• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Kontaminasi Bakteri Staphylococcus aureus pada Seragam Dokter Muda yang Bertugas di ICU Dewasa RSVP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemeriksaan Kontaminasi Bakteri Staphylococcus aureus pada Seragam Dokter Muda yang Bertugas di ICU Dewasa RSVP H. Adam Malik Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Nosokomial

Istilah nosokomial berasal dari bahasa Yunani yaitu nosokomeion yang berarti rumah sakit (nosos = penyakit, komeo = merawat). Infeksi nosokomial dapat diartikan infeksi yang berasal atau terjadi di rumah sakit. Infeksi yang timbul dalam kurun waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit sampai dengan 30 hari lepas rawat dianggap sebagai infeksi nosokomial (Nasution, 2012).

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang. Survei prevalensi yang dilakukan dengan bantuan World Health Organization (WHO) pada 55 rumah sakit di 14 negara mewakili 4 wilayah WHO (Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien rumah sakit mendapatkan infeksi nosokomial. Dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0% (Ducel et al., 2002).

Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10% pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Spiritia, 2006).

(2)

7

Tabel 2.1. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial

(Nguyen, 2006)

Lokasi Jenis mikroorganisme Persentase Saluran kemih Gram-negative enteric 50%

Jamur 25%

Enterococci 10%

Luka operasi Staphylococcus aureus 20%

Pseudomonas 16%

Coagulase-negative Staphylococci

15%

Enterococci, jamur, Enterobacter, dan Eschericia coli

<10%

Darah Coagulase-negative

Staphylococci

40%

Enterococci 11,2%

Jamur 9,65%

Staphylococcus aureus 9,3% Enterobacter species 6,2%

(3)

8

2.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

Terjadinya suatu penyakit termasuk infeksi nosokomial adalah merupakan interaksi 3 faktor yaitu:

1. Host (penderita)

2. Agent (kuman atau mikroorganisme) 3. Environment (lingkungan)

Host adalah penderita yang dirawat di rumah sakit dan mempunyai kondisi yang lebih rentan terhadap invasi kuman dan mikroorganisme. Faktor yang penting diketahui antara lain:

1. Keadaan penderita yang memudahkan terjadinya infeksi, misalnya: keadaan umum yang buruk, adanya penyakit kronis yang lain, obesitas, anemia, dan lain-lain

2. Keadaan kulit penderita. Kulit yang rusak atau adanya lukanya akan mempertinggi kemungkinan terjadinya infeksi. Kulit yang normal saja sebenarnya sudah merupakan sumber kuman penyebab infeksi, oleh karena di kulit dijumpai 2 kelompok kuman yaitu:

i. Kuman komensal yang berada dalam pori-pori kulit. Kuman ini jumlahnya dapat dikurangi, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali dengan cara perawatan kulit dan pemakaian desinfektan

ii. Kuman pendatang yang berasal dari lingkungan dan berada di permukaan. Kuman pendatang ini dapat dihilangkan dengan cara perawatan kulit dan pemakaian desinfektan

(4)

9

Environment adalah suatu lingkungan dimana host dan agent itu berada dan merupakan media untuk terjadinya invasi agent terhadap host. Lingkungan ini adalah lingkungan rumah sakit baik ruang rawat maupun benda-benda yang terdapat di ruangan itu. Dapat dimasukkan dalam kelompok lingkungan ini adalah:

1. Lamanya penderita dirawat di rumah sakit

2. Manusia yang berhubungan dengan penderita, baik pasien lainnya, pengunjung maupun petugas yang disamping dapat sebagai sumber penularan (carrier) ataupun sebagai pengantara (vehicle)

3. Sarana dan fasilitas perawatan dan pengobatan yang erat kaitannya dengan pola sterilisasi dan pengelolaan lingkungan (hygiene dan sanitasi)

