Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Christeven
Tempat/ Tanggallahir : Medan/ 11 Maret 1994
Agama : Buddha
Alamat : Jl. Perjuangan Gg.Bersama 648 Helvetia Labuhan Deli, Deli Serdang
Lampiran 2. Data Induk
Inisial Jenis
Kelamin Lokasi Batu Transfusi Bebas Batu Kategori Usia
Lama Pelaksanaan
Lawa
Perawatan Usia
Lama Operasi
Lama Rawatan 1 S Laki Laki Batu Pielum Tidak Bebas Batu 31 - 40 tahun 61 - 120 menit 4 - 6 hari 38 120 4 2 IP Laki Laki Batu cetak Tidak Batu Sisa > 60 tahun 121 - 180 menit 4 - 6 hari 62 150 5
3 M Laki Laki Batu kalik
inferior Tidak Bebas Batu > 60 tahun 121 - 180 menit 4 - 6 hari 65 150 4 4 SA Laki Laki Batu Pielum Tidak Bebas Batu 41 - 50 tahun 1 - 60 menit 1 - 3 hari 47 60 3 5 M Laki Laki Batu cetak Ya Bebas Batu 21 - 30 tahun 61 - 120 menit 4 - 6 hari 30 105 6 6 T Laki Laki Batu Pielum Tidak Bebas Batu 41 - 50 tahun 121 - 180 menit > 6 hari 45 150 10
7 R Laki Laki Batu kalik
inferior Tidak Bebas Batu 41 - 50 tahun 61 - 120 menit 4 - 6 hari 47 80 4 8 NS Laki Laki Batu cetak Tidak Bebas Batu 51 - 60 tahun 61 - 120 menit 4 - 6 hari 57 80 5 9 JS Laki Laki Batu cetak Ya Bebas Batu 41 - 50 tahun > 180 menit 4 - 6 hari 45 190 6 10 JS Laki Laki Batu Pielum Tidak Bebas Batu 41 - 50 tahun > 180 menit 4 - 6 hari 48 185 6 11 AH Laki Laki Batu Pielum Tidak Bebas Batu 1 - 10 tahun 61 - 120 menit 4 - 6 hari 9 80 5
12 M Perempuan Batu kalik
inferior Tidak Bebas Batu 31 - 40 tahun 61 - 120 menit 4 - 6 hari 39 90 4 13 A Perempuan Batu Pielum Tidak Bebas Batu 51 - 60 tahun 1 - 60 menit 1 - 3 hari 60 60 2 14 R Perempuan Batu cetak Ya Bebas Batu > 60 tahun > 180 menit > 6 hari 66 310 7
15 Y Perempuan Pielum+multiple
17 N Perempuan Batu Pielum Tidak Bebas Batu 51 - 60 tahun 61 - 120 menit 1 - 3 hari 60 90 3 18 N Perempuan Batu Pielum Tidak Bebas Batu 41 - 50 tahun 61 - 120 menit 4 - 6 hari 50 90 6 19 RM Perempuan Batu cetak Tidak Batu Sisa > 60 tahun 121 - 180 menit 1 - 3 hari 65 150 3
20 MS Perempuan Batu kalik
inferior Tidak Bebas Batu > 60 tahun 61 - 120 menit > 6 hari 61 95 7 21 AS Perempuan Batu cetak Tidak Bebas Batu 51 - 60 tahun 121 - 180 menit 4 - 6 hari 54 160 4
Lampiran 3. Output Data Hasil Penelitian
Kategori Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 - 10 tahun 1 4.8 4.8 4.8
21 - 30 tahun 1 4.8 4.8 9.5
31 - 40 tahun 2 9.5 9.5 19.0
41 - 50 tahun 6 28.6 28.6 47.6
51 - 60 tahun 4 19.0 19.0 66.7
> 60 tahun 7 33.3 33.3 100.0
Total 21 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki Laki 11 52.4 52.4 52.4
Perempuan 10 47.6 47.6 100.0
Total 21 100.0 100.0
Lokasi Batu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Batu Pielum 9 42.9 42.9 42.9
Batu kalik inferior 4 19.0 19.0 61.9
Batu cetak 7 33.3 33.3 95.2
Pielum+multiple kalik 1 4.8 4.8 100.0
Total 21 100.0 100.0
Transfusi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 18 85.7 85.7 85.7
Ya 3 14.3 14.3 100.0
Lama Pelaksanaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 - 60 menit 2 9.5 9.5 9.5
61 - 120 menit 11 52.4 52.4 61.9
121 - 180 menit 5 23.8 23.8 85.7
> 180 menit 3 14.3 14.3 100.0
Total 21 100.0 100.0
Lawa Perawatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 - 3 hari 4 19.0 19.0 19.0
4 - 6 hari 14 66.7 66.7 85.7
> 6 hari 3 14.3 14.3 100.0
Total 21 100.0 100.0
Stone Free Rates
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Bebas Batu 19 90.5 90.5 90.5
Batu Sisa 2 9.5 9.5 100.0
DAFTAR PUSTAKA
Abdelhafez, M.F., 2013. Residual Stones after Percutanenous Nephrolithotomy. Medical & Surgical Urology, 2: 115.
Basavaraj, D.R., Biyani, C.S., Browning, A.J., dan Cartledge, J.J., 2007. The Role of Urinary Kidney Stone Inhibitors and Promoters in the Pathogenesis of
Calcium Containing Renal Stones. European Association of Urology, 126-136.
Celik, H., Tasdemir, C., dan Altintas, R., 2015. An Overview of Percutaneous Nephrolithotomy. European Medical Journal, 3(1): 46-52.
Griffith, D.P., 1978. Struvite Stones. Kidney International, 13: 372-382.
Khorrami, M., Hadi, M., Sichani, M.M., et al., 2014. Percutaneous Nephrolithotomy Success Rate aand Complications in Patients with Previous Open Stone Surgery. Urology Journal, 11(3): 1557-1562.
Lina, N., Hadisaputro, S., dan Muslim, R., 2008. Faktor-faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih pada Laki-laki (Studi Kasus di RS. Dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang). Tesis. Artikel dipublikasikan. Semarang: Universitan Diponegoro.
Matlaga, B.R., Jansen, J.P., Meckley, L.M., Byrne, T.W., dan Lingeman, J.E., 2012. Treatment of Ureteral and Renal Stones. Indiana University School of Medicine, 188(1): 130-137.
Miller, N.L. dan Lingeman, J.E., 2007. Management of Kidney Stones. University School of Medicine, 334.
Mousavi-Bahar, Mehrabi, S., dan Moslemi, M.K., 2011. Percutaneous
Nephrolithotomy Complications in 671 Consecutive Patients. University of Medical Sciences, 8(4): 271-276.
