HUBUNGAN ANTARA GUY’S STONE SCORE DENGAN ANGKA BEBAS BATU PADA PROSEDUR PERCUTANEOUS NEPHROLITHOTOMY DI
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS MAGISTER
Oleh:
BONI IRAWAN HATOGUAN NIM. 117041249
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
HUBUNGAN ANTARA GUY’S STONE SCORE DENGAN ANGKA BEBAS BATU PADA PROSEDUR PERCUTANEUS NEPHROLITHOTOMY DI
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS MAGISTER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Bedah pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
BONI IRAWAN HATOGUAN NIM. 117041249
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
iii
HALAMAN PENYATAAN ORISINALITAS
HUBUNGAN ANTARA GUY’S STONE SCORE DEGAN ANGKA BEBAS BATU PADA PROSEDUR PERCUTANEOUS NEPHROLYTHOTOMY DI
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS MAGISTER
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, April 2018
Boni Irawan Hatoguan
Universitas Sumatera Utara
iv ABSTRAK
Pendahuluan
Percutaneous Nephrolythotomy (PCNL) adalah salah satu tindakan minimal invasif dalam bidang urologi yang bertujuan untuk mengeluarkan batu menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Salah satu sistem skoring yang sederhana dan aplikatif dalam memprediksi angka bebas batu dalam prosedur PCNL adalah Guy’s Stone Score. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Guy’s Stone Score dengan angka bebas batu pada prosedur PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan.
Metode
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain prospektif yang dilakukan mulai Oktober 2016 sampai April 2017, dan didapati 34 pasien yang menjalani prosedur PCNL.Usia 18 tahun,ukuran batu lebih dari 20 mm dimasukkan kriteria inklusi pada penelitian ini, sementara pasien-pasien yang sudah menjalani ESWL atau prosedur endourologi lainnya di eksklusikan dari penelitian ini.
Hasil
Rata-rata usia pasien adalah 51.02 + 10.4 tahun, dengan jumlah laki-laki dan perempuan 18 dan 16 orang (52,9% dan 47,1%) dengan rata-rata berat BMI 23.3 + 2.9 dengan BMI overweight 17 pasien (50%). Sebagian besar batu adalah radioopak pada 32 pasien (94.1 %) dan mencapai angka bebas batu pada 27 pasien (79.4%). Diantara 34 pasien , GSS 4 paling banyak (38,2 %) dan GSS 1 paling sedikit (17,6%). Rata-rata usia pasien pada GSS1, 2, 3 dan 4 adalah 50.5 + 10.2, 48.1 + 9.7, 47 + 8.8, 55.2 +11.3. Batu radioopak mendominasi, secara berurutan
Universitas Sumatera Utara
v
untuk GSS1 sampai 4 adalah 100 %, 75 %, 100%, 100%. Angka bebas batu secara berurutan dari GSS1 sampai 4 adalah 100%, 87.5%, 71,4 %, dan 69.2 %,
Simpulan
Terdapat hubungan bermakna antara Guy’s Stone Score dan angka bebas batu ( p<0.001, r = 1,0)
Kata Kunci : Guy’s Stone Score, GSS, PCNL, Angka bebas batu.
Universitas Sumatera Utara
vi ABSTRACT
Introduction
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) is one of the minimally invasive actions in the field of urology aimed at removing kidney stones using percutaneous access to reach the pelviocalises system. One of the simplest and applicative scoring systems as a predictor of the free number of stones in the PCNL procedure is Guy's Stone Score. The purpose of this research is to know the relationship of Guy's Stone Score and stone free number after PCNL procedure at Adam Malik Hospital Medan.
Methods
This research is an analytical study with prospective design. During the period of October 2016 to April 2017, 34 patients with kidney stones were found in the PCNL procedure aged> 18 years, with stone size> 20 mm were included in this study but patients who had already done ESWL or endourology were excluded from this study.
Results
Mean age of patient was 51.02 ± 10.4 years with number of men and women were 18 and 16 respectively (52.9% and 47.1%), mean BMI 23.3 ± 2.9 with overweight body mass indexof 17 (50%) patients. Total stones was dominated by the radiopaque rock group in 32 patients (94.1%) and treatment success with stone
Universitas Sumatera Utara
vii
free rate parameters in 27 (79.4%) patients. Of the 34 patients, Guy Stone Score 4 was the largest proportion in 13 (38.2%) patients and Guy Stone Score 1 was the lowest in 6 patients (17.6%). Average patient age from Guys Stone Score 1,2,3,4 were 50.5 ± 10.2, 48.1 ± 9.7, 47 ± 8.8, 55.2 ± 11.3. The radiopaque stone description dominates Guy Stone's Score population of 1 to 4 in 100%, 75%, 100%, and 100%. The result of stone free rate on Guys Stone Score 1-4 is 100%, 87.5%, 71.4%, and 69.2% respectively
Conclusion
There is a relationship between GSS with stone free number (r=1.0 and p = 0,000).
Key words : Guy’s Stone Score, GSS, PCNL, Stone free rate.
Universitas Sumatera Utara
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis haturkan, atas berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister kedokteran bidang Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Kedua orang tua, ayahanda (Alm) drg. Edmond dan ibunda Hj. Ida Hafni Hasibuan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.
2. Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta Sri Adi Astuti Tanjung, S.STP atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.
3. Kepada kedua anakku tersayang Arini Akifah Naylah dan Rakha Khalaf Faith, yang memberikan kebahagian dan semangat di saat penulis menjalani masa pendidikan dan juga menjadi seorang Ayah.
4. Kepada abang, (Alm) Iskandar, seluruh keluarga besar, penulis mengucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan baik moril maupun materil yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
5. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ix
6. Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Adi Muradi, SpB-KBD dan Sekretaris Departemen, dr. Doddy Prabisma Pohan, SpBTKV. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Edwin Saleh Siregar, SpB-KBD dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr.
Dedy Hermansyah, SpB(K)Onk, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.
7. Pembimbing penelitian saya Dr. dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U(K) dan dr.
Dhirajaya Dharma Kadar, Sp.U pembimbing , terima kasih yang sedalam- dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
8. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-guru saya : Prof. Bachtiar Surya, SpB-KBD, Prof. Dr. Abd.
Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K), Prof. Adril A. Hakim, SpS, SpBS(K), Prof. Nazar Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, Alm.Prof Usul Sinaga, SpB, Alm.Prof Buchari Kasim, SpBP, dr. Asmui Yosodihardjo, SpB,SpBA, dr. Syahbuddin Harahap, SpB, dr. Harry Soejatmiko, SpB,SpBTKV, dr.Emir Taris Pasaribu, SpB(K)Onk, dr.
Marsal SpBTKV, dr. Liberty Sirait SpB-KBD, dr. Budi Irwan, SpB-KBD, dr. Adi Muradi, SpB-KBD, dr. Erjan Fikri, SpB, SpBA(K), dr. Djeni Bijantoro, SpB-SpBA, dr. Mahyono, SpB-SpBA, dr. Iqbal P. Nst, SpBA, dr. Suyatno SpB(K)Onk, dr. Kamal Basri Siregar, SpB(K) Onk, dr.
Albiner Simarmata, SpB(K) Onk, dr. Denny Rifsal Siregar, SpB(K)Onk, dr. Pimpin Utama Pohan, SpB(K)Onk, dr. Edy Sutrisno, SpBP-RE(K), dr.
Frank B. Buchari, SpBP-RE(K), dr. Utama Abdi Trg, SpBP-RE, dr. Syah Mirsya Warli, SpU, dr. Bungaran, SpU, dr. Ramlan Nst, SpU, dr.
