• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Shinju Dalam Masyarakat Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fenomena Shinju Dalam Masyarakat Jepang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN UMUM TERHADAP SHINJU

2.1 Sejarah Shinju di Jepang

Shinju(心中) merupakan bentuk jisatsu(自殺) yang dilakukan sepasang kekasih

sebagai bentuk kesetiaan cinta, sesuai dengan karakter kanji pada shinju(心中) yakni kokoro(心) dan naka(中), shinju(心中) berarti dari dalam hati dan kepemilikan hati

(Walsh, 1969: www.japanpsychiatrist.com). Lebra menambahkan bahwa istilah shinju(心

中) secara implisit menunjukkan mogoro(真心) atau ketulusan hati mengorbankan demi

cinta. Shinju(心中) melibatkan sepasang laki-laki dan perempuan yang berkomitmen untuk melakukan bunuh diri bersama demi cinta. Shinju(心中) merupakan peninggalan dari sistem feodal dimana pernikahan berdasarkan keinginan dan pilihan sendiri tidak dibolehkan. Ikatan yang kuat antar individu atas dasar cinta ini mampu mengesampingkan perintah ketua ie(家). Menurut Yasuma Takada dalam Lebra (1969:

195-196) menjelaskan penyebab sepasang kekasih melakukan shinju(心 中) sebagai berikut : (1)Ketidakadaan harapan membawa cinta kedalam penyempurnaan akhir (pernikahan);(2)Salah satu dari mereka tidak dapat dipisahkan karena cinta yang

nantinya, karena alasan lain, tidak ada pilihan lain selain mati;(3)Keduanya tidak dapat

hidup dengan alasan masing –masing dan memilih untuk mati bersama karena mereka

jatuh cinta;(4)Salah satu dari mereka akan menghadapi kematian yang tak dapat

dihindari, memaksa yang lain untuk mati bersama...”

Dilihat dari empat klarifikasi yang dipaparkan tersebut, inti dari melakukan

(2)

tidak dapat dipisahkan tidak hanya pada tujuan akhir yang ingin dicapai, tapi pada cara dalam melakukan jisatsu(自殺) dalam bentuk ini karena dalam beberapa kasus shinju(心

中) yang ada sebagian besar dari mereka mengikat diri bersama ketika melakukan jisatsu( 自殺).

Shinju(心中) yang sudah ada sejak zaman edo tetap muncul di Jepang dewasa ini

dan mengalami perluasan makna. Dewasa ini, istilah shinju(心中) bukan hanya mengacu

pada jisatsu(自殺)yang dilakukan oleh sepasang kekasih, tetapi juga jisatsu(自殺) yang

melibatkan kematian lebih dari satu orang. Shinju(心中) adalah perbuatan dimana lebih

dari dua orang yang berkomitmen untuk melakukan jisatsu(自 殺) bersama secara sukarela pada waktu, tempat, dan tujuan yang sama (Ohara,1985: 330-331). Pernyataan tersebut diperluas dengan mengklarifikasikan shinju(心中) sebagai pembunuhan-bunuh diri. Yang dimaksud dengan pembunuhan-bunuh diri adalah suatu kasus jisatsu(自殺)

yang dilakukan lebih dari satu orang, dimana salah satu dari korban jisatsu(自 殺) mengalami kematian tanpa keinginan dari diri sendiri untuk mati (Fukushima, 1984: 430-431). Ada sebuah contoh kasus di Jepang seorang menteri melakukan bunuh diri, sementara ayahnya juga menghabisi nyawanya dengan cara yang sama terlebih dahulu. Mereka yang melakukan bunuh diri, dari cerita yang didapat, dikarenakan mentalnya yang drop. Merasa bertanggung jawab lantaran tak berhasil, kemudian melakukan bunuh diri (http://www.tribunnews.com/).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka definisi dari istilah shinju(心中) dewasa ini

adalah jisatsu(自殺) yang dilakukan atas perjanjian bersama, membantu seseorang untuk

(3)

sendiri dan sebagai bentuk lain pembunuhan-bunuh diri. Dewasa ini Shinju( 心 中)mengalami perluasan makna, ini didasari oleh siapa pelaku yang melakukannya.

Bentuk shinju(心中)yang muncul adalah Jyoushi(情死) yaitu jisatsu(自殺) yang

dilakukan oleh sepasang kekasih, Oyako-Shinju(親子心中)yaitu jisatsu(自殺) yang

dilakukan oleh orang tua dan anak, Boshi-Shinju(母子心中)yaitu jisatsu(自殺) yang

dilakukan oleh ibu dan anak, Fushi-Shinju(父子心中)yaitu jisatsu yang dilakukan oleh ayah dan anak, Ikka-Shinju(一家心中)yaitu jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh

satu keluarga, dan terakhir netto jisatsu( ネ ッ ト 自 殺 )yaitu jisatsu(自 殺) yang dilakukan bersama-sama dengan internet sebagai medianya.