Sellaturay, S., 2011. Physico-chemical Basis for Struvite Stone Formation. Available from: http://discovery.ucl.ac.uk/1336882/1/1336882.pdf. [Diakses 14 Mei 2015]
Srivastava, A. dan Chipde S.S., 2013. Management of 1-2 cm renal stones. Indian Journal of Urology, 29(3): 195–199.
Stoller, M.L., Urinary Stone Disease. Dalam: Tanagho, E.A dan McAninch, J.W., eds. 2008. Smith’s General Urology. Seventh Edition. USA: McGraw-Hill, 246-277.
Vorrakitpokatorn, P., Permtongchuchai, K., Raksamani, E., dan Phettongkam, A., 2006. Perioperative Complications and Risk Factors of Percutaneous Nephrolithotomy. J Med Assoc, 89(6): 826-833.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
3.2 Defenisi Operasional
3.2.1 Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
Suatu tindakan terapi invasif untuk batu saluran kemih dengan akses perkutan menuju ke sistem pelviokalises untuk memecah batu dan mengeluarkan fragmen-fragmen kecilnya melalui akses perkutan.
Pasien yang menjalani terapi PCNL
Usia
Jenis Kelamin
Lokasi Batu
Transfusi
Lama Pelaksanaan
Lama Perawatan
3.2.2 Usia
a. Defenisi : Usia pasien yang menjalani terapi PCNL b. Alat ukur : Rekam medis
c. Cara ukur : Observasi rekam medis
d. Hasil ukur : 1-10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan >60 tahun
e. Skala pengukuran : Interval 3.2.3 Jenis Kelamin
a. Defenisi : Tanda jasmani dan rohani yang membedakan diri seseorang
b. Alat ukur : Rekam medis
c. Cara ukur : Observasi rekam medis d. Hasil ukur : Laki-laki, Perempuan e. Skala pengukuran : Nominal
3.2.4 Lokasi Batu
a. Defenisi : Letak batu dalam saluran kemih yang didapatkan dengan pemeriksaan radiologis b. Alat ukur : Rekam medis
c. Cara ukur : Observasi rekam medis
d. Hasil ukur : Batu Cetak, Batu Pielum, Batu Kaliks Inferior e. Skala pengukuran : Nominal
3.2.5 Transfusi
a. Defenisi : Pemberian cairan akibat pendarahan b. Alat ukur : Rekam medis
c. Cara ukur : Observasi rekam medis d. Hasil ukur : Perlu, Tidak Perlu
e. Skala pengukuran : Nominal 3.2.6 Lama Pelaksanaan
a. Definisi : Durasi pelaksanaan terapi b. Alat ukur : Rekam medis
d. Hasil ukur : 1-60 menit, 61-120 menit, 121-180 menit, >180menit
e. Skala pengukuran : Interval
3.2.7 Lama Perawatan
a. Definisi : Lama rawat inap pascaoperasi b. Alat ukur : Rekam medis
c. Cara ukur : Observasi rekam medis d. Hasil ukur : 1-3 hari, 4-6 hari, >6 hari e. Skala pengukuran : Interval
3.2.8 Stone Free Rate (SFR)
a. Defenisi : Tingkat kebersihan batu pascatindakan b. Alat ukur : Rekam medis
c. Cara ukur : Observasi rekam medis d. Hasil ukur : Bersih, Bersisa
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional), yaitu dengan melakukan
pengamatan dan pengukuran sesaat terhadap data rekam medis pasien yang menjalani terapi PCNL yang tercatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Januari 2013 hingga Desember 2014 (dua tahun).
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian
Pengumpulan dan pencatatan data dalam penelitian ini dilakukan selama empat bulan, yakni bulan Agustus hingga November 2015.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Tempat ini dipilih karena RSUP H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit tipe A, yakni rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas, dan merupakan tempat rujukan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan sehingga cukup representatif untuk dijadikan acuan sumber data epidemiologi khususnya di provinsi Sumatera Utara. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan Rumah Sakit Pendidikan sehingga memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan data untuk penelitian ini.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) di RSUP H. Adam Malik Medan dari mulai
4.3.2 Sampel Penelitian
Populasi penelitian yang digunakan adalah metode total sampling, dimana seluruh populasi digunakan sebagai sampel penelitian.
4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.3.3.1 Kriteria Inklusi
Seluruh pasien yang menjalani terapi PCNL yang tercatat dalam rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2014.
4.3.3.2Kriteria Eksklusi
Yang menjadi kriteria eksklusi adalah:
1. Pasien rujukan dari Rumah Sakit lain yang hanya menjalani tindakan PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan yang tidak tersimpan dalam
rekam medis rumah sakit,
2. Data rekam medis yang tidak lengkap.
4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Jenis Data
Jenis data yang dipakai pada penelitian ini adalah dari data sekunder. Data yang digunakan merupakan sumber informasi yang diperoleh dari rekam medis hasil pelaksanaan terapi PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Januari 2013 sampai Desember 2014.
4.4.2 Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan merupakan data rekam medis pasien yang menjalani terapi PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi. Data tersebut kemudian dicatat dan dikelompokkan sesuai variabel yang digunakan.
4.4.3 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu dimulai dari editing, coding, entry, cleaning data, dan saving. Langkah pertama adalah editing,
sebelum diolah dengan komputer. Ketiga adalah entry, yaitu data yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam program komputer. Kemudian yang keempat adalah cleaning data, yaitu pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan untuk
menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukkan data. Dan yang terakhir adalah saving, data kemudian disimpan dan siap dianalisa. Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dan dikelompokkan agar dapat diolah menggunakan program
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan
berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah yang masuk dalam kategori Rumah Sakit Kelas A. Berdasarkan SK Menkes RI No. HK.02.02/MENKES/390/2014 tanggal 17 Oktober 2014 Tentang Pedoman Penetapan Rumah Sakit Rujukan Nasional, RSUP H. Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit di bagian Regional Barat yang merupakan Rumah Sakit Rujukan Nasional. Selain itu RSUP H. Adam Malik Medan ini juga merupakan jenis Rumah Sakit Pendidikan sehingga memudahkan peneliti untuk dapat melakukan penelitian di rumah sakit ini.
5.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2014.
Jumlah seluruh data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari tahun 2013 sampai tahun 2014 adalah 21 data rekam medis.
