• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAP.COM - THIS FILE - E-JOURNAL KKP 980 1946 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TAP.COM - THIS FILE - E-JOURNAL KKP 980 1946 1 SM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Salinitas adalah jumlah total mate rial dalam gram, te rmasuk ion-ion inorganik (sodium dan klorid, fosfor organik, dan nitroge n) dan se nyawa kimia (vitamin dan pigmen tanaman), yang terdapat dalam 1 kg air atau dapat juga dide finisikan se bagai konse ntrasi total ion yang

te rdapat di pe rairan yang dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Salinitas air tawar kurang dari 0,5 ppt; se dangkan salinitas rata-rata di laut te rbuka se kitar 35 p p t d a n be rkisa r a nta ra 33-37 p p t . Sa linit a s d ap a t be r variasi se cara luas di dae rah te luk dan e stuari yang dipengaruhi ole h aliran arus, aliran air tawar, dan e vapo -rasi (Stickne y, 2000).

Salinitas di pe rairan me nimbulkan te kanan-te kanan osmotik yang bisa berbeda dari tekanan osmotik di dalam t ub uh o rga nism e pe ra ira n, se hingga m e nye b a b ka n o rg a nis m e t e r se b ut ha r u s m e la ku ka n m e ka n ism e o s m o r e g u la s i d i d a la m t u b u h n ya s e b a g a i u p a ya menyeimbangkan tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik lingkungan di luar tubuh (Fujaya,1999). Le bih lanjut dinyatakan bahwa kisaran salinitas yang e fe ktif untuk re produksi dan pe rtumb uha n te rga ntung da ri spe sie s dan be r variasi untuk tiap tingkatan umur se rta dipengaruhi ole h faktor lingkungan lainnya se pe rti suhu. Ikan yang berada pada kondisi lingkungan yang mempunyai tekanan osmosis berbeda dengan tekanan osmosis dalam tubuhnya akan me ngatur tekanan osmosis dalam tubuh a g a r s e im b a n g d e n g a n lin g ku n g a n n ya . Pe r is t iw a pe ngaturan osmosis dalam tubuh ikan dise but de ngan osmoregulasi. Ikan yang tidak mampu mengontrol proses o s m o r e g u la s i ya n g t e r ja d i d a la m t u b u h n ya a ka n me ngalami stre s dan be rakibat pada ke matian. Hal ini te rjadi kare na tidak adanya ke se imbangan konse ntrasi larutan tubuh dengan lingkungan, terutama pada saat ikan dipe lihara pada lingkungan yang be rada di luar batas tole ransinya.

Semua prose s yang terjadi dalam tubuh hewan selalu menyertakan perubahan ene rgi. Perubahan salinitas yang m e nye ba b ka n te rja d inya p ro se s osm ore gula si a ka n me ngakibatkan pula terjadinya pe ningkatan ke butuhan e ne rg i. Ha l t e r se b u t t e r ja d i ka re n a o s m o r e g ula s i merupakan suatu proses metabolik yang menuntut adanya transpor aktif ion-ion untuk menjaga konse ntrasi garam dalam tubuh. Ikan harus me ngambil atau me nse kre si garam dari lingkungan untuk me njaga ke se imbangan

AKTIVITAS OSM OREGULASI, RESPONS PERTUM BUHAN, DAN

ENERGETIC COST PADA IKAN YANG DIPELIHARA

DALAM LINGKUNGAN BERSALINITAS

Wahyu Pamungkas Balai Penelitian d an Pemuliaan Ikan Jl. Raya Sukamand i No . 2, Subang 41256

E-mail: baginfo_lr pt bpat @ yahoo.com; yhoe_pamungkas@ yahoo.co.id

ABSTRAK

Salinitas di perairan menimbulkan tekanan-tekanan o sm o tik yan g dapat berb eda dengan t ekan an o smotik di dalam tubuh o rganisme perairan. Hal tersebut menyebabkan o rganisme harus mela-kukan mekanisme o smo regulasi di dalam tubuh-n ya se b a ga i u p a ya u tubuh-n t u k m e tubuh-n ye im b atubuh-n gk atubuh-n tekanan osmotik di dalam dan di luar tubuh. Proses osmoregulasi merupakan salah satu proses fisiologi yang terjadi dalam tubuh ikan untuk mengo ntro l ko nsentrasi larutan dalam tubuh agar seimbang dengan lingkungannya. Ketidakmampuan ikan dalam mengo ntrol keseimbangan osmo tik dalam tubuhnya akan menyebabkan ikan stres dan dapat berakibat pada kematian ikan. Perubahan ko ndisi lingkungan juga akan mengakibatkan perubahan alokasi energi yang ada di dalam badan ikan. Energi yan g s e h a ru s n ya u n t u k p e rt u m b u h a n a ka n digunakan untuk melakukan aktivitas metabolisme yang meningkat sebagai akibat dari perubahan ko ndisi lingkungan. Hal tersebut mengakibatkan terhambatnya pro ses pertumbuhan. Review yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui aktivitas o smo regulasi, respo ns pertumbuhan, dan energi yang digunakan pada ikan yang dipelihara dalam m ed ia be rsalin it as. Beb e rap a hasil p e ne lit ian menunjukkan adanya perbedaan tingkat meta-bo lisme dan pertumbuh an pada ikan yang di-pelihara pada kondisi salinitas yang berbeda.

