BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Jepangmerupakansalahsatunegaramaju di Asia yang memilikiperindustrian modern danekonomi yang kuat.Jepang yang awalnyabelajardarinegara Barat dalamhalteknologimaupunilmupengetahuankinidapatbersaingdengannegara-negara Barat yang telahlebihdulumajudalamberbagaibidang.MeskibegituJepangjugaterkenaldenganberbagaimacam kebudayaannya yang masihdipertahankanhinggasaatini.Tidakbanyaknegaramaju yang dapatmempertahankankebudayaannyabahkanhinggadikenal
diseluruhdunia.DapatdikatakanJepangadalahnegaradimanamodernisasidantradisiberjalanberiring
an.Hal initidakterlepasdarikarakteristikmasyarakatnya yang dikenalsebagaimasyarakatpekerjakerasdanberdisiplintinggi.Masyarakat dilihat sebagai kekuatan
impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya.
Dari suatu periode perubahan menurut Betrand dalam Wisaridana (2004: 23) masyarakat merupakan hasil budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri sendiri.
Kebudayaan dengan masyarakat erat sekali hubungannya, bahkan masyarakat merupakan wadah daripada kebudayaan. Kebudayaan tanpa masyarakat adalah tidak mungkin, dan sebaliknya tidak mungkin ada masyarakat yang tanpa kebudayaan (Suharto, 1991 : 31). Dalam kebudayan terdapat tradisi atau kebiasaan yang muncul dari kebiasaan masyarakat tersebut.
Dalam arti luas kebudayaan adalah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik (Ienaga Saburo dalam Situmorang, 2009 : 3).
Sehingga dapat ditarik suatu pengertian kebudayaan adalah segala hasil karya cipta dan gagasan manusia yang mengalami suatu proses adaptasi sehingga menciptakan suatu sistem dalam masyarakat, baik itu berupa ilmu pengetahuan, nilai, norma dan juga sistem kepercayaan di dalam masyarakat.
Jepang adalah sebuah negara yang memiliki banyak budaya yang telah diterapkan oleh masyarakatnya sejak bertahun-tahun lamanya dan tidak jarang telah melahirkan banyak fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Jepang modern ini.
samurai(侍) sebagai kunci disiplin. Clearly (1999: 23)dalam kode etik masyarakat pada masa itu, seppuku(切 腹) dipandang sebagai salah satu bentuk sifat loyalitas dan penghormatan kepada tuan serta kelompoknya.
Meski awalnya jisatsu(自殺) merupakan kebudayaan yang dipandang baik namun seiring perkembangan zaman dan pergeseran nilai hal ini mulai dianggap meresahkan dan menjadi masalah tersendiri dalam masyarakat Jepang saat ini. Dibuktikan dengan adanya catatan dari Badan Kepolisian Nasional Jepang yang mengatakan bahwa setiap tahunnya
lebih dari 30.000 orang meninggal karena jisatsu(自殺), dan angka ini merupakan empat kali lipat dari jumlah kematian yang disebabkan oleh kecelakaan
(http://www.kompas.co.id/). Yang membedakan fenomena jisatsu(自殺)pada masa feodal dengan masa modern ada pada siapa yang melakukan, apa motif dibaliknya, dan
bagaimana bentuk yang digunakan.Jisatsu(自殺)terbagi lagi dalam beberapa bentuk dan penyebabnya. Salah satu yang menarik dari bentuk jisatsu(自 殺) tersebut adalah
shinju(心中).
Shinju(心中) merupakan bentuk jisatsu(自殺)yang dilakukan sepasang kekasih sebagai bentuk kesetiaan cinta, sesuai dengan karakter kanji pada shinju(心中) yakni kokoro(心) dan naka(中), shinju(心 中) berarti dari dalam hati dan kepemilikan hati (Walsh, 1969:www.japanpsychiatrist.com). Lebra menambahkan bahwa istilah shinju(心 中) secara implisit menunjukkan mogoro(真心) atau ketulusan hati mengorbankan demi cinta.
dibolehkan. Ikatan yang kuat antar individu atas dasar cinta ini mampu
mengesampingkan perintah ketua ie(家). Menurut Yasuma Takada dalam Lebra (1969: 195-196) menjelaskan penyebab sepasang kekasih melakukan shinju(心 中) sebagai berikut :(1)Ketidakadaan harapan membawa cinta kedalam penyempurnaan akhir
(pernikahan);(2)Salah satu dari mereka tidak dapat dipisahkan karena cinta yang
nantinya, karena alasan lain, tidak ada pilihan lain selain mati;(3)Keduanya tidak dapat
hidup dengan alasan masing –masing dan memilih untuk mati bersama karena mereka
jatuh cinta;(4)Salah satu dari mereka akan menghadapi kematian yang tak dapat
dihindari, memaksa yang lain untuk mati bersama...”