5.1.2.1 Distribusi Berdasarkan Usia
Distribusi data berdasarkan usia pasien batu saluran kemih yang dilakukan tindakan PCNL pada tahun 2013 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Diketahui bahwa pasien batu saluran kemih yang dilakukan tindakan PCNL terbanyak berada pada usia lebih dari 40 tahun dengan pembagian kelompok
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
1 – 10 tahun 1 4,8
11 – 20 tahun 0 0
21 - 30 tahun 1 4,8
31 - 40 tahun 2 9,5
41- 50 tahun 6 28,6
51 - 60 tahun 4 19
> 60 tahun 7 33,3
Total 21 100%
5.1.2.2 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi data berdasarkan jenis kelamin pasien batu saluran kemih yang menjalani tindakan PCNL pada tahun 2013 sampai 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 11 52,4
Perempuan 10 47,6
Total 21 100%
Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui bahwa tindakan PCNL paling banyak dilakukan pada pasien berjenis kelamin laki-laki dengan 11 orang (52,4%) dan sisanya 10 orang (47,6%) berjenis kelamin perempuan.
5.1.2.3 Distribusi Berdasarkan Lokasi Batu
Distribusi data berdasarkan lokasi terbentuknya batu pada pasien batu saluran kemih yang menjalani tindakan PCNL pada tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Batu
Lokasi Batu Frekuensi Persentase
Batu Pielum 9 42,9
Batu Kaliks Inferior 4 19
Batu Cetak 7 33,3
Pielum + Multipel Kaliks 1 4,8
Total 21 100%
5.1.2.4 Distribusi Berdasarkan Perlu Tidaknya Transfusi
Distribusi data berdasarkan perlu tidaknya transfusi selama perawatan pasca terapi PCNL pada tahun 2013 sampai 2014 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perlu Tidaknya Transfusi
Transfusi Frekuensi Persentase
Perlu 3 14,3
Tidak Perlu 18 85,7
Total 21 100%
Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa dari 21 kasus, didapati 3 kasus (14,3%) memerlukan transfusi.
5.1.2.5 Distribusi Berdasarkan Lama Pelaksanaan
Distribusi data berdasarkan lama pelaksanaan tindakan PCNL pada tahun 2013 sampai 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Pelaksanaan
Lama Pelaksanaan Frekuensi Persentase
1 - 60 menit 2 9,5
61 – 120 menit 11 52,4
121 – 180 menit 5 23,8
>180 menit 3 14,3
Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa pelaksanaan tindakan PCNL tersering membutuhkan waktu 61 – 120 menit yaitu sebanyak 11 kasus (52,4%) dengan rata-rata lama pelaksanaannya adalah selama 125 menit.
5.1.2.6 Distribusi Berdasarkan Lama Perawatan
Distribusi data berdasarkan lama perawatan setelah tindakan PCNL pada tahun 2013 sampai 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Perawatan
Lama Perawatan Frekuensi Persentase
1 – 3 hari 4 19
4 – 6 hari 14 66,7
>6 hari 3 14,3
Total 21 100%
Berdasarkan Tabel 5.6, diketahui bahwa lama perawatan setelah tindakan PCNL tersering adalah 4 – 6 hari yaitu sebanyak 14 kasus (66,7%) dengan rata-rata 5 hari.
5.1.2.7 Distribusi Berdasarkan Stone Free Rates
Distribusi data berdasarkan Stone Free Rates pada tahun 2013 sampai
2014 dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Diketahui bahwa tingkat keberhasilan atau Stone Free Rates pelaksanaan terapi PCNL adalah sebesar 90,5%.
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Stone Free Rates
Stone Free Rates Frekuensi Persentase
Bersih 19 90,5
Bersisa 2 9,5
Total 21 100%
5.2 Pembahasan 5.2.1 Usia
dengan mayoritas berusia di atas 40 tahun dengan pembagian kelompok usia 41-50 tahun sebesar 28,6%, 51 – 60 tahun sebesar 19% dan lebih dari 60 tahun sebesar 33,3%. Usia tertinggi yang dijumpai pada penelitian ini adalah 66 tahun sedangkan yang terendah adalah 9 tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pearle dan Lotan (2012) bahwa peningkatan insidensi batu saluran kemih lebih jarang dibawah usia 20 tahun meningkat pada 40 tahun sampai 60 tahun usia kehidupan. Menurut Lina
(2008), hal ini terjadi akibat kurangnya aktivitas fisik yang mengakibatkan dilepaskannya kalsium dari tulang ke darah sehingga menyebabkan hiperkalsemia. Keadaan ini meningkatkan kejadian supersaturasi kalsium dalam air kemih yang menyebabkan terbentuknya batu saluran kemih.
5.2.2 Jenis Kelamin
Untuk distribusi berdasarkan jenis kelamin, didapati bahwa jumlah pasien laki-laki lebih banyak dari pasien perempuan dengan distribusi 52,4% laki-laki dan 47,6% perempuan. Menurut Pearle dan Lotan (2012) insidensi laki-laki yang menderita batu saluran kemih dapat mencapai dua hingga tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Menurut Lina (2008), kecenderungan terbentuknya batu saluran kemih pada laki-laki disebabkan oleh aktivitas fisik yang lebih banyak di luar ruangan pada suhu dan cuaca yang panah. Hal ini meningkatkan kejadian dehidrasi. Pada penderita dengan dehridrasi kronik, pH air kemih cenderung turun, berat jenis air kemih naik, saturasi asam urat naik dan menyebabkan terjadinya penempelan kristal kalsium oksalat pada kristal asam urat (teori epitaksi).Namun ada beberapa sumber yang menunjukkan perbedaan insidensi antara laki-laki dan perempuan dari tahun ke tahun semakin berkurang.
5.2.3 Lokasi Batu
Pada distribusi berdasarkan lokasi batu, hasil menunjukkan bahwa kasus terbanyak yang dilakukan PCNL adalah batu pielum (42,9%) diikuti batu cetak
5.2.4 Transfusi
Dari 21 kasus yang diperoleh, didapati 3 kasus (14,3%) yang membutuhkan transfusi karena mengalami pendarahan yang menyebabkan kondisi umum menurun. Menurut Celik et al. (2015), komplikasi utama yang paling umum adalah pendarahan yang dapat muncul selama operasi atau sesudah operasi. Angka transfusi yang dilaporkan berkisar 0 – 20%. Di Indonesia, angka kejadian
perdarahan yang membutuhkan tindakan transfusi pada PCNL di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, mencapai 11 – 14% (Nugroho dkk, 2011) . Faktor predisposisi terjadinya pendarahan masif adalah BMI, multiple puncture, dilatasi dengan dilator yang lebih besar, ukuran batu, lamanya waktu pelaksanaan, dan ada tidaknya hidronefrosis preoperatif.
