen dengan kategori baik. Indikator kedua yaitu siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Indikator ini berkaitan dengan indikator kecakapan sosial. Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran berupa adanya kegiatan tanya jawab, diskusi, dan bekerja sama dalam kelompok. Data hasil observasi (Gambar 4.10) pada indikator kedua menunjukkan bahwa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol mengalami peningkatan dari kriteria cukup menjadi baik.

Mu’tadin (2006: 24) mengemukakan bahwa memiliki kecakapan sosial merupakan salah satu tugas perkembangan remaja madya dan remaja akhir. Keterampilan sosial sangat penting untuk berinteraksi dan beradaptasi sesuai

(26)

dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya. Kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain adalah kunci sukses untuk pengalaman yang memperkaya kehidupan (Nurmasari et al. 2014: 1295). Kecakapan sosial mencakup kecakapan komunikasi dan bekerja sama. Kecakapan komunikasi diperlukan, karena manusia berinteraksi dengan manusia lain melalui komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kegiatan tanya jawab, diskusi, dan bekerja sama dalam kelompok yang dilakukan pada proses pembelajaran akan melatih siswa utnuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, sehingga ia akan mampu menyampaikan pesan dengan jelas dan dapat dipahami lawan bicaranya (Depdiknas, 2004: 14). Kecakapan bekerja sama diperlukan karena seseorang harus membangun iklim yang kondusif dalam bersosialisasi, diantaranya menghargai orang lain secara positif, membangun hubungan dengan orang lain, dan sikap terbuka.

Hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan persentase tertinggi indikator ketiga diperoleh pada pertemuan keempat di kelas eksperimen dengan kategori baik. Indikator ketiga yaitu siswa menguasai materi yang dipelajari. Indikator ini berkaitan dengan indikator kecakapan akademik. Indikator ketiga memperoleh persentase tertinggi pada kelas eksperimen, dapat dilihat pada Gambar 4.10. Pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship mampu membantu siswa dalam menguasai materi yang dipelajari, hal ini ditandai dengan kemampuan siswa untuk menyampaikan kembali materi yang telah dipelajarinya, mampu mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, dan membuat rancangan produk pemanfaatan animalia. Hasil penelitian Bahriah et al. (2016: 1124) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek seperti yang dilakukan pada pembelajaran bioentrepreneurship dapat meningkatkan kecakapan akademik siswa. Hakim (2009) dalam Bahriah et al. (2016: 1127) menjelaskan bahwa mempraktikan kecakapan akademik membantu siswa memperoleh kecakapan ilmiah, teknologi, dan analitis yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam lembaga pendidikan formal dan tempat kerja.

Kegiatan pembelajaran yang biologi berbasis bioentrepreneurship yang dipadukan dengan life skill membuat pembelajaran memiliki nilai tambah. Siswa tidak hanya menguasai materi pembelajaran, tetapi juga terjadi penanaman kecakapan hidup. Pembelajaran ini memiliki beberapa kelebihan,

(27)

diantaranya: 1) adanya pengalaman belajar yang memberikan bekal kecakapan bagi siswa untuk menghadapi kehidupan di masa mendatang, 2) penanaman jiwa entrepreneur dapat membuat mental siswa menjadi tangguh dan andal dalam menghadapi permasalahan kehidupan, 3) pembelajaran lebih nyata karena materi disesuaikan dengan kebutuhan siswa serta dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, 4) menginspirasi peserta didik untuk lebih kreatif, pandai membaca, dan memanfaatkan peluang untuk mencapai kesuksesan, 5) lebih mengaktifkan siswa pada kegiatan pembelajaran, dan 6) pembuatan produk dan proses pemasaran membuat siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran (Widiasworo, 2017: 69-70).

2. Perbedaan Peningkatan Life skill (Kecakapan Akademik) Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Pengukuran peningkatan kecakapan akademik dilakukan dengan menggunakan tes pilihan ganda. Penskoran tes pilihan ganda diberi skor 1 untuk jawaban benar, dan 0 untuk jawaban salah. Peningkatan kecakapan akademik dapat diketahui dengan memberikan tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) dengan soal pilihan ganda. Kecakapan akademik yang diukur meliputi beberapa indikator, diantaranya 1) menguasai pengetahuan, 2) merancang dan melaksanakan penelitian ilmiah, 3) bersikap ilmiah, 4) mengambil keputusan, dan 5) mengidentifikasi dan menghubungkan variabel.

Hasil uji prasyarat pretest (Tabel 4.1) menunjukkan dapat yang diperoleh antara kelas kontrol dan eksperimen tersebar normal dan homogen. Uji beda pretest (Tabel 4.3) menggambarkan bahwa siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kecakapan akademik yang homogen atau tidak ada perbedaan, sehingga kelas tersebut dapat dijadikan sebagai subjek dalam penelitian.