Chairandi S, SpOT, dr. Suhelmi, SpB dan seluruh guru bedah saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H Adam
Universitas Sumatera Utara
x
Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.
9. Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.
10. Terima kasih kepada teman seperjuangan dr. Uncok Ramses Simanjuntak, Unni Bayani Buchari, yang telah berjuang bersama sejak awal mulai pendidikan hingga sekarang
11. Para Senior, dan sejawat peserta program studi Bedah yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan.
12. Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.
Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.
Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Magister Kedokteran ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Terima kasih.
Medan, April 2018 Penulis
dr. Boni Irawan Hatoguan
Universitas Sumatera Utara
xi DAFTAR ISI
... Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………. iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis Penelitian ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 2
1.4.1 Tujuan Umum ... 2
1.4.2Tujuan Khusus ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Defenisi dan Sejarah ... 4
Universitas Sumatera Utara
xii
2.2 Indikasi ... 6
2.4 Persiapan ... 6
2.5 Posisi ... 7
2.6 Pungsi ... 8
2.7 Lithotripsy ... 11
2.7.1 Ultrasound ... 11
2.7.2 Ballistic ... 12
2.7.3 Electrohydraulic Lithotripsy (EHL) ... 12
2.7.4 Laser ... 13
2.8 Nefrostomi ... 15
2.9 Guys’s Stone Score ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
3.1 Desain Penelitian ... 22
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 22
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 23
3.5 Alur Kerja ... 24
3.6 Identifikasi Variabel ... 24
3.7 Kerangka Konsep ... 25
3.8 Defenisi Operasional ... 25
3.9 Analisis Data ... 27
4.0 Masalah Etika ... 28
Universitas Sumatera Utara
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 29
4.1 Hasil Penelitian ... 29
4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 29
BAB V PEMBAHASAN ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 37
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Guy’s Stone Score 17
4.1 Karakteristik sampel keseluruhan 29
4.2 Distribusi Frekuensi Guy’s Stone Score 31 4.3 Karakteristik Pasien berdasarkan Guy’s Stone Score 32 4.4 Hubungan Antara Guy’s Stone Score dan Angka
Bebas Batu
33
Universitas Sumatera Utara
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Posisi pasien pada prosedur PCNL 7
Gambar 2.2 Pungsi pada kaliks inferior dipandu dengan USG
10
Gambar 2.3 Penciptaan working tract menggunakan metal dilator secara serial
10
Gambar 2.4 Meletakkan sheath nefroskop pada pelvis ginjal 11
Gambar 2.5 Melakukan Lithotripsi 14
Gambar 2.6 Mengeluarkan fragmen batu dengan menggunakan grasper
14
Gambar 2.7 Evaluasi sistem pelviokalises untuk mencari sisa fragmen batu
15
Gambar 2.8 Pemasangan nefrostomi 16
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang urologi yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Prosedur ini sudah diterima secara luas sebagai suatu prosedur untuk mengangkat batu ginjal karena relatif aman, efektif, murah, nyaman, dan memiliki morbiditas yang rendah, terutama bila dibandingkan dengan operasi terbuka (Nugroho D, dkk, 2011, Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016)
Banyak faktor yang mempengaruhi seorang ahli urolog dalam mengambil keputusan terapi terhadap batu ginjal; dua hal yang paling diperhitungkan adalah angka bebas batu dan morbiditas dari tindakan yang akan dilakukan. Faktor lain yang ikut berperan antara lain ukuran, lokasi, komposisi batu, kondisi anatomi, preferensi pasien, dan ketersediaan alat. (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005)
Salah satu sistem skoring yang sederhana dan aplikatif sebagai prediktor angka bebas batu pada prosedur PCNL adalah Guy’s Stone Score (Mandal et al, 2015 ; Noureldin Y.A, et al 2015, Thomas K, et al, 2011)
Menurut penelitian Thomas dkk, distribusi jumlah pasien yang menjalani prosedur PCNL adalah 28 % (skor I), 34 % (skor II), 21 % (skor III), 17 % (skor IV). Dan angka bebas batu adalah 81 % (skor I), 72,4 % (skor II), 35 % (skor III), dan 29 % ( skor IV) (Thomas K et al, 2011)
1 Universitas Sumatera Utara
2
Menurut penelitian Mandal dkk munculnya komplikasi secara signifikan lebih sering muncul pada pasien dengan skor GSS yang lebih tinggi dan GSS telah terbukti efektif untuk memprediksi angka bebas batu, berdasrkan penelitian tersebut juga didapat angka bebas batu 100 % (skor I), 74 % (skor II), 56 % (skor III), dan 0 % (skor IV) (Mandal S et al, 2012)
Menurut penelitian Noureldin dkk, distribusi pasien berdasarkan Guy’s stone score adalah 25,4 % (skor I), 43,2 % (skor II), 11,4 % (skor III), 20 % (skor IV), Dan angka bebas batu berdasarkan Guy’s stone score adalah 91,5 % (skor I), 80 % (skor II), 47,6 % (skor III) dan 43,2 % (skor IV) (noureldin et al, 2015)
Sepanjang pengetahuan peneliti di RSUP H. Adam Malik Medan belum pernah menerapkan Guy’s Stone Score ini pada pre operatif PCNL. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan Guy’s Stone Score dan angka bebas batu sesudah prosedur PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian untuk mengetahui hubungan Guy’s Stone Score dengan angka bebas batu pada prosedur PCNL.
1.3 HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara Guy’s Stone Score dengan angka bebas batu
1.4 TUJUAN PENELITIAN 1.4.1 TUJUAN UMUM
Universitas Sumatera Utara
3
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Guy’s Stone Score dan angka bebas batu pada prosedur PCNL di RSUP H.
Adam Malik Medan.
1.4.2 TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan terapi PCNL di RSUP H.
Adam Malik Medan
2. Untuk mengetahui jumlah pasien yang menjalani terapi PCNL di RSUP H.
Adam Malik Medan
3. Untuk mengetahui angka keberhasilan pelaksanaan terapi PCNL di RSUP.
H. Adam Malik Medan
1.5MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Para klinisi, untuk memberikan data sehingga para klinisi dapat melakukan intervensi pasien yang lebih optimal dan sebagai tolak ukur dalam prosedur PCNL.
2. Bagi peneliti, untuk memberikan data bagi para peniliti selanjutnya untuk pengembangan penelitian
3. Departemen Bedah Divisi Urologi RSUP H. Adam Malik Medan, untuk mengetahui hubungan Guy’s stone score dan angka bebas batu sesudah prosedur PCNL.
Universitas Sumatera Utara
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi dan Sejarah
Hampir tiga puluh persen dari kasus urologi berkaitan dengan batu saluran kemih.
Tujuan utama dari penatalaksanaan batu adalah mencapai angka bebas batu yang maksimal dengan morbiditas yang minimal (Nerli et al 2014; William et al, Bailey
& Love, Short Practice of Surgery, 2008)
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang urologi yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) dijelaskan pertama kali oleh Fernstom dan Ohannson pada tahun 1976. European Association of Urology (EAU) mempertimbangkan PCNL sebagai pilihan utama pembedahan untuk batu yang besar, multipel atau batu ginjal kaliks inferior. Prosedur ini sudah diterima secara luas sebagai suatu prosedur untuk mengangkat batu ginjal karena relatif aman, efektif, murah, nyaman, dan memiliki morbiditas yang rendah, terutama bila dibandingkan dengan operasi terbuka (Nugroho D, dkk, 2011, Purnomo B, Dasar-Dasar Urologi 2011 ; Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016).