2.2 Penyebab Terjadinya Shinju

Seperti yang kita ketahui fenomena bunuh diri di Jepang bukanlah hal yang baru karena pada dasarnya bunuh diri merupakan kebudayaan masyarakat Jepang yang telah ada sejak lama dan tidak dianggap sebagai hal yang tabu, begitu pula Shinju(心中).

Dewasa ini Shinju(心中)sendiri telah berkembang tidak hanya dilakukan oleh pasangan

kekasih atau orang-orang yang memiliki hubungan darah, tetapi juga orang-orang dengan tujuan yang sama pun dapat melakukan bunuh diri bersama. Hal ini didorong oleh beberapa faktor, diantaranya:

2.2.1 Faktor Ekonomi

(4)

mengalami keruntuh ekonomi terbesar dalam sejarah. Para ahli ekonomi saat ini menyebut peristiwa tersebut dengan istilah“Lost Decade” yang berarti keruntuhan masa kejayaan ekonomi Jepang atau krisis ekonomi, yang mengakibatkan hilangnya banyaklapangan pekerjaan bagi karyawan biasa. J. Sean Curtin, seorang penulis dari Asia Times, menyatakan bahwa, "... faktor ekonomi secara dominan memberi kontribusi pada krisis bunuh diri saat ini termasuk kebangkrutan besar-besaran yang menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran, iklim bisnis menjadi lesu, akumulasi hutang, pendapatan yang lebih rendah , hukum yang tidak memadai bagi penanggulangan kebangkrutan, stagnasi ekonomi yang berkepanjangan, pasar pinjaman keuangan tidak diatur dan restrukturisasi perusahaan ...”

Kemerosotan ekonomi ini menjadi pukulan keras bagi para pekerja. Banyak dari mereka menjadi pengangguran dan tidak mampu membayar hutang kepada rentenir yang kemudian memunculkan ide bahwa satu-satunya jalan untuk mengakhiri tekanan dan kesengsaraantersebut adalah dengan cara mengakhiri hidup mereka secara bersama-sama. Curtin terus menyatakan bahwa, "Meskipun perekonomian Jepang telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan ternyata kabar baik tersebut belum mampu menyentuh kehidupan kelas pekerja Jepang. Mereka tetap melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari gedung, melemparkan diri di depan kereta api, secara berbondong-bondong, bahkan gantung diri". Pada awal abad ke-21, Jepang perlahan-lahan pulih dan menjadi salah satu negara pertama yang membangun pembangkit tenaga listrik pada pertengahan tahun 1980-an. Namun karena peningkatan ini berjalan lambat, banyak masyarakat yang belum merasakan efeknya dan masih menganggap bunuh diri sebagai satu-satunya carauntuk membebaskan diri dari masalah mereka.

(5)

diri dalam masyarakat.Pada dasarnya hal ini tidaklah benar, meskipun ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab bunuh diri namun hal tersebut bukanlah alasan sebenarnya, melainkan ada faktor penyebab lain yang memicu terjadinya hal tersebut baik secara langsung maupun yang menjadi faktor pendukung.

2.2.2 Faktor Kondisi Kesehatan atau Fisik

Selain dari faktor ekonomi, faktor kondisi kesehatan atau fisik juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya masalah Jisatsu(自殺)atau shinju(心中)

di Jepang. Kondisi fisik atau tubuh yang lemah, sakit atau menderita luka juga menyebabkan seseorang menjadi stres dan depresi karena tidak dapat melakukan rutinitas seperti orang dalam keadaan normal. Selain itu, bagi beberapa orang yang menderita penyakit yang tak kunjung sembuh, juga akhirnya mengambil tindakan untuk bunuh diri. Pada umumnya kondisi ini dialami oleh kaum lansia. Banyak ditemukan para lansia yang menjadi pelaku Jisatsu(自殺)dengan motif kesehatan. Hal ini tidaklah mengherankan

(6)

penghasilan masyarakat Jepang, namun berkurangnya tenaga muda yang bekerja menyebabkan berkurangnya pajak penghasilan yang didapat. Akhirnya mereka yang tidak memiliki cukup biaya untuk menunjang kehidupan dan kesehatannya memilih bunuh diri.

2.2.3 Faktor Mental atau Permasalahan Individu

Beberapa gangguan mental seperti gangguan bipolar dan skizofrenia

menyebabkan seseorang memiliki dorongan yang lebih kuat untuk bunuh diri.Pada beberapa kasus pasien kejiwaan, seorang penderita schizhophrenia yang selalu merasa bahwa mereka mendengar suara-suara atau melihat seseorang yang selalu memerintah dirinya untuk membunuh dirinya sendiri, atau penderita manic dimana si pasien merasa bahwa dia dapat terbang lalu loncat dari gedung tinggi yang pada akhirnya menyebabkan kematian, juga pada anak-anak, dimana mereka kerap kali melakukan hal-hal berbahaya yang tidak disadari akibatnya dapat menyebabkan kematian.