4. Air, yang digunakan adalah safe water

5. Disposal (bahan-bahan atau limbah yang harus dibuang) yang diusahakan untuk tidak menjadi sumber infeksi

6. Udara seharusnya diupayakan agar tetap bersih, mengalir dan dengan kelembaban yang sesuai dan baik, serta bila perlu untuk ruangan-ruangan tertentu dilakukan filtrasi (Pandjaitan, 2001)

Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2 bagian besar, yaitu:

1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh, dan kondisi-kondisi lokal)

2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan)

Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial selama dirawat di rumah sakit dapat diringkas sebagai berikut:

1. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi) 2. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merawat di rumah

sakit

(5)

10

4. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui keluarga pasien yang berkunjung ke rumah sakit tersebut

5. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan yang dipakai di rumah sakit tersebut

6. Pasien mendapat infeksi nosokmial melalui peralatan makanan yang disediakan rumah sakit ataupun yang didapatnya dari luar rumah sakit

7. Disamping ke-6 cara terjadinya infeksi nosokomial seperti yang dinyatakan di atas, maka faktor lingkungan tidak kalah penting sebagai faktor penunjang untuk terjadinya infeksi nosokomial, faktor lingkungan tersebut adalah air, bahan yang harus dibuang (disposial), dan udara (Parhusip, 2005)

2.1.2. Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Penularan oleh patogen di rumah sakit dapat terjadi melalui beberapa cara: 1. Penularan melalui kontak merupakan bentuk penularan yang sering dan

penting infeksi nosokomial. Ada 3 bentuk, yaitu:

i. Penularan melalui kontak langsung: melibatkan kontak tubuh dengan tubuh antara pejamu yang rentan dengan yang terinfeksi

ii. Penularan melalui kontak tidak langsung: melibatkan kontak pada pejamu yang rentan dengan benda yang terkontaminasi misalnya jarum suntik, pakaian, dan sarung tangan

iii.Penularan melalui droplet, terjadi ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau melalui prosedur medis tertentu, misalnya bronkoskopi

2. Penularan melalui udara yang mengandung mikroorganisme yang mengalami evaporasi, atau partikel debu yang mengandung agen infeksius. Mikroorganisme yang terbawa melalui udara dapat terhirup pejamu yang rentan yang berada pada ruangan yang sama atau pada jarak yang jauh dari sumber infeksi. Sebagai contoh mikroorganisme Legionella, Mycobacterium tuberculosis, Rubeola, dan virus varisela 3. Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan yang

(6)

11

4. Penularan melalui vektor, misalnya nyamuk, lalat, tikus, dan kutu (Nasution, 2012)

2.1.3. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial

Pencegahan dari infeksi nosokomial ini membutuhkan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring, dan program yang termasuk:

1. Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan desinfektan

2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan

3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi

4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif 5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit, dan mengontrol penyebarannya

(Ducel et al., 2002)

2.2. Bakteri

2.2.1. Definisi Bakteri

Bakteri termasuk dalam golongan prokariota, ukurannya sangat kecil (dalam ukuran mikron) dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk bakteri bermacam-macam, ada yang berbentuk bulat (kokus), batang (basil), dan ada yang berbentuk spiral. Inti dari bakteri terdiri atas DNA dan RNA, dan tidak memiliki pembungkus inti. Dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, berkembangbiak secara belah pasang, dapat dibiakkan pada perbenihan buatan serta dapat dihambat dengan antibiotika. Beberapa bakteri ada yang dapat bergerak aktif karena memiliki flagela (Dzen et al., 2003).

(7)

12

sehingga membutuhkan pewarnaan untuk visualisasi dengan mikroskop cahaya atau menggunakan mikroskop elektron (Pottinger et al., 2014).

Bentuk morfologi yang utama adalah bulat, batang, bengkok atau batang bengkok, dan spiral. Bakteri berbentuk bulat atau oval disebut cocci dan tersusun bergerombol atau rantai. Bakteri berbentuk batang disebut bacilli dan dapat tersusun lurus atau melengkung. Bacilli yang kecil dan pleomorfik menyerupai cocci biasa disebut coccobacilli. Bakteri yang berbentuk spiral dapat kaku atau fleksibel dan bergelombang (Pottinger et al., 2014).

