• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Afektif Pada Karyawan PT. Pos Pusat Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Afektif Pada Karyawan PT. Pos Pusat Medan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

A. LATAR BELAKANG

Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam suatu

organisasi, karena efektifitas dan keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung

pada kualitas dan kinerja sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut.

Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen utama dari organisasi yang

tidak dapat diabaikan. Karena sumber daya manusia merupakan salah satu faktor

yang sangat berperan penting dalam mencapai tujuan organisasi. Sumber daya

manusia tidak saja membantu organisasi dalam mencapai tujuannya tetapi juga

dapat membantu organisasi untuk menghadapi persaingan yang ada. Organisasi

yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan menjadikan organisasi

mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002).

Berdasarkan pemaparan di atas, sangat penting bagi perusahaan untuk

memilih dan mempertahankan karyawan yang benar-benar berkualitas (Mariatin,

2009). Karena organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara

sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, bekerja secara

terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006).

Perubahan lingkungan bisnis dan organisasi saat ini tidak sekedar berjalan

cepat tetapi juga sangat tidak pasti, khususnya perkembangan pada industri

(2)

barang. Sementara itu dengan semakin majunya tingkat teknologi, membutuhkan

karyawan yang juga dapat memiliki keahlian yang dibutuhkan dalam beradaptasi

dengan kemajuan teknologi tersebut. Dengan kata lain, terjadi perubahan budaya

atau kebiasaan dalam hal teknologi dalam dunia kerja di PT. Pos pusat Medan

tersebut. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut organisasi membutuhkan

karyawan–karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi (Mariatin,

2009).

Komitmen organisasi didefinisikan oleh beberapa peneliti sebagai ukuran

dari kekuatan identitas dan keterlibatan karyawan dalam tujuan dan nilai-nilai

organisasi (Porter, Steers, Mowday, dan Boulian, 1974, dalam McNeese-Smith,

1996). Komitmen terhadap organisasi mengarah kepada keterikatan emosional,

identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi tertentu. Karyawan yang

berkomitmen berarti bersifat loyal terhadap organisasinya, dimana karyawan yang setia memiliki keuntungan untuk bersaing (McShane dan Glinow, 2003).

Meyer, Allen dan Gellatly (dalam Manetje dan Martins, 2009)

menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu attitude yang di karakteristikkan sebagai komponen kognitif dan afektif yang positif mengenai

organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi adalah suatu bagian psikologis

yang menggambarkan hubungan karyawan dengan organisasi dan memiliki

dampak pada keputusan karyawan untuk menetap dalam organisasi tersebut

(Meyer & Allen, 1997).

Tiga konsep sebagai model komitmen organisasi menurut Meyer & Allen

(3)

terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan

sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to. 2) continuance commitment:

suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain,

komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang

harus dikorbankan bila mememutuskan untuk pindah dari organisaasi atau

perusahaan tersebut atau memilih akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari

komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to). 3) normative

commitment: komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi.Ia

merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban

untuk bertahan dalam organisasi (ought to).

Meyer dan Allen (1997) mengajukan tiga tipe tersebut sebagai tiga model

komponen pada komitmen (three-component model of commitment). Karyawan dengan affective commitment yang kuat tetap bekerja dengan organisasi tersebut

karena mereka ingin melakukannya. Karyawan yang bertahan dalam suatu

organisasi berdasarkan continuance commitment itu karena mereka perlu melakukannya. Sedangkan karyawan dengan tingkat normative commitment yang

tinggi merasa bahwa mereka wajib untuk bertahan dalam organisasi tersebut

(Meyer & Allen, 1997).

Setiap komponen pada komitmen memiliki konsekuensi yang

berbeda-beda terhadap perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan seperti performa,

(4)

(McShane dan Glinow, 2003), dan memiliki motivasi serta keinginan yang kuat

untuk berkontribusi pada organisasi tersebut (Meyer & Allen, 1997). Sebaliknya

pada karyawan dengan continuance commitment yang tinggi tidak memiliki keinginan yang kuat dalam berkontribusi pada organisasi dan cenderung dapat

mengarah pada perilaku bekerja yang tidak pantas, karena karyawan dengan

komitmen tersebut bertahan dalam organisasi bukan karena keterikatan emosional

melainkan berdasarkan upah yang diberikan. Sedangkan karyawan dengan

normative commitment akan termotivasi untuk berperilaku pantas dan melakukan apa yang benar pada organisasi tersebut, sehingga performa kerja dan kehadiran

bekerja akan positif (Meyer & Allen, 1997).