2.2.4 Melemahnya Interaksi Sosial (Fureai)

(7)

orang-orang dilingkungan tempat tinggalnya. Kesibukan tersebut akhirnya menyebabkan para tetangga yang rumahnya berdekatan tidak lagi sering saling menyapa. Selain itu sifat masyarakat Jepang yang cenderung tertutup menyebabkan mereka tidak ingin mencampuri urusan orang lain dan sebaliknya tidak ingin urusannya dicampuri. Menurut sebuah survei yang dikutip penyiaran TBS menyatakan 70 persen penduduk Jepang tidak menginginkan tetangga untuk masuk dalam kehidupan mereka. Ini mengindikasikan meskipun terjadi interaksi antar tetangga hanya berupa ucapan salam dan obrolan ringan saja.

Berdasarkan survei nilai dunia yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang meminta para responden memberitahu tentang kontak sosial mereka didapati bahwa Jepang merupakan salah satu negara paling kesepian di dunia. Orang Jepang tampaknya memiliki paling sedikit kontak sosial dengan teman-teman, rekan kerja, dan kenalannya bahkan keluarga tidak dapat lagi menjadi tempat untuk berkeluh kesah ketika ada masalah. Karenanya masyarakat Jepang cenderung individualis dan merasa hidup nyaman tanpa harus berinteraksi dengan banyak orang. Akhirnya ketika masalah tersebut tidak mampu diselesaikan dan menganggap tidak ada lagi yang mampu menolong maka mereka menganggap bunuh diri sebagai penyelesaian terbaik.

2.2.5 Persaingan yang Ketat

(8)

meningkatkan pendapatan dengan bekerja lembur. Perusahaan tidak memaksa pegawai bekerja lebih panjang, akan tetapi pegawai secara sukarela melakukannya demi prestasi. Mereka secara sukarela harus bekerja lebih lama, baik untuk prestasi atau meraih pendapatan lebih tinggi karena dalam budaya kerja masyarakat Jepang kenaikan pangkat dinilai berdasarkan prestasi kerja.Bahkan masyarakat Jepang lebih mementingkan pekerjaannya daripada kehidupan sosial.

Persaingan ini juga terjadi didunia pendidikan. Penekanan terhadap pentingnya mendapat sekolah yang bagus menciptakan suatu tekanan bagi orang tua terutama sang anak, agar dapat memasukkan anak ke sekolah yang bagus dan mendapat riwayat pendidikan yang baik diperlukan biaya yang besar sehingga banyak keluarga dengan ayah dan ibu harus bekerja demi memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Bagi sang anak, tekanan dari orang tua dan lingkungan yang sangat mementingkan riwayat pendidikan kemudian menciptakan suatu istilah lain yang disebut neraka ujian.

Tekanan-tekanan sosial inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya shinju(心中)di zaman modern saat ini.

2.2.6 Budaya Malu di Jepang

(9)

kehidupan manusia dalam bermasyarakat karena rasa malu adalah kontrol alami manusia agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, aturan atau norma-norma yang berlaku dikehidupan masyarakat.

Budaya malu sangat erat kaitannya dengan kemajuan suatu peradapan masyarakat, tingginya budaya malu di suatu kelompok masyarakat akan meningkatkan keberadapan masyrakat itu. Budaya malu akan membuat kehidupan lebih tertata sehingga energi positif akan membuat aspek-aspek kehidupan akan berjalan dengan baik dan pada akhirnya akan menciptakan kehidupan yang sejahtera dan damai.

(10)

2.3 Cara Melakukan Shinju

Shinju(心中)merupakan bentuk bunuh diri yang berbeda dari lainnya karena dilakukan oleh dua orang atau lebih. Cara melakukan Shinju(心中)ini ada beberapa macam, diantaranya:

2.3.1 Gantung diri

Awalnya gantung diri adalah bentuk hukuman yang sudah ada sejak zaman romawi. Seutas tali akan diikatkan pada sebuah tiang gantungan, dan ujung tali yang satunya disimpulkan dan diikat ke leher target. Kemudian dasar pijakan target akan dilepaskan sehingga target akan mati tergantung. Cara ini kemudian lazim digunakan dan menjadi salah satu bentuk jisatsu atau shinju. Kematian terjadi karena dua sebab, pertama

jisatsusha (自殺者) yang terikat lehernya dengan tanpa pijakan (posisi tergantung) akan

mematahkan leher karena berat tubuhnya tertarik oleh gravitasi. Kedua, meskipun leher

jisatsusha(自殺者)tidak patah, tetapi tercekiknya leher menyebabkan sesak nafas dan

pada akhirnya menyebabkan kematian. 2.3.1 Meracunin Diri Sendiri

(11)

arang untuk menguras O2. Pelaku biasannya meminum obat tidur sebelumnya. Dari berbagai kasus yang terungkap, pelaku umum tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya dan “persahabatan” dijalin lewat internet dan sepakat untuk melakukan tindakan jisatsu ini bersama sama karena merasa senasib

2.3.2 Loncat dari Gedung

Melompat dari sebuah gedung adalah salah satu cara melakukan Jisatsu(自殺).Rasanya

sudah tak asing bila mendengar berita kasus bunuh diri dengan cara melompat dari gedung yg tinggi.Hal ini dilakukan dikarena caranya yang simple dan tidak sulit.Jika membahas tentang bunuh diri melompat dari gedung, biasanya pelaku adalah orang yang sudah berusia dewasa atau remaja.Namun yang membuat terkejut, ketika kasus bunuh diri sudah menjangkau murid Sekolah Dasar.Dua orang siswi SD di Tokyo nekat bunuh diri dengan cara melompat bersama dari gedung apartemen lantai tujuh. Pelaku yang dirahasiakan identitasnya itu berusia 11 dan 12 tahun. Keduanya diduga kuat melakukan bunuh diri setelah meninggalkan sepatu yang dijajarkan di apartemen salah satu siswi. Dalam sepatu itu, ada pesan sebelum kematian mereka. “Pesan itu ditujukan untuk kedua orang tua mereka. Itu personal,” ujar juru bicara kepolisian. Pesan tersebut memang tidak dipublikasikan karena bersifat sangat pribadi dan akan digunakan sebagai bukti penyelidikan.

Pihak sekolah mengaku kaget dengan peristiwa tersebut, karena kedua siswi yang melakukan bunuh diri dinilai tak memiliki masalah di sekolah. Mereka juga bukan korban intimidasi teman-temannya atau yang seperti itu.

(12)

Warga Jepang sendiri, yang sudah terbiasa dengan kasus bunuh diri merasa shock dengan peristiwa ini. “Bagaimana saya mengomentari kejadian ini? Saya kehilangan kata-kata,” ujar salah seorang warga.

Pihak kepolisian dan para warga masih bingung dengan peristiwa ini, bagaimana seorang anak bisa memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Sementara itu WHO mencatat bahwa di tahun ini saja, sudah terjadi 29.442 kasus bunuh diri di Jepang.

2.3.2 Menabrakkan Diri ke Kereta Api

Menabrak diri ke kereta yang sedang melaju merupakan salah satu cara untuk melakukan shinju(心中). Tetapi cara ini sudah jarang dilakukan oleh jisatsusha(自殺者). Untuk

kasus menabrakkan diri ke kereta api yang sedang melaju di jalurnya, jalur kereta api Chuo

(Chuo Line) di Tokyo merupakan jalur kereta yang banyak di pilih.

Alasan kenapa jalur chuo (Chuo Line) banyak dipiliholeh jisatsusha(自殺者) adalah

karena jadwal kereta cepatnya yang padat dan banyak sehingga memudahkan jisatsusha(自殺者

) untuk melakukan bunuh diri.

2.4 Bentuk-bentuk Shinju

Adapun bentuk-bentuk shinju(心 中) dikelompokkan berdasarkan orang yang melakukan shinju tersebut, yaitu:

(13)

Jyoushi (情死)memiliki arti dan bentuk yang sama dengan shinju (心中) hanya

saja jyoushi(情死)tidak lagi memiliki nilai yang sama dengan shinju(心中). Kasus shinju( 心中) pada zaman feodal sudah mulai berkurang sejak campur tangan keluarga dalam

urusan pernikahan tidak lagi ada, dan kasus jyoushi (情 死)yang terjadi dewasa ini biasanya bukan lagi berdasarkan alasan pertentangan pernikahan dan tidak bisa menyatunya cinta.Pada masa ini, apapun motifnya, selama kedua pelaku yang melakukan

jisatsu(自殺) adalah sepasang kekasih, maka kasus tersebut akan disebut sebagai jyoushi

(情死). Inamura menjelaskan bahwa pada tahun 1993, kasus jyoushi (情死) hanya 1,6%

dari keseluruhan kasus jisatsu(自殺) yang ada. Kasus bunuh diri semacam ini tidak banyak lagi terjadi jika dibandingkan yang lainnya