2.2.2. Struktur Bakteri

Gambar 2.1. Struktur Bakteri

(Pottinger et al., 2014)

1. Inti atau nukleus

Badan inti tidak mempunyai dinding inti atau membran inti. Di dalamnya terdapat benang DNA (DNA fibril). Benang DNA ini disebut kromosom yang panjangnya kira-kira 1 mm (Assani, 2010).

(8)

13

menentukan sifat resistensi terhadap suatu antimikroba. Sel bakteri terkadang juga mempunyai materi genetik ekstrakromosom yang berupa small cyclic DNA yang berada diluar inti dan disebut plasmid. Plasmid secara otonom dapat mengadakan replikasi serta dapat berpindah tempat atau dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri yang lain. Contoh plasmid adalah R-plasmid yang membawa sifat resisten terhadap suatu antibiotika (Dzen et al., 2003).

2. Sitoplasma

Sel prokariota tidak mempunyai mitokondria atau kloroplas sehingga enzim-enzim untuk transpor elektron tidak bekerja di membran sel tetapi pada lamelae yang berada di bawah membran sel (Assani, 2010). 3. Membran Sitoplasma

Disebut juga membran sel yang komposisinya terdiri dari fosfolipid dan protein. Membran sel dari semua jenis prokariota tidak mengandung sterol, kecuali Genus Mycoplasma. Di tempat-tempat tertentu pada membran sitoplasma terdapat cekungan atau lekukan ke dalam (convoluted invagination) yang disebut mesosom. Ada dua jenis mesosom: i. Septal mesosom: berfungsi dalam pembelahan sel. Kromosom bakteri

(DNA) melekat pada septal mesosom. ii. Lateral mesosom (Assani, 2010).

Membran sitoplasma adalah lapisan tipis yang terletak disebelah dalam dinding sel, tersusun oleh 60% protein dan 40% lipid yang umumnya berupa fosfolipid. Membran sitoplasma merupakan barier yang fungsinya mengatur keluar masuknya bahan-bahan dari dalam sel atau dari luar sel, dan hanya bahan-bahan tertentu saja dapat melewatinya. Sifat tersebut dinamakan semipermeabilitas membran sitoplasma.

(9)

14

Masuknya bahan-bahan ke dalam sel juga dapat menggunakan protein carrier (protein pembawa).

Fungsi membran sitoplasma yang lain adalah mengatur masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi. Pada membran sitoplasma bakteri, dapat ditemukan enzim-enzim yang mampu mengkatalisir reaksi kimia yang berkaitan dengan proses pemecahan (breakdown) bahan makanan untuk menghasilkan energi.

Membran sitoplasma juga merupakan target dari beberapa jenis antimikroba, misalnya golongan polimiksin. Sedangkan, bahan-bahan kimia yang dapat merusak dinding sel juga dapat merusak membran sitoplasma misalnya alkohol dan amonium kwaterner. Selain itu, membran sitoplasma juga ikut berperan dalam reaksi pewarnaan (Dzen et al., 2003). 4. Dinding Sel

Struktur dan fungsi dinding bakteri adalah tanda dari prokariot. Dinding sel bertanggung jawab atas bentuk sel bakteri. Dinding ini melindungi sel dari gangguan mekanik dan dari ledakan yang disebabkan oleh tekanan turgor akibat hipertonisitas di dalam sel yang berhubungan dengan lingkungan (Pottinger et al., 2014).

Tekanan osmotik di dalam bakteri berkisar antara 5-20 atmosfer, karena adanya transpor aktif yang menyebabkan tingginya konsentrasi larutan di dalam sel. Karena adanya dinding sel kuman yang relatif sangat kuat, maka meskipun tekanan osmotiknya tinggi, sel kuman tidak pecah (Assani, 2010). Dinding sel bakteri terlihat kuat karena adanya komposisi lapisan yang mengandung berbagai substansi misalnya murein, mucopeptide, atau peptidoglikan (semua adalah sinonim) (Brooks et al.,

2001).

