• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Evaluasi: Pelaksanaan Terapi Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Evaluasi: Pelaksanaan Terapi Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2014"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batu Saluran Kemih

2.1.1 Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih terbentuk dari beberapa kondisi, yakni proses supersaturasi dari ion-ion yang terdapat dalam urin (kalsium, oksalat, asam urat, dan fosfat) dan kurangnya inhibitor (penghambat) terbentuknya batu seperti sitrat, magnesium, seng, makromolekul dan pirofosfat (Wells et al., 2012).

Batu saluran kemih ini terbentuk dari garam-garam ion yang berkondensasi membentuk massa padat melalui proses supersaturasi, dimana adanya hubungan ratio konsentrasi dari garam ion tersebut dengan kelarutannya yang dapat diukur dengan algoritma komputer. Jika nilai supersaturasi lebih kecil dari nilai 1 (satu), kristal-kristal zat garam itu akan terurai, namun jika nilai supersaturasinya berada diatas nilai 1 (satu), kristal zat garam tersebut akan terbentuk dan bertambah besar (Coe et al., 2005).

Proses supersaturasi ini terjadi akibat hasil dari peningkatan kadar zat terurai, seperti ion pembentuk zat garam ini disertai ada atau tidaknya penurunan volume air. Ketika konsentrasi ion pembentuk batu ini melebihi kadar kelarutannya didalam urin, maka ion ini akan bersatu untuk membentuk kristal (Wells et al., 2012).

Menurut Stoller dalam buku Smith’s General Urology Seventh Edition

(2008), proses supersaturasi dari batu saluran kemih bergantung pada: 1. Nilai pH urin

2. Kekuatan ikatan ionik 3. Konsentrasi zat terurai

(2)

terbentuk maka kristal ini akan mengikuti aliran urin keluar atau tertahan di ginjal dan menjadi awal permulaan yang kemudian terjadi tahap pembentukan dan tahap agregasi yang pada akhirya terbentuk batu (Pearle dan Lotan, 2012).

Nukletisasi akan terjadi Inhibitor tidak bekerja Pertumbuhan kristal akan terjadi

Agregasi kristal akan terjadi

Inhibitor akan berkompetisi dan mencegah proses kristalisasi

Nukletisasi antar ion heterogen akan terjadi Matriks akan terlibat

Kristal tidak akan terbentuk Batu yang terbentuk akan larut Gambar 2.1. Stadium saturasi

Sumber: Pearle, M.S. dan Lotan, Y., Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology, and Pathogenesis. Dalam: Wein et al., eds. 2012. Campbel-Walsh Urology.Tenth Edition. USA: Elsevier Saunders, h. 1260.

Menurut Williams et al. (eds) (2008), ada beberapa etiologi penyebab terbentuknya batu saluran kemih, diantaranya:

1. Diet

Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan terjadinya pengelupasan sel epitel ginjal sehingga akan memicu kondisi yang sesuai untuk terbentuknya batu.

2. Perubahan kelarutan urin

Dehidrasi atau kekurangan cairan akan meningkatkan konsentrasi zat terlarut menjadi lebih besar dari pelarutnya sehingga mampu memicu zat terlarut tersebut untuk saling berikatan dan membentuk batu.

Hasil

pembentukan Konsentrasi

produk

(3)

3. Penurunan sitrat

Adanya sitrat dalam urin sekitar 300-900 mg/24 jam dalam bentuk asam sitrat, akan mencegah pembentukan batu kalsium fosfat. Ekskresi dari sitrat dipengaruhi oleh hormon dan menurun konsentrasinya saat terjadinya menstruasi.

4. Infeksi ginjal

Infeksi dapat memicu terbentuknya batu terutama infeksi bakteri. Bakteri yang paling sering ditemukan di inti batu saluran kemih adalah

Staphylococcus dan Escherichia coli.

5. Tidak adekuatnya proses pengeluaran urin atau urin yang statis

Batu akan cenderung terbentuk jika pengeluaran urin sering tidak sempurna.

6. Pembatasan pergerakan (immobilisation) yang lama

Pembatasan pergerakan oleh karena beberapa faktor, seperti paraplegia (kelumpuhan otot ektremitas bawah) akan berdampak kepada proses pemecahan kalsium dari tulang dan menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.

7. Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme memicu terjadinya kondisi hiperkalsemia. Hiperparatiroidisme ini menyebabkan peningkatan proses eliminasi kalsium dalam urin.

2.1.2 Jenis Ion Pembentuk Batu Saluran Kemih

Menurut Stoller (2008), ada beberapa jenis ion yang berperan dalam pembentukan batu saluran kemih, diantaranya:

1. Kalsium

(4)

keluar melalui urin. Obat diuretik akan menyebabkan kondisi hipokalsiuria sehingga terjadi penurunan ekskresi kalsium.

Tabel 2.1. Kondisi sistemik yang berhubungan dengan pembentukan batu Penyakit/Kondisi Mekanisme yang berhubungan Hiperparatiroidisme primer Hiperkalsemia

Hiperkalsiuria

Infeksi saluran kemih Pengendapan kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat dalam urin yang bersifat basa

Batu struvit

Asidosis tubulus distal ginjal Penurunan amonium dalam urin Penurunan pH

Chronic Inflammatory Bowel Disease Peningkatan penyerapan oksalat Penyakit Gout (meningkatkan resiko

batu asam urat dan batu kalsium oksalat)

Hiperurisemia

Resistensi insulin Penurunan amonium dalam urin Penurunan pH urin

Riwayat ileostomi Hilangnya bikarbonat dan cairan Penurunan volume urin

Penurunan pH urin Pembatasan pergerakan yang lama Hiperkalsiuria Penyakit kongenital, dan

pembedahan

Urin yang statis

Sumber: Wells et al., 2012. Kidney Stone. University of Mississipi Health Care: Clinical Reviews 22 (2): 32.

2. Oksalat

(5)

berkisar antara 20-45 mg/hari dan tidak berpengaruh terhadap usia. Hiperoksaluria bisa terjadi pada pasien yang menderita gangguan saluran pencernaan bawah, terutama pada inflammatory bowel disease,

small bowel resection, dan bowel bypass. Sekitar 5-10% pada penderita ini akan terbentuk batu ginjal.

3. Fosfat

Merupakan buffer yang penting dan merupakan ion yang sering berikatan dengan kalsium dalam pembentukan batu. Ekskresi dari fosfat pada usia dewasa berkaitan dengan diet makanan yang mengandung fosfat, seperti daging, produk susu, dan sayur-sayuran. Fosfat dalam jumlah kecil akan terfiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi utama pada tubulus proksimal, namun adanya hormon paratiroid dapat juga menghambat proses reabsorpsi ini.

4. Asam urat

Merupakan produk hasil metabolisme purin, nilai pKa (kadar keasaman yang ditandai dengan atom hidrogen dalam molekul) asam urat adalah 5,75. Sekitar 10% asam urat ini akan lolos dari proses filtrasi dan akhirnya dikeluarkan pada saat miksi.

5. Natrium

Walaupun bukan penyusun utama dalam proses pembentukan batu saluran kemih, natrium berperan penting dalam mengatur proses kristalisasi garam kalsium dalam urin. Konsumsi diet yang tinggi natrium akan meningkatkan jumlah ekskresi kalsium dalam urin. Sebaliknya, konsumsi diet natrium yang rendah akan membantu menurunkan angka pembentukan batu kalsium kembali.

6. Sitrat

(6)

wanita, terutama pada saat kehamilan. Kondisi alkalosis akan meningkatkan ekskresi sitrat.

7. Magnesium

Konsumsi diet magnesium yang rendah berhubungan dengan peningkatan insidensi terbentuknya batu saluran kemih. Magnesium merupakan komponen dari batu struvit. Namun mekanisme pasti hubungan magnesium dengan proses pembentukan batu masih belum diketahui. Konsumsi suplemen magnesium juga tidak dapat mencegah proses pembentukan batu.

8. Sulfat

Sulfat dapat membantu mencegah pembentukan batu dengan berikatan dengan kalsium sehingga menghalangi proses pembentukan kalsium dengan ion lainnya.

Walaupun sudah ditemukannya ion inhibitor untuk mencegah terbentuknya batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat yaitu sitrat, namun belum diketahuinya ion inhibitor yang memengaruhi kristalisasi batu asam urat (Pearle dan Lotan, 2012).

