• Tidak ada hasil yang ditemukan

Set Datang di Website Disnas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Metro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Set Datang di Website Disnas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Metro"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH

KOTA METRO

TAHUN 2012 Nomor 9

PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR : 8 TAHUN 2012

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA METRO,

Menimbang: a. bahwa tujuan penyelenggaran pendidikan adalah untuk mewujudkan manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, berbudi luhur, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, berwawasan masa depan dan global, berbasiskan nilai-nilai luhur budaya lokal dan kebangsaan serta berwatak demokratis dan mandiri;

b. bahwa berdasarkan kewenangan, kebutuhan, kemampuan dan tanggung jawab Pemerintah Kota Metro perlu dibangun dan dikembangkan komitmen bersama di antara pemangku kepentingan penyelenggaraan pendidikan secara demokratis, terbuka, partisipatif, bermartabat, dan bertanggung jawab; c. bahwa untuk menunjang hal di atas serta menjamin landasan

hukum demi keadilan, kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur, dan Kotamadya Dati II Metro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3825);

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

(2)

6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);

(3)

16. Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 07 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Metro (Lembaran Daerah Kota Metro Tahun 2008 Nomor 07, Tambahan Lembaran Daerah Kota Metro Nomor 107) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 12 Tahun 2010 (Lembaran Daerah Kota Metro Tahun 2012 Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah Kota Metro Nomor 01);

Dengan Persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA METRO dan

WALIKOTA METRO MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH KOTA METRO TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Metro.

2. Walikota adalah Walikota Metro.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kota Metro.

4. Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertangggung jawab dalam bidang pendidikan.

5. Dewan Pendidikan Kota Metro adalah lembaga yang dibentuk dan diangkat dari unsur-unsur masyarakat dan pakar pendidikan.

6. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

7. Jalur Pendidikan adalah wahana peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

8. Jenjang Pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan.

9. Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

(4)

11. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

12. Pendidikan Dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

13. Pendidikan Menengah adalah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA) atau bentuk lain yang sederajat.

14. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

15. Pendidikan Non formal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

16. Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

17. Pendidikan Bertaraf Internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan standar pendidikan nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.

18. Pendidikan Khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan / atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

19. Pendidikan Layanan Khusus adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil dan atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

20. Pendidikan Keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menguasai, memahami, dan mengamalkan ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

21. Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat. 22. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disebut TPA adalah salah satu bentuk

satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, program pengasuhan anak, dan program pendidikan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun. 23. Kelompok Bermain yang selanjutnya disebut KB adalah salah satu bentuk

satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun.

24. Taman Kanak–kanak selanjutnya disebut TK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

(5)

26. Sekolah Menengah Pertama selanjutnya disebut SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD atau bentuk lain yang sederajat.

27. Sekolah Menengah Atas selanjutnya disebut SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP atau bentuk lain yang sederajat.

28. Sekolah Menengah Kejuruan selanjutnya disebut SMK adalah salah bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP atau bentuk lain yang sederajat.

29. Sekolah Luar Biasa selanjutnya disebut SLB adalah pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus terdiri atas Taman Kanak–Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).

30. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang selanjutnya disebut PKBM adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal.

31. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

32. Pembelajaran adalah proses interaksi multiarah peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

33. Evaluasi Pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan penerapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan.

34. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan.

35. Sistem Informasi Pendidikan adalah layanan informasi yang menyajikan data kependidikan meliputi lembaga pendidikan, kurikulum, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan kebijakan pemerintah, Pemerintah Daerah serta peran serta masyarakat yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang memerlukan.

36. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

37. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara kesatuan Republik Indonesia yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan / atau satuan pendidikan di daerah.

38. Penyelenggara Pendidikan adalah pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.

39. Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen – komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

(6)

formal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan non formal.

41. Pengelolaan Pendidikan adalah proses pengaturan tentang kewenangan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan satuan pendidikan agar pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

42. Pendidik adalah anggota masyarakat yang berprofesi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya dan berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

43. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

44. Profesional adalah sifat yang melekat pada pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

45. Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

46. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah pegawai tetap yang diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

47. Pegawai Non-PNS selanjutnya disebut Non-PNS adalah pegawai tidak tetap yang diangkat oleh satuan pendidikan atau badan hukum penyelenggara pendidikan atau pemerintah atau Pemerintah Daerah, berdasarkan perjanjian kerja.

48. Penghasilan di atas Kebutuhan Hidup Minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua.

49. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 50. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

51. Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan.

52. Penilik Sekolah adalah pejabat fungsional berkedudukan sebagai pelaksana teknis pada pendidikan nonformal.

53. Pengawas Sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah yang ditunjuk/ditetapkan.

54. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia yang mempunyai perhatian dan peran dalam bidang pendidikan.