(2)

kandungan garam d alam t ubuhnya . Prose s t e rse but membutuhkan ene rgi yang cukup besar (Stickney, 2000). Le b ih la n jut d inya t a ka n b a hwa p a d a sa a t s a linit a s lingkunga n t id ak se sua i d e nga n konse nt ra si gara m fisiologis dalam tubuh ikan, maka ene rgi di dalam tubuh yang se harusnya digunakan untuk pe rtumbuhan akan digunakan untuk pe nye suaian konse ntrasi dalam tubuh de ngan lingkungannya se hingga mengakibatkan prose s pe rtumbuhan terhambat.

Pada makalah ini akan dije laskan te ntang aktivitas osmore gulasi pada ikan yang dipe lihara dalam me dia be rsalinitas, faktor yang be rpe ngaruh te rhadap prose s o sm o re g ula si d a n p e ng a ruhn ya t e rha d a p a kt ivit a s metabolik, serta pertumbuhan ikan. Review yang dilakukan be rtujuan untuk m e nge tahui aktivitas osm ore gulasi, re spons pe rtumbuhan, dan e ne rgi yang digunakan pada ikan yang dipelihara dalam me dia be rsalinitas.

Osmoregulasi pada Ikan

Osmoregulasi adalah prose s pe ngaturan konse ntrasi ca ira n de nga n m e nye im ba ngkan p e ma sukka n se rt a pe ngeluaran cairan tubuh ole h se l atau organisme hidup, atau pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi ke hidupan se hingga prose s-prose s fisiologis dalam tubuh berjalan normal. Rahardjo (1980) menyatakan bahwa osmore gulasi adalah pe ngaturan te kanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi ke hidupan ikan se hingga prose s-prose s fisiologis tubuhnya be rjalan normal. Me nurut Stickney (1979), salinitas berhubungan erat dengan proses osmore gulasi dalam tubuh ikan yang me rupakan fungsi fisio lo gis ya n g m e m b u t u hka n e n e r gi. Orga n ya ng berperan dalam proses te rsebut antara lain ginjal, insang, kulit, dan me mbran mulut de ngan be rbagai cara. Jika se buah se l me ne rima te rlalu banyak air maka ia akan me le tus, be gitu pula se baliknya, jika te rlalu se dikit air maka se l akan me nge rut dan mati (Wikipe dia, 2009). Osmoregulasi juga be rfungsi ganda sebagai sarana untuk me mbuang zat-zat yang tidak dipe rlukan ole h se l atau organisme hidup.

Osmore gulasi sangat penting pada he wan air kare na tubuh ika n be rsifat p e rme a be l t e rha dap lingkungan maupun larutan garam. Sifat fisik lingkungan yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan proses osmoregulasi antara ikan air tawar de ngan ikan air laut. Pada ikan air tawar, air se cara te rus-me ne rus masuk ke dalam tubuh ikan me lalui insang. Ini secara pasif be rlangsung melalui suatu prose s osmosis yaitu, te rjadi se bagai akibat dari ka d a r ga r a m d a la m t ub u h ika n ya n g le b ih t in gg i dibandingkan de ngan lingkungannya. Dalam ke adaan normal proses ini be rlangsung se imbang. Ikan air tawar

harus se lalu me njaga dirinya agar garam tidak me larut dan lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan dise rap ole h ikan me nggunakan e ne rgi me taboliknya. Ikan me mpe rtahankan ke se imbangannya de ngan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus, me lakukan o smo sis le wa t insa ng, p ro d uksi urinnya e nce r, d a n me mompa garam me lalui se l-se l khusus pada insang. Se ca ra um um kulit ikan m e rup a ka n lap isa n ke da p , sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke dalam air. Satu-satunya bagian ikan yang be rinte raksi de ngan air adalah insang.

Cairan tubuh ikan air tawar me mpunyai te kanan yang le b ih b e sar d ari lingkungan se hingga ga ra m-ga ra m ce nde rung keluar dari tubuh. Sedangkan ikan yang hidup di air laut me miliki te kanan osmotik le bih ke cil dari lingkungan se hingga garam-garam ce nde rung masuk ke dalam tubuh dan air akan ke luar. Agar proses fisiologis di dalam tubuh be rjalan normal, maka dipe rlukan suatu te kanan osmotik yang konstan (Gambar 1).

Pada ikan air laut te rjadi ke hilangan air dari dalam tubuh melalui kulit dan kemudian ikan akan mendapatkan garam-garam dari air laut yang masuk le wat mulutnya. Organ dalam tubuh ikan me nye rap ion-ion garam seperti Na+, K+, dan Cl-, se rta air masuk ke dalam darah dan se lanjutnya disirkulasi. Se lanjutnya, insang ikan akan me nge luarkan ke mbali ion-ion te rse but dari darah ke lingkungan luar (Gambar 2).

Sifat osmotik air be rasal dari se luruh e le ktrolit yang larut dalam air tersebut di mana se makin tinggi salinitas maka konsentrasi elektrolit makin besar sehingga tekanan osmotiknya makin tinggi (Mc Connaughe y & Zottoli, 1983). Air laut mengandung 6 e leme n te rbe sar, yaitu Cl-, Na+, Mg2+, Ca2+, K+, dan SO

4

2- (le bih dari 90% dari garam te rlarut) ditambah e le me n yang jumlahnya ke cil (unsur mikro) se pe rti Br-, Sr2+, dan B+. Ion-ion yang dominan dalam menentukan tekanan osmotik (osmolaritas) air laut adalah Na+(450 mM) dan Cl- (560 mM) dengan porsi 3.061 dan 55,04% dari total konse ntrasi ion-ion te rlarut (Mc Connaughe y & Zottoli, 1983; Nybakke n, 1990; Boe uf & Payan, 2001; Mananes et al., 2002).