2.1.3 Jenis Batu Saluran Kemih

Dalam guidelines yang dikeluarkan European Association of Urology

(EAU) pada tahun 2014, dikelompokkan batu saluran kemih berdasarkan etiologi penyebabnya, antara lain: infeksi, non-infeksi, penyebab genetik, dan efek samping obat.

Stoller (2008) mengelompokkan batu saluran kemih menjadi dua golongan, yaitu:

1. Batu kalsium

(7)

Tabel 2.2. Klasifikasi batu berdasarkan etiologi

Batu non-infeksi  Calsium oxalate  Calsium Phosphate  Urid acid

Batu infeksi  Magnesium ammonium phosphate  Carbonate apatite

 Ammonium urate

Genetik  Cystine

 Xanthine

 2,8-dihydroxyadenine

Batu obat

Sumber: Turk, C., Knoll, T., Petrik, A. et al., 2014. Guidelines on Urolithiasis. European Assosiation of Urology.

a. Batu kalsium

i. Hiperkalsiuria; didefinisikan sebagai ekskresi kalsium dalam urin yang melebihi 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada laki-laki dan 6 mmol/hari pada perempuan.

ii. Hiperoksaluria; penyebabnya adalah gangguan tahapan biosintesis (hiperoksaluria primer), malabsorpsi saluran cerna yang disebabkan oleh inflammatory bowel disease, dan konsumsi oksalat yang tinggi. iii.Hiperurikosuria; didefinisikan sebagai kadar asam urat dalam urin yang melebihi 600 mg/hari. Penyebabnya adalah konsumsi purin yang tinggi dan penyakit yang didapat atau herediter.

iv.Hipositraturia; keseimbangan asam basa sangat berpengaruh besar terhadap ekskresi sitrat dalam urin, seperti asidosis metabolik akan mengurangi kadar sitrat dalam urin. Sebaliknya, pada keadaan alkalosis kadar sitrat dalam urin akan meningkat, diikuti peningkatan kadar hormon paratiroid, estrogen, growth hormone, dan vitamin D. v. pH urin yang rendah; segala gangguan yang mengakibatkan

(8)

vi.Asidosis tubular ginjal (Renal Tubular Acidosis); ditandai dengan kerusakan tubular ginjal dalam sekresi ion hidrogen atau reabsorpsi bikarbonat.

b. Batu asam urat

Gambar 2.2. Patofisiologi dan etiologi pembentukan batu asam urat

Sumber: Pearle, M.S. dan Lotan, Y., Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology, and Pathogenesis. Dalam: Wein et al., eds. 2012. Campbel-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier Saunders, h. 1277.

c. Batu sistin

Beberapa faktor dapat memengaruhi kelarutan sistin termasuk konsentrasi sistin, pH, ikatan ionik, dan makromolekul urin.

d. Batu infeksi

Komposisi utama batu infeksi adalah magnesium amonium, fosfat heksahidrat (MgNH4PO4 • 6H2O) dan dapat terkandung kalsium fosfat dalam pembentukan karbonat apatit (Ca10[PO4]6 • CO3).

(9)

f. Batu oleh karena obat-obatan

i. Secara langsung: Indinavir stones, Triamterene stones, Guaifenesin,Ephedrine, dan Silicate stones.

ii. Secara tidak langsung: kortikostreoid, vitamin D, dan jenis antasida yang mengikat fosfat.

Gambar 2.3. Kristal urin

Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and Medical Management of Urinary Lithiasis. Dalam: Wein et al., eds. 2012. Campbel-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier Saunders, h. 1290.