55. Warga Masyarakat adalah Penduduk Kota Metro, Penduduk Luar Kota Metro, dan Warga Negara Asing yang tinggal di Kota Metro yang mempunyai perhatian dan peran dalam bidang pendidikan.

(7)

57. Budaya Belajar adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk belajar untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku.

58. Budaya Belajar di Luar Jam Sekolah adalah kebiasaan warga belajar menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk belajar di luar jam sekolah.

59. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disebut PPNS adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang ditunjuk dan diberi wewenang, serta berkewajiban untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Metro yang memuat ketentuan pidana.

BAB II

VISI, MISI, FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN

Pasal 2

Visi

(1) VISI : Metro Kota pendidikan yang maju dan sejahtera Tahun 2025

MISI :

a. mewujudkan Masyarakat yang pendidik berbudaya, berahlak mulia bermoral, beretika, beradab dan ukhuah keberagamaan dalam kehidupan;

b. mewujudkan derajat kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat yang memadai;

c. mewujudkan perekonomian berbasis ekonomi kerakyatan dan potensi daerah;

d. mewujudkan ruang kota yang berwawasan lingkungan;

e. mewujudkan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai; f. mewujudkan kepemerintahan yang baik (good goverment).

(2) Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban masyarakat yang cerdas bermartabat.

(3) Pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional serta menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB III

RUANG LINGKUP DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Pasal 3

Ruang lingkup penyelenggaraan pendidikan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi:

a. Penyelenggaraan pendidikan formal; b. Penyelenggaraan pendidikan non formal; c. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD);

d. Pendidikan dasar. e. Pendidikan menengah; f. Pendidikan informal; g. Pendidikan khusus; h. Pendidikan keagamaan;

(8)

j. Penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga;

k. Pendidikan berbasis keunggulan dan kearifan lokal;

l. Pendidik dan tenaga kependidikan;

m. Sarana prasarana, pendanaan, pengelolaan pendidikan; n. Partisipasi masyarakat;

o. Pengawasan; p. Evaluasi; q. Akreditasi;

r. Pendanaan pendidikan yang menjadi batas kewenangan Pemerintah Daerah;

s. Wajib belajar; t. Peserta didik;

Pasal 4

Prinsip penyelenggaraan pendidikan Kota Metro adalah:

a. pendidikan diselenggarakan dalam upaya mewujudkan Kota Metro sebagai acuan pendidikan;

b. pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya dan kemajemukan bangsa;

c. pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna serta transparan, demokratis, berkeadilan dan akuntabel;

d. pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;

e. pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;

f. pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat;

g. pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta aktif dalam pengendalian mutu layanan pendidikan.

BAB IV

HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Warga Masyarakat

Pasal 5 Setiap warga masyarakat berhak:

a. mengikuti dan memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya;

b. memperoleh pendidikan dasar dan menengah; c. menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat;

(9)

e. memperoleh pendidikan khusus bagi yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional, dan mengalami hambatan sosial;

f. memperoleh pendidikan layanan khusus bagi yang mengalami bencana alam dan/atau bencana sosial;

g. berperan serta dalam penguasaan, pemanfaatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seni dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi, keluarga, bangsa dan umat manusia;

h. berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan;

i. berperan serta sebagaimana dimaksud pada huruf h dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

j. mendapatkan perioritas layanan pendidikan dan/atau masuk sekolah, sesuai tempat domisili;

k. mendapat bantuan pembiayaan pendidikan dari Pemerintah Daerah Kota Metro bagi yang kurang mampu secara ekonomi;

l. mendapatkan pelayanan secara adil dan manusiawi serta perlindungan setiap gangguan dan ancaman dalam proses pendidikan;

m. memperoleh kedudukan yang sama untuk pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6

(1) Warga masyarakat wajib mengikuti pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun dan menengah 3 (tiga) tahun.

(2) Warga masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya pendidikan untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan.

(3) Warga masyarakat berkewajiban menciptakan dan mendukung terlaksananya budaya baca dan budaya belajar di lingkungannya.

Bagian Kedua Orang Tua

Pasal 7

Orang tua turut berperan dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi perkembangan pendidikan anaknya.

Pasal 8

(1) Orang tua berkewajiban memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk memperoleh pendidikan.

(2) Orang tua berkewajiban memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya. (3) Orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan

minatnya serta mendampingi belajar di rumah dari jam 18.00 sampai dengan 20.00 dalam rangka menyukseskan program gerakan orang tua mendidik. (4) Orang tua berkewajiban atas biaya untuk kelangsungan pendidikan

anaknya sesuai kemampuan.

(5) Orang tua berkewjiban untuk mematuhi semua peraturan dan tata tertib yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di Kota Metro.

Bagian Ketiga Peserta Didik

(10)

(1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

(2) Setiap peserta didik yang memiliki kelebihan kecerdasan berhak mendapatkan kesempatan program akselerasi.

(3) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadi sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan dan kemampuannya.