5.2.5 Lama Pelaksanaan
Berdasarkan data distrubusi di atas diketahui bahwa lama pelaksanaan tindakan PCNL terbanyak pada kelompok waktu 61 – 120 menit sebanyak 11 kasus (52,4%) dengan rata-rata lama pelaksanaan 125 menit. Nugroho dkk (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa rata-rata lama pelaksaan tindakan PCNL adalah 129 ± 8 menit. Penelitian Khorrami et al.(2014) menunjukkan bahwa pasien yang mempunyai riwayat tindakan operasi sebelumnya, lama pelaksanaan PCNL berkisar 116 ± 24 menit.
5.2.6 Lama Perawatan
Berdasarkan data distribusi di atas diketahui bahwa lama perawatan pasca tindakan PCNL tersering pada kelompok 4 – 6 hari yaitu sebanyak 14 kasus (66,7%). Menurut Khorrami et al.(2014), lama rawat inap pasca PCNL adalah 3,93 ± 1,47 hari. Penelitian yang dilakukan Nugroho dkk tahun 2011 di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, didapati rata-rata lama perawatan pasca tindakan PCNL adalah 3,25 hari.
5.2.7 Stone Free Rates
Berdasarkan data distribusi di atas, didapati angka keberhasilam atau Stone Free Rates terapi PCNL pada tahun 2013 sampai 2014 adalah 90,5%. Penelitian
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data penelitian yang berasal dari rekam medis sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi pasien batu saluran kemih
yang menjalani terapi PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013 sampai 2014 maka kesimpulan yang didapatkan adalah:
1. Pasien batu saluran kemih yang menjalani tindakan PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2013 sampai 2014 adalah 21 orang. 2. Pasien usia tertinggi yang dijumpai adalah 66 tahun dan pasien usia
terendah yang dijumpai adalah 9 tahun.
3. Pasien terbanyak berada pada usia lebih 40 tahun yaitu kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 6 orang (28,6%), 51 – 60 tahun sebanyak 4 orang (19%) dan lebih 60 tahun sebanyak 7 orang (33,3%).
4. Dari tahun 2013 sampai 2014, pasien yang menjalani terapi PCNL mayoritas laki-laki dengan 52,4%.
5. Pada distribusi berdasarkan lokasi batu, hasil menunjukkan bahwa kasus terbanyak yang dilakukan PCNL adalah batu pielum(42,9%). 6. Dari distribusi berdasarkan perlu tidaknya transfusi, didapati angka
transfusi sebesar 14,3%.
7. Lama pelaksanaan tindakan PCNL rata-rata adalah selama 125 menit. 8. Lama perawatan atau lama rawat inap rata-rata adalah selama 5 hari. 9. Angka bebas batu atau stone free rate berdasarkan hasil distribusi
menunjukkan angka keberhasilan 90,5%.
6.2 Saran
1. Bagi dokter maupun tenaga kesehatan (operator) agar dapat mendokumentasikan data pasien lebih maksimal sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal pula untuk penelitian berikutnya. 2. Bagi pasien agar dapat meminimalkan faktor resiko untuk menderita
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batu Saluran Kemih
2.1.1 Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih merupakan agregat dari polycrystalline yang terbentuk
dari berbagai jenis kristaloid dan matriks organik. Pembentukan batu saluran kemih dipengaruhi oleh saturasi urin. Saturasi urin bergantung pada pH urin, ion-ion, konsentrasi zat terlarut, dan lain-lain.
Pengaruh konsentrasi zat terlarut pada pembentukan batu sangat jelas. Semakin tinggi konsentrasi dari suatu ion, maka kemungkinan ion tersebut untuk mengendap semakin tinggi. Ketika konsentrasi ion meningkat, ion akan mencapai suatu titik spesifik yang disebut dengan solubility product (Ksp). Konsentrasi ion yang meningkat melebihi titik ini akan menyebabkan dimulainya proses perkembangan kristal dan nukleasi.
Teori nukleasi menjelaskan bahwa batu saluran kemih terbentuk dari kristal-kristal atau benda asing yang terkandung dalam urin yang jenuh. Teori lain yaitu teori inhibitor kristal menegaskan bahwa batu saluran kemih terbentuk karena rendahnya konsentrasi ion-ion inhibitor alami dari batu saluran kemih tersebut seperti magnesium, sitrat dan pirofosfat. Akan tetapi, teori inhibitor kristal ini masih diperdebatkan karena banyak orang yang mengalami defisiensi ion-ion inhibitor tersebut tetapi tidak mengalami pembentukan batu saluran kemih dan yang mempunyai kelebihan ion-ion inhibitor tersebut malah terbentuk batu saluran kemih (Stoller, 2008).
Komponen utama pembentuk batu saluran kemih adalah kristalin. Terdapat beberapa tahapan dalam proses pembentukan kristal yaitu nukleasi,
growth, dan agregasi. Nukleasi mengawali proses pembentukan batu. Nukleasi
nukleasi homogen. Sebuah tipe kristal akan menjadi nidus atau sarang untuk nukleasi kristal lain. Sebagai contoh, kristal asam urat akan menjadi sarang untuk nukleasi kalsium oksalat (Stoller, 2008).
Jumlah komponen matriks pada batu saluran kemih bervariasi, tergantung pada jenis batu. Komponen matriks biasanya hanya 2-10% dari berat batu tersebut. Komponen matriks yang paling dominan adalah protein dengan sedikit hexose dan
hexosamine. Peran matriks pada inisiasi pembentukan batu saluran kemih masih
belum dimengerti dengan sempurna. Matriks dapat berperan sebagai sarang untuk agregasi atau sebagai perekat alami komponen-komponen kristal kecil (Stoller, 2008).
Gambar 2.1. Tahapan pembentukan batu saluran kemih Sumber : EAU-EBU update series. Basavaraj, D. P128
Growth adalah langkah selanjutnya dalam pembentukan batu saluran
2.1.2 Jenis Batu Saluran Kemih 2.1.2.1 Batu Kalsium
Kalsifikasi dapat berlangsung dan berakumulasi pada duktus kolektivus, menghasilkan batu saluran kemih. Kira-kira 80-85% dari seluruh kejadian batu saluran kemih adalah batu kalsium. Batu kalsium sering terjadi karena kenaikan kadar kalsium dalam urin, kenaikan kadar asam urat dalam urin, naiknya kadar
oksalat atau menurunnya sitrat dalam urin (Stoller, 2008).
Hiperkalsiuria adalah kelainan yang paling sering menyebabkan terjadinya pembentukan batu kalsium. Tingginya kadar kalsium dalam urin menyebabkan urin jenuh akan garam kalsium dan menurunkan aktivitas inhibitor. Defenisi paling ketat mengklasifikasikan hiperkalsiuria lebih dari 200mg kalsium urin per hari. Penambahan kadar kalsium akibat hiperabsorbsi usus terhadap kalsium menyebabkan kenaikan sementara kadar kalsium serum, dimana hal ini menghasilkan peningkatan filtrasi kalsium pada ginjal. Karena peningkatan absorbsi kalsium di usus diimbangi oleh kenaikan ekskresi melalui ginjal, maka kadar kalsium serum bertahan pada angka normal (Pearle et al., 2012).