Keterangan:

A. Apatite

B. Struvit

C. Kalsium oksalat dehidrat

D. Kalsium oksalat monohidrat

E. Sistin

(10)

2.1.4 Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih

Menurut Stoller (2008), ada beberapa teknik dan intervensi yang dapat dilakukan pada pengeluaran batu, diantaranya:

1. Observasi konservatif

Kebanyakan batu yang berada di ureter bisa lolos dan dikeluarkan tanpa perlu dilakukan intervensi. Keluarnya batu secara spontan sangat bergantung kepada ukuran batu, bentuk batu, lokasi terbentuknya batu, dan ada tidaknya hubungan dengan edema pada saluran ureter. Ukuran batu 4-5 mm memiliki peluang 40-50% untuk secara spontan dikeluarkan. Sebaliknya batu yang ukurannya >6 mm memiliki peluang <5% untuk keluar secara spontan. Rata-rata batu akan keluar dalam kurun waktu 6 minggu sejak timbulnya gejala. Batu ureter yang berada di bagian distal ureter menunjukkan peluang keluar secara spontan sebesar 50%. Namun pada bagian tengah dan proksimal ureter sebesar 25% dan 10%.

2. Penggunaan bahan disolusi (Dissolution Agents)

Metode ini dapat dilakukan, seperti mengasamkan dan membasakan urin, namun sangat bergantung kepada luas permukaan batu, tipe batu, volume cairan irigasi, dan cara intervensinya.

3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Secara teori, teknik ini didasarkan pada pemecahan batu menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil (sehingga dapat dikeluarkan secara spontan melalui urin) dengan gelombang kejut yang diberikan dari luar tubuh dan difokuskan secara lokal pada batu.

4. Ekstraksi batu dengan uteroskopi

(11)

5. Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)

Suatu teknik operasi secara perkutan yang dilakukan untuk mengevakuasi batu ginjal dan batu ureter yang terbentuk di proksimal ureter dengan ukuran yang lebih besar (>2,5 cm), dan merupakan terapi alternatif jika tidak berhasil dengan terapi ESWL.

6. Operasi terbuka

Metode ini merupakan metode klasik yang banyak digunakan untuk mengevakuasi batu, namun angka morbiditas sangat tinggi akibat perlakuan ini.

2.2 Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy 2.2.1 Prinsip Kerja

Batu ginjal dan ureter dipecahkan menjadi fragmen-fragmen kecil dengan suatu gelombang kejut (shock wave) sehingga pada akhirnya akan dikeluarkan secara spontan. Keberhasilan utama dari terapi ESWL adalah pemecahan batu hingga menjadi fragmen yang lebih kecil dari ukuran 1 mm, sehingga dapat keluar dengan spontan dan tidak membuat nyeri pada saluran kemih saat miksi (Hanafiah, 2006).

Tujuan utama dari alat pemecah batu dengan gelombang kejut ini adalah pemfokusan pada suatu titik lokasi terbentuknya batu. Suatu energi dengan amplitudo tinggi diarahkan dari luar tubuh pasien melalui media air, bukan melalui udara (Hanafiah, 2006).

Menurut Hanafiah (2006), ada 4 komponen dasar pada mesin pemecah batu gelombang kejut, diantaranya adalah:

1. Sumber energi (generator gelombang kejut); gelombang kejut ini dihasilkan oleh electrohydraulic waves, piezoeletric waves, atau

electromagnetic waves.

(12)

3. Alat pencitraan; seperti fluoroskopi dan ultrasonography (USG) digunakan untuk melihat lokasi batu sehingga penembakan gelombang kejut ini bisa tepat sasaran.

4. Alat pendeteksi; digunakan untuk menginformasikan bahwa gelombang kejut yang ditembakkan menembus lapisan kulit, melewati jaringan viseral dan menuju ke batu. Alat yang sekarang dipakai adalah suatu wadah berisi sedikit air untuk memberikan adanya kontak udara terhadap kulit pasien.

Gambar 2.4. Pasien yang menjalani Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy

Sumber: Hanafiah, A.N.M., 2006. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Ministry of Health Malaysia: Technology Review.

Terapi ESWL biasanya dimulai dengan gelombang listrik yang rendah kemudian perlahan ditingkatkan sampai mencapai nilai maksimum 4000 dalam waktu 60-90 menit. Nilai rerata tembakan per sesinya adalah diantara 3000-4000. Sedasi dengan diazepam dan petidin biasanya diberikan sebelum tindakan. Selama sesi terapi, furosemid dan cairan intravena diberikan pada pasien. Pada pasien anak-anak, anestesi total diperlukam (Awad et al., 2014).