Kecakapan akademik siswa dapat dilihat dari nilai posttest dan N-gain yang diperoleh oleh masing-masing kelas. Grafik N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.12. Berdasarkan Gambar 4.12 diketahui bahwa N-gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen memiliki kecakapan akademik lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol mengalami peningkatan kecakapan akademik yang berbeda. Peningkatan kecakapan akademik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki selisih sebesar 3,74. Hasil uji beda menggunakan independent sample T test (Tabel 4.3) menunjukkan terdapat

(28)

perbedaan peningkatan kecakapan akademik siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Perbedaan peningkatan kecakapan akademik antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dikarenakan adanya perbedaan model pembelajaran yang digunakan pada proses pembelajaran. Kelas eksperimen menerapkan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship dengan menggunakan model project based learning, sedangkan kelas kontrol menerapkan pembelajaran cooperative learning. Kedua model pembelajaran tersebut memiliki perbedaan. Pembelajaran menggunakan model project based learning, siswa mengalami dan belajar materi inti suatu disiplin ilmu melalui suatu proyek yang dirancangnya sendiri. Proyek yang dilakukan merupakan aplikasi praktis dari materi yang dipelajari, sehingga menjadi sentral kegiatan pembelajaran di kelas (Wena, 2013: 145). Pembelajaran cooperative learning lebih menekankan interaksi siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Kedua model tersebut mengutamakan adanya kerja sama siswa dalam kelompok sehingga materi pembelajaran dalam tercapai. Pembelajaran bioentrepreneurship menggunakan model project based learning nyatanya mampu meningkatkan kecakapan akademik siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas kontrol, dimana dalam proses pembelajaran tersebut siswa terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran melalui pembuatan mind map, presentasi, dan pembuatan produk.

N-gain setiap indikator kecakapan akademik kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.14. Berdasarkan grafik diketahui bahwa N-gain perindikator kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. N-N-gain tertinggi kelas eksperimen pada indikator 1 dan 2, sedangkan N-gain terendahnya kelas ekperimen pada indikator 3. Hasil uji prasyarat perindikator kecakapan akademik dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Uji hipotesis pada indikator 1 dan 2 dilakukan dengan menggunakan uji parametrik independent sample T test, karena data terdistribusi normal dan homogen. Uji hipotesis pada indikator 3, 4, dan 5 dilakukan dengan uji Mann-Whitney atau uji U, karena data terdistribusi tidak normal.

Hasil analisis perindikator kecakapan akademik disimpulkan bahwa perbedaan peningkatan kecakapan akademik yang signifikan terdapat pada indikator 1, 2, dan 4 yang dapat diterima, sedangkan indikator 3 dan 5 ditolak.

(29)

Perbedaan peningkatan kecakapan akademik dilihat dari analisis perindikator menunjukkan hasil yang cukup signifikan.

Rekapitulasi nilai pretest dan posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol setiap indikator dapat dilihat pada Gambar 4.13. Nilai pretest dijadikan acuan untuk melihat kemampuan akademik siswa. Nilai pretest paling tinggi di kelas eksperimen pada indikator 4, sedangkan pada kelas eksperimen pada indikator 5. Nilai pretest paling rendah di kelas eksperimen dan kontrol yaitu pada indikator 2.

Siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol mengalami peningkatan kecakapan akademik setiap indikatornya, dapat dilihat dari nilai posttest yang diperoleh masing-masing kelas. Kelas kontrol memperoleh nilai posttest tertinggi pada indikator 3 dan 4. Indikator 3 berkaitan dengan bersikap ilmiah, dan indikator 4 berkaitan dengan mengambil keputusan. Kelas eksperimen memperoleh nilai posttest tertinggi pada indikator 1 dan 2. Indikator 1 berkaitan dengan menguasai pengetahuan. Pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna, sehingga materi yang dipelajari dapat dikuasai dengan baik oleh siswa. Hasil penelitian Adlim dan Hasibuan (2014: 119) menyatakan bahwa pembelajaran bioentrepreneurship mampu meningkatkan motivasi belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Motivasi belajar ini berkorelasi positif dengan hasil belajar berupa pengetahuan siswa. Indikator 2 berkaitan dengan merancang dan melaksanakan penelitian. Kemampuan ini dilatih melalui kegiatan pembuatan produk. Siswa melakukan perancangan proyek, melaksanakan proyek, dan menyimpulkan proyek yang dilakukannya.