2.1.2.2 Batu Struvite
Griffith dalam tulisannya menyatakan bahwa batu struvite pertama kali ditemukan pada abad ke-18 oleh seorang ahli geologi asal Swedia bernama Ulex. Batu struvite mengandung magnesium, ammonium, dan fosfat. Nama struvit sendiri diambil dari seorang diplomat Rusia bernama Von Stuve.
Batu struvit pada umumnya ditemukan pada wanita dan sering rekuren dalam waktu singkat. Batu struvit sering dihubungkan dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri pemecah urea yang dapat menyebabkan alkalinasi urin
hingga mencapat pH lebih dari 7,2 dimana pada pH inilah kristal magnesium, amonium, dan fosfat akan mengendap (Stoller , 2008).
Oleh karena itu, ada keadaan fisiologis, struvite tidak akan mengendap. Pada keadaan patologis, dimana terdapat bakteri yang menghasilkan urease, urea akan dipecah menjadi amonia dan asam karbonat. Selanjutnya, amonia akan bercampur dengan air untuk menghasilkan ammonium hidroksida pada kondisi basa, dan akan menghasilkan bikarbonat dan ion karbonat. Alkalinisasi urin oleh reaksi urease tadi menghasilkan NH4, yang akan membentuk ion karbonat dan ion trivalent fosfat.
Zat inilah yang akan membentuk batu struvite (Sellaturay, 2011).
Gambar 2.2. Skema pembentukan batu struvite
Sumber : Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Urinary Lithiasis. Pearle, M. 45;1283
2.1.2.3 Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan jenis batu saluran kemih yang lazim ditemukan pada pria dengan angka kejadian 5% dari seluruh kejadian batu. Pasien dengan gout, penyakit proliferatif, penurunan berat badan yang cepat serta riwayat
Gambar 2.3. Skema pembentukan batu asam urat
Sumber : Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Urinary Lithiasis. Pearle, M.45;1277
Hiperurikosuiria menjadi faktor predisposisi pada pembentukan batu asam urat dan batu kalsium oksalat karena menyebabkan supersaturasi urin. Pasien dengan kadar asam urat dalam urin dibawah 600mg/hari memiliki batu yang lebih sedikit dari pasien yang memiliki kadar asam urat diatas 1000mg/hari dalam urin. Batu asam urat dapat dihasilkan secara kongenital, didapat, atau idiopatik. Kelainan kongenital yang berhubungan dengan batu asam urat melibatkan transpor asam urat di tubulus ginjal atau metabolisme asam urat menyebabkan hiperurikosuria. Kelainan didapat dapat berupa diare kronik, menurunnya volume urin, penyakit myeloproliferatif, tingginya konsumsi protein hewani, dan obat-obatan yang menyebabkan 3 faktor di atas (Pearle et al., 2012).
2.1.3 Manifestasi Klinis dan Evaluasi Pasien Batu Saluran Kemih
Manifestasi klinis dari batu saluran kemih biasanya adalah nyeri. Nyeri bergantung pada lokasi batu. Kolik ginjal dan nyeri ginjal nonkolik adalah dua tipe nyeri utama pada ginjal. Kolik ginjal biasanya disebabkan peregangan ureter dan sistem pengumpul, sedangkan nyeri ginjal nonkolik disebabkan distensi kapsul ginjal. Obstruksi pada saluran kemih adalah penyebab utama terjadinya kolik ginjal. Gejala kolik ginjal akut bergantung pada lokasi dari batu saluran kemih. Daerah-daerah seperti renal calyx, renal pelvis, upper and midureter dan distal ureter
merupakan daerah yang sering berhubungan dengan kolik ginjal yang terjadi. Obstruksi pada renal calyx menyebabkan nyeri yang dalam dan tumpul
ringan. Nyeri sering muncul pada konsumsi cairan yang berlebihan. Obstruksi pada renal pelvic dengan diameter batu lebih dari 1 cm biasanya terjadi pada
ureteropelvic junction. Nyeri akan muncul pada sudut costovertebra dan bervariasi
dari rasa tumpul sampai rasa tajam yang tidak tertahankan. Nyeri ini sering merambat ke flank dan ke daerah kuadran ipsilateral abdomen (Stoller, 2008).
Obstruksi pada proksimal ureter akan menimbulkan nyeri pada sudut
kostobertebra yang intens dan merambat sepanjang dermatom dari saraf spinal yang terpengaruh. Pada obstruksi ureter bagian atas, nyeri akan menjalar ke regio lumbal, sedangkan obstruksi pada midureter akan menyebabkan nyeri yang menjalar ke kaudal dan anterior menuju abdomen bagian tengah dan bawah.
Selain nyeri, pasien juga akan mengakui bahwa mereka mengalami kencing darah atau urin berwarna seperti teh. Infeksi juga bisa terjadi pada pasien batu saluran kemih. Batu yang mengobstruksi saluran kemih akan memicu terjadinya pyonephrosis (Stoller, 2008).
Evaluasi awal pada pasien dengan batu saluran kemih harus mencakup riwayat kesehatan lengkap dan pemeriksaan fisik. Gejalan khas kolik ginjal akut adalah nyeri kolik pada punggung yang intermiten yang bisa menjalar ke abdomen bagian bawah atau ke selangkangan. LUTS atau Lower Urinary Track Symptoms sering muncul pada kasus batu yang sudah mencapai ureter (Miller et al., 2007).
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh adalah komponen yang penting untuk mengevaluasi pasien yang dicurigai menderita batu saluran kemih. Pasien biasanya mengeluh mengalami kolik ginjal aku yang berat. Kolik ginjal biasanya mereda setelah pasien mengubah posisinya. Ini merupakan tanda untuk mendiferensiasi pasien dengan peritonitis dimana pasien ini takut untuk mengubah
posisinya.
Pemeriksaan lanjutannya adalah pemeriksaan radiologi. CT scan
penegakan diagnosa. Pemeriksaan USG juga dapat menjadi pilihan dengan efektifitas yang hampir sama dengan IVP dalam menegakkan diagnosa. Retrograde pyelography dilakukan untuk menggambarkan saluran kemih atas dan mengetahui
letak batu yang kecil-kecil. Pemeriksaan MRI tidak dianjurkan karena tidak efektif dalam menegakkan diagnosa (Stoller, 2008).
Tabel 2.1 Faktor penting yang perlu diidentifikasi dari riwayat pasien.
