BABII
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan
Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal membuktikan keberhasilan. Kebijakan ekonomi umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan pertimbangan dari aspek sosial lingkungan serta didukung mekanisme politik yang bertanggung jawab sehingga setiap kebijakan ekonomi dapat diuraikan kembali secara transparan, adil, dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan. Dalam aspek sosial, bukan saja aspirasi masyarakat ikut dipertimbangkan tetapi juga keberadaan lembaga-lembaga sosial juga ikut dipelihara bahkan fungsinya ditingkatkan. Sementara dalam aspek lingkungan, aspek fungsi kelestarian juga sangat diperhatikan demi kepentingan umat manusia. Dari semua itu, yang terpenting pengambilan keputusan juga berjalan sangat bersih dari beragam perilaku lobi yang dipenuhi kepentingan tertentu dari keuntungan semata. Dengan demikian, hasil-hasik pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara adil.
2.2 Pembangunan Transportasi di Wilayah Industri
Salah satu komponen penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi adalah jaringan prasarana dasar, dalam hal ini prasarana sistem jaringan transportasi. Dalam membuat perencanaan suatu sistem jaringan transportasi hendaknya dipertimbangkan faktor yang sangat mempengaruhi sistem antara lain karakteristik permintaan, tata
23 guna lahan serta kondisi yang ada di suatu daerah. Faktor yang tidak kurang pentingnya adalah sistem jaringan transportasi pada umumnya dan sistem jaringan jalan raya dab jalan kereta api pada khususnya yang akan diterapkan harus mampu dikembangkan untuk memenuhi permintaan akan jasa transportasi pada masa yang akan datang. Penerapan jaringan jalan raya yang tidak sesuai dengan tata guna lahan, karakteristik permintaan, kondisi daerah setempat, serta tidak melalui suatu perencanaan yang baik sering menimbulkan masalah yang sulit ditanggulangi terutama jika permintaan akan jasa transportasi sudah melampaui kapasitas sistem yang ada.
2.3 Perubahan Tata Guna Lahan
Tata guna lahan (land use) merupakan pengaturan pemanfaatan lahan/aktifitas pada suatu lingkup wilayah (baik tingkat nasional, regional, maupun kawasan) untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Kegiatan manusia seperti bekerja, berbelanja, belajar, dan berekreasi, semuanya dilakukan pada kapling-kapling tanah yang diwujudkan sebagai kantor, pabrik, gedung sekolah, pasar, pertokoan, perumahan wisata, hotel, dan lain sebagainya. Aktivitas di kapling tanah (lahan) tersebut dinamakan tata guna lahan.
Menurut Bourne dalam Yusran (2006), ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan, yaitu: perluasan batas kota,peremajaan di pusat kota, perluasan jaringan infrastruktur terutama jaringantransportasi serta tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu yang secaragaris besar berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural terhadap alamyang dipengaruhi antara lain:
a. Faktor manusia, yang terdiri dari kebutuhan manusia akan tempat tinggal, potensi manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi.
b. Faktor fisik kota, meliputi pusat kegiatan sebagai pusat-pusat pertumbuhan kota dan jaringan transportasi sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian. c. Faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.
2.3 Kondisi Ekonomi Masyarakat
Masyarakat merupakan aspek penting dalam pertumbuhan dan perekonomian Indonesia. Perekonomian yang stabil dan maju tentunya juga akan berdampak baik bagi kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, lebih banyak masyarakat yang bisa mendirikan usaha sendiri dan mencoba untuk maju akan juga memberikan kesempatan bagi perekonomian Indonesia untuk terus berkembang. Ketika semua aspek pendukung perkembangan ekonomi berjalan dengan lancar dan terjalin kerja sama yang baik, keinginan untuk mewujudkan perekonomian Indonesia yang maju, rakyat yang sejahtera, dan berbagai impian Indonesia lainnya bisa terwujud dengan baik.
25 2.4 Teori
2.4.1Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer dan Asumsi yang Mendasarinya
Interaksi merupakan proses dimana kemampuan berpikir dikembangkan dan diperlihatkan. Semua jenis interaksi memperbesar kemampuan kita untuk berpikir. Dalam kebanyakan interaksi, actor harus memperhatikan orang lain dan menentukan kapan dan bagaimana cara menyesuaikan aktivitasnya terhadap orang lain. Blumer membedakan dua bentuk interaksi:
1. Interaksi non-simbolik, berupa percakapan dan gerak-isyarat menurut Mead yang tidak melibatkan pemikiran.
2. Interaksi simbolik, melibatkan proses mental.
Bagi Blumer (1969:2) interaksionisme simbolik bertumpu pada tiga premis: 1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada
sesuatu bagi mereka.