(4) Peserta didik yang berprestasi dan/atau yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikan berhak mendapatkan biaya peserta didik dan/atau bantuan biaya pendidikan dari pemerintah daerah dan /atau masyarakat. (5) Setiap peserta didik berhak memperoleh penilaian hasil belajarnya.

(6) Setiap peserta didik berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

(7) Setiap peserta didik berhak untuk pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan yang setara.

(8) Setiap peserta didik berhak menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

(9) Setiap peserta didik berhak mendapatkan bimbingan dan konseling. Pasal 10

(1) Setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.

(2) Setiap peserta didik berkewajiban memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan dan ketertiban dan keamananan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.

(3) Setiap peserta didik berkewajiban berada di lingkungan sekolah selama jam belajar berlangsung.

(4) Setiap peserta didik berkewajiban belajar di rumah dengan didampingi orang tua atau wali dari pukul 18.00 sampai dengan pukul 20.00 WIB.

(5) Setiap peserta didik berkewajiban mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat Pemerintah Daerah

Pasal 11

Pemerintah daerah wajib:

a. mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, mengelola, membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan;

b. menetapkan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi masyarakat tanpa diskriminasi;

d. menyediakan dana guna menuntaskan wajib belajar 12 (dua belas) tahun; e. menyediakan dana guna terselenggaranya wajib belajar pendidikan dasar 9

(sembilan) tahun dan pendidikan menengah 3 (tiga) tahun;

(11)

g. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk memperoleh pendidikan;

h. memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu;

i. memfasilitasi tersedianya pusat bacaan bagi masyarakat;

j. mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar;

k. membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan masyarakat; l. menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus menerus

untuk terselenggaranya pendidikan yang bermutu;

m. memfasilitasi sarana dan prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang bermutu dalam bentuk pusat pengembangan kapasitas pendidikan (education capacity improvement center);

n. melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi khususnya lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK) dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni (IPTEKS);

o. menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;

p. mendorong dunia usaha/dunia industri untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.

BAB V

JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN Pasal 12

(1) Jalur pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar dan menengah yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

(2) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

(3) Jenjang non formal adalah pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat. (4) Jenjang pendidikan informal adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam

keluarga.

(5) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.

BAB VI

PENDIDIKAN FORMAL Bagian kesatu

Tanggungjawab Pemerintah Daerah

Pasal 13

Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah di daerah yang meliputi:

(12)

b. pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan serta sarana dan prasarana pendidikan.

Bagian Kedua

Tanggungjawab Masyarakat, Organisasi/Yayasan Pasal 14

Masyarakat, organisasi atau yayasan kependidikan berbadan hukum yang mendirikan dan menyelenggarakan satuan pendidikan, bertanggung jawab atas: a. pengadaan sarana dan prasarana yang berkecukupan;

b. pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional;dan

c. keberlangsungan mutu proses penyelenggaraan satuan pendidikan yang didirikan.

Bagian Ketiga

Kurikulum Pendidikan Formal Pasal 15

(1) Kurikulum pendidikan formal berpedoman pada standar nasional pendidikan, kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dan dimungkinkan untuk menerapkan standar internasional sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Diversifikasi kurikulum pada setiap satuan pendidikan formal disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan potensi satuan pendidikan sesuai kewenangannya.

(3) Satuan pendidikan menyusun kurikulum muatan lokal berbasis kompetensi dengan memperhatikan :

a. agama;

b. peningkatan iman dan taqwa; c. peningkatan akhlak mulia;

d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;

e. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; f. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

g. tuntutan dunia kerja;

h. perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni budaya; i. dinamika perkembangan global;dan

j. persatuan nasional serta nilai-nilai kebangsaan.

Pasal 16

(1) Kurikulum pada satuan pendidikan anak usia dini, dasar, menengah, dan jalur pendidikan non formal dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan kemampuan peserta didik serta sumber daya yang dimiliki oleh satuan pendidikan.

(2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(13)

b.beragam, terpadu, dan berbasis multikultural;

c.tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya;

d.relevan dengan kebutuhan kehidupan; e.menyeluruh dan berkesinambungan; f. belajar sepanjang hayat;

g.seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Pasal 17

(1) Kurikulum untuk satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal mengacu kepada standar nasional yang dikembangkan sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah dan kearifan lokal mengacu dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Ujian akhir pada satuan pendidikan berbasis keunggulan dan kearifan lokal mengacu kepada ujian akhir nasional ditambah dengan ciri keunggulan lokal yang digunakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Pengembangan mata pelajaran muatan lokal diserahkan kepada satuan pendidikan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan kemampuan peserta didik serta sumber daya yang dimiliki oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.

(2) Pengembangan kurikulum harus sesuai target waktu yang sudah ditentukan dan hal tersebut menjadi tanggung jawab pendidik, tenaga kependidikan dan pemangku kepentingan lainnya.