2.4.2 Boshi-Shinju(母子心中)dan Fushi-Shinju(夫子心中)

Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, jisatsu(自殺) jenis ini disebut sebagai

pembunuhan-bunuh dirikarena tidak semua korban jisatsu(自 殺) jenis ini memang menginginkan kematian. Hanya saja, yang membedakan shinju( 心 中 ) dengan pembunuhan jisatsu(自殺) adalah, pada kasus shinju(心中), para korban memiliki ikatan

emosional yang kuat, seperti ayah pada anak, ibu pada anak, dan lain sebagainya. Sang anak pada kasus ini biasa disebut korban karena biasanya sang anak dibunuh dulu oleh ibu atauayahnya tanpa diketahui apakah ia memang menginginkan kematian, setelah anaknya dipastikan meninggal, baru sang ibu atau ayah melakukan jisatsu(自殺). Ada

perbedaan yang cukup jelas antara boshi-shinju(母子心中) dan fushi-shinju (父子心中).

Ohara mengatakan bahwa pada kasus boshi-shinju (母子心), kebanyakan darianak-anak

(14)

sepuluh tahun), dan sang ibu yang melakukan shinju(心中) tipe ini ada dalam rentang

usia 20 sampai 30 tahun. Sedangkan menurut Inamura (1977-1993), pada kasus fushi-shinju (父子心中), usiaanak-anak yang dijadikan korban berusia lebih tua daripada usia

anak-anak korban boshi-shinju (母子心中), dan sang ayah yang melakukan shinju(心中)

berusia diatas 30 tahun.Adanya perbedaan pada boshi-shinju (母子心中) danfushi-shinju

(父子心中) terletak pada latar belakang sang ibu atau ayah untuk melakukan jisatsu (自

殺). Pada boshi-shinju(母子心中), alasan ibu melakukan jisatsu(自殺) adalah karena

ketidaksanggupan menghadapi konflik keluarga dan atau gangguan kejiwaan karena ketidaksiapanuntuk berumah tangga. Sedangkan pada fushi-shinju (父 子 心中), yang menjadi alasan sang ayah untuk melakukan jisatsu(自殺) biasanya adalah alasan ekonomi

dan atau gangguan kesehatan. Ketidaksanggupan ibu atau ayah untuk mengatasi konflik dan masalah dalam berumah tangga, atau munculnya perasaan ketidaksiapan berumah tangga dapat dikatakan sebagai akibat kurangnya interaksi pelaku dengan keluarga masa kecilnya. Seperti yang diungkapkan oleh Robert Firestone, jisatsu( 自 殺) dapat disebabkan dari masa kecil yang tidak memberikan rasa aman, kurangnya proteksi sosial dari orang tua, dan dibesarkan dalam lingkungan yang tidak seimbang secara psikologis, sehingga membunuh keyakinan sang anak akan kemampuannya menghadapi dunia. Robert juga menambahkan bahwa kesulitan untuk berintegrasi bahkan dengan anggota keluarga sendiri diikuti dengan semakin besarnya tekanan lingkungan yang dialami, menguatkan perasaan ketidakmampuan untuk menjalani hidup.

(15)

Oyako-shinju (親子心中) dan ikka-shinju (一家心中) merupakan bentuk lain

dari shinju(心中) di masa modern. Sama seperti Boshi-Shinju(母子心中) dan Fushi-shinju(夫 子 心 中)pada shinju(心 中)jenis ini pun anak-anak tetap dianggap sebagai korban. Bedanya oyaku-shinju (親子心中)dilakukan oleh orang tua dan anak-anaknya

tetapi belum tentu semua anggota keluarga ikut serta, sedangkan ikka-shinju(一家心中

)dilakukan oleh semua anggota keluarga.

Salah satu contoh dari kasus ikka-shinju(一 家 心 中)tersebut adalah, Satu keluarga bunuh diri di dalam mobil dan seorang lagi mobil yang diparkir tersebut. “Sekitar jam 18.30 tanggal 19 November lalu di Izumo sumber Tribunnews.com, Senin (21/11/2016).Seorang lelaki yang sedang jalan-jalan bersama anjingnya menemukan seorang lelaki lagi ditemukan di dalam mobil mereka.Dua penumpang di dalam mobil di dekat sebuah padang rumput, adalah ibu keluarga tersebut Namiko Akiyoshi (96) dan adiknya Tadao Akiyoshi (65).Sedangkan yang (69).Dua penumpang dengan mesin mobil menyala terus saat ditemukan dan penumpang telah meninggal dunia saat ditemukan polisi. Ketiganya dinyatakan meniggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit.Belum diketahui penyebab bunuh diri satu keluarga tersebut dan polisi masih terus menyelidiki kasus itu sampai hari ini.Lokasi penemuan adalah sekitar 2,5 kilometer dari kuil Izumo di

(16)

