• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI POTENSI PROTEIN ULAT SAGU R

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "OPTIMALISASI POTENSI PROTEIN ULAT SAGU R"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI POTENSI PROTEIN ULAT SAGU (Rhynchoporus bilineatus) MENJADI BAHAN PANGAN LOKAL MASYARAKAT KAWASAN INDONESIA

TIMUR SEBAGAI SOLUSI PEMANFAATAN LIMBAH HASIL PENEBANGAN TANAMAN SAGU (Metroxylon sagoo)

National Essay Competition

Festival of Agri-science and Technology (FAST) 2015

Diusulkan oleh:

TEGUH SAPUTRA (201366004 Angkatan 2013)

UNIVERSITAS PAATIMURA AMBON

(2)

Latar Belakang

Tanaman sagu (Metroxylon sagoo) merupakan tanaman yang sangat cocok hidup pada jumlah curah hujan yang optimal yaitu antara 2.000-4.000 mm/tahun serta dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun biasanya produksi sagu terbaik ada pada ketinggian 400 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,5-290C. Dan suhu minimal 150C dengan kelembapan nisbi 90 %. Sagu dapat tumbuh dengan baik pada daerah 100 LS- 150 LS dan 90-1800 BT , yang mana kondisi ini memungkinkan tumbuhan sagu dapat menerima energi cahaya matahari sepanjang tahunnya. Media yang paling baik untuk tumbuh tubuh sagu adalah pada tanah tanah liat kuning coklat atau hitam dengan bahan kadar organik tinggi, sagu juga dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya.Tumbuhan sagu oleh masyarakat kawasan Indonesia Timur khususnya Maluku dan Papua dimanfaatkan sebagai sumber pangan kaya karbohidarat karena patinya, sagu oleh masyarakat Maluku dan Papua biasanya di jadikan makanan yang dikenal dengan papeda (bubur sagu), selain itu sagu juga ternyata dijadikan salah satu sumber protein yang tersedia di darat. Dimana limbah dari hasil panen sagu berupa batang dan bagian pucuk pohon ternyata merupakan tempat bertelurnya kumbang merah kelapa (Rhynchoporus ferrugenesis), larva dari jenis kumbang ini yang selanjutnya di kenal dengan ulat sagu (Rhynchoporus bilineatus).

(3)

cairan manis yang keluar dari perut ulat sagu, walaupun dengan bentuk tubuhnya yang tidak semua orang dapat berani untuk mencicipinya namun beda halnya dengan masyarakat Maluku dan Papua yang lebih memilih menikmati rasanya ketimbang harus memperhatikan bentuk tubuhnya.Salah satu bentuk sumber protein berupa ulat sagu (Rhynchoporus bilineatus) ini, sampai sekarang masih tetap di konsumsi dan menjadi primadona makanan khas masyarakat pedesaan khususnya di pulau Maluku dan Papua karena bagi mereka panganan lokal ini merupakan kekayaan alam dan kebiasaan yang terus di ajarkan pada generasi-generasi berikutnya sehingga mereka berharap sangat kepada generasi muda sekarang untuk dapat terus melestarikan kuliner khas daerah ini.

Pembahasan

(4)

Tabel 1. Nilai nutrisi ulat sagu.

Sumber : Moniaga (1980). Berat ulat sagu yang digunakan rata-rata 6,33 gram.