Pasal 19

(1) Setiap satuan pendidikan wajib menyelenggarakan kegiatan intra kokurikuler maupun ekstrakurikuler untuk meningkatkan pembinaan keagamaan, mental dan spiritual peserta didik (character building), yang dalam pelaksanaan dapat bekerja sama dengan unsur-unsur masyarakat dan atau lembaga yang kompeten.

(2) Peningkatan character building dilaksanakan dengan menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran.

(3) Kegiatan kokurikuler sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) dilaksanakan dalam upaya melengkapi kegiatan intrakurikuler seperti karyawisata (field trip).

(4) Kegiatan ekstrakurikuler sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) bagi yang beragama Islam dapat berupa pembinaan baca tulis al quran.

BAB VII

PENDIDIKAN NON FORMAL

Bagian pertama Fungsi dan Tujuan

Pasal 20

(14)

layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian professional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hidup.

(2) Pendidikan nonformal bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan, sikap wirausaha, berkarakter dan memiliki kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu dan/atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Bagian Kedua

Manajemen dan Kelembagaan Pasal 21

(1) Pendidikan non formal dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau masyarakat, organisasi non yayasan yang berbadan hukum

(2) Penyelenggaraan pendidikan nonformal yang dilakukan Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait serta sanggar kegiatan belajar (SKB).

(3) Penyelenggaraan pendidikan nonformal yang dilakukan masyarakat dan organisasi non yayasan yang berbadan hukum dilaksanakan oleh lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok kerja, pusat kegiatan masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

(4) Manajemen pendidikan non formal melibatkan unsur: a. pembina;

b. penyelenggara; c. pendidik;

d. tenaga kependidikan; e. penilik;dan

f. warga belajar.

(5) Lembaga penyetaraan yang ditunjuk oleh pemerintah daerah melakukan proses penilaian terhadap satuan pendidikan dengan mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.

Bagian Ketiga

Bentuk dan Program Pendidikan Pasal 22

(1) Satuan pendidikan non formal berbentuk: a. lembaga kursus;

b. lembaga pelatihan; c. kelompok belajar;

d. pusat kegiatan belajar masyarakat; e. satuan pendidikan yang sejenis.

(15)

(3) Kelompok belajar menyelenggarakan kegiatan untuk menampung dan memenuhi kebutuhan belajar sekelompok warga masyarakat yang ingin belajar melalui jalur pendidikan non formal.

(4) Pusat kegiatan belajar masyarakat memfasilitasi penyelenggaraan berbagai program pendidikan non formal untuk mewujudkan masyarakat gemar belajar dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hidup, dan berasaskan dari, oleh dan untuk masyarakat.

Pasal 23

(1) Pendidikan non formal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pendukung pendidikan formal dalam rangka pendidikan sepanjang hayat. (2) Penyelenggara kursus dan program yang berhubungan dengan pendidikan non

formal bertujuan untuk mengembangkan potensi warga belajar dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

(3) Penyelenggaraan pendidikan non formal harus dikoordinasikan dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.

Bagian Keempat

Jenis Pendidikan Nonformal Pasal 24

(1) Pendidikan non formal meliputi : a. pendidikan kecakapan hidup; b. pendidikan anak usia dini;

c. pendidikan kepemudaan dan olah raga;

d. pendidikan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender; e. pendidikan keaksaraan;

f. pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja; g. pendidikan kesetaraan;dan

h. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan warga belajar.

(2) Pelaksanaan pendidikan non formal diprioritaskan pada kebutuhan masyarakat dan dunia usaha serta dunia industri, terutama sektor jasa dan industri kreatif;

(3) Pemerintah Daerah memberikan peluang dan dukungan untuk mengembangkan jenis dan program pendidikan non formal unggulan.

Pasal 25

(1) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, intelektual, sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.

(2) Pendidikan kecakapan hidup berfungsi meningkatkan kecakapan personal, intelektual, sosial dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.

(3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program-program pendidikan non formal lainnya dan/atau tersendiri.

(16)

(1) Pendidikan kepemudaan dan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa.

(2) Pendidikan kepemudaan dan olahraga berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan pada penguatan nilai keimanan dan ketaqwaan, wawasan kebangsaan, etika dan kepribadian, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap kewirausahaan, kepeloporan, serta kecakapan hidup bagi pemuda sebagai kader pemimpin bangsa.

(3) Pendidikan kepemudaan mencakup berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan dibidang keagamaan, etika dan kepribadian, wawasan kebangsaan, kepanduan/kepramukaan, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi, kesehatan dan keolahragaan, kepeloporan, kepemimpinan, palang merah, pecinta alam dan lingkungan hidup, kecakapan hidup dan kewirausahaan.

Pasal 27

(1) Pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d merupakan pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.