2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.
Blumer (1969: 4-5), bagi seseorang, makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan itu akan melahirkan batasan-batasan bagi orang lain. Blumer membedakan tiga jenis objek:
1.Objek fisik seperti kursi atau pohon.
2. Objek sosial seperti seorang mahasiswa atau ibu. 3. Objek abstrak seperti gagasan atau prinsip moral.
Blumer (1969:5) menyatakan bahwa actor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan menstranformir makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia ditempatkan dan arah tindakannya. Menurut Blumer, tindakan manusia bukan disebabkan oleh beberapa “kekuatan luar” dan tidak pula disebabkan oleh
“kekuatan dalam”. Blumer (1969: 80) menyanggah individu bukan dikelilingi oleh lingkungan objek-objek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya. Gambarannya ialah ia membentuk objek-objek itu misalnya berpakaian atau mempersiapkan diri untuk karir professional. Individu sebenarnya sedang merancang objek-objek yang berbeda, memberinya arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut.Inilah yang dimaksud penafsiran atau bertindak berdasarkan symbol-simbol.Dengan demikian manusia merupakan actor yang sadar dan refleksif yang menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer (1969: 81) sebagai proses self indication. Proses self indication ini terjadi dalam kontek sosial dimana individu mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang laindan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu.
Tindakan manusia penuh dengan penafsiran dan pengertian. Tindakan-tindakan mana saling diselaraskan dan menjadi apa yang disebut kaum fungsionalis sebagai struktur sosial. Blummer (1969 : 17) lebih senang menyebut fenomena ini sebagai tindakan bersama, atau pengorganisasian secara sosial tindakan-tindakan yang berbeda dari partisipan yang bereda pula. Setiap tindakan berjalan dalam bentuk prosesual, dan masing-masing saling berkaitan dengan tindakan prosesual dari orang lain. Blummer (1969: 19) menegaskan prioritas interaksi kepada struktur dengan menyatakan bahwa “proses sosial dalam kehidupan kelopoklah yang menciptakan dan menghancurkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menghancurkan kehidupan kelompok”. Dengan kata lain, norma-norma, seperti yang dibahas oleh kaum fungsional structural tidak menentukan perilaku individu, individu bertindak selaras demi menyangga norma-norma atau aturan perilaku. Kaum fungsinal structural menekankan bahwa manusia merupakan produk dari masing-masing masyarakatnya, kaum interaksi-simbolis menekankan sisi lain yaitu bahwa struktur sosial merupakan hasil interaksi manusia.
27 2.4.2 Masyarakat sebagai Interaksi-Simbolis
1. Bagi Blumer,studi masyarakat harus merupakan studi dari tindakan bersama dan masyarakat merupakan hasil dari interaksi-simbolis. Manusia dilihat saling menafsikan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menururt mode stimulus-respon. Seseorang tidak langsung member respon pada orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan individu, blumer(1969;78-79) menyatakan, dengan demikian interaksi manusia dijembatin oleh penggunaan symbol-simbol, penafsiran,kepastian makna dari tindakan-tindakan oleh orang lain. Blumer(1969;84-85) tidak mendesakan prioritas dominasi kelommpok atau struktur, tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari tindakan individu; masyarakat harus dilihat sebagai terdiri dari tindakan-tindakan orang-orang dan kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan-tindakan orang-orang itu.
2. Menurut Poloma ada 3 point penting yang dikemukakan oleh Poloma (2004:53) mengenai masyarakat sebagai Interaksi-Simbolis
1. Perilaku sosial merupakan suatu rangkaian pertukaran
2. Para individu selalu berusaha memaksimalkan imbalan dan meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan
3. Ketika individu menerima imbalan dari pihak lain, mereka mempunyai kewajiban untuk membalas atau mengembalikannya.
Atas dasar demikian, asumsi teori pertukaran sosial adalah keterlibatan seseorang dalam perilaku dilakukan untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman (Poloma, 2004:59).