Pada awal dekade 1980-an prosedur PCNL sangat populer sebagai terapi batu ginjal, namun sejak ditemukannya Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) pada pertengahan dekade 1980-an penggunaannya menurun. Dalam perkembangan selanjutnya ditemukan kelemahan tindakan ESWL, sehingga PCNL
4 Universitas Sumatera Utara
5
kembali populer digunakan sebagai penanganan batu ginjal dengan kemajuan pesat teknik dan peralatannya. (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016, McAninch et al, Smith and Tanagho’s General Urology, 2013)
Keuntungan prosedur PCNL adalah angka bebas batu yang lebih besar daripada ESWL, dapat digunakan untuk terapi batu ginjal berukuran besar ( > 20 mm), dapat digunakan pada batu kaliks Inferior yang sulit diterapi dengan ESWL, dan morbiditasnya yang lebih rendah dibandingkan dengan operasi terbuka baik dalam respon sistemik tubuh maupun preservasi terhadap fungsi ginjal pasca- operasi. (Nugroho D, dkk, 2011,)
Kelemahan PCNL adalah dibutuhkan keahlian khusus dan pengalaman untuk melakukan prosedurnya. Saat ini operasi terbuka batu ginjal sudah banyak digantikan oleh prosedur PCNL dan ESWL baik dalam bentuk monoterapi maupun kombinasi, hal ini disebabkan morbiditas operasi terbuka lebih besar dibandingkan PCNL dan ESWL.
Secara umum teknik PCNL mencakup empat tahap prosedur, yaitu: akses ginjal perkutan, dilatasi, fragmentasi dan ekstraksi batu, serta drainase. Walaupun jarang, namun proses pungsi dan dilatasi cukup beresiko untuk terjadinya komplikasi. (Kyriazis et al 2015, Nugroho D, dkk, 2011)
Adapun indikasi ESWL adalah batu pada ginjal yang non kaliks inferior dengan ukuran < 20 mm. dan batu pada proksimal ureter dengan ukuran < 10 mm.
Universitas Sumatera Utara
6
2.2 Indikasi
Indikasi dilakukan PCNL adalah 1. batu pada sistem pelvikalises yang secara ukuran tidak sesuai untuk ESWL 2. gagal dengan penatalaksanaan ESWL 3. batu yang disertai obstruksi uretero pelvic junction 4. Batu pada divertikel kaliks 5.
Kelainan anatomi (contoh : ginjal ladam kuda) (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005; Nugroho D, dkk, 2011)
2.3 Kontra Indikasi
Kontra indikasi absolut adalah adanya infeksi saluran kemih yang masih aktif dan koagulopati. Kontra indikasi relatifnya adalah operasi ginjal transabdomen yang dilakukan sebelumnya yang dapat mengakibatkan proyeksi usus retrorenal.
(Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005; Nugroho D, dkk, 2011)
2.4 Persiapan Pasien
Persiapan meliputi anamnesis lengkap riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Kontraindikasi absolut terhadap tindakan PCNL perlu diidentifikasi sebelum tindakan, yaitu: koagulopati dan infeksi saluran kemih yang aktif serta belum diterapi. Penggunaan obat-obatan antikoagulan harus dihentikan minimal tujuh hari sebelum tindakan. Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah darah tepi, fungsi ginjal, elektrolit, dan kultur urin (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011)
Universitas Sumatera Utara
7
2.5 Posisi Pasien
Sebelum dimulai tindakan PCNL dilakukan pemasangan kateter ureter. PCNL dikerjakan dalam posisi pasien tengkurap dengan sisi ginjal yang akan dikerjakan diposisikan lebih tinggi 30 derajat. Posisi tersebut menjamin ventilasi pasien tetap baik dan membuat kaliks posterior berada pada posisi vertikal sehingga membantu pada saat melakukan pungsi((Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011)
Pada mulanya PCNL dilakukan dengan posisi prone. Sesudah tahun 1998 Valdivia Uria menjelaskan serangkaian pasien yang menjalani prosedur PCNL dengan posisi supine. Angka bebas batu pasien batu cetak dengan PCNL posisi prone lebih tinggi dibanding posisi supine (59,2% vs 48,4% , p < 0,001) (Astroza et al, 2013 ; Kamphuis et al, 2015).
Gambar 2.1. Posisi pasien pada prosedur PCNL (dikutip dari Hohenfellner et al, Manual Endourology, 2005)
Universitas Sumatera Utara
8
2.6 Pungsi
Pungsi perkutan untuk mendapatkan akses ke ginjal dapat dilakukan dengan bantuan kontrol ultrasonografi, fluoroskopi, atau CT-scan. Setelah pasien diposisikan tengkurap, kontras dimasukkan melalui ureter kateter sampai mengisi sistem pelviokalises. Fluoroskopi diposisikan dalam sudut 25-300 dari vertikal pada posisi aksial. Dilakukan insisi kecil pada tempat pungsi. Pungsi dapat dilakukan melalui kaliks superior, media, maupun inferior menggunakan jarum 18G yang diposisikan sehingga target pungsi, ujung jarum dan pangkal jarum berada dalam posisi segaris. Kedalaman pungsi dikontrol menggunakan fluoroskopi dalam posisi AP (anteroposterior), ketika jarum mencapai kaliks target dan obturator dilepas maka urin akan keluar dari jarum. Bila urin tidak keluar maka dapat dimasukkan kontras untuk menilai posisi pungsi apakah tepat masuk ke dalam sistem pelviokalises. (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011)
Lokasi batu dan stone burden menjadi pertimbangan dalam menentukan letak pungsi ginjal. Adapun beberapa pertimbangan anatomis secara umum menjadi pedoman dalam melakukan pungsi ginjal, yaitu: kaliks posterior lebih dipilih karena biasanya berada pada Brödel’s line, pungsi harus searah dengan infundibulum untuk mencegah perlukaan terhadap pembuluh darah serta memudahkan akses dan manuver nefroskop saat memecahkan batu. Pungsi sebaiknya dilakukan dengan pendekatan di bawah iga 12 untuk mengurangi risiko komplikasi terhadap pleura, bila pungsi supra kosta diperlukan maka hendaknya dilakukan pungsi saat paru ekspirasi penuh. Tujuan dari keseluruhan akses adalah
Universitas Sumatera Utara
9
dapat mengangkat batu terbesar dengan nefroskop yang rigid. Untuk batu kaliks biasanya pungsi diarahkan langsung pada kaliks yang bersangkutan kecuali pada anterior kaliks, mengingat sudut yang tajam antara kaliks anterior terhadap pelvis sehingga batu kaliks anterior biasanya diraih melalui kaliks posterior dengan fleksibel nefroskop. (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011)
Pungsi suprakostal biasanya diperlukan pada beberapa kasus tertentu, seperti bila terdapat batu lebih banyak di kaliks superior, striktur ureteropelvic junction yang membutuhkan endopielotomi, batu multipel di kaliks dan infundibulum pole bawah/ureter, batu cetak yang mayoritas pada kutub pole atas, dan batu pada ginjal tapal kuda. (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011)
Sedangkan akses multipel dipertimbangkan pada kasus dimana tiap kaliks terdapat batu ukuran >2 cm yang tidak dapat dijangkau dengan akses primer menggunakan nefroskop rigid, atau batu dengan ukuran < 2 cm namun tidak dapat dijangkau dengan akses primer menggunakan nefroskop fleksibel. Akses multipel memiliki potensi lebih besar terjadinya perdarahan, nyeri pasca operasi, lama rawat, biaya dan morbiditas yang lebih besar dibandingkan dengan akses tunggal.
(Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005), Nugroho dkk. 2011)
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2.2. Pungsi pada kaliks inferior dipandu dengan USG (dikutip dari Hohenfellner et al, Manual Endourology, 2005)
Gambar 2.3. Penciptaan working tract menggunakan metal dilator secara serial (dikutip dari Hohenfellner et al, Manual Endourology, 2005)
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 2.4. Meletakkan sheath nefroskop pada pelvis ginjal (dikutip dari Hohenfellner Manual Endourology, 2005)
2.7 Lithotripsi
Untuk batu berukuran lebih dari satu cm membutuhkan fragmentasi dengan menggunakan litotriptor berupa laser, ultrasound, ballistic maupun EHL (Electro Hydrolic Lithotripsy) (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005; Nugroho dkk. 2011; Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016)
2.7.1 Ultrasound
Ultrasound adalah energi suara berfrekuensi tinggi 23000 – 25000 Hz. Getaran dari probe yang berongga ditransmisikan ke batu menghasilkan fragmentasi.
Kekurangan dari ultrasound adalah membutuhkan scope yang semirigid dan
Universitas Sumatera Utara
12
probe-nya berukuran cukup besar. Litotriptor ultrasound memiliki angka keberhasilan fragmentasi batu antara 69-100%.(Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011; Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016)
2.7.2 Ballistic
Lithotriptor ballistic memiliki energi yang berasal dari pergerakan metal proyektil. Energi tersebut diteruskan probe yang menempel pada batu sehingga menimbulkan efek seperti martil. Alat ini memiliki angka keberhasilan fragmentasi batu antara 73-100% dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan EHL, di mana insiden terjadinya perforasi mencapai 17,6%
pada EHL dibandingkan dengan ballistic yang hanya 2.6% (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011; Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016)
2.7.3 Electrohydraulic lithotripsy (EHL)
EHL menggunakan tenaga listrik yang menyebabkan timbulnya percikan api dan menyebabkan kavitasi gelembung udara yang menghasilkan gelombang kejut sekunder atau mikrojet berkecepatan tinggi sehingga dapat menfragmentasi batu.
Keuntungan penggunaan EHL antara lain biaya yang lebih murah dibandingkan dengan laser. Probe EHL adalah komponen sekali pakai yang bergantung pada kekerasan batu sehingga mungkin diperlukan lebih dari satu probe untuk
Universitas Sumatera Utara
13
memecahkan batu. Probe EHL lebih fleksibel daripada fiber laser. Kerugian dari penggunaan EHL antara lain beberapa jenis batu sulit dipecahkan, tekanan tinggi dari ujung probe dengan jarak yang cukup jauh membuat batas keamanan alat ini sempit, dan dapat menyebabkan perforasi saluran kemih (17,6%). Namun demikian angka keberhasilan fragmentasi batu EHL lebih tinggi dibandingkan dengan ballisticlithotripsy yaitu mencapai 90% (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011; Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016)
2.7.4 Laser
Holmium YAG Laser saat ini dijadikan baku emas pada lithotripsi intrakorporeal.
Medium aktif dari alat ini yaitu holmium dikombinasi dengan Kristal YAG.
Pertama kali digunakan di bidang urologi pada tahun 1993 oleh Webb. Panjang gelombang 2100 nm ditransmisikan lewat fibersilica yang fleksibel dan dapat digunakan pada endoskopi rigid maupun fleksibel. Energi dari Holmium YAGlaser menghasilkan efek fotothermal yang kemudian menyebabkan vaporisasi dari batu.
Energi laser holmium YAG diabsorbsi kuat oleh air dan jangkauannya tidak lebih dari 0,5-1 mm pada medium cair, oleh karenanya alat ini memiliki batas keamanan yang cukup baik dalam mencegah kerusakan saluran kemih dan memiliki angka bebas batu yang cukup tinggi mencapai 90% (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011; Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016).
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 2,5. Melakukan litotripsi (dikutip dari Hohenfellner Manual Endourology, 2005)
Gambar 2.6. Mengeluarkan fragmen batu dengan menggunakan grasper (dikutip dari Hohenfellner
Manual Endourology, 2005)
Universitas Sumatera Utara
15
Gambar 2.7. Evaluasi sistem pelviokalises untuk mencari sisa fragmen batu (dikutip dari Hohenfellner Manual Endourology, 2005)
2.8 Nefrostomi
Setelah selesai dilakukan PCNL maka penggunaan drainase nefrostomi biasanya dianjurkan. Pemasangan selang nefrostomi pasca PCNL memiliki beberapa tujuan antara lain sebagai tamponade perdarahan yang timbul dari jalur luka nefrostomi, memberikan kesempatan bekas pungsi ginjal sembuh, drainase urin, serta memberikan akses ke sistem pelviokalises bila dibutuhkan tindakan lanjutan PCNL (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011; Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016).
Tubeless PCNL diindikasikan pada kasus dengan stone burden rendah dan pada prosedur yang sederhana, cepatserta tanpa komplikasi. Tindakan yang terakhir ini
Universitas Sumatera Utara
16
dapatdikombinasikan dengan penggunaan DJ stent atau ureterkateter untuk membuat drainase urin adekuat dan mempercepatpenyembuhan perlukaan sistem pelviokalises (Hohenfellner et al, Manual Endourology 2005, Nugroho dkk. 2011;
Wein A. J et al, Campbell-Walsh Urology, 2016)
Gambar 2.8. Pemasangan nefrostomi (dikutip dari Hohenfellner Manual Endourology, 2005)
2.9 Guy’s Stone Score
Walaupun minimal invasif, namun PCNL tetap dianggap operasi besar dengan resiko komplikasi dan tidak ada jaminan sepenuhnya akan bebas batu. Sampai saat ini tidak ada metode yang ditetapkan untuk memprediksi angka bebas batu pada prosedur PCNL. (Mandal et al, 2012 ; Noureldin A, et al 2014, Thomas K, 2011)
Universitas Sumatera Utara
17
Guy’s Stone Score adalah metode yang mudah dipahami, valid dan terpercaya untuk menjelaskan keadaan batu dan memprediksi angka bebas batu. . (Mandal et al, 2012 ; Noureldin A, et al 2014, Thomas K, 2011)
Ahli bedah dapat menggunakan Guy’s stone score untuk membandingkan antara hasil kerjanya dan prediksi angka bebas batu menurut Guy’s stone score.