(3)

a ir d ih a ra p ka n d a p a t m e m b a n t u m e nja ga ke t id a k se imbangan ini se hingga ikan te tap be rtahan hidup dan mempunyai ke sempatan untuk memulihkan dirinya dari luka atau penyakit. Tentunya dosis untuk ikan harus diatur se de mikian rupa se hingga kadar garamnya tidak le bih tinggi daripada kadar garam dalam darah ikan. Apabila kadar garam dalam air lebih tinggi dari kadar garam darah, e fe k se baliknya akan te rjadi, air akan ke luar dari tubuh ikan dan garam masuk ke dalam darah, akibatnya ikan terdehidrasi dan akhirnya akan mati.

M odulator pada Proses Osmoregulasi

Se bagaimana fungsi tubuh yang lain, ke te rlibatan beberapa organ osmoregulasi diatur oleh hormon (Fujaya, 1999). Le bih lanjut dinyatakan bahwa ke le njar e ndokrin yang be rtanggung jawab terhadap proses osmore gulasi antara lain pituitar y, ginjal, dan urophisis me lalui aksi be be rapa hormonnya. Se jumlah pe ne litian juga te lah me laporkan pentingnya siste m endokrin dalam

mengon-trol d an m e m od ulasi pe rme ab ilit as d ari insa ng d an transpor ion-ion.

Pada se bagian be sar pe ne litian me nyatakan bahwa terdapat dua hormon yang sangat pe nting dalam prose s o sm ore gula si ya it u ho rm on p ro lakt in d an ko rt iso l. Prolaktin disekresikan oleh se l-sel yang berada di kelenjar pituitari ikan dan berperan penting dalam mencegah difusi Na+ ke luar me lalui me mbran pe rme able pada ikan-ikan air tawar. Horm on st e roid ya itu kortisol, dip roduksi dalam se l-se l inte rnal di ginjal bagian atas (head kidney) dan be rpe ran pe nting pada prose s adaptasi ikan-ikan e ur yhaline pada pe rairan. Kortisol pada ikan te le oste i euryhaline be rperan dalam menge kskre sikan ion melalui insang dengan menstimulasi sel-sel kloride untuk aktivitas prolife rasi, dife re nsiasi, dan ekskresi karena level plasma kortisol me ningkat se lama pe riode migrasi atau transfe r dari air tawar ke air laut. Oleh kare na itu, kortisol dikenal se bagai “hormon air laut” (Morgan, 1997). Le bih lanjut dilaporkan pada beberapa penelitian terakhir menyatakan Gam bar 2. Osm ore gulasi pada ikan air laut (Sumber: Smit h,

1982 dalam Fujaya, 1999)

Gam bar 1. Osm o re gulasi p a d a ikan air ta wa r (Su m b er: Smit h, 1982 dalam Fujaya, 1999)

H2O Ga r a m

Air laut Air tawar

Ga r a m

Ukuran p anah menunjukkan kuantitas Difusi

Transportasi aktif

Ga r a m H2O

Ginjal

Usus Na+,K+, Cl–

H2O

Ginjal

Usus Air laut

Na+,Cl

Na+,Cl– Air laut

H2O

Na+,Cl

Ca+ +,Mg+ +, SO 4

– –

Mg+ +

Me lar utkan o r ganis

H2O

Gam bar 3. Pe rbe daan osm olaritas dalam darah dan lingkungan pada ikan air laut dan air tawar (Sumber: Wikip ed ia, 2009)

Air laut Air tawar

Air Ion Air Ion

9 6 5 5 2 0 8 0 5 4 8

Osm. Na+ Mg2 + Cl

3 7 1 1 6 0 4 ,1 8 1 8 8

0 ,0 1-5 0,3 0 ,4 5 0 ,2 8

Osm. Na+ Mg2 + Cl

(4)

bahwa kortisol juga be rpe ran dalam osmore gulasi pada be be rapa ikan air tawar. Hormon lain yang te rlibat dalam osmore gulasi dan be ke rja se cara sine rgis antara lain growth hormone dan insulin-like growt h fact or, thyroxine, dan t ri-iodothyrosine, cat echolamines, glucagon, somast omast in, st anniocalcin, urot ensin, dan nat riuret ic pept ides.

Fak t or yang Berpengaruh Terhadap Proses Osm o -regulasi

Osmore gulasi merupakan suatu fungsi fisiologis yang dikontrol o le h pe nye rap an se le kt if ion-ion m e le wati insang dan be berapa bagian tubuh lainnya dikontrol oleh p e m b ua nga n ya ng s e le kt if t e rh a d a p ga ra m -ga ra m . Ke mampuan osmore gulasi be rgantung suhu, musim, umur, kondisi fisiologis, je nis ke lamin, dan pe rbe daan ge notip (Fujaya, 1999).