Frekuensi gelombang kejut yang direkomendasikan pada guidelines yang dikeluarkan oleh EAU (2014) adalah 1.0 – 1.5 Hz.

(13)

1. Generator Elektrohidraulik (Electrohydraulic Generator)

Suatu gelombang kejut yang ditembakkan melengkung melalui suatu pemendar gelombang di bawah air. Voltase tinggi diberikan pada dua elektroda yang posisinya berlawanan 1 mm satu sama yang lain. Tembakan ini difokuskan pada titik dimana elektroda yang ditempatkan pada salah satu titik fokus yang berbentuk lonjong dan titik fokus lainnya merupakan sisi targetnya (batu ginjal).

2. Generator Elektromagnetik (Electromagnetic Generator)

Dapat menghasilkan gelombang kejut yang datar atau berbentuk silindris; gelombang yang datar difokuskan oleh lensa akustik, sedangkan yang berbentuk silindris akan dipantulkan oleh suatu pemantul dan diubah menjadi gelombang yang difokuskan. Gelombang ini akan memberikan tekanan gelombang magnetik melalui media air dan difokuskan pada batu.

3. Generator Piezoelektrik (Piezoelectric Generator)

Generator ini dibentuk oleh beberapa elemen kecil, berkutub, polikristalin dan barium titanat yang dapat menghasilkan gelombang bertekanan tinggi. Elemen piezoelektrik ini biasanya disusun didalam piringan yang berbentuk lengkung untuk menghasilkan gelombang konvergen yang dapat difokuskan.

Pasien harus dievaluasi setelah beberapa hari untuk melihat fragmen-fragmen batu yang pecah. Jika masih terlihat fragmen-fragmen batu yang tersisa, maka diperlukan terapi penembakan untuk sesi berikutnya, hingga mencapai 5 sesi. Jika setelah 5 sesi masih belum ada hasil yang sempurna, maka pelaksanaan ESWL dinyatakan gagal (Awad et al., 2014).

2.2.2 Indikasi

(14)

PNL, karena terapi ini dapat memberikan peluang mencapai status bebas batu dengan satu kali tindakan (Ferrandino et al., 2012).

Gambar 2.5. Gambaran skematik generator gelombang elektromagnetik yang menggunakan lensa akustik untuk memfokuskan gelombang Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and

Medical Management of Urinary Lithiasis. Dalam: Wein et al., eds. 2012. Campbell-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier Saunders, h. 1389.

2.2.3 Kontraindikasi

Menurut guildelines yang dikeluarkan EAU (2014), ada beberapa kontraindikasi yang harus diperhatikan dalam perencanaan terapi ESWL, yaitu:

a. Kehamilan

b. Gangguan perdarahan

c. Infeksi saluran kemih yang tidak terkontrol d. Aneurisma aorta

(15)

Gambar 2.6. Gambaran Skematik generator gelombang elektromagnetik yang menggunakan pemantul yang dapat memfokuskan gelombang Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and

Medical Management of Urinary Lithiasis. Dalam: Wein et al., eds. 2012. Campbell-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier Saunders, h. 1389.

2.2.4 Komplikasi

Menurut D’Addesi et al. (2012), komplikasi yang dapat terjadi setelah pelaksanaan terapi ESWL berasal dari beberapa faktor sebagai berikut:

a. Pembentukan dan pengeluaran fragmen b. Infeksi

c. Efek pada jaringan ginjal dan yang bukan ginjal d. Efek pada fungsi ginjal

e. Hipertensi

Berdasarkan guidelines yang dikeluarkan EAU (2014), ada beberapa komplikasi yang berkaitan dengan terapi ESWL, yaitu:

a. Yang berhubungan dengan fragmen batu

 steinstrasse

 pertumbuhan kembali dari fragmen yang tersisa

(16)

Gambar 2.7. Gambaran skematik generator gelombang piezoelektrik

Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and Medical Management of Urinary Lithiasis. Dalam: Wein et al., eds. 2012. Campbell-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier

Saunders, h. 1390. b. Infeksi

 bakteriuria

 sepsis

c. Efek pada jaringan

 ginjal: hematoma yang simtomatik dan asimtomatik

 kardiovaskular: disritmia, morbiditas pada jantung

 gastrointestinal: perforasi, hematoma hati dan limpa

ESWL dapat menyebabkan perdarahan pada parenkim subskapular dari sedang ke berat dan tampak hematoma dengan pencitraan radiologi. Pertambahan usia diindikasikan memegang peranan penting dalam faktor resiko terjadinya hematoma (Glickman, 2009).