Selain itu juga dapat berguna untuk persiapan preoperatif dan durante operatif. . (Mandal et al, 2012 ; Noureldin A, et al 2014, Thomas K, 2011)
Tabel 2.1 Guy’s Stone Score (Thomas K et al, 2015)
skor Keterangan Ilustrasi
I Batu solid di pole tengah/bawah dengan anatomi normal, atau
Batu solid di pelvik dengan anatomi normal
II Batu solid di pole atas dengan anatomi normal, atau
Batu multipel dengan anatomi normal, atau
Semua batu solid dengan anatomi tidak normal
III Batu multipel dengan anatomi abnormal, atau
Universitas Sumatera Utara
18
Batu pada divertikel kaliks, atau
Batu staghorn parsial
IV Batu staghorn, atau
Batu pada pasien spina bifida atau cedera spinal
Menurut penelitian Thomas dkk, distribusi jumlah pasien yang menjalani prosedur PCNL adalah 28 % (skor I), 34 % (skor II), 21 % (skor III), 17 % (skor IV). Dan angka bebas batu adalah 81 % (skor I), 72,4 % (skor II), 35 % (skor III), dan 29 % ( skor IV) (Thomas K et al, 2011)
Menurut penelitian Mandal dkk munculnya komplikasi secara signifikan lebih sering muncul pada pasien dengan skor GSS yang lebih tinggi dan GSS telah terbukti efektif untuk memprediksi angka bebas batu, berdasrkan penelitian tersebut juga didapat angka bebas batu 100 % (skor I), 74 % (skor II), 56 % (skor III), dan 0 % (skor IV) (Mandal S et al, 2012)
Menurut penelitian Noureldin dkk, distribusi pasien berdasarkan Guy’s stone score adalah 25,4 % (skor I), 43,2 % (skor II), 11,4 % (skor III), 20 % (skor IV), Dan angka bebas batu berdasarkan Guy’s stone score adalah 91,5 % (skor I), 80 % (skor II), 47,6 % (skor III) dan 43,2 % (skor IV) (noureldin et al, 2015)
Universitas Sumatera Utara
19
Dan berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Thomas dkk, Ingimarson dkk, Vicentini dkk menyatakan bahwa Guy’s stone score berhubungan secara signifikan dengan angka bebas batu (p = 0,001 ; p = 0,003 ; p < 0,001)(Noureldin et al, 2015)
Peningkatan jumlaan ukuran batu, lokasi batu di kaliks, batu cetak dan hidronefrosis sedang sampai berat berkaitan dengan rendahnya angka bebas batu sesudah PCNL (Zhu et al, 2011)
Pasien-pasien dengan batu solid pada pelvik ginjal dan hidronefrosis yang signifkan, sudut infundibulum kaliks superior dan inferior memainkan peranan penting dalam terjadinya migrasi batu selama proses pemecahan batu, apabila dilakukan aproach lewat kaliks inferior. Sudut infundibulum kalis superior dan inferior yang lebar (lebih dari 117,5 0) cenderung mengakibatkan batu yang menyebar apabila dilakukan pemecahan batu dengan “pneumatic lithotriptor”
Berbagai kelainan anatomi ginjal terjadi pada 3 – 11 % kejadian. Berbagai kelainan anatomi terebut berkaitan dengan terjadinya batu. Hal ini disebabkan ketidaksempurnaan drainase urin yang berkaitan dengan anatomi yang abnormal.
PCNL pada pasien dengan anatomi ginjal yang abnormal tetap aman hanya saja dibutuhkan kewaspadaan, persiapan preoperatif yang baik, dan persiapan terhadap terjadinya komplikasi intra dan pasca operasi (Aminsharifi et al, 2014)
Angka bebas batu primer berbeda secara signifikan pada batu kecil (< 2 cm) dibanding batu besar (> 2 cm) (90,8% vs 76,3%, p = 0,007). Pada walnya PCNL dilakukan dalam posisi prone. Sesudah tahun 1998, Valdivia Uria menjelaskan serangkaian pasien yang menjalani prosedur dengan posisi supine.
Universitas Sumatera Utara
20
Beberapa perubahan posisi dicoba untuk mengoptimalkan hasil dan mencegah komplikasi. Prosedur PCNL menjadi lebih sulit pada pasien dengan batu cetak dibandingkan pasien yang bukan batu cetak. Menurut penelitian Astroza dkk, angka bebas batu pasien batu cetak dengan prosedur PCNL posisi prone lebih tinggi dibanding posisi supine (59,2% vs 48,4%, p<0,001) (abdelhafez et al, 2012).
Luas area permukaan sistem pelvikalises merupakan faktor anatomi yang berpengaruh pada keberhasilan PCNL. Dan pasien dengan luas area sistem pelvikalises < 20,5 cm2 memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi (Binbay et all, 2011).
Obesitas tidak meningkatkan komplikasi, dan tehnik operasi pada pasien obesitas tidak berbeda dengan tehnik operasi pada pasien berat badan normal.(
Ortiz et al 2014, Sofer et al 2012)
PCNL tetap aman untuk pasien berusia diatas 65 tahun dengan angka bebas batu 85 % untuk semua jenis batu.( Karami et al, 2010)
Riwayat operasi ginjal terbuka tidak mempengaruhi efesiensi PCNL.
Komplikasi yang mungkin muncul juga tidak berbeda antara pasien dengan riwayat operasi ginjal terbuka ataupun pasien tanpa riwayat operasi ginjal terbuka sebelumnya(Khorami et al, 2014)
Selain Guy’s Stone Score, ada dua sistem skoring juga yang diketahui penulis untuk memprediksi keberhasilan prosedur PCNL yaitu sistem skoring STONE nephrolithometry dan sistem skoring kompleksitas batu ginjal dari Universitas Nasional Seoul.(Jeong et al, 2013, Noureldin et al, 2015)
Universitas Sumatera Utara
21
Pada sistem skoring STONE membutuhkan CT Scan dan perhitungan HU dalam penentuan skornya, sementara sistem skoring kompeksitas batu ginjal dari Universitas Seoul membutuhkan pemeriksaan CT scan aksial dan koronal, walaupun tidak memperhitungkan jumlah dan ukuran batu. Selain itu sistem skoring kompeksitas batu ginjal dari Universitas Seoul belum terlalu banyak digunakan sentra pada penelitian-penelitian lain. .(Jeong et al, 2013, Noureldin et al, 2015) Sementara pada penelitian kami menggunakan pemeriksaan x-ray dan USG. Selain itu Guy’s stone score mulai diterima secara luas di dunia dan banyak penelitian yang berkaitan sudah dipublikasi.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik dengan desain prospektif.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Bedah Divisi Urologi RSUP H Adam Malik Medan dimulai sejak proposal dibacakan sampai terkumpulnya jumlah sampel dan penelitian dibatasi selama 6 bulan.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien yang menjalani prosedur PCNL di RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah pasien yang menjalani prosedur PCNL di RSUP H Adam Malik Medan sejak proposal ini dibacakan sampai terkumpulnya jumlah sampel. Dikarenakan pada penelitian-penelitian sebelumnya tidak ada mencantumkan nilai r , maka nilai r pada perhitungan jumlah sampel dianggap 0,5 dan dihitung dengan
Zα + Zβ2
n = 0,5 ln 1 + r + 3 1 – r
1,96 + 0,8422
22 Universitas Sumatera Utara
23
= 0,5 ln 1 + 0,5 + 3 1 – 0,5
= (5)2 + 3
= 28 ; maka jumlah sampel 28 orang Keterangan:
n = jumlah sampel
Zα = deviat baku α (tingkat kesalahan baku tipe I) = 5%, maka Zα = 1.96 Zβ = deviat baku β (tngkat kesalahan baku tipe II) = 20 %, maka Zβ = 0,842 r = nilai koefsisen korelasi = 0,5
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Yang termasuk kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
1. Pasien yang menjalani prosedur PCNL di Departemen Bedah Divisi Urologi RSUP H. Adam Malik Medan sejak proposal ini dibacakan sampai terkumpulnya jumlah sampel dengan ukuran batu > 20 mm.
2. Pasien dengan data dasar pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan terapi yang jelas dan lengkap.
3. Usia penderita > 18 tahun
Yang termasuk kriteria eksklusi pada pasien ini adalah:
1. Pasien yang sudah dilakukan tindakan ESWL atau endourologi sebelum dilakukan PCNL.
Universitas Sumatera Utara
24
3.5 Alur Kerja
3.6 Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan independen.