Pada udang, penurunan suhu menghasilkan penurunan kapasitas osmoregulasi (dide finisikan sebagai perbedaan antara osmolalitas haemolymph dan osmolalitas air laut) pada salinitas re ndah atau hypecapacit y osmot ic (hype r-CO) dan pada salinitas tinggi atau Hypo-capacit y osmot ic (hypo -CO), se cara be rurutan, di bawah dan di atas titik isoom otik (26,2 ppt). Pada ud ang de wa sa, hype r-CO te rpe ngaruh ke tika suhu turun dari 26°C me njadi 22°C. Hypo -CO dipe ngaruhi ole h suhu hanya ketika suhu turun sa mp ai 15°C. Se lanjutnya , se nsit ivit as o sm ore gulasi te rhadap pe rubahan suhu te rgantung pada umur atau tingkat perkembangan udang di mana udang dewasa lebih se nsitif dibandingkan yuwana. Nilai isoosmotik, yang tida k t e rgantung pa da tingkat pe rke mb angan la r va, me ningkat ke tika suhu turun sampai 17°C atau 15°C (Le maire et al., 2002).

To le r a n s i su hu d a n p e r t u m b uh a n o p t im a l ika n dipe ngaruhi ole h salinitas kare na inte raksi ke duanya b e rp e ngaruh t e rhad a p o sm o re gula si. Pa da ika n r ed hybrid t ilapia, konsumsi pakan dan pe rtumbuhan pada 0 p p t m e n ingka t m a ksim um p a d a suh u 27 °C (80°F), se me ntara pada salinitas 18 dan 36 ppt, konsumsi dan pe rtumbuhan sangat tinggi pada suhu 32°C (90°F). Pada ikan air tawar, pe manasan air hingga suhu di atas 27°C (80°F) tidak dapat dibe narkan, se dangkan pada ikan air p a ya u , p e m a n a s a n a ir h in g g a 3 2 °C (9 0 °F) d a p a t meningkatkan rata-rata pertumbuhan. Pada Marsupenaeus japonicus, toleransi salinitas yang lebih rendah adalah pada 5,4 ppt pada suhu 25°C (77°F), te tapi pada salinitas 19,3 p pt p ad a suhu 10°C (50°F). Di ba wa h suhu re nd ah, mortalitas tere ndah terjadi ketika salinitas air isoosmotik dengan hemolimph udang (Stickney, 2000).

Menurut Stickne y (2000), tole ransi suhu re ndah pada bebe rapa spesies ikan dipengaruhi oleh salinitas. Sebagai

contoh, pada ikan red hybrid t ilapia, efisiensi pertumbuhan maksimum yang dipe lihara di suhu 22°C, 28°C, dan 32°C (72°F, 82°F, dan 90°F) le bih tinggi pada salinitas 18 ppt dibandingkan pada salinitas 0 atau 36 ppt, me skipun pe rbe daan te rse but dapat dinyatakan pada suhu 22°C (72°F). Pe ne lit ia n d e nga n se jum la h sp e sie s t ila p ia , t e r m a s u k O. aur eus, Sar ot her odon mel anot heron, O. mossambicus, dan red hybrid tilapias, me nunjukkan bahwa ikan me mpunyai tole ransi le bih baik pada suhu le bih re ndah ke tika dipe lihara pada salinitas air payau yang re ndah (5-12 ppt) dibandingkan pada air tawar atau pada air laut, hal ini dise babkan stre s kare na osmore gulasi diminimumkan sampai me ndekati salinitas isoosmotik. Ole h kare na itu, ke gagalan osmore gulasi dice gah pada suhu yang le thal dalam kondisi me dia hypo atau hyper osmotik. Pada red drum, tole ransi pada suhu dingin juga ditingkatkan de ngan meme lihara ikan pada salinitas 5-10 ppt.

Efek Perubahan Salinitas Terhadap Aktivitas M etabolik dan Respons Pertumbuhan pada Ikan

Salinitas me rupakan faktor penting yang berpengaruh te rhadap sintasan, metabolisme , dan distribusi larva ikan a ir la ut (Olla & Da vis , 19 92 ). Pe ru b a ha n s a lin it a s b e r p e ng a r uh t e r ha d a p la r va a nt a r a la in t e r ha d a p konse ntrasi total osmotik, konse ntrasi partike l ion, dan ke te rse diaan oksige n kare na te rdapat kore lasi antara ke tiganya. Osmore gulasi me rupakan prose s me tabolik ya ng m e m b ut u hka n t ra n sp o r a kt if un t uk m e nja ga konse ntrasi kadar garam dalam tubuh. Kadar garam yang lebih di dalam tubuh hewan akuatik harus digunakan atau die kskre sikan dan dalam hal ini banya k e ne rgi yang dibutuhkan untuk prose s tersebut se hingga ene rgi untuk pe rtumbuhan tidak te rcukupi se hingga me nye babkan pertumbuhan terhambat. Spesies ikan-ikan perairan tawar dan ikan-ikan pe rairan laut yang st enohaline beradaptasi secara fisiologis terhadap salinitas yang berbe da dengan konse ntrasi di dalam tubuhnya. Spe sies-spe sies terse but se cara umum me nunjukkan pe rtumbuhan optimal pada pe rairan de ngan salinitas yang sama dan hal te rse but te rjadi se cara alami pada ikan (Stickne y, 2000).

(5)

untuk me lakukan aktivitas dan me tabolisme . Be be rapa fakta me nunjukkan bahwa e ne rgi (prote in) yang le bih tinggi dibutuhkan pada kondisi salinitas lingkungan yang le bih tinggi (De Silva & Pe re ra, 1976), ha l te rse b ut berkaitan de ngan pe ningkatan energi metabolisme untuk aktivitas osmoregulasi pada salinitas yang le bih tinggi.