Penyakit sistemik Hiperparatiroidisme primer, RTA, Cystinuria, Gout, Diabetes mellitus,
IBD, Ginjal yang tidak adekuat.
Kelainan anatomis Horseshoe kidney, Urinary
diversion, Obstruksi pada ureteropelvic junction, Solitary kidney.
Riwayat penyakit ginjal ISK atau Pyelonefritis, Riwayat batu ginjal keluarga, Penyakit batu
sebelumnya.
Obat-obatan yang berhubungan dengan penyakit batu saluran kemih
Carbonic anhydrase inhibitors,
Ephedrine, Guaifenesin, Kalsium dengan vitamin D, Triamterene, Indinavir atau sulfadiazine.
Sumber : BMJ 2007. Management of kidney stones. Miller, N. 334;468
2.1.4 Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih 2.1.4.1 Observasi Konservatif
Kebanyakan batu saluran kemih akan keluar sendiri tanpa pemberian intervensi. Keluarnya batu secara spontan tergantung pada ukuran, bentuk, lokasi, dan edema ureter terkait. Batu dengan ukuran 4-5mm mempunyai 40-50%
spontan. Tapi ini tidak menjamin bahwa batu dengan ukuran 1cm tidak mungkin untuk keluar spontan atau batu dengan ukuran 1-2mm dapat pasti keluar secara spontan.
2.1.4.2 Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
Pemilihan metode terapi yang tepat merupakan hal yang kompleks, tidak hanya berpengaruh pada angka bebas batu, juga pada kemungkinan terapi ulang,
dan juga komplikasi. Hasil terapi ESWL bergantung pada berbagai macam faktor seperti ukuran, lokasi, komposisi batu, dan anatomi dari collecting system pasien. ESWL umumnya sangat efektif untuk batu dengan diameter 1,5-2cm. ESWL tidak dianjurkan untuk penatalaksanaan batu staghorn atau bercabang. Untuk terapi pada kutub bawah ginjal, ESWL dibatasi untuk batu berukuran kurang dari 10mm. Batu yang lebih besar seharusnya diterapi dengan ureteroscopy atau percutaneous nephrolithotomy.
Kesuksesan ESWL memecah batu bervariasi tergantung komposisi batu. Cystine dan brushite merupakan batu yang paling resisten terhadat ESWL, diikuti
dengan tingkat resistensi yang menurun yaitu kalsium oksalat monohidrat, struvite, kalsium oksalat dihidrat, dan batu asam urat. Walaupun kandungan batu tidak dapat diketahui sebelum pelaksanaan terapi, tetapi faktor ini harus menjadi pertimbangan untuk pengambilan keputusan pada pasien yang sudah pernah dianalisis batunya (Pearle, 2012).
2.1.4.3 Ureteroscopy Stone Extraction
Terapi ini sangat efektif untuk batu pada ureter bagian bawah. Penggunaan ureteroscope kaliber kecil dan dilatasi balon meningkatkan angka bebas batu secara dramatis. Angka bebas batu berkisar antara 66%-100% tergantung pada beban batu
dan lokasi, lamanya batu, riwayat operasi retroperitoneal, dan pengalaman operator. Batu dengan ukuran kurang dari 8mm dapat dikeluarkan secara utuh.
2.2 Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
2.2.1 Prosedur PCNL
Pelaksanaan PCNL lebih dianjurkan kepada pasien dibawah pengaruh anestesi umum karena pasien harus berbaring dengan posisi yang tidak nyaman sampai hampir tiga jam. Teknik operatif standard PCNL terbagi menjadi tiga langkah utama yaitu percutaneous puncture of pelvi-calyceal system, development of tracks dan fragmentation and/or removal of stone.
Langkah pertama yaitu tusukan perkutan dapat dilakukan dengan mudah dengan dipandu USG. Tusukan diawali dengan jarum tipis berukurang 21G atau 22G dibawah iga ke-12. Kedalaman tusukan dan keberhasilan mencapai target calyx dikonfirmasi dengan C-arm fluoroscopic imaging. Kesuksesan tusukan
pertama ini dipastikan ketika cairan berwarna biru mengalir keluar melalui jarum. Tusukan kedua dilakukan dengan jarum berukuran 18G, diinsersi hanya pada sebelah tusukan jarum pertama (Wong, 2009).
Dua buah kawat pemandu harus diinsersi ke sistem pelvi-calyceal. Kawat kedua berfungsi sebagai pengaman apabila kawat pertama secara tidak sengaja terlepas ke sistem kolektivus.
Langkah kedua yaitu untuk mendilatasi sebuah jalur dari kulit menuju parenkim ginjal sampai ke sistem kolektivus dan untuk memasang working sheath. Dengan panduan fluoroskop, fascial dilators diinsersi melalui kawat pemandu. Setelah mendilatasikan jalur sesuai yang diinginkan, sebuah Amplatz sheath diselipkan ke dilator menuju ke sistem kolektivus sebagai sebuah tampon untuk menghentikan pendarahan dari jalur yang baru dikembangkan. Secara bersamaan, Amplatz sheath juga berperan sebagai saluran untuk instrumen dan sebuah kanal
untuk irigasi.
Langkah ketiga adalah untuk memasukkan sebuah nefroskop via Amplatz sheath ke sistem pelvy-calyceal untuk mengetahui lokasi batu. Nefroskop standar
menghasilkan sebuah aliran cairan yang sangat cepat untuk membersihkan pecahan batu dan darah dari pandangan endoskop (Wong, 2009).
Gambar 2.4. Tusukan jarum pertama dan jarum kedua.
Sumber : The Hong Kong Medical Diary. Percutaneous Nephrolithotomy. Wong, B. Vol.14. No.10;16
Gambar 2.5. Dua buah kawan pemandu di insersi ke sistem pelvi-calyceal
[image:34.595.239.428.477.671.2]Gambar 2.6. Amplatz sheath diinsersikan ke sistem kolektivus
Sumber : The Hong Kong Medical Diary. Percutaneous Nephrolithotomy. Wong, B. Vol.14. No.10;17
Gambar 2.7. Nefroskopi dan ekstraksi batu dengan C-arm fluoroskop sebagai pengkonfirmasi pembersihan.
Sumber : The Hong Kong Medical Diary. Percutaneous Nephrolithotomy. Wong, B. Vol.14. No.10;16
[image:35.595.122.505.438.615.2]2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi PCNL
Nugroho et al. dalam tulisannya menyatakan indikasi tindakan PCNL adalah sebagai berikut :
Batu pielum simpel dengan ukuran lebih dari 2cm
Batu kaliks ginjal, terutama batu kaliks inferior dengan ukuran 2cm Batu multipel
Batu pada ureteropelvic junction dan ureter proksimal
Batu ginjal besar, terutama staghorn membutuhkan waktu yang lebih lama
Batu pada solitary kidney.