Nilai posttest terendah di kelas kontrol pada indikator 1. Indikator ini berkaitan dengan pengetahuan siswa. Pembelajaran yang diterapkan mempengaruhi penguasaan pengetahuan siswa. Pembelajaran yang bermakna akan membuat siswa lebih memahami materi yang dipelajarinya. Pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol belum mampu memotivasi siswa dalam kegiatan belajar sehingga indikator 1 memperoleh nilai terendah. Nilai posttest terendah kelas eksperimen paling rendah pada indikator 5. Indikator ini berkaitan dengan mengidentifikasi dan menghubungkan variabel. Pembelajaran bioentrepreneurship dengan tugas proyek yang diberikan seharusnya mampu membantu siswa untuk melatih kemampuan siswa dalam mengidentifikasi dan menghubungkan variabel. Bahriah et al. (2016:

(30)

1126) proyek yang dilakukan siswa juga memudahkan siswa untuk melatih kemampuannya dalam mengidentifikasi variabel, karena melalui proyek tersebut siswa dapat mengetahui variabel yang ada dan membuktikan secara langsung melalui proyek yang mereka lakukan.

Fitriah (2016: 15) mengemukakan bahwa pada pembelajaran bioentrepreneurship siswa dituntut agar mampu mengembangkan kompetensinya di bidang tertentu. Proses pembelajaran biologi tidak lagi berorientasi pada banyaknya materi pelajaran tetapi lebih fokus pada kecakapan yang dimiliki siswa, sehingga siswa lebih terfokus perhatiannya dan lebih termotivasi untuk dapat berkreasi dan berinovasi membuat suatu produk yang bernilai ekonomis, sehingga diharapkan pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Pembelajaran bioentrepreneurship sebagai pembelajaran yang bermakna menurut Ausubell (1977) dalam Sulianto (2015: 2) ialah proses belajar yang mengandung dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua berhubungan dengan cara siswa untuk mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, sehingga pembelajaran bioentrepreneurship mampu meningkatkan kecakapan akademik siswa.

Pembelajaran bioentrepreneurship mampu meningkatkan life skill siswa, hal ini sesuai dengan penelitian Mursiti (2008: 280) yang menyatakan bahwa pembelajaran entrepreneurship dapat meningkatkan belajar kognitif, psikomotorik dan ketuntasan belajar siswa. Pendapat tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Fitriah (2016: 18) yang menyatakan bahwa implementasi bioentrepreneurship mampu meningkatkan life skill, dan minat wirausaha siswa.

Fitriah (2012: 12) mengemukakan bahwa penerapan pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship memiliki beberapa kendala, diantaranya keterbatasan waktu, fasilitas, dan pengalaman guru dalam melaksanakan kegiatan praktikum pembuatan produk yang disertai analisis usaha. Kendala yang dihadapi peneliti ialah kegiatan pembelajaran memerlukan banyak waktu dan tidak maunya siswa untuk membuat produk sebagai olahan pemanfaatan animalia. Beberapa siswa takut mengalami kegagalan dalam pembuatan produk dan merasa malu saat harus memasarkan produk yang telah dibuatnya. Hal ini dikarenakan siswa kurang percaya diri, tidak optimis, dan tidak berani menanggung resiko.

(31)

Guru bertindak sebagai motivator dalam keadaan tersebut, dimana guru memberikan motivasi yang mampu mendorong siswa untuk melaksanakan tugas yang diberikan, yaitu terkait pembuatan produk. Guru menyampaikan bahwa karakteristik yang dimiliki seorang wirausaha, diantaranya percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan (Alma, 2016: 52-53). Hal tersebut cukup memotivasi siswa, dan membuktikan bahwa pembelajaran biologi berbasis bioentrepreneurship ini mampu menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa untuk memulai kegiatan usaha mereka sendiri dan mampu meningkatkan pola pikir siswa dibidang kewirausahaan (Pihie dan Sani, 2009: 345; dan Din et al., 2016: 122).

3. Sikap Siswa Terhadap Penerapan Pembelajaran Berbasis Bioentrepreneurship Sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran berbasis bioentrepreneurship diperoleh dengan menggunakan angket. Angket merupakan instrument pengumpul data penelitian berupa sejumlah pertanyaan yang diberikan secara tertulis yang diberikan kepada subjek penelitian (Uno dan Koni, 2013: 129). Tujuan pemberian angket ini ialah untuk mengetahui sikap siswa pada pembelajaran bioentrepreneurship, sehingga hasilnya dapat menjadi acuan guru dalam memperbaiki pembelajaran selanjutnya. Angket sikap ini hanya ditujukan kepada kelas eksperimen, karena hanya kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis bioentrepreneurship.