(2) Pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi meningkatkan kemampuan perempuan dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap dan etika perempuan agar mampu memperoleh hak dasar kehidupan yang setara dan adil secara gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(3) Pendidikan pemberdayaan perempuan mencakup : a. peningkatan akses pendidikan bagi perempuan;

b. pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak dasar perempuan;dan c. penyadaran terhadap harkat dan martabat perempuan.

Pasal 28

(1) Pendidikan keaksaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 huruf e merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

(2) Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

(3) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.

Pasal 29

(1) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf f merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.

(2) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja berfungsi untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.

(17)

(1) Pendidikan kesetaraan sebagaimana dimaksud pada pasal 24 huruf g merupakan program pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD, SMP, dan SMA yang mencakup program paket A, Paket B, dan paket C.

(2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai layanan jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur pendidikan non formal.

(3) Program paket A berfungsi memberikan pendidikan umum setara SD. (4) Program paket B berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMP. (5) Program paket C berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMA.

(6) Pendidikan kesetaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.

Bagian Kelima

Kurikulum Pendidikan Non formal

Pasal 31

Kurikulum pendidikan non formal merupakan kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau pelatihan yang dilaksanakan untuk mencapai standar sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Keenam Peserta Didik

Pasal 32

(1) Peserta didik pada lembaga pendidikan, lembaga kursus dan lembaga pelatihan adalah warga masyarakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

(2) Peserta didik pada kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat adalah warga masyarakat yang ingin belajar untuk mengembangkan diri, bekerja dan/atau melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.

(3) Peserta didik pada pendidikan kepemudaan adalah warga masyarakat pemuda.

(4) Peserta didik pada pendidikan keaksaraan adalah warga masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

(5) Peserta didik pada program paket A adalah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan setara SD.

(6) Peserta didik pada program paket B adalah anggota masyarakat yang telah lulus program paket A atau SD atau pendidikan lain yang sederajat yang menempuh pendidikan setara SMP.

(7) Peserta didik pada program paket C adalah anggota masyarakat yang telah lulus program paket B, atau SMP/MTs atau pendidikan lain yang sederajat yang menempuh pendidikan setara SMA.

BAB VIII

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

(18)

Fungsi dan Tujuan Pasal 33

(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahapan perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.

(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan :

a. membangun landasan bagi berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggung jawab;

b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

Bagian Kedua

Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan Pasal 34

(1) Pendidikan anak usia dini dapat dilakukan melalui jalur formal, non formal, dan informal.

(2) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA) atau bentuk lain yang sederajat. (3) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kelompok bermain (KB), tempat penitipan anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang dilaksanakan masyarakat setempat.

(5) Jenis pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pendidikan umum.

Pasal 35

Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 memiliki program pembelajaran satu tahun atau dua tahun.

Bagian Ketiga Peserta Didik

Pasal 36

(1) Peserta didik TPA atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak lahir sampai berusia 6 (enam) tahun.

(2) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun sampai 4 (empat) tahun.

(3) Peserta didik TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat berusia antara 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

(4) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan secara objektif, transparan dan akuntabel.

(19)

Pasal 37

Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada TPA, KB atau bentuk lain yang sederajat disesuaikan dengan kebutuhan, usia dan/atau perkembangan anak.

Pasal 38

Peserta didik pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal maupun non formal dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat.

BAB IX

PENDIDIKAN DASAR Bagian pertama Fungsi dan Tujuan

Pasal 39

(1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap dan rasa keindahan, serta memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan dan kecakapan membaca, menulis dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

(2) Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga masyarakat yang demokratis serta bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Bagian Kedua

Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan

Pasal 40

(1) Pendidikan dasar diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.

(2) Bentuk satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi SD/MI atau bentuk lain yang sederajat dan SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat

(3) SD/MI terdiri atas 6 (enam) tingkat, SMP/MTs terdiri atas 3 (tiga) tingkat kecuali program akselerasi.

(4) Jenis pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pendidikan umum dan khusus.

Bagian Ketiga Peserta Didik

Pasal 41

(20)

(2) Bagi peserta didik yang berusia paling rendah 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diterima setelah memperoleh rekomendasi tertulis dari pihak berwenang.

(3) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung atau bentuk seleksi lainnya.

(4) Peserta didik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat sudah menyelesaikan pendidikannya pada SD/MI/paket A atau bentuk lain yang sederajat.

(5) Satuan pendidikan SMP/MTs/paket B atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga Negara berusia 13 (tiga belas) sampai 15 (lima belas) tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya.

(6) Penerimaan peserta didik pada SD/MI dan atau SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dilakukan secara objektif, transparan dan akuntabel.

(7) Satuan pendidikan pada SD/MI dan SMP/MTS atau bentuk lain yang sederajat dapat menerima peserta didik pindahan dari satuan pendidikan pada SD/MI dan SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat.