Spesie s e ur yhaline dapat tumbuh baik pada salinitas dengan kisaran yang lebih tinggi atau lebih luas pada ikan tilapia yang e ur yhaline , re spons pe rtumbuhan te rhadap salinitas cukup be r variasi di antara spe sie s. Be be rapa spesies (misalnya, O. niloticus dan O. aureus) mungkin dapat d ia d a p t a s ika n p a d a ka d a r s a linit a s a ir la u t , t e t a p i pe rtumbuhan le mah di bawah kondisi te rse but. Pada spe sie s yang lain (O. mossambicus, O. hornorum hybrid, O. spilurus, dan red hybrid t ilapia), tumbuh le bih tinggi pada perairan payau dan air laut dibandingkan di air tawar. Hal ini me ngindikasikan adanya ke untungan budidaya tilapia di air payau atau air laut. Pada red hybrid t ilapia, dikaitkan de ngan me ningkatnya konsumsi pakan (nafsu makan) dan me nurunnya tingkat konve rsi pakan de ngan meningkatnya salinitas (Opstad, 2003).

Pe nga ruh sa linit a s t e r ha d a p p e rt um b uha n ika n tidak hanya be rkaitan de ngan total konse ntrasi padatan te rlarut, te tapi juga dipe ngaruhi ole h konse ntrasi ion-ion divalent (Ca2C and Mg2C) karena pengaruhnya terhadap m e m b ran permeable d a n o sm o re gula si. Ko nse ntra si kalsium yang tinggi di lingkungan membantu mengurangi ke hilangan garam me lalui insang dan pe rmukaan tubuh pada lingkungan pe rairan tawar, se hingga se dikit ke rja ginjal untuk me njaga konse ntrasi garam-garam dalam darah. Hal tersebut yang me nye babkan be berapa spesies ikan air laut mampu hidup di pe rairan tawar. Te lur dan lar va red drum me mbutuhkan salinitas di atas 25 ppt, se dangkan yuwana dapat dipe lihara di pe rairan tawar de ngan alkalinitas 100 mg/L (Stickney, 2000). Pakan dapat me njadi sumber garam pe nting untuk ikan-ikan e ur yha-line. Pada ikan red drum laut e uryhaline (S. ocellat us), faktor pembatas pertumbuhan yang berkaitan dengan defisiensi gara m p a da m e d ia hipo t onik d a p at dia t asi d e nga n menambahkan garam (NaCl) ke dalam pakan. Pada Atlantik salmon (S. salar), ikan yang muda, pe nambahan garam d a la m p a ka n t id a k b e r a r t i p e n ga r uh nya t e rh a d a p pertumbuhan dan efisiensi pakan pada pemeliharaan ikan terse but di pe rairan tawar.

Pe rtumb uha n re latif p ada salinit as ya ng be rbe da merefleksikan kebutuhan energi untuk osmoregulasi pada b e rba ga i sa linit a s, ya ng t e rga nt ung p a d a b e sa rnya pe ngaruh non osmore gulasi pada me tabolisme . Pada O. mossambicus, O. urolepis hornorum hybrids, perbedaan yang be rkaitan de ngan salinitas pada tingkat me tabolik total

tidak dapat dihubungkan dengan perubahan pada energi untuk osmoregulasi, yang mengindikasikan bahwa faktor non osm ore gulasi ya ng la in (ke b ia saa n hidup ) juga berpengaruh terhadap tingkat metabolisme. Opstad (2003) me nya takan bahwa ke untungan sa linitas isoosmot ik untuk lar va ikan te le oste i dapat me ngurangi aktivitas me tabolik (untuk me ngatur cairan tubuh dalam rangka me mpe rbaiki level te kanan osmotik me nde kati normal) dan de ngan de mikian, me ningkatkan tingkat pe rtum-buhan. Ikan Cypinodon macularius muda me mpe rlihatkan perbedaan pada pengambilan makanan pada salinitas yang be rbeda; sebagai contoh, pada suhu 30°C se bagian besar pakan dimakan pada salinitas 35 ppt, kurang dikonsumsi pada salinitas 15 ppt dan 55 ppt da n paling se d ikit mengkonsumsi pakan pada perairan tawar.

Energetic Cost pada Proses Osmoregulasi

Bioenergetika merupakan suatu ilmu yang mempelajari te nt ang aliran e ne rgi da n transforma si e ne rgi pa da m a khlu k hid u p d a n ling kun ga n nya a t a u se jum la h pe rtukaran dan transformasi e ne rgi dan mate ri antara organisme hidup de ngan lingkungannya (Lucas, 2002). Ene rgi dibutuhkan ole h se mua makhluk hidup untuk m e m e liha ra d a n m e nja ga ke se im b anga n t ub uhnya . Se bagian be sar tumbuhan me mpe role h e ne rgi se cara langsung dari matahari dan menggunakan energi tersebut untuk me nsinte sis mole kul komple ks yang me nyusun struktur dan bagian dari tubuh tumbuhan. Se me ntara he wan tidak dapat me nggunakan e ne rgi dari matahari. He wa n m e nd a p a t ka n e ne rg i d a ri o ksid a si m o le kul komple ks yang dimakan ole h he wan te rse but. Ene rgi dalam pakan tidak te rse dia hingga mole kul komple ks dipe cah me njadi mole kul yang le bih se de rhana me lalui prose s pe nce rnaan. Produk dari pe nce rnaan ke mudian diserap ke dalam tubuh oleh hewan di mana terjadi proses oksidasi yang me le paskan e ne rgi (Halve r, 1989). Le bih lanjut dinyatakan bahwa e ne rgi yang masuk ke dalam tubuh he wan akan dipe cah untuk be rbagai prose s yang membutuhkan banyak energi. Besarnya energi untuk tiap-tiap bagian te rgantung pada jumlah e ne rgi yang masuk atau dikonsumsi dan ke mampuan ikan dalam me nce rna dan memanfaatkan energi tersebut. Besarnya e nergi yang hilang se bagai fecal energy, e ne rgi yang te rdapat di urin dan e kskresi dari insang, serta produksi panas tergantung dari pakan dan tingkat pe mbe rian pakan. Ene rgi yang t e r s is a a ka n d ig u n a ka n u n t u k p e r t u m b u h a n d a n reproduksi.