(10)

15

oleh antibiotika yang bekerja pada dinding sel misalnya golongan penisilin dan sefalosporin. Bahan lain yang dapat merusak dinding sel bakteri antara lain adalah enzim lisozim yang terdapat pada air mata, lapisan mukosa, dan saliva (Dzen et al., 2003).

Dinding sel memainkan peran penting dalam pembelahan sel dan juga membantu memulai biosintesanya sendiri. Pada lapisan dinding sel terdapat elemen antigenik utama permukaan sel, dan salah satu komponennya lipopolisakarida dinding sel gram negatif yang berfungsi aktif sebagai endotoksin nonspesifik dari bakteri gram negatif (Brooks et al., 2001). Endotoksin akan dilepas bila bakteri tersebut selnya rusak atau

bakteri tersebut mati (Dzen et al., 2003). 5. Kapsul

Banyaknya sel bakteri mengelilingi dirinya dengan satu hidrofilik gel atau jenis lainnya. Kapsul hidrofilik biasanya polisakarida. Kapsul memberikan beberapa proteksi untuk bakteri. Tetapi fungsi utamanya pada bakteri patogen adalah proteksi dari sistem imun. Kapsul tidak berperan dalam pertumbuhan dan multiplikasi. Sintesis kapsul sangat bergantung pada kondisi pertumbuhan (Pottinger et al., 2014).

Kapsul merupakan suatu lapisan tipis, berada diluar dinding sel dan secara kimiawi tersusun atas polisakharida, polipeptida, atau kedua-duanya. Kapsul tidak dimiliki oleh semua bakteri dan kekompleksan susunan kimiawinya tergantung dari spesies bakteri. Kapsul dapat melindungi bakteri dari proses fagositosis. Kapsul juga menentukan derajat keganasan atau virulensi bakteri, artinya bakteri yang mempunyai kapsul lebih virulen dibandingkan yang tidak memiliki kapsul. Selain itu, kapsul juga bersifat antigenik (Dzen et al., 2003).

6. Flagel

(11)

16

peritrichous dari bahasa Yunani trichos adalah rambut), pada satu kutub (polar atau monotrichous), atau pada kedua ujung sel (lophotrichous). Panjangnya sampai 20 µm, tipis, kaku, dan masing-masing berbentuk spiral (Pottinger et al., 2014).

7. Pili atau fimbriae

Pili atau fimbriae adalah struktur tambahan yang melekat pada permukaan dinding sel tetapi lebih pendek dari flagella serta lebih halus. Pili tersusun dari protein yang disebut pilin dan biasanya dimiliki oleh bakteri Gram negatif. Pili yang berfungsi sebagai alat untuk menempelkan dirinya pada sel hospes disebut colonizing factor. Selain itu, ada pili yang berperan di dalam proses pemindahan materi genetik dari salah satu bakteri ke bakteri yang lain, disebut sex pili (Dzen et al., 2003).

8. Endospora

Beberapa bakteri Gram positif dalam keadaan tertentu dapat membentuk resting cells yang disebut endospora (spora). Pembentukan spora akan terjadi apabila nutrisi esensial yang diperlukan tidak memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan bakteri. Prosesnya disebut sporulasi. Spora bukan merupakan alat reproduksi dan apabila keadaan menjadi baik kembali atau nutrisi esensial telah terpenuhi maka spora tersebut akan berubah menjadi bakteri lagi (bentuk vegetatif) dan prosesnya disebut germinasi. Dalam dunia kedokteran, spora banyak menimbulkan masalah karena sulit dirusak baik oleh pemanasan maupun bahan kimia. Selain itu, spora juga sulit diwarnai kecuali dengan pewarnaan khusus (Dzen et al., 2003).