Menurut Badan Kepolisian Nasional Jepang, jisatsu(自 殺)bersama melalui internet ini mulai merebak di Jepang pada tahun 1900 dan angka kasus ini terus meningkat sekitar 7% setiap tahunnya.Meskipun angka kasus tersebut masih terbilang kecil, BBC Tokyomelaporkan bahwa dalam hitungan tahun, jumlah situs jisatsu(自殺)

yang bermunculan sudah mencapai angka puluhan.Para pelaku netto jisatsu(ネット自殺

)ini biasanya memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup tetapi takut untuk melakukan sendiriankarena itu mereka mencari orang-orang yang memiliki keinginan yang sama untuk kemudian membuat janji pertemuan untuk membicarakan, merencanakan, dan melakukan jisatsu(自 殺) secara bersama-sama dengan situs internet sebagai media pertemuan. Situs jisatsu(自殺) ini menawarkan berbagai cara dan nasihat bagi mereka

yang ingin melakukan jisatsu(自殺) serta menyediakan fasilitas bagi para jisatsusha(自 殺者) untuk saling berbagi pendapat, perasaan serta memberikan berbagai pilihan kalimat

kematian sebagai surat wasiat. Meskipun diantara pelaku netto jisatsu (ネット自殺) tidak ada hubungan sebelumnya, ikatan emosi terbentuk karena adanya perasaan kebersamaan diantara pelaku. Adanya perasaan kebersamaan inilah yang membuat netto jisatsu(ネット自殺) dapat diklasifikasikan sebagai shinju( 心中) pada masa modern dalam bentuk yang berbeda.

(17)

"Polisi Shimane menemukan seorang wanita dan pria situs internet," papar sumber kepolisian kepada Tribunnews.com pagi ini (4/5/2015).Kejadiannya 2 April tahun lalu, ungkapnya, di sebuah rumah kosong di kota Matsue perfektur Shimane Namun satu orang wanita usia 18 tahun, pelajar akademi di Nagoya telah ditemukan meninggal dan satu lelaki dalam keadaan pingsan. Beruntunglah yang lelaki dapat diselamatkan pihak rumah sakit setempat setelah keduanya berusaha

"Kami memang akan

dengan membakar batu bara lalu menghisap uap bakaran di dalam kamar tertutup rapat.

papar Mizuki Okada, lelaki yang mencoba kepada polisi dan berada dalam tahanan dengan tuduhan pembunuhan.Sehari sebelum ingin bertemu seseorang yang dikenalnya lewat internet. Lalu pada detik terakhir sebelum

Rumah kosong tersebut adalah milik kakek Mizuki Okada, yang dituduh pembunuhan dengan sengaja.Namun banyak pihak di

dengan seorang lelaki di Shimane.Ibunya langsung pergi ke tempat yang diberitahukan putrinya, melaporkan kepada polisi dan polisi akhirnya mendobrak rumah kosong tersebut dan menemukan sang gadis telah meninggal dunia dalam keadaan duduk.

dia pun juga sempat mau

Ketika menceritakan kasus sang gadis, Okada menekankan bahwa sang gadis sebenarnya telah terluka dan cacat di beberapa bagian tubuhnya sehingga tidak mampu bekerja lagi, ia mengalami stres berat lalu ingin

dan ditemukan pingsan pula.

(18)

menemukannya di internet, berkomunikasi dan Okada memberikan simpati kepadanya sehingga akhirnya bertemu dan berjanji untuk maka dia akan diganjar hukuman penjara antara 6 bulan sampai dengan 7 tahun penjara. Namun sampai kini belum diketahui kelanjutannya karena masih banyak pro dan kontra mengenai diri Okada, karena dia pun sebenarnya juga mau

Data kepolisian juga memperlihatkan saat ini penyebab paling banyak

saat ini dan sudah dalam keadaan pingsan.

punya uang atau terlibat hutang besar.Lalu masalah keluarga, dan masalah pekerjaan. Dua per tiga yangadalah lelaki

2.5 Makna Kematian dalam Kehidupan Masyakat Jepang

Mati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berarti sudah hilang nyawa atau tidak hidup lagi. Mati berarti terpisahnya ruh dengan raga. Di Jepang, yang mana

jisatsu(自殺)telah menjadi fenomena sosial, pertanyaan berupa mengapa orang Jepang

tidak takut untuk mati sehingga berani untuk melakukan jisatsu(自殺) dapat di jelaskan

dengan melihat makna tentang kematian tersebut. Makna kematian tentu akan dikaitkan dengan sudut pandang agama atau kepercayaan. Di Jepang, jumlah penduduk beragama lebih besar daripada jumlah penduduk Jepangnya sendiri. Departemen penduduk jepang pada tahun 2006 menyebutkan dari selitar 127 juta penduduk Jepang yang ada, pengikut agama Shinto(神道) adalah 106,6 juta, Buddha 95,7 juta, Kristen 1,4 juta, dan agama

(19)

negara pun memisahkan urusan dengan urusan agama. Maksudnya, negara tidak mencantumkan agama dalam tanda pengenal penduduk atau surat resmi lainnya, dalam bidang pendidikan pun agama tidak dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran. Agama merupakan suatu bentuk kebudayaan bagi masyarakat Jepang.