BAB X

PENDIDIKAN MENENGAH Bagian Kesatu

Fungsi dan Tujuan Pasal 42

(1) Pendidikan menengah berfungsi menyiapkan peserta didik untuk mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat.

(2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi manusia produktif dan mampu bekerja mandiri, terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu sesuai persyaratan pasar kerja serta untuk dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi.

Pasal 43

(1) Pendidikan menengah bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut atau bekerja dalam bidang tertentu.

(2) Pendidikan menengah kejuruan bertujuan membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual dan fisik yang menguasai ilmu pengetahuan tekhnologi dan seni, memiliki sikap wirausaha dan memberikan bekal kompetensi keahlian, kejuruan kepada peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu sesuai sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Bagian Kedua

Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan Pasal 44

(21)

(2) Pendidikan Menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.

(3) SMA/MA dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di pendidikan tinggi dan hidup di dalam masyarakat.

(4) SMA/MA terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kecuali program akselerasi.

(5) Untuk SMK/MAK terdiri atas 3 (tiga) tingkatan dan dapat ditambah satu tingkat dalam meningkatkan kompetensi.

(6) Jenis pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pendidikan umum dan kejuruan.

Pasal 45

(1) Penjuruan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang keahlian.

(2) Setiap bidang keahlian terdiri atas 1 (satu) atau lebih program keahlian.

(3) Pengembangan jenis program keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha ketenagakerjaan baik secara lokal, nasional, regional maupun global, kecuali untuk program keahlian yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya.

(4) Penataan dan pengembangan spektrum program keahlian dilaksanakan Pemerintah Daerah setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders).

Bagian Ketiga Peserta Didik

Pasal 46

Peserta didik pada SMA/MA, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat adalah warga masyarakat yang telah menyelesaikan pada SMP/MTs/Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.

Pasal 47

(1) Peserta didik pada SMA/MA, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah program keahlian pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan.

(2) Peserta didik yang belajar di Negara lain pada jenjang pendidikan menengah berhak pindah ke SMA/MA, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat.

BAB XI

PENDIDIKAN INFORMAL

Bagian Kesatu Fungsi dan Tujuan

Pasal 48

(22)

(2) Pendidikan informal bertujuan untuk meningkatkan keyakinan beragama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan warga masyarakat dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Bagian Kedua

Bentuk dan Program Pendidikan Pasal 49

(1) Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan/atau lingkungan yang berbentuk kegiatan pembelajaran secara mandiri dengan berbasis karakter dan kearifan lokal.

(2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan yang dilakukan melalui media masa, pendidikan masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial dan budaya, serta interaksi dengan alam dan lingkungan dengan berbasis pendidikan multikultural.

Bagian Ketiga Peserta Didik

Pasal 50

Peserta didik pada pendidikan informal adalah setiap warga masyarakat.

BAB XII

PENDIDIKAN KHUSUS

Bagian Kesatu Fungsi dan Tujuan

Pasal 51

(1) Pendidikan khusus berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan tertentu dalam mengikuti proses pembelajaran karena kendala fisik, emosional, mental, sosial dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami kendala fisik, emosional, mental dan sosial bertujuan untuk mengembangkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian seoptimal mungkin menuju keterampilan dan kemandirian hidup.

(3) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan untuk mengembangkan kelebihan kapasitas dan kualitas kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial dan sesuai dengan bakat istimewa yang dimilikinya.

Bagian Kedua

Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan

Pasal 52

(23)

(2) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki kendala fisik, emosional, mental, sosial berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan/atau kelas inklusif sesuai dengan jenjang masing-masing.

(3) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.

(4) Bentuk penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dalam bentuk kelas khusus dan/atau satuan pendidikan khusus.

(5) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa program percepatan, program pengayaan atau gabungan program percepatan dan program pengayaan.

(6) Pendidikan khusus non formal berbentuk lembaga kursus, kelompok belajar, lembaga pelatihan dan satuan pendidikan lain yang sederajat.

(7) Pendidikan khusus informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan. (8) Jenis pendidikan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa

pendidikan umum, kejuruan dan khusus.

Bagian Ketiga Peserta Didik

Pasal 53

Peserta didik pada pendidikan khusus adalah warga masyarakat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 51.

Bagian Keempat Penyelenggaraan

Pasal 54

Pendidikan khusus diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

BAB XIII

PENDIDIKAN KEAGAMAAN

Bagian Kesatu Fungsi dan Tujuan

Pasal 55

(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi warga masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia dan menjunjung nilai-nilai kebersamaan dalam keragaman.

Bagian Kedua

Jalur dan Bentuk Pendidikan

(24)

Jalur dan bentuk pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Penyelenggaraan dan Pengelolaan

Pasar 57

(1) Penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan keagamaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB XIV

PENDIDIKAN BERTARAF INTERNASIONAL

Bagian Kesatu Satuan Pendidikan

Pasal 58

(1) Penyelenggaraan satuan, jenis, dan jenjang pendidikan dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional.