(12)

17

2.2.3. Klasifikasi Bakteri

Tujuan dari klasifikasi mikroorganisme adalah untuk menentukan potensi patogeniknya. Bakteri dapat diidentifikasi berdasarkan serangkaian sifat-sifat imunologis fisik atau sifat-sifat molekular.

1. Reaksi Gram: bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif memberi respons terhadap antibiotik yang berbeda. Bakteri lain (misalnya Mycobacteria) mungkin memerlukan teknik pewarnaan khusus.

2. Bentuk sel (kokus, basilus, atau spiral).

3. Endospora: keberadaan, bentuk, dan posisinya di dalam sel bakteri (terminal, subterminal, atau sentral).

4. Preferensi atmosfer: organisme aerob memerlukan oksigen; organisme anaerob memerlukan atmosfer dengan sangat sedikit atau tanpa oksigen. Organisme yang dapat tumbuh pada kondisi dengan atau tanpa oksigen dikenal sebagai anaerob fakultatif. Organisme mikroaerofil menyukai lingkungan bertekanan oksigen rendah organisme kapnofil menyukai lingkungan berkadar karbondioksida tinggi.

5. Kekhususan (fastidiousness): kebutuhan akan media khusus atau pertumbuhan intraseluler khusus.

6. Enzim kunci: contohnya, tidak adanya fermentasi laktosa membantu identifikasi Salmonella, urease membantu identifikasi Helicobacter.

7. Reaksi serologis: interaksi antara antibodi dengan struktur permukaan (misalnya subtipe dari Salmonella, Haemophilus, Meningococcus, dan banyak lagi).

(13)

18

2.2.4. Kelompok Bakteri yang Penting Secara Medis

1. Coccus Gram-positif

Dibagi menjadi dua kelompok utama: Staphylococcus (katalase-positif), contoh patogen utamanya yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus (katalase-negatif), contoh patogen utamanya yaitu Streptococcus pyogenes, yang merupakan agen penyebab nyeri tenggorok dan demam reumatik, dan Streptococcus agalactiae, penyebab meningitis neonatus dan pneumonia.

2. Coccus Gram-negatif

Meliputi Neisseria meningitidis yang patogenik, merupakan penyebab penting meningitis dan septikemia, dan Neisseria gonorrhoeae, merupakan agen penyebab uretritis (gonore).

3. Coccobasillus Gram-negatif

Meliputi patogen saluran napas Haemophilus dan Bordetella dan agen zoonotik, seperti Brucella dan Pasteurella.

4. Basillus Gram-positif

Dibagi menjadi basilus yang membentuk spora dan basilus yang tidak membentuk spora. Kelompok yang membentuk spora dibagi lagi menjadi organisme aerob (Bacillus) dan organisme anaerob (Clostridium). Patogen-patogennya meliputi Bacillus anthracis yang menyebabkan antraks, dan Clostridia yang menyebabkan gas gangrene, tetanus, kolitis pseudomembranosa, dan botulismus. Patogen yang tidak membentuk spora meliputi Listeria dan Corynebacteria.

5. Basillus Gram-negatif

(14)

19

Legionella adalah spesies lain yang ada di lingkungan yang hidup di air, tetapi menyebabkan infeksi pada manusia jika kondisinya memungkinkan. 6. Bakteri spiral

Termasuk Helicobacter, suatu patogen kecil saluran gastrointestinal yang berkoloni di lambung, menyebabkan ulkus lambung dan ulkus duodenum serta kanker lambung, dan Campylobacter spp. Yang menyebabkan diare akut. Borrelia meningkatkan terjadinya demam relaps (B. duttoni dan B. recurrentis) dan suatu penyakit kulit kronik pada sendi kulit dan sistem saraf pusat, penyakit Lyme (B. burgdorferi). Leptospira merupakan agen zoonotik yang menyebabkan sindrom meningitis akut yang dapat disertai dengan gagal ginjal dan hepatitis. Treponema termasuk sebagai agen penyebab sifilis (T. pallidum).