Orang Jepang tidak memilki kepercayaan terhadap Tuhan, melainkan percaya kepada dewa-dewa. Kepercayaan masyarakat Jepang ini timbul dari rasa syukur mereka terhadap alamnya yang diturunkan dari masyarakat Jepang kuno yang menyembah dan memuja alam semesta. Maka dari itu, masyarakat Jepang lebih tepat di sebut dengan negara religi, bukan negara agama, karena istilah agama dan religi memiliki pengertian yang jelas berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama memiliki arti sistem, kepercayaan terhadap Tuhan, dengan ajaran kebaktian, doktrin, dan kewajiban-kewajiban yang bertalian, sedangkan religi adalah kepercayaan akan adanya kekuatan lain diatas manusia; magis (dinamisme, animesme, dan lain sebagainya). Hal tersebut dibuktikan dengan keadaan kehidupan beragama masyarakat Jepang yang sekuler, maka dapat dikatakan bahwa agama yang mereka anut tidak memiliki sistem yang mengikat mereka untuk melakukan doktrin ataupun kewajiban beragama mereka. Dengan contoh, kebanyakan dari orang Jepang merayakan pernikan atau kelahiran di kuil Shinto(神道

)sedangkan para pemuda Jepang dewasa ini melangsungkan pernikahan mereka di gereja. namun untuk upacara kematian, orang Jepang menggunakan upacara Buddha. Orang Jepang juga memiliki kepercayaan terhadap dewa-dewa yang menghuni alam ini dan leluhur yang akan menjadi kamisama(神様) serta mengunjungi kuil-kuil untuk memohon

keselamatan, kesehatan, dan lain sebagainya.

(20)

maka makna kematian pun akan berbeda. Oleh karena itu, makna kematian di mata masyarakat Jepang dilihat berdasarkan dua agama besar di Jepang yaitu Shinto(神道)

dan Buddha.

2.5.1 Makna Kematian dalam Shinto

Shinto(神道) memiliki arti “jalan dewa” dan hasil dari perkembangan masyarakat

Jepang kuno yang menyembah alam semesta, karena itu shinto(神道)disebut sebagai agama asli Jepang. Kami(神) adalah objek pemujaan dalam ajaran shinto(神道)dan yang

dimaksud dengan kami(神) adalah jiwa atau roh yang disucikan, yang dihormati, dan

dimuliakan. Kami(神) memiliki dua konsep, yaitu shizengami(自然神) dan jinkakukami( 人格神). Shinzengami(自然神)adalah dewa-dewa alam. Dipercaya semua hal yaitu;

fenomena alam seperti petir, hujan, angin; benda-benda alam seperti bulan, matahari, batu, pohon, dan sungai; serta hewan-hewan memiliki jiwa atau dewa bersemayam.

Sedangkan yang kedua,jinkakugami(自然神), adalah kami(神) yang memiliki karakter manusia. Dan yang paling dihormati sebagai kami(神) adalah amaterasu omikami atau dewi matahari yang dipercaya sebagai nenek moyang dan cikal bakal para kaisar jepang. Yang juga dihormati seperti kami(神) tidak hanya leluhur atau jiwa

(21)

melanjutkan hidupnya sebagai roh atau reikon(霊魂) dan pada saat-saat tertentu akan

kembali ke dunia nyata bersama kami(神) untuk menerima pemujaan dari yang masih

hidup dan sebagai balasannya mereka akan memberkati yang masih hidup.

Dalam ajaran shinto(神道), dunia orang yang telah meninggal atau tokoyo(常世

)tidaklah dipandang sebagai surga atau neraka. Tokoyo(常 世)berada di dasar laut terdalam ataudi hutan terjauh, dan diyakini sebagai tempat bersemayamnya para kami(神).

Pada dasarnya, shinto(神 道)bukanlah suatu agama yang memperdulikan kehidupan setelah kematian, namun merupakan agama yang fokus kepada dunia nyata atau dunia kehidupan. Segala pemujaan yang dilakukan adalah demi kepentingan duniawi. Dengan adanya keyakinan bahwa kami(神) dan roh-roh para leluhur atau reikon(霊魂) akan melindungi dan memberkati mereka, maka keturunannya melakukan ritual bagi keluarga yang telah meninggal. Maka shinto(神 道) mendedikasikan diri untuk melakukan pelayanan dan pemujaan terhadap kami(神).