Angket sikap terdiri dari 20 pernyataan, yaitu 10 pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif. Pernyataan dibagi ke dalam lima indikator, yaitu receiving, responding, valuing, organising, dan characterizing. Penskoran angket ini menggunakan skala Likert dengan empat opsi, yakni sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Opsi ragu-ragu atau netral dihilangkan karena responden akan cenderung memberikan penilaian pada kategori tengah dengan alasan kemanusiaan, hal tersebut menyebabkan peneliti akan memperoleh informasi yang tidak pasti (Sukardi, 2010: 147).

Hasil analisis angket sikap untuk setiap indikator dapat dilihat pada Gambar 4.16. Persentase tertinggi diperoleh angket pada indikator characterizing dengan kategori sangat kuat, sedangkan persentase terendah diperoleh indikator 4 yaitu organizing dengan indikator kuat. Receiving ialah indikator yang berkaitan dengan penerimaan siswa terhadap penerapan pembelajaran yang dilakukan. Persentase yang diperoleh dimensi receiving termasuk kategori kuat, artinya penerapan

(32)

pembelajaran bioentrepreneurship mampu diterima siswa dengan baik. Responding diartikan sebagai kemampuan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga menimbulkan reaksi atau respon terhadapnya. Persentase yang diperoleh indikator responding memperoleh persentase yang termasuk ke dalam kategori kuat. Valuing mendapatkan persentase termasuk kategori kuat juga, hal ini menunjukkan bahwa siswa memberikan penilaian yang baik terhadap penerapan pembelajaran bioentrepreneurship. Persentase terendah diperoleh indikator organizing. Indikator ini berkaitan dengan cara siswa dalam mengatur atau mengorganisasikan dirinya. Persentase tertinggi diperoleh dimensi valuing termasuk kategori sangat baik. Valuing merupakan tingkatan tertinggi dalam dimensi afektif, dimana siswa telah memiliki sistem nilai yang mampu mengontrol lakunya.

Indikator yang digunakan dalam angket sikap ini ialah mengenai sikap entrepreneurship menurut Suryana (2013: 22-23), yaitu 1) percaya diri dan optimis, 2) berorientasi tugas dan hasil, 3) berani mengambil resiko dan menyukai tantangan, 4) kepemimpinan, 5) keorisinalitasan, dan 6) berorientasi masa depan. Hasil analisis angket menunjukkan baik pernyataan negatif maupun positif memperoleh respon yang baik dengan kriteria kuat, artinya pembelajaran bioentrepreneurship mampu menumbuhkan sikap entrepreneurship pada siswa.

Sikap entrepreneurship siswa dapat ditumbuhkan melalui kegiatan pembelajaran. Susianna (2011: 922) menyatakan bahwa berbagai kegiatan dalam pembelajaran bioentrepreneurship, seperti kegiatan presentasi dan pembuatan produk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab siswa terhadap tugas yang diberikan, kepemimpinan, berani mengambil resiko, berorientasi hasil, dan sikap orisinalitas. Hasil penelitian Pihie dan Sani (2009: 345) dan Din et al. (2006: 122) menjelaskan bahwa pendekatan BEP menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa dan mampu meningkatkan pola pikir siswa di bidang kewirausahaan.

Gambar

Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Penilaian Mind Map untuk Setiap Indikator
Gambar  4.1  menunjukkan  grafik  rata-rata  nilai  mind  map  dari  setiap  indikator
Gambar  4.3  Grafik  Persentase  Rata-rata  Penilaian  Proses  dan  Produk  pada  Pembuatan Produk Setiap Indikator
Gambar  4.4  Grafik  Persentase  Rata-rata  Penilaian  Proses  dan  Produk  pada  Pembuatan Produk Setiap Kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hybrid DS/FH spread spectrum memiliki kehandalan yang sangat baik terhadap jamming yang berupa singletone jamming dan multitone jamming terbukti pada pengujian

Derajat kecanggihan teknologi pada komponen orgaware memiliki skor 2 untuk batas bawah (lower limit) dan skor 3 untuk batas atas (upper limit) hasil ini sesuai

Terjadinya negara secara sekunder adalah membahas terjadinya negara baru yang dihubungkan dengan negara lain yang telah ada sebelumnya, berkaitan dengan hal

- Pegawai dengan hasil pemeriksaan HBsAg negatif dan anti-HBs positifpra-vaksinasi tidak diikutkan ke dalam program vaksinasi lengkap, cukup melakukan 1 kali vaksinasi

Proses pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas.. Jakarta:

Dalam proses pembuatan bahan dituntut pengetahuan dasar penggunaan beberapa jenis bahan pencampur dan teknik pengerjaannya yang sesuai, untuk itu pembuatan dinding

1. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara rasio market-to-book dengan perubahan leverage. Hasil penelitian ini konsisten dengan teori market timing namun masih

Beberapa upaya telah dilakukan oleh beberapa developer game untuk menyesuaikan produk video games – nya dengan struktur domestik yang ada di wilayah targat pasar,