Menurut data yang diterima peneliti melalui hasil wawancara terhadap

kepala HRD dan beberapa karyawan di PT. Pos Pusat Medan, beberapa karyawan

yang bekerja di PT. Pos Pusat Medan menyatakan bahwa selama bekerja dalam

organisasi ini, mereka merasa nyaman dan puas baik terhadap organisasi maupun

pada pekerjaan mereka masing-masing. Karyawan menyatakan bahwa pekerjaan

mereka berhubungan dengan banyak orang, baik secara langsung maupun tidak

langsung, dan membuat mereka menjadi lebih banyak tahu, bisa menguasai

banyak hal, berhubungan dengan banyak orang dan menambah wawasan mereka.

Jika pengalaman karyawan dalam organisasi sesuai dengan harapan mereka dan

dapat memuaskan kebutuhan mereka, maka dapat mengembangkan komitmen

afektif yang kuat pada organisasinya daripada karyawan-karyawan dengan

kepuasan yang sedikit terhadap pengalaman kerja mereka (Meyer, dalam Meijen

(5)

karyawan yang puas akan merasa nyaman secara fisik dan fisiologis dalam

organisasi mereka dan (2) karyawan tersebut juga merasa berkompeten dalam

pekerjaan mereka (Meyer & Allen, 1997).

Komitmen afektif merupakan keterikatan emosional kepada organisasi,

identifikasi dengan organisasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi (Meyer

& Allen, 1997). Karyawan yang berkomitmen secara afektif memiliki sense of belonging yang meningkatkan keterlibatan mereka dalam aktivitas organisasi,

keingingan mereka untuk mencapai tujuan organisasi dan kesediaan untuk

menetap dalam organisasi tersebut (Meyer & Allen; Mowday, Porter & Steers,

dalam Rhoades, Eisenberger dan Armeli, 2001).

Hubungan antara karyawan dan pemimpin organisasi dapat mempengaruhi

perkembangan komitmen afektif karyawan (Meyer dan Allen, 1997). Karyawan

akan memiliki komitmen afektif yang kuat ketika pemimpin perusahaan

mengizinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (Jermier

& Berkes, dalam Meyer dan Allen, 1997) serta mendapat perlakuan yang adil dari

pemimpin (Meyer dan Allen, 1997). Beberapa karyawan PT. Pos Pusat Medan

menyatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang baik dengan pemimpin

mereka, dimana pemimpin mereka memperlakukan setiap karyawan secara adil

dan pemimpin juga dapat memberikan kesempatan bagi setiap karyawan untuk

mengambil keputusan, dengan demikian mereka merasa nyaman bekerja sama

dengan pemimpin mereka.

(6)

bekerja di PT. Pos Pusat Medan tersebut memiliki tipe komitmen afektif dimana

memenuhi beberapa indikator-indikator perilaku yang terdapat pada tipe

komitmen tersebut. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi lebih

sedikit keluar dari pekerjaan mereka, absen dari bekerja (McShane dan Glinow,

2003), dan memiliki motivasi serta keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada

organisasi tersebut (Meyer & Allen, 1997). Hal ini sesuai dengan pernyataan

HRD pada PT. Pos Pusat Medan, bahwa terdapat sedikit karyawan yang keluar

dari pekerjaan mereka ataupun absen dalam bekerja dan setiap karyawan juga

berkontribusi dengan baik dalam organisasi.

Peningkatan komitmen dalam organisasi sangatlah penting dalam era

persaingan bisnis dunia ini. Salah satunya adalah dengan membangun suatu

budaya organisasi yang mampu untuk meningkatkan komitmen pada karyawan

(Keren dkk., dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010), karena budaya organisasi

pada umumnya memiliki pengaruh pada komitmen organisasi karyawan

(O’Reilly, dalam Silverthorne, 2004).