(2) Untuk memenuhi ayat (1) dalam kurun waktu empat tahun sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan, daerah memiliki sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan bertaraf internasional di setiap jenjang pendidikan.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Pendidikan

Pasal 59

(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan kurikulum, sistem penilaian, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta unsur-unsur pendukung lainnya mengacu pada Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pemerintah Daerah menyediakan dana dan memfasilitasi satuan pendidikan memperoleh sumber dana lain yang sah.

Bagian Ketiga

Pembinaan dan Pengawasan Pasal 60

(1) Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan kewenangan masing-masing

(25)

BAB XV

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA ASING Bagian Kesatu

Tujuan dan Peserta Didik

Pasal 61

(1) Lembaga pendidikan asing dapat menyelenggarakan satuan pendidikan di daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asalnya atas usul Pemerintah Daerah.

(2) Lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan/atau lembaga pendidikan yang ada di daerah.

(3) Tujuan pendidikan pada lembaga pendidikan asing harus mendukung visi Kota Metro sebagai kota pendidikan.

(4) Penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga pendidikan asing wajib bekerjasama dengan lembaga pendidikan di daerah dan mengikutkan warga masyarakat daerah sebagai pendidik dan pengelola.

Bagian Kedua Sarana Pendidikan

Pasal 62

Satuan pendidikan dari semua jenis dan jenjang pendidikan yang didirikan oleh lembaga pendidikan asing harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berstandar internasional.

BAB XVI

PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN DAN KEARIFAN LOKAL

Pasal 63

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pendidikan dengan mewujudkan tata kelola pendidikan yang baik (good governance schools) yang berlandaskan asas-asas profesionalisme, efektif, efisien dan berorientasi pada keunggulan budaya.

(2) Pemerintah Daerah mengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan menekankan pada pendidikan, karakter, kewirausahaan, teknologi kreatif yang diarahkan pada pendidikan life skills berbasis keunggulan dan kearifan lokal. (3) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) satuan

pendidikan negeri pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berbasis keunggulan dan kearifan lokal.

(4) Pemerintah Daerah memfasilitasi sekurang-kurangnya 1 (satu) satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dilaksanakan oleh masyarakat berbasis keunggulan dan kearifan lokal.

(5) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki minimal salah satu sarana / prasarana pendidikan yang mendukung muatan lokal daerah.

BAB XVII

(26)

(1) Bahasa pengantar dalam pendidikan formal, non formal, dan informal adalah bahasa Indonesia.

(2) Bahasa Lampung dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan.

(3) Bahasa Asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan formal, non formal, dan informal untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

BAB XVIII WAJIB BELAJAR

Pasal 65

(1) Pemerintah Daerah menjamin setiap anak mendapatkan kesempatan belajar pada pendidikan dasar 9 (Sembilan) tahun dan menengah 3 (tiga) tahun.

(2) Pemerintah Daerah membebaskan biaya pendidikan dasar dan menengah bagi wajib belajar 12 tahun.

(3) Pelayanan program wajib belajar mengikutsertakan semua lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

(4) Orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab pada anak usia wajib belajar.

BAB XIX KURIKULUM

Pasal 66

(1) Kurikulum pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah atau bentuk lain yang sederajat mengacu pada standar nasional pendidikan. (2) Pengembangan kurikulum pada ayat (1) adalah Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) yang disusun berdasarkan standar isi dan rencana pembangunan jangka menengah pendidikan Kota Metro.

(3) Kurikulum pendidikan pada jalur pendidikan non formal, pendidikan informal, pendidikan berbasis keunggulan daerah dan pendidikan khusus mengacu pada standar nasional pendidikan, potensi dan kearifan lokal.

Pasal 67

(1) Kurikulum pada satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan jalur pendidikan non formal dikembangkan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat dan lingkungan, dan kebutuhan daerah dengan berpedoman pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. berbasis kompetensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungan;

b. beragam, terpadu, dan multikultural;

c. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya;

d. relevan dengan kebutuhan kehidupan; e. menyeluruh dan berkesinambungan; f. belajar sepanjang hayat;

g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

(27)

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Bagian Kesatu Pendidik

Pasal 68

(1)Pendidik merupakan tenaga profesional yang tugasnya merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, merefleksi dan menindaklanjuti proses dan hasil pembelajaran.

(2)Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas guru, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pasal 69

(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat (2), dalam melaksanakan tugas profesional berhak :

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum yang layak dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan, rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memiliki otonomi dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

e. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;

f. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi dan kualifikasi akademik.

(2) Dalam melaksanakan tugas pendidik berkewajiban :

a. merencanakan pembelajaran,melaksanakan proses pembelajaran termasuk pelaksanaan belajar yang bermutu, merefleksi dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;

c. memberikan keteladanan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar dan budaya disiplin;

d. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; e. menjunjung tinggi Peraturan Perundang-undangan, kode etik guru serta

nilai-nilai agama dan etika.