2.2.5 Prognosis

(17)

Efektivitas ESWL dipengaruhi oleh indeks massa tubuh, karena semakin besar jarak antara batu dan kulit maka semakin rendah angka keberhasilannya. Keberhasilan terapi juga dipengaruhi oleh pengalaman dari operator dan protokol pelaksanaan (Glickman, 2009).

Menurut Ferrandino et al. (2012), ada beberapa faktor dari batu yang memengaruhi terapi, yakni:

d. Lokasi

Semakin proksimal maka akan membuat kemungkinan batu keluar akan semakin kecil.

e. Kuantitas

Ukuran dan jumlah batu memengaruhi hasil terapi dan kemungkinan mencapai status bebas batu.

f. Komposisi

Seperti ESWL yang lebih sering dipilih untuk terapi penghancuran batu kalsium oksalat dihidrat dan uteroskopi pada batu sistin yang sering resisten terhadap ESWL.

g. Lama waktu batu

Semakin lama batu yang berada di ureter, semakin berpotensial pada kerusakan irreversibel fungsi ginjal.

Penghancuran batu yang dilakukan ESWL juga dipengaruhi oleh jumlah dan kekuatan tembakan. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa semakin rendah angka tembakan permenit seperti 60 SW (Shock Wave) yang diberikan, akan memberikan hasil yang lebih baik daripada pemberian 120 SW per menit. Hasil ini terjadi pada penggunaan alat electrohydraulic dan electromagnetic lithotriptors

(Glickman, 2009).

Menurut guidelines yang dikeluarkan oleh EAU (2014), ada lebih dari 90% kasus batu pada usia dewasa dapat dilakukan terapi ESWL. Namun, keberhasilannya bergantung pada alat yang digunakan dan beberapa faktor seperti:

a. Ukuran, lokasi (ureter, pelvis atau kaliks), dan komposisi batu b. Individual setiap pasien

Gambar

Gambar 2.1. Stadium saturasi  Sumber: Pearle, M.S. dan Lotan, Y., Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology,  and Pathogenesis
Tabel 2.2. Klasifikasi batu berdasarkan etiologi  Batu non-infeksi Calsium oxalate
Gambar 2.2. Patofisiologi dan etiologi pembentukan batu asam uratSumber:  Pearle, M.S
Gambar 2.3. Kristal urin Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and  Medical Management of Urinary Lithiasis
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Sabtu, tanggal Empat, bulan Agustus, tahun Dua Ribu Dua Belas, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang / Jasa telah mengadakan Pembukaan Dokumen Penawaran untuk

Masa sanggah untuk hasil seleksi ini mulai hari Senin – Rabu tanggal 22 23 Oktober 2012. Demikian kami sampaikan pengumuman dan pemberitahuan ini dan atas

9.2 Without prejudice to Article 9.1, any advanced round in which not all official participants of the relevant Debating Competition is eligible to participate shall not be

Matakuliah yang ditempuh telah mencapai Min 132 SKS (bukan termasuk nilai E).. Pengambilan SKRIPSI dapat dibersamaan dengan Max

Metode yang lebih menguntungkan untuk konsumen yaitu metode Long end Interest karena bunga yang dibayar konsumen dari periode satu ke periode berikutnya semakin kecil sesuai

‐ Tujuan juga dapat Berisi jawaban sementara (Hipotesa), hasil yang diharapkan yang masih bersifat praduga terhadap penelitian yang dilakukan. ‐ Tujuan seharusnya dapat diukur

Setiap orang atau instansi pasti menginginkan suatu keamanan data yang sangat kuat agar suatu informasi yang dianggap sangat rahasia dapat terjamin kerahasiaanya,maka dengan

Dengan website JavaCafindo Furniture ini para pelanggan toko JavaCafindo Furniture atau pencari informasi seputar produk furniture dapat mengetahui macam-macam produk