Hanya ada satu kontraindikasi absolut PCNL yaitu pada pasien yang memiliki kelainan perdarahan atau pembekuan darah (Nugroho et al., 2011).
2.2.3 Komplikasi PCNL
Untuk urologist yang paling berpengalaman sekalipun, komplikasi masih bisa muncul. Pendarahan merupakan komplikasi yang paling signifikan pada PCNL. PCNL juga bisa menyebabkan absorbi larutan irigasi. Oleh karena itu,
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) merupakan salah satu tindakan
minimal invasif di bidang urologi yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan
menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Prosedur ini sudah diterima secara luas sebagai suatu prosedur untuk mengangkat batu ginjal karena relatif aman, efektif, murah, nyaman dan memiliki morbiditas yang rendah, terutama bila dibandingkan dengan operasi terbuka (Nugroho dkk, 2011).
PCNL pertama kali ditemukan sekitar lebih dari tiga dekade yang lalu, tepatnya pada tahun 1976 dimana Fernstrom dan Johansson pertama kali memperkenalkan sebuah jalur secara perkutan untuk mengeluarkan batu yang berada di ginjal (Wong, 2009). Pada awal dekade 1980-an, prosedur PCNL sangat populer sebagai terapi batu ginjal, namun sejak ditemukannya Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), penggunaannya menurun. Dalam perkembangan selanjutnya ditemukan beberapa kelemahan tindakan ESWL, sehingga PCNL kembali populer digunakan sebagai penanganan batu ginjal (Nugroho dkk, 2011).
Menurut Abdelhafez (2013) yang melakukan penelitian di suatu rumah sakit di negara Jerman, PCNL itu efektif dengan angka bebas batu rata-ratanya berkisar 76-84% dan bahkan bisa lebih tinggi lagi.
Dalam penelitian yang dilakukan Srivastava dan Chipde (2013) di India, angka bebas batu atau Stone Free Rates (SFR) pada pasien non lower polar caliceal calculi mencapai 94% dan pada pasien lower polar caliceal stones mencapai
86,2%.
Angka bebas batu PCNL di Indonesia sendiri pada kasus batu staghorn
mencapai angka 84,2%. Pada kasus batu ginjal berukuran 10-20 mm, angka bebas batu PCNL mencapai 85-89% (Nugroho, 2011).
komplikasi pascaoperasi berupa perubahan status elektrolit (tetapi tidak signifikan), infeksi dan perdarahan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) di Medan, terutama di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan peneliti sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan terapi Percutaneous Nephrolitothomy di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memberikan informasi tentang pelaksanaan terapi PCNL yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014. 1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus pada penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan terapi PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui jumlah pasien yang menjalani terapi PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Untuk mengetahui perlu tidaknya transfusi pasca pelaksanaan PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Untuk mengetahui angka keberhasilan pelaksanaan terapi PCNL di
RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Tenaga Medis
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang pelaksanaan terapi PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4.3 Bagi Peneliti
Adapun manfaat bagi peneliti adalah sebagai berikut, yaitu:
1.Meningkatkan kemampuan peneliti dalam penulisan karya tulis ilmiah,
2.Meningkatkan kemampuan peneliti dalam menelaah suatu karya tulis ilmiah, dan
ABSTRAK
Pendahuluan: Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang urologi yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Prosedur ini sudah diterima secara luas sebagai suatu prosedur untuk mengangkat batu ginjal karena relatif aman, efektif, murah, nyaman dan memiliki morbiditas yang rendah, terutama bila dibandingkan dengan operasi terbuka. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik pasien dan tingkat keberhasilan terapi PCNL pada pasien batu saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang. Data penelitian diperoleh dari data sekunder rekam medis rumah sakit yang mencakup 21 pasien dari tahun 2013 sampai 2014 yang menjalani terapi PCNL sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien batu saluran kemih yang menjalani terapi PCNL adalah berada pada usia lebih dari 40 tahun yaitu kelompok usia >60 tahun sebesar 33,3%, mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan 52,4%,lokasi terbanyak yaitu batu pielum sebesar 42,9%, dengan yang membutuhkan transfusi sebesar 14,3%, lama pelaksanaan rata-rata selama 125 menit, lama perawatan rata-rata selama 5 hari, dan stone free rate sebesar 79,2%. Kesimpulan: PCNL merupakan terapi batu saluran kemih yang relatif aman dan efektif untuk batu kompleks.
ABSTRACT
Introduction: Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) is a urological minimally invasive therapy for nephrolithiasis treatment using percutaneal access to reach the pelviocalyxes system. This procedure has been accepted world wide as a common therapy for nephrolithiasis which is relatively safe, effective, cheap, convenient with a low morbidity compared to open surgery’s. The goal of this research is to describe the characteristics and the stone free rate of PCNL in RSUP H. Adam Malik Medan.
Methods: This research is a descriptive study with cross-sectional design. Data was obtained by observing hospital’s medical records which contained 21 patients’ data from 2013 to 2014 who underwent PCNL therapy based on inclusion and exclusion criteria.
Results: The results show that the majority patients who underwent PCNL therapy were above 40 years old which was in >60 years old group with 33.3%, majority was male with 52.4%, the common location was pyelum calculi with 42.9%, the need of transfusion was 14.3%, mean operation duration was 125 minutes,the mean hospital stay was 5 days, and the stone free rate was 90.5%.
Conclusion: PCNL is a relatively safe nephrolithiasis therapy and effective for complex calculi.
STUDI EVALUASI: PELAKSANAAN TERAPI PERCUTANEOUS NEPHROLITHOTOMY DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2013-2014
Oleh: CHRISTEVEN
120100104
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI EVALUASI: PELAKSANAAN TERAPI PERCUTANEOUS NEPHROLITHOTOMY DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2013-2014
KARYA TULIS ILMIAH
“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
Oleh: CHRISTEVEN
120100104
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Studi Evaluasi: Pelaksanaan Terapi Percutaneous Nephrolithotomy di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013 - 2014
Nama : Christeven NIM : 120100104
Pembimbing Penguji I
dr. Dhirajaya Dharma Kadar, Sp.U dr. Bayu Rusfandi Nasution, M.Ked(PD), Sp.PD NIP. 198003032008121004 NIP. 198505142009121002
Penguji II
dr. Yoan Carolina Panggabean, MKT NIP. 197604212003122003 Medan, Januari 2016
Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pendahuluan: Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang urologi yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Prosedur ini sudah diterima secara luas sebagai suatu prosedur untuk mengangkat batu ginjal karena relatif aman, efektif, murah, nyaman dan memiliki morbiditas yang rendah, terutama bila dibandingkan dengan operasi terbuka. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik pasien dan tingkat keberhasilan terapi PCNL pada pasien batu saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang. Data penelitian diperoleh dari data sekunder rekam medis rumah sakit yang mencakup 21 pasien dari tahun 2013 sampai 2014 yang menjalani terapi PCNL sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien batu saluran kemih yang menjalani terapi PCNL adalah berada pada usia lebih dari 40 tahun yaitu kelompok usia >60 tahun sebesar 33,3%, mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan 52,4%,lokasi terbanyak yaitu batu pielum sebesar 42,9%, dengan yang membutuhkan transfusi sebesar 14,3%, lama pelaksanaan rata-rata selama 125 menit, lama perawatan rata-rata selama 5 hari, dan stone free rate sebesar 79,2%. Kesimpulan: PCNL merupakan terapi batu saluran kemih yang relatif aman dan efektif untuk batu kompleks.