(6)

harus mencukupi untuk me nyediakan ke butuhan e nergi unt uk p e m e liha ra a n d an ma sih te rse d ia unt uk p e r-tumbuhan. Jika e ne rgi ya ng masuk atau dikonsum si kurang memenuhi kebutuhan, maka energi yang tersimpan dalam tubuh akan digunakan dan mengakibatkan he wan akan ke hilangan bobotnya.

Lu ca s (2 0 0 2 ) m e n ya t a ka n b a h w a fa kt o r ya n g berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme adalah faktor inte rnal dan e kste rnal. Faktor inte rnal yaitu hormon, parasit, infeksi pe nyakit, age n stress, dan status fisiologi dari he wan te rkait de ngan ge ne tik, umur, re produksi, dan se bagainya. Faktor e kste rnal yang pe nting antara la in p akan (untuk se mua he wan), suhu, konse nt ra si oksigen, salinitas, dan turbiditas.

Ene rgi atau mate ri yang masuk atau dikonsumsi ole h ikan akan digunakan ole h ikan untuk be rbagai prose s dalam tubuhnya. Be sarnya konsumsi akan be rpe ngaruh terhadap pe mbagian energi dalam tubuh. Se suai dengan hukum Thermodinamika I bahwa e nergi atau materi yang masuk sama dengan e nergi atau mate ri yang ke luar atau dihasilkan. Aliran atau tranformasi e ne rgi yang te rjadi dalam tubuh ikan akan be rjalan se cara normal pada saat kondisi lingkungan konstan atau optimal untuk kehidupan ikan (Gambar 4).

Pe rubahan kondisi lingkungan akan me ngakibatkan pe rubahan alokasi e ne rgi yang ada di dalam tubuh ikan. En e r gi ya n g se h a r usn ya un t uk p e rt um b uh a n a ka n digunakan untuk me lakukan aktivitas metabolisme yang m e n ingka t s e b a g a i a kib a t d a r i p e rub a ha n ko nd isi lingkungan, hal ini dise babkan ikan harus me lakukan pe ngaturan kondisi tubuhnya untuk me nye suaikan diri de ngan lingkungannya. Pe rubahan salinitas lingkungan me nye babkan ikan me mbutuhkan banyak e ne rgi untuk m e lakuka n p ro se s o sm o re gula si m e nga tur t e ka na n

osmotik tubuhnya agar seimbang dengan lingkungannya. Be s a rnya e n e rgi ya n g d ib ut uh ka n t e rg a nt u ng d a ri ke ma m p ua n ika n d a la m m e nye sua ika n d iri d e nga n lingkungan dan be sarnya konsumsi (e ne rgi) yang masuk d a la m t u b uh ika n. Ko nd isi t e rse b u t m e n ye b a b ka n te rhambatnya pe rtumbuhan ikan atau me nurunnya laju pertumbuhan karena kurangnya energi yang tersedia untuk pertumbuhan.

Morgan & Iwama (1991) menyatakan bahwa (1) tingkat me tabolik minimum te rjadi pada saat kondisi salinitas yang isotonik dan meningkat pada saat terjadi perbedaan salinitas, (2) terdapat hubungan yang linear antara tingkat me tabolik dan pe rubahan salinitas, (3) tingkat metabolik me ningkat pada kondisi pe rairan tawar dan be rkurang pada kondisi salinitas isotonik, (4) tingkat me tabolik te rtinggi te rjadi pada kondisi pe rairan laut. Le bih lanjut dinyatakan bahwa pada Salmonids, tingkat metabolik yang le bih tinggi pada saat berada di salinitas yang le bih tinggi me ngga mba rkan cost e ne rgi yang signifikan dise rt ai de ngan pe nurunan tingkat pe rtumbuhan dan be rkore lasi positif de ngan pe rubahan konsumsi oksige n. Imsland et al. (2008) m e nyat akan b ahwa pe me liharaa n yuwa na At la n t ik ha lib ut p a d a sa lin it a s ya n g le b ih r e n d a h m e n g ha s ilka n t ing ka t o s m o r e gu la s i d a n a kt ivit a s metabolik yang le bih rendah dan selanjutnya me ngurangi be sarnya e ne rgi yang digunakan/dibe lanjakan sehingga menghasilkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi pada salinitas yang le bih re ndah dibandingkan pada salinitas tinggi.