Dilihat dari empat klarifikasi yang dipaparkan tersebut, inti dari melakukan
shinju(心中) adalah keinginan untuk selalu bersama atas dasar cinta. Keinginan untuk tidak dapat dipisahkan tidak hanya pada tujuan akhir yang ingin dicapai, tapi pada cara
dalam melakukan jisatsu(自殺)dalam bentuk ini karena dalam beberapa kasus shinju(心
中) yang ada sebagian besar dari mereka mengikat diri bersama ketika melakukan jisatsu( 自殺).
Shinju(心中) yang sudah ada sejak zaman edo tetap muncul di Jepang dewasa ini dan mengalami perluasan makna. Dewasa ini, istilah shinju(心中)bukan hanya mengacu pada jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh sepasang kekasih, tetapi juga jisatsu(自殺)yang melibatkan kematian lebih dari satu orang. Shinju(心中) adalah perbuatan dimana lebih dari dua orang yang berkomitmen untuk melakukan jisatsu(自 殺) bersama secara sukarela pada waktu, tempat, dan tujuan yang sama (Ohara,1985: 330-331). Pernyataan
diri. Yang dimaksud dengan pembunuhan-bunuh diri adalah suatu kasus jisatsu(自 殺 )yang dilakukan lebih dari satu orang, dimana salah satu dari korban jisatsu(自 殺) mengalami kematian tanpa keinginan dari diri sendiri untuk mati (Fukushima, 1984: 430-431). Ada sebuah contoh kasus di Jepang seorang menteri melakukan bunuh diri, sementara ayahnya juga menghabisi nyawanya dengan cara yang sama terlebih dahulu. Mereka yang melakukan bunuh diri, dari cerita yang didapat, dikarenakan mentalnya yang drop. Merasa bertanggung jawab lantaran tak berhasil, kemudian melakukan bunuh diri (http://www.tribunnews.com/).
Berdasarkan pendapat tersebut, maka definisi dari istilah shinju(心中) dewasa ini adalah jisatsu(自殺) yang dilakukan atas perjanjian bersama, membantu seseorang untuk melakukan jisatsu(自 殺) yang diikuti dengan melakukan jisatsu(自 殺) pada dirinya sendiri dan sebagai bentuk lain pembunuhan-bunuh diri. Oleh karena itu bentuk shinju(心
中) yang muncul dewasa ini adalahJyoushi(情死) yaitu jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh sepasang kekasih, Oyako-Shinju(親子心中)yaitu jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh orang tua dan anak, Boshi-Shinju(母子心中)yaitu jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh ibu dan anak, Fushi-Shinju(夫 子心 中)yaitu jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh ayah dan anak,
Ikka-Shinju(一家心中)yaitu jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh satu keluarga.
Dewasa ini bunuh diri yang terjadi erat kaitannya dengan berbagai permasalahan
yang ada didalam masyarakat sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya shinju(心
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik dan penting untuk membahas masalah ini dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “ Fenomena Shinju Dalam Kehidupan Masyarakat ”.
1.2 Perumusan Masalah
Guba dalam Moleong (2005: 93) mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi lain yang menyeret mereka dalam hubungan yang rumit yang mereka sendiri sulit memahaminya.
Shinju( 心 中 )sendiritelahmenjadimasalah yang
seriusbagimasyarakatJepangsaatini.PadaawalnyaShinju(心中) merupakan bentuk jisatsu(
自 殺) yang dilakukan sepasang kekasih sebagai bentuk kesetiaan cinta sesuai dengan karakter kanji pada shinju(心中) yakni kokoro(心) dan naka(中), shinju(心中) berarti dari dalam hati dan kepemilikan hati (Walsh, 1969: www.japanpsychiatrist.com).
Namun Dewasa ini, istilah shinju(心中) merupakan jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh sepasang kekasih dan jisatsu(自殺) yang melibatkan kematian lebih dari satu orang.