7. Rickettsia, Chlamydia, dan Mycoplasma

Dari ketiganya, hanya Mycoplasma yang dapat diisolasi pada media buatan yang lainnya memerlukan isolasi pada kultur sel atau diagnosis melalui teknik molekular atau serologis (Gillespie and Bamford, 2007).

2.3. Staphylococcus

Staphylococcus berasal dari perkataan staphyle yang berarti kelompok buah anggur dan kokus yang berarti benih bulat. Diameter kuman antara 0,8-1,0 mikron. Kuman ini sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Beberapa jenis kuman ini dapat membuat enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan (Warsa, 2010).

(15)

20

Staphylococcus yang patogen mampu meng-hemolisis darah, mengkoagulasi plasma, dan memproduksi berbagai enzim serta toksin. Genus heat-stable staphylococcal enterotoxin dapat menyebabkan keracunan makanan (food poisoning). Genus ini cepat membentuk galur yang resisten terhadap berbagai antimikroba dan menjadi sulit diobati. Sedikitnya ada 35 spesies dalam Genus Staphylococcus tetapi hanya 3 yang penting secara medis yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus saprophyticus (Yuwono, 2012).

Meskipun Staphylococci cenderung bergerombol, beberapa sel tunggal, berpasangan, dan rantai pendek juga dapat terlihat. Staphylococci memiliki tipe struktur dinding sel Gram positif. Seperti semua cocci yang penting secara medis, bakteri ini tidak berflagel, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora. Staphylococci tumbuh baik secara aerob tetapi termasuk fakultatif anaerob. Berbeda dengan Streptococci, Staphylococci memproduksi katalase. Lebih dari 12 spesies Staphylococci membentuk koloni pada manusia dan S. aureus lebih virulen (Pottinger et al., 2014).

Spesies Staphylococcus yang bersifat coagulase-negative merupakan flora normal manusia, hanya kadang-kadang menyebabkan infeksi oportunistik yang umumnya berhubungan dengan penggunaan berbagai peralatan medis khususnya pada bayi, lansia dan pasien yang immunocompromised. Staphylococcus mudah tumbuh dalam berbagai media pada kondisi aerobic dan suhu 37oC. Bila kita ingin mendapatkan koloni yang berpigmen maka paling baik ditumbuhkan pada suhu 20-25oC. Koloni pada media padat berbentuk bulat, permukaannya menonjol, halus dan sedikit berkilauan.

(16)

21

galur resisten terhadap vankomisin yang disebut Vancomycin Resistant S aureus (VRSA).

Staphylococcus memiliki antigen pada dinding sel berupa polisakarida dan protein. Peptidoglycan yaitu suatu polimer polisakarida merupakan pembentuk dinding sel sehingga dinding sel kuat dan kaku. Materi ini dapat dirusak oleh zat asam kuat atau oleh lisozim.

Staphylococcus dapat menimbulkan penyakit karena kemampuannya bermultiplikasi dan menyebar ke berbagai jaringan, memproduksi substansi ekstraseluler berupa enzim dan toksin. Toksin tersebut sebagian disandi oleh gen-gen di plasmid dan sebagian oleh gen-gen-gen-gen di kromosom. Katalase adalah enzim yang mampu mengkonversi hydrogen peroxide menjadi air dan oksigen. Uji katalase digunakan untuk membedakan Staphylococcus (katalase positif) dengan Streptococcus (katalase negatif).

Manifestasi klinis infeksi Staphylococcus adalah radang supuratif atau abses. Infeksi diakibatkan oleh kontaminasi pada luka misalnya luka pascaoperatif atau akibat trauma seperti osteomielitis yang terjadi setelah fraktur atau meningitis setelah trauma kepala (Yuwono, 2012).

2.3.1. Staphylococcus aureus

Nama spesies aureus diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan murni koloni bakteri ini memiliki pigmen berwarna kuning keemasan. Staphylococcus aureus bersifat coagulase-positive dan merupakan patogen utama pada manusia. S. aureus umumnya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning keemasan. Sebagaian galur S. aureus memiliki kapsul yang dapat menghambat fagositosis oleh sel PMN. Mayoritas galur S. aureus memiliki koagulase dan clumping factor pada permukaan dinding selnya (Yuwono, 2012).