Boe f & Payan (2001) me nyatakan bahwa 20%-68% dari t o t a l e n e r g i ya n g d ia lo ka s ika n d ig u n a ka n u n t u k osmo re gulasi pada spe sie s yang be rbe da . Pada ikan tilapia hybrid, tingkat konsumsi oksige n (osmoregulat ion cost) 16% lebih tinggi di perairan tawar dan 12% lebih tinggi di pe rairan laut dibandingkan de ngan kondisi isosalinit y a t a u iso o sm o t ik (Fe b r y & Lu t z , 1 98 7). Pe r b e d a a n konse ntrasi antara lingkungan dan inte rnal tubuh ikan berpengaruh terhadap total kerja osmotik dan persentase tingkat me tabolik dalam tubuh. Ikan yang me mpunyai konse ntrasi dalam darahnya lebih tinggi dari lingkungan me nunjukkan total kerja osmotik dan pe rsentase tingkat me tabolik yang lebih rendah daripada organisme akuatik ya ng ko nse ntra si da la m darahnya le b ih re nda h da ri konse ntra si lingkunga nnya . Pa d a saa t t e ka na n a ta u konsentrasi lingkungan lebih tinggi dibandingkan tekanan atau konsentrasi di dalam tubuh, maka akan te rjadi kerja osmotik yang tinggi pada tubuh ikan se hingga e ne rgi yang dibe baskan untuk prose s te rsebut lebih besar.

Be b e ra p a h a sil p e ne lit ia n m e nunjukka n a d a nya pe rbe daan tingkat me tabolisme dan pe rtumbuhan yang Gam bar 4. Mo d e l b io e n e r g e t ika p a d a ika n (Su m b e r :

(7)

berbeda pada hewan akuatik yang dipelihara pada kondisi salinitas yang be rbe da. Pe ne litian Fe br y & Lutz (1987) te rhadap ikan tilapia hybrid yang diaklimatisasi pada kondisi lingkungan tawar (0 ppt), isoosmotik (12 ppt), dan air laut (35 ppt) me nunjukkan adanya pe rbe daan tingkat metabolisme yang ditunjukkan dengan perbedaan laju konsumsi oksige n (Tabe l 1).

Hasil pe ne litian Fe br y & Lutz (1987) me nunjukkan bahwa pada kondisi lingkungan yang isoosmotik tingkat m e t ab olisme saa t be re na ng pa da ika n tila pia, yang ditunjukkan dari tingkat laju konsumsi oksigen, lebih kecil dib andingkan tingkat me ta bolisme ikan tilap ia yang be rada dalam kondisi lingkungan air tawar ataupun air laut. Konse ntrasi lingkungan pada air tawar lebih rendah dari konse ntrasi dalam darah ikan. Adapun pada kondisi lin g ku n g a n s a lin it a s ya n g is o t o n ik, k o n s e n t r a s i lingkungan hampir sama dengan konsentrasi dalam darah,

dan pada air laut konse ntrasi lingkungan le bih tinggi daripada konse ntrasi dalam darah. Kondisi se pe rti ini be rpe ngaruh te rhadap jumlah e ne rgi yang digunakan untuk menye suaikan konse ntrasi di dalam tubuh dengan lingkunga n d a n e ne rgi ya ng d iguna ka n unt uk p e r-tumbuhan. Hal terse but te rbukti be rpe ngaruh te rhadap karakte r morfome trik ikan yang ditunjukkan de ngan adanya perubahan dalam pertumbuhan sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kondisi salinitas yang isoosmotik me nghasilkan bobot dan panjang tubuh ikan yang le bih tinggi dari ke dua lingkungan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang isoosmotik me nye b abkan tidak adanya ke rja osmotik pad a ikan sehingga tingkat me tabolisme juga tidak meningkat dan e ne rgi yang ada dapat digunakan se cara optimal untuk pertumbuhan.

(Ls-1) (cms-1)

Total laju metabolik

(mg O2 kg -1

h-1)

Biaya bersih*

(mg O2 kg -1

h-1)

Total laju metabolik

(m g O2 kg -1

h-1)

Biaya bersih*

(m g O2 kg -1

h-1)

Total laju metabolik

(mg O2 kg -1

h-1)

Biaya bersih*

(mg O2 kg -1

h-1)

0 0 89 0 98 0 102 0

0,6 10 116 27 121 23 129 27

1,2 20 151 62 149 51 163 61

1,8 30 197 108 183 85 206 104

2,4 40 257 168 225 127 261 159

Kecepatan renang

M edia aklim atisasi

Isoosmotik air laut

Air tawar Air laut

L : Panjang bad an

* To t al t ingkat met abo lisme berenang d ikurangi t o t al t ingkat met abo lisme ist irahat

Sumber: Febry & Lut z (1987)

Tabel 1. Tingkat konsumsi oksigen dan kebutuhan oksigen saat berenang pada ikan yang diaklimatisasi pada lingkungan air t awar (0 ppt ), iso o smo t ik (12 ppt ), dan air laut (35 ppt )

Air tawar Isoosmotik

air laut Air laut Keseluruhan

Massa (g) 57,65 72,68 61,94 63,02

Jarak 22,8-170,0 31,4-132,5 24,5-121,8 22,8-170,0

Panjang (cm) 15,5 17,2 16,4 16,2

Jarak 10,7-22,7 13,0-22,4 11,3-21,3 10,7-22,7

Fakt or kondisi* 1,35 1,35 1,35 1,35

Jarak 1,14-1,86 1,15-1,67 1,25-1,70 1,14-1,86

N 16 10 10 36

Parameter

M edia

Tabel 2. Rat a-rat a karakt erist ik mo rfo met rik dari ikan uji

* Fakt o r ko nd isi = (massa/p anjang3) x 100

(8)

KESIM PULAN

Pe rubahan salinitas pada lingkungan budidaya sangat b e r p e n g a r u h t e r h a d a p t in g ka t m e t a b o lis m e d a n pe rtumbuhan pada ikan. Lingkungan yang optimal akan me ningkat kan sintasan dan pe rtum buha n ikan, ole h karena itu, diperlukan lingkungan pemeliharaan yang dapat mendukung kebutuhan hidup ikan secara optimal de ngan memperhatikan faktor lingkungan dan asupan energi yang dibutuhkan secara tepat.