ABSTRACT
Introduction: Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) is a urological minimally invasive therapy for nephrolithiasis treatment using percutaneal access to reach the pelviocalyxes system. This procedure has been accepted world wide as a common therapy for nephrolithiasis which is relatively safe, effective, cheap, convenient
with a low morbidity compared to open surgery’s. The goal of this research is to
describe the characteristics and the stone free rate of PCNL in RSUP H. Adam Malik Medan.
Methods: This research is a descriptive study with cross-sectional design. Data was
obtained by observing hospital’s medical records which contained 21 patients’ data from 2013 to 2014 who underwent PCNL therapy based on inclusion and exclusion criteria.
Results: The results show that the majority patients who underwent PCNL therapy were above 40 years old which was in >60 years old group with 33.3%, majority was male with 52.4%, the common location was pyelum calculi with 42.9%, the need of transfusion was 14.3%, mean operation duration was 125 minutes,the mean hospital stay was 5 days, and the stone free rate was 90.5%.
Conclusion: PCNL is a relatively safe nephrolithiasis therapy and effective for complex calculi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya.
Karya tulis ilmiah yang dilaksanakan ini berjudul ”Studi Evaluasi: Pelaksanaan Terapi Percutaneous Nephrolithotomy di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2014” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Dhirajaya Dharma Kadar, Sp.U, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. dr. Bayu Rusfandi Nasution, M.Ked(PD), Sp.PD dan dr. Yoan Carolina Panggabean, MKT selaku Dosen Penguji yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
4. Seluruh pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu penulis saat melalukan penelitian
5. Pihak-pihak lain yang ikut mendukung proses penulisan karya tulis ilmiah ini.
Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2015
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Sampul Dalam ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Abstrak ... iv
Abstract ... v
Kata Pengantar ... vi
Daftar Isi ...viii
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Lampiran ...xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.3.1 Tujuan Umum ... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan ... 2
1.4.2 Bagi Masyarakat ... 3
1.4.3 Bagi Peneliti ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Batu Saluran Kemih ... 4
2.1.1 Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih ... 4
2.1.2 Jenis Batu Saluran Kemih ... 6
2.1.2.1 Batu Kalsium ... 6
2.1.2.2 Batu Struvit ... 6
2.1.2.3 Batu Asam Urat ... 7
2.1.3 Manifestasi Klinis dan Evaluasi Pasien Batu Saluran Kemih ... 8
2.1.4.1 Observasi Konservatif ... 10
2.1.4.2 Extracorporeal Shockwave Lithotripsy ... 11
2.1.4.3 Ureteroscopy Stone Extraction ... 11
2.2 Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) ... 11
2.2.1 Prosedur PCNL ... 12
2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi PCNL ... 15
2.2.3 Komplikasi PCNL ... ...15
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 16
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 16
3.2 Defenisi Operasional ... 16
3.2.1 Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) ... 16
3.2.2 Usia ... 17
3.2.3 Jenis Kelamin ... 17
3.2.4 Lokasi Batu ... 17
3.2.5 Ukuran Batu ... 17
3.2.6 Komplikasi ... 17
3.2.7 Stone Free Rate (SFR) ... 18
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19
4.1 Jenis Penelitian ... 19
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
4.2.1 Waktu Penelitian ... 19
4.2.2 Tempat Penelitian ... 19
4.3 Populasi dan Sampel ... 19
4.3.1 Populasi Penelitian ... 19
4.3.2 Sampel Penelitian ... 20
4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 20
4.3.3.1 Kriteria Inklusi ... 20
4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 20
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 20
4.4.1 Jenis Data ... 20
4.4.3 Pengolahan dan Analisis Data ... 20
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22
5.1 Hasil Penelitian ... 22
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 22
5.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 22
5.1.2.1 Distribusi Berdasarkan Usia ... 22
5.1.2.2 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23
5.1.2.3 Distribusi Berdasarkan Lokasi Batu ... 23
5.1.2.4 Distribusi Berdasarkan Perlu Tidaknya Transfusi ... 24
5.1.2.5 Distribusi Berdasarkan Lama Pelaksanaan ... 24
5.1.2.6 Distribusi Berdasarkan Lama Perawatan ... 25
5.1.2.7 Distribusi Berdasarkan Stone Free Rates ... 25
5.2 Pembahasan ... 25
5.2.1 Usia ... 25
5.2.2 Jenis Kelamin ... 26
5.2.3 Lokasi Batu ... 26
5.2.4 Transfusi ... 26
5.2.5 Lama Pelaksanaan ... 27
5.2.6 Lama Perawatan ... 27
5.2.7 Stone Free Rates ... 27
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
6.1 Kesimpulan ... 29
6.2 Saran ... 29
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kondisi faktor penting yang perlu diidentifikasi dari riwayat pasien 10
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ... 23
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Batu ... 24
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perlu Tidaknya Transfusi ... 24
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Pelaksanaan ... 24
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Perawatan ... 25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tahapan pembentukan batu saluran kemih ... 5
Gambar 2.2. Skema pembentukan batu struvite... 7
Gambar 2.3. Skema pembentukan batu asam urat ... 8
Gambar 2.4. Tusukan jarum pertama dan jaruk medua ... 13
Gambar 2.5. Dua buah kawan pemandu di insersi ke sistem pelvi-calyceal ...13
Gambar 2.6. Amplatz sheath diinsersikan ke sistem kolektivus ... ...14
Gambar 2.7. Nefroskopi dan ekstraksi batu dengan C-arm fluoroskop sebagai pengkonfirmasi pembersihan ... ...14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Data Induk
Lampiran 3. Output Data Hasil Penelitian Lampiran 4. Lembar Persetujuan Komisi Etik