Data Sekunder : Pasien yang Menjalani Prosedur PCNL
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Skor Guy
Angka Bebas Batu Sesudah PCNL
Batu Radioopak Batu Radiolusen
Foto BNO USG
Universitas Sumatera Utara
25
Yang termasuk variabel independen dan dependen adalah:
Independen Dependen
Guy’s Stone Score Angka bebas batu sesudah prosedur PCNL
3.7 Kerangka Konsep
3.8 Defenisi Operasional
1. Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) : tindakan minimal invasif di bidang urologi yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises 2. Guy’s Stone Score adalah metode yang mudah dipahami, valid dan
terpercaya untuk menjelaskan keadaan batu dan memprediksi angka bebas batu, yag diuraikan sesuai berikut
Skor Guy Angka Bebas Batu sesudah prosedur PCNL
Universitas Sumatera Utara
26
Skor Keterangan Ilustrasi
I Batu solid di pole tengah/bawah dengan anatomi normal, atau
Batu solid di pelvik dengan anatomi normal
II Batu solid di pole atas dengan anatomi normal, atau
Batu multipel dengan anatomi normal, atau
Semua batu solid dengan anatomi tidak normal
III Batu multipel dengan anatomi abnormal, atau
Batu pada divertikel kaliks, atau
Batu staghorn parsial IV Batu staghorn, atau
Batu pada pasien spina bifida atau cedera spinal
3. Batu Radioopak : batu yang yang dapat terlihat pada pemeriksaan x- ray
Universitas Sumatera Utara
27
4. Batu Radiolusen : batu yang tidak dapat terlihat pada pemeriksaan x- ray
5. Foto BNO : suatu pemeriksaan x-ray di daerah abdomen dan pelvis untuk melihat kelainan sistem urinaria
6. CT Scan : gabungan gambaran x-ray serial yang diambil dari berbagai sudut yang berbeda dan menggunakan proses komputerisasi unntuk menghasilkan gambaran melintang atau irisan pada tubuh.
7. Angka Bebas Batu : jumlah pasien dengan fragmen batu sisa < 4 mm
3.9. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS versi 20. Data karakteristik sampel akan disajikan dengan tabel distribusi frekuensi. Pengukuran akurasi sistem skor Guy dan angka bebas batu akan dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman.
Hubungan antara Guy’s Stone Score dan Angka Bebas Batu akan Disajikan dalam bentuk tabel:
GSS Bebas Batu (%) Tidak Bebas Batu (%)
1 2 3 4
dan dikemudian dianalisa dengan uji korelasi Spearman
Universitas Sumatera Utara
28
3.10. Masalah Etika
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data rekam medik. Selama penelitian data rekam medik dijaga kerahasiannya dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik. Izin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU Medan.
Universitas Sumatera Utara
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Dari data pasien yang kami kumpulkan sejak Oktober 2017 sampai April 2017 , kami dapatkan data demografi sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik sampel keseluruhan
Variabel Descriptive N(%)
Usia
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan BMI Mean
Underweight Normal Overweight Radiologis Radiolusen Radioopak
Posisi
51.02 ± 10.4
18 (52.9%) 16 (47.1%)
23.3 ± 2.9 2 (5.9%) 15 (44.1%) 17 (50%)
2 (5.9%) 32 (94.1%)
29 Universitas Sumatera Utara
30
Prone Supine Stone Free Tidak Ya
17 (50%) 17 (50%)
7 (20.6%) 27 (79.4%)
Secara keseluruhan, rerata usia pasien didapatkan 51.02 ± 10.4 tahun dengan jumlah laki-laki dan perempuan berturut-turut 18 dan 16 (52.9% dan 47.1%).
Kami juga mengelompokan pasien berdasarkan BMI dengan BMI Underweight (IMT<18.9), normal dengan (18.9<IMT<22.5), dan BMI Overweight (IMT>22.5) dengan rerata BMI 23.3 ± 2.9, kelompok terbanyak didapatkan dari BMI Overweight dengan 17 pasien (50% dari total sampel). Total batu didominasi oleh kelompok batu radiopak dengan 32 pasien (94.1%) dan keberhasilan terapi dengan parameter stone free rate didapatkan pada 27 pasien (79.4%).
Berikut merupakan distribusi Guy Stone Skor pada 34 pasien yang kami analisa.
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel2. Distribusi Frekuensi Guy Stone Score.
Variabel Descriptive
GSS ( Guy Stone Score):
1
2
3
4
6 (17.6%) 8 (23.5%) 7 (20.6%) 13 (38.2%)
Total 34 (100%)
Dari 34 pasien yang kami analisa, Guy Stone Skor 4 merupakan yang terbanyak dengan 13 pasien (38.2%) dan Guy Stone Skor 1 merupakan yang terendah, dimiliki oleh 6 pasien (17.6%). Kami juga menganalisa karakteristik pasien berdasarkan Guy Stone Skor, dengan sebaran distribusi seperti tabel dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 3. Karakteristik pasien berdasarkan Guys Stone Score.
Variabel N: 34
GSS 1 N: 6 (%)
GSS 2 N: 8 (%)
GSS 3 N: 7 (%)
GSS 4 N: 13 (%) Usia 50.5 ± 10.2 48.1 ± 9.7 47 ± 8.8 55.2 ± 11.3 BMI 24.3 ± 2.3 22.8 ± 2.5 23.2 ± 3.8 23.3 ± 3.04 Stone Burden 27.6 ± 7.9 32.1 ± 14.4 33.5 ± 7.4 41.8 ± 8.4
Pria:Wanita 4:2 3:5 2:5 9:4
Radiologis:
Radiolusen
Radioopak
0 (0%) 6 (100%)
2 (25%) 6 (75%)
0 (0%) 7 (100%)
0 (0%) 13 (100%)
Posisi:
Prone
Supine
4 (66.7%) 2 (33.3%)
3 (37.5%) 5 (62.5%)
5 (71.4%) 2 (28.6%)
5 (38.5%) 8 (61.5%)
BMI:
Underweight
Normal
Overweight
0 (0%) 2 (33,3%) 4 (66.7%)
0 (0%) 6 (75%) 2 (25%)
1 (14.3%) 3 (42.9%) 3 (42.9%)
1 (7,7%) 4 (30.8%) 8 (61.5%)
*Data parametric dipresentasikan dalam bentuk Mean ± Standard deviasi
Usia pasien rata-rata dari Guys Stone Skor 1,2,3,4 berturut-turut 50.5 ± 10.2, 48.1
± 9.7, 47 ± 8.8, 55.2 ± 11.3. Perbandingan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki dengan perbandingan 2:1 didapatkan pada Guy Stone Skor 1 dan 4, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
33
Guy Stone Skor 2 dan 3 didominasi oleh perempuan. Pada pemeriksaan radiologis, didapatkan gambaran batu radiopak mendominasi polpulasi dari Guy Stone Skor 1 sampai 4 dengan berturut-turut, 100%, 75%, 100%, 100%.
Pada Penelitian ini kami menilai hubungan antara Guy Stone Skor dengan kerberhasilan Stone Free rate pada pasien, dengan hasil Stone free rate pada Guys Stone Skor 1-4 berturut-turut adalah 100%, 87.5%, 71.4%, dan 69.2%, dengan p- Value 0.102 dimana tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistic antara grading GSS dengan Stone free rate.