Secara ilmiah ulat sagu telah sampai pada tahap penelitian yang membuktikan bahwa kandungan protein ulat sagu sudah tidak dapat diragukan lagi fungsi dan kegunaanya bagi kebutuhan konsumsi protein setiap orang. Masyarakat kawasan Indonesia Timur terkhusus Maluku dan Papua telah lama menjadikan protein hewani ini sebagai makanan khas mereka sebelum adanya penelitian mendalam dan detail tentang kandungan istimewa yang ada pada tubuh ulat sagu, rata-rata penduduk desa yang berada pada desa-desa di pulau Maluku dan Papua selain menjadikan pati sagu sebagai sumber makanan karbohidrat mereka, namun mereka juga selalu hampir tidak pernah meleawati saat dimana batang bagian atau pucuk pohon sagu telah membusuk dan lama berada d atas tanah setelah kurang lebih 20-40 hari setelah di tebang dan telah diangkat kandungan isi pati sagu yang terdapat di batang pohon sagu, karena pada saat seperti itulah ulat sagu telah siap untuk diambil. Sebagai masyarakat desa yang hidup dan dibesarkan oleh alam maka masyarakat Maluku dan Papua mempunyai cara untuk mengetahui bahwa ada tidaknya ulat sagu adalah dengan mendengar secara cermat dan teliti pada batang dan pucuk pohon sagu yang telah dibiarkan selama 20-40 hari tersebut, jika dari hasil pendengaran terdengar adanya pergerakan kecil dari dalam pohon maka ini menandakan bahwa dalam batang dan pucuk ulat sagu tersebut terdapat ulat sagu yang siap untuk dipanen. Jumlah ulat sagu pada tiap batang pohon yang diambil memiliki jumlah yang bervariasi dan tidak tetap ini di sebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya:

(5)

b. Volume / isi batang sagu karena ini menggambarkan seberapa besar ketersediaan pati sagu sebagai sumber karbohidrat yang menjadi makanan ulat sagu.

c. Jumlah kumbang betina yang pada saat bertelur pada batang sagu juga sangat mempengaruhi banyak sedikitnya ulat sagu yang dapat dipanen setiap batang sagu dimaksud.

Pada saat panen berlangsung dan hingga selesai tiap batang sagu hanya dapat dilakukan satu kali pemanenan karena keadaan yang terjadi pada saat pengambilan ulat sagu dimana batang pohon sagu akan dibelah dan dirusak dengan menggunakan kapak atau parang untuk membelah batang sagu , hal ini dilakukan karena posisi ulat sagu yang berada jauh di dalam batang sagu. Umumnya masyarakat pedesaan pulau Maluku dan Papua melakukan aktivitas pemanenan ulat sagu ini selama 1 hingga 2 jam untuk setiap batang pohon sagu serta rata-rata hasil yang diperoleh untuk tiap batang pohon sagunya adalah 90-160 3 ekor. Keunikan sendiri yang dimiliki ulat sagu sehingga orang-orang senang untuk melihatnya adalah caranya berjalan di atas tanah karena ia seolah-olah akan menggoyang-goyangkan perutnya selama aktivitas ulat sagu melakukan perjalannya. Ketersediaan dan keberlangsungan akan ulat sagu pada hakikatnya tidak perlu diragukan karena selama masih adaanya tumbuhan sagu maka keberadaan dan ketersediaan ulat sagu akan tetap ada karena kumbang merah kelapa (Rhynchoporus ferrugenesis) akan semakin banyak berdatangan jika banyak juga batang pohon sagu yang telah ditebang dan kemudian mengalami pembusukan secara alami di atas permukaan tanah.

Simpulan

Gambar

Tabel 1. Nilai nutrisi ulat sagu.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Peminatan Peserta Didik Menggunakan Metode Weighted Product dapat dijadikan metode penentuan peminatan sekolah karena dari

a) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang Hukum Perusahaan. b) Untuk memperluas wacana pemikiran dan pengetahuan penulis dalam hukum perdata dan hukum

Istilah pelviscopy dipilih oleh Kurt SEMM pada tahun 1970 untuk membedakan antara prosedur laparoskopi ginekologi dengan internis yang.. melakukan laparoskopi dengan skrining

Indonesia Marina Shipyard, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah pesawat pengangkat dengan kapasitas angkat sebesar 15 ton dan daya angkat floating dock sebesar 5000 TLC

Oleh sebab itu, penting kiranya bagi penuntut ilmu untuk dapat menyeimbangkan keilmuwan dan adab terhadap pendidik maupun teman sejawat, demi menciptakan generasi

Concrete vibrator adalah alat yang berfungsi untuk menggetarkan adukan beton yang belum mengeras pada saat pengecoran, agar adukan beton dapat mengisi seluruh ruangan dan tidak

Penguasaan teknik dasar passing yang baik oleh pemain, sehingga akan tercipta permainan yang cantik dan enak ditonton.Dalam setiap bermain sepakbola diharuskan