Komitmen organisasi adalah merupakan manifestasi dari pada nilai budaya

organisasi yang kuat dan mendalam (Lincoln dan Kelleberg, 1991 dalam

Bjarnason, 2009). Komitmen merupakan suatu kepercayaan yang timbul dari hati

karyawan yang sering dikaitkan dengan budaya organisasi yang tinggi (Storey

dkk., dalam Mariatin, 2009).

Robbins (2006) mendefenisikan budaya organisasi merupakan sebagai

suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang

(7)

(1992) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dasar

yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses

penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah

yang timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit organisasi yang berkaitan

dengan integrasi. Budaya timbul sebagai hasil belajar bersama dari para anggota

organisasi agar dapat tetap bertahan.

Budaya organisasi yang kuat dapat membantu melancarkan aktivitas

organisasi dalam pencapaian tujuannya, budaya yang kuat juga merupakan kunci

kesuksesan sebuah organisasi (Robbins, 2006). Budaya organisasi mengandung

nilai-nilai yang harus dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan bersama oleh semua

individu/kelompok yang terlibat di dalamnya. Budaya organisasi yang berfungsi

secara baik mampu untuk mengatasi permasalahan adaptasi eksternal dan internal

(Dharma, 2004). Oleh Karena itu, untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan

internal tersebut, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi

dapat dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota organisasi (Mangkunegara,

2005).

Hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Dwi Cahyono

dan Imam Ghozali (2002) yang meneliti mengenai pengaruh budaya organisasi

terhadap komitmen organisasi, menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh

positif terhadap komitmen organisasi. Serta penelitian yang dilakukan Sabir,

Razzaq dan Yameen (2010) yang menunjukkan dampak dari tiga level budaya

(8)

Berdasarkan dari hasil penelitian di atas dan pendapat para ahli, yang

menyatakan budaya organisasi dianggap berpengaruh terhadap komitmen

karyawan, atau dengan kata lain budaya organisasi merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan, peneliti tertarik melihat apakah

budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen afektif pada karyawan PT. Pos

Pusat Medan, di mana penelitian ini memiliki perbedaan dalam hal core bisnis

terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan

penelitian, yaitu: ”apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen

afektif ?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah budaya organisasi

(9)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam

memberikan informasi dan perluasan teori dibidang Psikologi Industri dan

Organisasi, yaitu mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen

Afektif pada karyawan PT. Pos Pusat Medan. Selain itu, penelitian ini diharapkan

dapat menambah sumber kepustakaan penelitian mengenai psikologi industri dan

organisasi, sehingga hasil penelitian nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai

penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

pada organisasi, untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya organisasi

(10)

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah :

Bab I: Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II: Landasan Teori

Bab ini memuat landasan teoritis yang menjadi acuan dalam penelitian.

Teori-teori yang dinyatakan adalah teori-teori yang berhubungan dengan

budaya organisasi dan komitmen afektif.

Bab III: Metode Penelitian

Bab ini memuat identifikasi variabel penelitian, definisi operasional,

populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data,

validitas dan realibilitas, prosedur penelitian serta metode analisis data.

Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini berisikan mengenai uraian tentang gambaran umum subjek

penelitian, hasil penelitian mengenai hasil uji asumsi dan hasil utama

penelitian, kategorisasi serta pembahasan

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Berisikan pemaparan dari kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil

penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dari survai awal yang dilakukan, pihak manajemen rumah sakit telah membentuk Tim Penanggulangan Bencana setelah gunung Sinabung mengalami erupsi pada tahun 2010

PENERAPAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN ROLL DEPAN. Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

peringati 1000 hari gempa dengan labuhan dan umbul

In this section the methods used to assess OSM building quality for Milan Municipality are presented. Subsections 3.1 and 3.2 describe the procedures for evaluating OSM

[r]

- Memiliki etos kerja tinggi dan mampu bekerja secara mandiri maupun tim - Dapat memimpin, jujur dan mudah bergaul dengan stakeholder.. Tenaga

As previously explained, we turned our attention to identify spatial clusters of high density -distinguishing between weekdays and weekend- by means of heat maps