DAFTAR ACUAN

Boe uf, G. & Payan, P. 2001. How should salinity influe nce fish growth? Comp. Biochem. Physiol., C 130: 411-423. De Silva, S.S. & Pere ra, P.A.B. 1976. Studie s on the young gre y mulle t, M ugil cephalus L.I. Effe cts of salinity on food intake , growth and food conve rsion. Aquacul-t ure, 7: 327-338.

Fe br y, R. & Lutz, P. 1987. Ene rgy partitioning in fish: The activity re late d cost of osmore gulation in a Eur yha-line cichlid. J. exp. Biol., 128: 63-85.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Unive rsitas Hasanuddin Makasar, 217 hlm.

Halve r, J.E. 1989. Fish Nutrition. Acade mic Pre ss, INC. San Die go. California, 798 pp.

Imsland, A.K., Gustavsson, A., Gunnarsson, S., Foss, A., Arnason, J., Arnarson, I., Jonsson, A.F., Smaradottir, H., & Thorare nse n, H. 2008. Effe cts of re duce d sa-linitie s on growth, fe e d conve rsion e fficie ncy and b lo o d p h ys io lo g y o f ju ve n ile At la n t ic h a lib u t (Hippoglossus hippoglossus L.). Aquacult ure, 274: 254-259.

Op st a d , I. 2 003 . Gro wt h a nd su r viva l o f ha d d o ck (M elanogrammus aeglefinus) lar vae at diffe re nt salini-tie s. The Big Fish Bang. Proceedings of t he 26t h Annual

Larval Fish Conference. 2003, p. 63-69.

Lucas, A. 2002. Bioe ne rge tic of Aquatic Animals. Taylor & Francis e -Librar y, 169 pp.

Manane s, A.A.L., Me lige ni, C.D., & Golde mbe rg, A.L. 2002. Re sponse to Environme ntal Salinity of Na+, K+, ATPase in Individual Gills of The Eur yhaline Crab

Cyrt ograpsus angulat us. J. Exp. M ar. Biol. Ecol., 274: 75-85.

Mc Connaughe y, B.H. & Zottoli, R. 1983. Introduction to Marine Biology. Moscy Co, London.

Nybakke n, J.W. 1990. Biologi La ut Suatu Pe nde katan Ekologis. Te rje mahan dari: Marine Biology and Eco -logical Approach By: Eidman, H.M., Koesoebiono, DG., Be nge n, M., Hutomo, M., & Sukardjo, S. PT Gramedia, Jakarta.

Morgan, J.D. & Iwama, G.K. 1991. Effe cts of salinity on growth, me tabolism, and ion re gulation in juve nile rainbow and ste elhead trout (Oncorhynchus mykiss) and fall chinook salmon (Oncorhynchus t shawyt scha). Can. J. Fish Aquat . Sci., 48: 2,083-2,094.

Morgan, J.D. 1997. Energet ic aspect of osmoregulat ion in fish. The sis. The Unive rsity of British Columbia, 156 pp.

Norman, Y., Woo, S., & Scott, P.K. 1995. Effe cts of salin-ity and nutritional status on growth and me tabolism of Sparus sarbain a close d se awate r syste m. Aquacul-t ure, 135: 229-238.

Olla, B.L. & Davis, M.W. 1992. Phototactic re sponse s of unfe d walleye pollock larvae comparisons with othe r me asure s of condition. Enviroment al Biology of Fishes, 35: 105-108.

Le maire a, P., Bernarda, E., Martinez-Pazb, J.A., & Chima, L. 2002. Aquaculture ,JUN, 209(1-4): 307-317. Ra ha d jo, M.F. 1980. Ikht io lo gi. Sist e m Uro ge ne t a l.

Fakultas Pe rikanan, IPB. Bogor, hlm. 85-96.

Stickne y, R.R. 1979. Principle s of Warmwate r Aquacul-ture . John Wille y and Sons. Ne w York, 375 pp. Stickney, R.R. 2000. Encyclopedia of aquaculture. A

Wiley-Inte rscie nce Publication John Wile y & Sons, Inc. The Unite d State s of Ame rica, 1,063 pp.

Wikipedia. 2009. Osmore gulasi. http://id.wikipe dia.org/ wiki/Osmore gulasi.

Gambar

Gambar 1.Osmoregulasi pada ikan air tawar (Sumber:
Gambar 4.Model bioenerget ika pada ikan (Sumbe r:Wikipedia, 2009)
Tabel 1. Tingkat konsumsi oksigen dan kebutuhan oksigen saat berenang pada ikan yang diaklimatisasi pada lingkunganair tawar (0 ppt), isoosmotik (12 ppt), dan air laut (35 ppt)

Referensi

Dokumen terkait

Nilai t hitung > t tabel maka hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan terdapat perbedaan minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada siswa