Pasal 70

(28)

a. memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidup minimum yang layak dan jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan status kepegawaian dan beban tugas serta prestasi kerja;

b. memperoleh pembinaan, pendidikan dan pelatihan sebagai pendidik, pada pendidikan non formal dari Pemerintah Daerah dan lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;

c. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas;

d. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya.

(2) Dalam melaksanakan tugas tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya berkewajiban :

a. menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum, sarana belajar, media pembelajaran, bahan ajar, maupun model pembelajaran yang sesuai;

b. mengevaluasi, menganalisis dan melaporkan kemajuan belajar peserta didik.

c. mengembangkan model pembelajaran pada pendidikan non formal.

Bagian Kedua Tenaga Kependidikan

Pasal 71

(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

(2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, konselor, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran dan teknisi belajar.

(3) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan :

a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan memadai;

b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. pembinaan karir sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas.

(4) Tenaga kependidikan berkewajiban:

a. menciptakan suasana pendidikan yang aktif, inovatif,kreatif, efektif, dan menyenangkan, bermartabat, dan bermakna;

b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;

c. mentaati ketentuan Peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Persyaratan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pasal 72

(29)

(2) Sertifikat pendidik yang dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari portofolio, Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG), dan atau Pendidikan Profesi Guru (PPG).

(3) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati ujian kelayakan dan kesetaraan.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, Pembebasan sementara dan Pemberhentian

Pasal 73

(1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, pembebasan sementara dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Walikota dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, pembebasan sementara dan

pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak diskriminatif.

Pasal 74

(1) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah dilakukan walikota atas usul kepala dinas. (2) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang

diselenggarakan masyarakat, dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 75

(1) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh Walikota.

(2) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka pembinaan karier, peningkatan profesionalisme, dan pemerataan di setiap satuan pendidikan.

Pasal 76

(1) Pembebasan sementara terhadap pendidik dan tenaga kependidikan atas dasar :

a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berupa jenis hukuman disiplin penurunan pangkat;

b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil; c. Menjalani cuti diluar tanggungan negara;

d. Melaksanakan tugas belajar selama 6 bulan atau lebih;

(2) Pemberhentian dengan hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan atas dasar :

a. Permohonan sendiri; b. Meninggal dunia;

c. Mencapai batas usia pensiun;

(30)

(3) Pemberhentian dengan tidak hormat terhadap pendidik dan tenga kependidikan atas dasar :

a. Hukuman jabatan;

b. Akibat pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

c. Melakukan perbuatan pelanggaran peraturan perundang-undangan; d. Menjadi anggota atau pengurus partai politik.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 77

Penyelenggaraan satuan pendidikan wajib membina dan mengembangkan kompetensi dan kuallifikasi pendidik dan tenaga kependidikan.

Pasal 78

(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 77, meliputi pendidikan dan pelatihan, kenaikan pangkat dan jabatan, didasarkan pada prestasi kerja dan disiplin.

(2) Pendidikan dan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk meningkatkan atau mengembangkan kompetensi dan profesionalisme.

Pasal 79

Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang kedudukannya Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun bukan PNS dilaksanakan oleh Kepala Daerah atas usul kepala Dinas Pendidikan.

Pasal 80

(1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah menjadi tanggung jawab kepala dinas.

(2) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat menjadi tanggungjawab penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.

Bagian Keenam Kesejahteraan

Pasal 81

Pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bukan PNS berhak memperoleh penghasilan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Evaluasi Pemilihan Langsung Pekerjaan Kontruksi pada Dinas Bina Marga Kota Medan Tahun Anggaran 2016 Paket Pekerjaan Belanja Kontruksi Jalan

Pada hari ini, Jumat tanggal limabulan Pebruari tahun dua ribu enam belas, sesuai Perpres Nomor 4 tahun 2015, Kami Pokja ULP Pengadaan yang dibentuk dan ditugaskan berdasarkan

Base Form Past Form Past Participle. arise arose

Penulis mencoba memberikan implikasi dan rekomendasi kepada pihak penyelenggara pelatihan cake dan cookies di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Garut,

Hubungan antara konsumsi asam lemak tidak jenuh (PUFA) dan vitamin E didasarkan fakta bahwa asam-asam lemak esensial tersebut adalah yang paling mudah dioksidasi, dan berada

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan non keuangan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2011. Total sampel penelitian

Menurut para pakar sejarah, tulisan sebagai sarana komunikasi telah distandardisasikan ratusan tahun sebelum masehi dan kemudian secara bertahap berkembang

Komputer generasi lama atau PC tua di Sekolah Menengah Kejuruan Kanisius Bharata Karanganyar dapat dioptimalkan dengan menggunakan aplikasi Citrix Metaframe 1.8 pada Windows 2000