Dari uraian di atas dapat dikatakn bahwa semua agama shinto(神道) di dunia ini

memiliki kami( 神 )-nya, dan leluhur serta keluarga yang telah meningagal, bagaimanapun caranya dia meninggal, akan menjadi roh atau reikon(霊 魂) yang bersama kami(神) akan melanjutkan kehidupannya dan sekali waktu akan kembali ke

dunia nyata untuk menerima pemujaan dan memberikan perlindungan serta pemberkatan kepada keturunannya. Karena itu, kematian bukanlah sekedar berhenti hidup atau terpisahnya jiwa dari raga, tetapi kematian hanyalah perubahan wujud dan hubungan antara yang hidup dengan yang mati dapat terus berlanjut.

(22)

Buddha adalah agama yang berasal dari India dan masuk ke Jepang pada abad ke-6 masehi.Dan seiring berkembangnya zaman, agama Buddha tersebut berkembang menjadi agama Buddha Jepang. Maksudnya, nilai-nilai yang terkandung dalam agama asli India tersebut telah diinterpretasikan dengan cara dan pola pikir Jepang. Hasil dari Buddha yang di-Jepangkan adalah jodoshinshu, yang dilakukan oleh Shiran Shonin (1173-1236).

Dalam ajaran Shiran, manusia adalah makhluk yang tidak lepas dari nafsu duniawi seperti hasrat seksual, mengkonsumsi alkohol, mengejar kekayaan, iri, dengki, dan lain sebagainya. Pencerahan atau penyelamatan hanya akan terjadi bila ia dengan sungguh-sungguh dari dalam hati mengakui bahwa ia adalah makhluk yang berdosa. Hal tersebut akan di jelaskan melalui konsep okunin shoki yang dikeluarkan oleh Shinra berikut: 「善人なを持ちって往生を遂ぐ、況や悪人をや」”zenninna wo mochitte ojo wo togo, iwanya okuni wo ya” yang artinya orang jahat saja bisa masuk surga, apalagi orang baik. Maksud konsep tersebut adalah, orang baik sudah pasti akan masuk surga, namun pencerahan akan diutamakan bagi orang jahat yang benar-benar mengakui kejahatan yang diperbuatnya dan mengakui bahwa dirinya jahat serta menyebut namu amida butsu sekali secara bersungguh-sunguh dari dalam hati.

(23)

dengan yang mati. Kematian hanya dianggap sebagai perpindahan tempat.

Yanagi Kunio mengatakan bahwa arwah orang tidak akan pernah pergi jauh dari dunianya dan komunikasi antara keduanya ( dunia orang mati dan dunia nyata ) dapat dilakukan. Komunikasi antara ruh di dunia orang mati dengan mereka yang masih hidup di dunia nyata dapat dilakukan pada saat tertentu seperti pada saat O-Bon. Dapat disimpulkan bahwa kematian bukanlah berarti hilangnya diri dan putus dengan kerabat, karena kematian hanyalah suatu perpindahan tempat. Ini diperkuat juga dengan pemikiran dalam agama Buddha yang percaya dengan adanya reinkarnasi, dimana jika tidak ada harapan untuk bersama pada kehidupan yang sekarang, maka kebahagiaan dapat diperoleh dikehidupan yang akan mendatang.

Dari penjelasan mengenai kematian pada agama shinto(神道) maupun Buddha

Referensi

Dokumen terkait

Karena bagi masyarakat Jepang boneka tradisional tidak hanya sekedar sesuatu untuk dimainkan oleh anak-anak tetapi juga merupakan hasil seni yang memiliki banyak fungsi

Sebagian kaum muda Jepang lebih memilih menjadi freeter karena tidak memiliki keterikatan dengan perusahaan tempat mereka bekerja, seperti yang dialami para

Skripsi ini Diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana.. dalam Bidang Ilmu

Sebagian kaum muda Jepang lebih memilih menjadi freeter karena tidak memiliki keterikatan dengan perusahaan tempat mereka bekerja, seperti yang dialami para

setiap orang Jepang untuk dapat bekerja dalam sebuah perusahaan besar dengan merujuk pada skill dan kinerja yang dimiliki oleh seorang pegawai itu sendiri.

Yang dimaksud dengan pembunuhan-bunuh diri adalah suatu kasus jisatsu yang dilakukan lebih dari satu orang, dimana salah satu dari korban jisatsu( 自殺 ) mengalami kematian

Skripsi yang berjudul “Fenomena Itasha dalam Kehidupan Masyarakat Jepang Dewasa ini” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu

Dengan adanya penghapusan sistem Ie pasca Perang Dunia II dan fenomena kemajuan ekonomi di Jepang yang berpengaruh kepada perubahan nilai-nilai keluarga dari struktur