S. aureus merupakan contoh patogen yang sukses beradaptasi. Hal ini

(17)

22

dari sistem imun. Faktor kedua adalah secreted factor yang dapat berinteraksi dengan zat atau substansi milik inang (host) dan menyebabkan kerusakan jaringan. Sebagian mekanisme faktor virulen telah berhasil dijelaskan sedangkan sebagian lagi masih tetap menjadi misteri, yang pasti bahwa keseluruhan faktor virulen tersebut bekerja dalam suatu sistem jaringan (network) yang demikian kompleks (Yuwono, 2012).

Staphylococcus aureus memproduksi koagulase yang mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan dapat membantu organisme ini untuk membentuk barisan perlindungan. Bakteri ini juga memiliki reseptor terhadap permukaan sel pejamu dan protein matriks (misalnya fibronektin, kolagen) yang membantu organisme ini untuk melekat. Bakteri ini memproduksi enzim litik ekstraseluler (misalnya lipase), yang memecah jaringan pejamu dan membantu invasi. Beberapa strain memproduksi eksotoksin poten, yang menyebabkan sindrom syok toksik. Enterotoksin juga dapat diproduksi, yang menyebabkan diare (Gillespie and Bamford, 2007).

2.3.2. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

MRSA atau Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus ialah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. Sampai saat ini, MRSA secara umum merupakan suatu patogen nosokomial yang menyebabkan infeksi dapatan-rumah sakit, tetapi galur MRSA saat ini secara luas diisolasi dari infeksi dapatan di komunitas juga, misalnya berasal dari pelayanan kesehatan umum (Nurkusuma, 2009).

(18)

23

Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau healthcare associated MRSA (HA-MRSA) ditemukan pertama kali di Inggris oleh Jevons pada tahun 1961. Bakteri penyebab infeksi nosokomial ini bersifat multiresisten, yaitu kebal terhadap semua jenis antimikrob golongan betalaktam dan terhadap lebih dari 2 macam antimikrob nonbetalaktam. Spektrum infeksi yang ditimbulkan oleh MRSA bersifat sangat luas, yaitu mulai dari infeksi kulit yang ringan hingga infeksi berat seperti endokarditis dan sepsis. Pada tahun 1998 di Amerika Serikat dilaporkan adanya galur baru yang diberi nama community-associated MRSA (CA-MRSA) yang bersifat nonmultiresisten, yaitu hanya kebal

terhadap antimikrob betalaktam. Sebagian ahli menduga CA-MRSA merupakan turunan HA-MRSA, sedangkan sebagian lain menduga bahwa CA-MRSA merupakan galur tersendiri yang terbentuk secara alami di luar lingkungan rumah sakit (Yuwono et al., 2011).

Metisilin merupakan penisilin modifikasi yang diperkenalkan pada tahun1960-an. Antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus yang resisten terhadap sebagian besar penisilin. Pada tahun 1961 strain S. aureus yang resisten terhadap metisilin ditemukan (Sulistiyaningsih, 2010).

Gambar

Tabel 2.1. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial
Gambar 2.1. Struktur Bakteri

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi MPT dengan menggunakan persamaan-persamaan yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, menguji kecocokan hasil estimasi MPT

[r]

[r]

7,6 Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, pertambahan usia, ada riwayat keluarga

The analysis of the numerous concurrent hyperspectral reflectance observations from the field spectroradiometer indicated again that the Merlot variety held both

It was noted that summer EVI was inversely correlated with netPSN is such areas (cotton and maize). It is well-worth noting that reported yield cannot be verified, as many

Atas pengelolaan keuangan tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Bengkulu telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah se-Provinsi

Setelah membaca teks dan berdiskusi, siswa mampu mengomunikasikan pentingnya kerja sama dalam melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat dalam