Tabel 4. Hubungan Antara Guy’s Stone Score dan Angka Bebas Batu
GSS Stone free Residual Stone % free
1 6 0 100%
r = -1,0 p = 0,000
2 7 1 87.5%
3 5 2 71.4%
4 9 4 69.2%
Total 27 7
Universitas Sumatera Utara
34
BAB V PEMBAHASAN
Sebelumnya, tidak ada sistem penilaian yang tepat untuk memprediksi hasil PCNL dan tingkat komplikasi, yang sangat penting bagi dokter dan pasien.
Sistem penilaian yang ideal harus mudah dilakukan dan harus memiliki daya penentu yang baik, mampu mengatur pasien dalam kelompok risiko sesuai dengan prognosis mereka serta memprediksi hasil dan komplikasi termasuk SFR (Stone Free Rate) setelah PCNL. Hal ini sangat penting untuk konseling pasien, pelatihan ahli bedah, dan perencanaan tindakan.
Beberapa studi telah berusaha mengklasifikasikan PCNL untuk memprediksi hasil dan komplikasi. Saat ini, sistem penilaian urolitiasis untuk hasil PCNL telah dikembangkan termasuk Guy Stone Score (GSS), STONE nephrometry dan CROES nefrolithometric nomogram. Guy Stone Score, STONE nephrometry dan CROES nomogram digunakan sebagai sistem stratifikasi untuk perencanaan tindakan bedah dan konseling pasien dalam aspek hasil operasi, tetapi hanya skor GSS dan STONE nephrometry yang dikaitkan dengan kemungkinan komplikasi.
Guy Stone Score (GSS) adalah skala pertama yang dilaporkan dan paling sederhana sehingga dapat diandalkan untuk memprediksi tingkat keberhasilan.Penelitian Thomas dkk. Menggunakan skala GSS untuk mengevaluasi SFR pada 100 pasien yang menjalani PCNL, dan melaporkan nilai
34 Universitas Sumatera Utara
35
prediksi GSS untuk SFR sebagai berikut: Kelas 1-81%, Kelas 2-72,4%, kelas 3- 35% dan kelas 4-29%. Kemudian Vicentini dkk menggunakan Guy's Stone Score (GSS) untuk memprediksi hasil PCNL pada posisi supine berdasarkan CT scan dan melaporkan SFR sebagai berikut: 95%, 79,5%, 59,5% dan 40,7% untuk Kelas 1-4. Vincentini dan tim menegaskan kegunaan sistem GSS berdasarkan hasil CT scan dengan akurasi evaluasi batu ginjal sehubungan dengan hasil operasi dan komplikasi.
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan CT (computed tomographic) scan dalam estimasi GSS untuk lebih akurat. CT scan digunakan sebagai investigasi pra operasi pada pasien batu, yang meningkatkan akurasi informasi batu dan ginjal serta sistem saluran kemih. Kami setuju bahwa CT scan preoperatif dapat memberikan akurasi lebih terkait detail anatomi seperti karakteristik batu dan anatomi sistem pelviocalices, yang merupakan faktor dalam penilaian sistem ini. Namun, GSS berdasarkan pada foto BNO dan urografi intravena cukup murah dan merupakan penyelidikan rutin umum pada pasien batu terutama di negara berkembang dengan prevalensi penyakit batu yang tinggi.
Investigasi ini memiliki keuntungan tambahan dengan dosis radiasi yang lebih rendah daripada CT scan.
Pada studi kami menggunakan GSS untuk memprediksi hasil PCNL baik posisi supine atau prone dan mendapatkan SFR sebagai berikut : 100%, 87.5%, 71,4% dan 69,2% untuk grade 1-4. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vincentini dkk yang menggunakan CT scan. Penelitian ini menegaskan bahwa GSS berdasarkan foto BNO dan urografi intravena merupakan
Universitas Sumatera Utara
36
modalitas yang berharga dalam memprediksi hasil dan tingkat komplikasi pasca PCNL. Tingkat keberhasilan, waktu operasi, tingkat kelancaran operasi (tubeless rates), dan komplikasi secara signifikan berbeda pada masing-masing kelompok GSS. Jumlah yang lebih sedikit dari semua parameter hasil positif dan lebih banyak komplikasi yang ditemukan pada pasien dengan skor GSS yang lebih tinggi.
Berdasarkan studi kami, kami tidak menemukan perbedaan bermakna dalam hal umur pasien. Hal ini ditunjukkan dari rentang pasien yang variasinya cukup dekat dan tidak mempengaruhi hasil pasca PCNL. Dalam literatur memang dijelaskan bahwa peningkatan usia dan BMI mempengaruhi prognosis yang kurang baik pasca PCNL. Kelompok obesitas (n=8) sendiri pada penelitian kami masuk dalam kategori GSS 4 dengan SFR lebih rendah.
Keterbatasan. Jumlah pasien dalam penelitian ini adalah kecil dan tidak merekrut pasien dengan faktor-faktor lain seperti anomali ginjal yang dapat mempengaruhi hasilnya. Hanya Guy’s Stone Score (GSS) yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan BNO dan pyelogram intravena (IVP) untuk memprediksi hasilnya, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan skoring lainnya, yang membutuhkan CT scan. Selain itu pada penelitian ini prosedur PCNL dilakukan lebih dari satu operator, sehingga ke depannya diharapkan ada penelitian dengan satu operator. Diperlukan studi prospektif atau meta-analisis yang lebih besar di masa depan.
Universitas Sumatera Utara
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdelhafez M.F, B. Amend, J. Bedke, S. Cruck, U. Nagele, A. Stenzi, D.
Schilling, 2012, Minimally Invasive Percutaneous Nephrolithotomy : A Comparative Study of Management of Small and Large Renal Stones, Journal Urology, 81 (2), 241 – 245
Aminsharifi A, A. Eslahi, A.R. Safarpour, S. Mehrabi, 2014, Stone Scattering During Percutaneous Nephrolithotomy : Role of Renal Anatomical Characteristics, Urolithiasis, 42, 435 – 439
Astroza G, M. Lipkin, A. Neisius, G. Preminger, M. De Sio, H. Sodha, C.
Saussine, J. De la Rosette, 2013, Effect of Supine vs Prone Position on Outcomes of Percutaneous Nephrolithotomy in Staghorn Calculi : Results from the Clinical Research Office of the Endourology Society Study, Journal Urology, 82(6), 1240 – 1245
Binbay M, T.Akman, F. Ozgor, O. Yazici, E. Sari, A. Erbin, C. Kezer, O. Sarilar, Y. Berberoglu, A.Y. Muslumanoglu, 2011, Does Pelvicaliceal System Anatomy Affect Success of Percutaneous Nephrolithotomy?, Journal Urology, 78(4), 733 – 737
Hohenfellner R, Stolzenburg J.U, 2005, Manual Endourology, 1st ed, Springer, Heidelberg
Jeong C.W, J.W Jung, W.H, Cha, B.K. Lee, S. Lee, S.J. Jeong, S.K. Hong, S.S.
Byun, S.E. Lee, 2013, Seoul National University Renal Stone Complexity
Universitas Sumatera Utara
38
Score for Predicting Stone Free Rate after Percutaneous Nephrolithotomy, PLOS ONE, 8(6) 1 – 8
Kamphuis G.M, J. Baard, M Westendarp, J.J. de la Rosette, 2015, Lesson Learned from the CROES Percutaneous Nephrolithotomy Global Study, World Journal Urology, 33, 223 – 233
Karami H, M.M. Mazloomfard, A. Golshan, T. Rahjoo, B. Javanmard, 2010, Does Age Affect Outcomes of Percutaneous Nephrolithotomy ?, Journal Urology , 7(1), 17 – 21
Khorrami M, M. Hadi, M.M. Sichani, K. Nourimahdavi, M. Yazdani, F. Alizadeh, M.H Izadpanahi, F. Tadayyon, 2014, Peecutaneous Nephrolithotomy Succes Rate and Complications in Patients with Previous Open Stone Surgery, Urology Journal, 11(03), 1557 – 1562
Kyriazis I, V. Panagopoulos, P. Kallidonis, M.Ozsoy, M. Vasilas, E. Liatsikos, 2014, Complications in Percutaneous Nephrolithotomy, World Journal Urology, 33, 1069 – 1077
Mandal S, A. Goel, R. Kathpalia, S. Sankhwar, V. Singh, R.J. Sinha, B.P Singh, D. Dalela, 2012, Prospective Evaluation of Complications Using the Modified Clavien Grading System and of Succes Rate of Percutaneous Nephrolithotomy Using Guy’s Stone Score : a Single-Center Experience, Indian Journal of Urology, 28(4): 392-398
McAninch J.W, Lue T.F, 2013, Smith & Tanangho’s General Urology , 18th ed, McGraw Hill, New York
Universitas Sumatera Utara
39
Nerli R.B, S. Devaraju, M.B Hiremath, 2014, Training in Percutaneous Nephrolithotomy: A Structured Apprenticeship Program, Journal of the Scientific Society, 41(1), 26 – 31
Noureldin Y.A, M.A Elkoushy, S. Andonian, 2015, Which is Better? Guys Versus S.T.O.N.E Nephrolithometry Scoring System in Predicting Stone Free Status Post Percutaneous Nephrolithotomy, World Journal Urology, 33(5), 1821 – 1825
Nugroho D, P. Birowo, N. Rasyid, 2011, Percutaneous Nephrolithotomy sebagai Terapi Batu Ginjal, Majalah Kedokteran Indonesia, 61(3), 130 - 138
Ortiz C.T, A.I. Martinez, A.J Morton, H.V Reyes, S.C. Feixas, J.F. Novo, E.F.
Miranda, 2014, Obesity in Percutaneous Nephrolithotomy. Is Body Mass Index Really Important?, Journal Urology, 84(3), 538 – 543
Prakash G, R.J. Sinha, A. Jhanwar, A. Bansal, V. Singh, 2017, Outcome of Percutaneous Nephrolithotomy in Anomalous Kidney : Is It Different ?, Urology Annals, 9(1), 23 – 26
Purnomo B.B, 2011, Dasar-Dasar Urology, Edisi Ketiga, Sagung Seto, Jakarta Sofer M, I. Druckman, A. Blachar, J. Ben-Chaim, H. Matzkin, G. Aviram, 2012,
Non-contrast Computed Tomography After Percutaneous Nephrolithotomy : Finding and Clinical Significance, Journal Urology, 79(5), 1004 – 1010 Thomas K, N.C. Smith, 2011, The Guy’s Stone Score – Grading the Complexity
of Percutaneous Nehrolithotomy Procedures, Journal Urology
Universitas Sumatera Utara
40
Thomas K, N.C. Smith, N. Hegarty, J.M. Glasee, 2011, How Accurate is the :Guy’s Stone Score: for Predicting the Stone Free Rates after Percutaneous Nephrolithotomy?, Indian Journal of Urology , 27 (4), 568 - 569
Wein A.J, Kavoussi L.R, Partin A.W, Peters C.A, 2016, Campbel-Walsh Urology, 11th ed, Elsevier,Philadelphia
Williams N.S, BulstrodeC.J.K, O’Connell P.R, 2008, Bailey & Love’s Short Practice of Surgery, 25th ed, Hodder Arnold, London
Zhu Z,S. Wang Q. Xi, J. Bai, X. Yu, J. Liu, Logistic Regression Model for Predicting Stone Free Rate after Minimally Invasive Percutaneous Nephrolithotomy, 2011, Journal Urology,
Universitas Sumatera Utara
41
Lampiran 1
SUSUNAN PENELITI
Peneliti
Nama Lengkap : dr. Boni Irawan Hatoguan
NIM : 117041249
Jabatan Fungsional : PPDS Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Pembimbing 1
Nama Lengkap : dr. Dhirajaya Dharma Kadar, Sp.U
NIP : 19800303 200812 1 004
Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Sub Bagian Urologi FK USU
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian : Bedah Urologi
Pembimbing 2
Nama Lengkap : Dr. dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U(K)
NIP : 19650505 199503 1 001
Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Sub Bagian Urologi FK USU
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian : Bedah Urologi
Universitas Sumatera Utara
42
Lampiran 2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : dr. Boni Irawan Hatoguan
Umur : 38 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Bengkulu, 29 Oktober 1980 Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Sikambing No. 2D Medan
No Telp : 081370333654
Menerangkan dengan sesungguhnya:
PENDIDIKAN
1. Tamatan SD Harapan Pertiwi 1987-1993, berijazah
2. Tamatan SLTP Harapan 2 Medan, 1993 s/d 1996, berijazah 3. Tamatan SMA Negeri 12 Medan, 1996 s/d 1999, berijazah 4. Tamatan Fakultas Kedokteran USU Tahun 1999 s/d 2005
5. Tamatan Program Magister Kedokteran Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012 s/d 2018
6. Mulai Program Pendidikan Dokter Spesialis/PPDS Departemen Ilmu Bedah FK-USU Tahun 2012 s/d sekarang
Medan, April 2018
dr. Boni Irawan Hatoguan
Universitas Sumatera Utara
43
Lampiran 2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : dr. Boni Irawan Hatoguan
Umur : 38 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Bengkulu, 29 Oktober 1980 Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Sikambing No. 2D Medan
No Telp : 081370333654
Menerangkan dengan sesungguhnya:
PENDIDIKAN Tamatan SD Harapan Pertiwi 1987-1993, berijazah
1. Tamatan SLTP Harapan 2 Medan, 1993 s/d 1996, berijazah 2. Tamatan SMA Negeri 12 Medan, 1996 s/d 1999, berijazah 3. Tamatan Fakultas Kedokteran USU Tahun 1999 s/d 2005
4. Tamatan Program Magister Kedokteran Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012 s/d 2018
5. Tamatan Program Pendidikan Dokter Spesialis/PPDS Departemen Ilmu Bedah FK-USU Tahun 2012 s/d 2018
Universitas Sumatera Utara
44
Universitas Sumatera Utara
45
Lampiran 4
Hubungan Guy’s Stone Score (GSS) dan Angka Bebas Batu pada Prosedur Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) di RSUP H. Adam Malik Medan
Boni Irawan*, Dhirajaya Dharmakadar**, Syah Mirsya Warli**
*Residen Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP H. Adam Mlik Medan, ** Divisi Urologi Departemen Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Pendahuluan
Percutaneous Nephrolythotomy (PCNL) adalah salah satu tindakan minimal invasifdalam bidang urologi yang bertujuan untuk membuang batu menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Salah satu system skring yang sederhana dan aplikatif dalam memprediksi angka bebas batu dalam prosedur PCNL adalah Guy’s Stone Score. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Guy’s Stone Score dengan angka bebas batu di RSUP H.
Adam Malik Medan.
Metode
Penelitian ini bersifat analitik engan desain prospektif yang dilakukan mulai oktober 2016 sampai April 2017, dan didapati 34 pasien yang menjalani prosedur PCNL. Dengan usia 18 tahun,ukuran batu lebih dari 20 mm dimasukkan kriteria
Universitas Sumatera Utara