Shinju(心 中) adalah perbuatan dimana lebih dari dua orang yang berkomitmen untuk melakukan jisatsu(自殺) bersama secara sukarela pada waktu, tempat, dan tujuan yang sama (Ohara,1985: 330-331).
dianggaprumit.Selainitu, adanyakebudayaan yang disebutseppuku( 切 腹 )yang
diwariskansecaraturun-temurunbesertanilai yang dikandungikutmemperparahkeadaaninikarenamasihbanyakmasyarakatJepang yang
memandangbaikperbuatanbunuhdiri.Inimenunjukkanlemahnyakepercayaanterhadapdirise ndiridankurangnyainteraksisosial yang terjadidalammasyarakatbahkankeluarga
.
Berdasarkanhaltersebutmakapermasalahanpenelitianinidirumuskandalambentukpe rtanyaansebagaiberikut:
1. Bagaimana latar belakang terjadinyashinjudi Jepang?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh shinju terhadap kehidupan masyarakat Jepang dewasa ini?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah karena dalam setiap penelitian diperlukan adanya pembatasan masalahagar pembahasan tidak terlalu melebar sehingga penulis dapat lebih fokus terhadap pembahasan dalam masalah tersebut dan agar tidak menyulitkan pembaca dalam memahami pokok permasalahan yang dibahas.
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup pembahasan
penelitian yang difokuskan kepada latar belakangShinju(心 中) dan dampak Shinju(心
dan juga memiliki akurasi data yang benar, maka penulis akan menjelaskan juga
mengenai sejarah shinju(心 中) di Jepang, bentuk-bentuk shinju(心 中) di Jepang, pandangan hidup dan mati pada masyarakat Jepang, cara penanganannya, serta budaya malu di Jepang.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka
Menurut Koentjaraningrat dalam Wisadirana (2004: 25) kebudayaan adalah gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar secara keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu, kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Rasa dan cipta merupakan kebudayaan rohaniah atau spritual, sedangkan karya merupakan kebudayaan jasmaniah berupa teknologi. Berdasarkan pengertian kebudayaan yang disebutkan Koentjaraningrat tersebut maka di dalam kebudayaan dikenal beberapa istilah kebudayaan menurut wujudnya yang salah satunya adalah kebudayaan immaterial, kebudayaan yang berwujud bukan benda, teknologi tetapi nilai-nilai kerohanian yang mencakup fenomena, kebiasan dan kepercayaan.
Pada dasarnya orang Jepang telah memiliki sifat individual, yang memiliki arti bahwa kehidupan pribadi tidak akan diketahui oleh individu lainnya dan masalah yang terjadi tidak ada hubungannya dengan individu lain. Namun, hubungan antar ikatan tersebut semakin melemah pada masyarakat Jepang modern. Hal ini mungkin disebabkan
adanya perubahan struktur keluarga dari keluarga tradisional Ie(家) ke keluarga batih
Kaku-kazoku (かく家族). Perubahan struktur keluarga tersebut secara perlahan namun langsung membawa perubahan pada segala aspek kehidupan masyarakat.
Goode (1985: 2) menyatakan bahwamasyarakat adalah struktur yang terdiri dari keluarga, dan bahwa keanehan-keanehan suatu masyarakat tertentu dapat digambarkan dengan menjelaskan hubungan kekeluargaan yang berlangsung di dalamnya.
Berdasarkan teori-teori, individu dalam masyarakat akan saling berintegrasi, dan kebebasan yang dibatasi oleh kontrol sosial berdasarkan norma dan nilai sebagai aturan umum. Dalam hubungan timbal balik inilah perilaku bunuh diri dapat terjadi. Kuat lemahnya sikap individu terhadap komunitasnya akan menyebabkan terjadinya kasus bunuh diri bertipe altruistic dan egoistic.Hal ini berlaku pada masyarakat Jepang modern.
Shinju(心中) merupakan bentuk jisatsu(自殺) yang dilakukan sepasang kekasih sebagai bentuk dari kesetiaan cinta, sesuai dengan karakter kanji pada shinju (心中) yakni kokoro (心) dan naka ( 中 ), shinju berarti dari dalam hati dan kepemilikan hati (Walsh,
1969:心中) bukan hanya mengacu pada
tujuan yang sama (Ohara,1985: 330-331). Oleh karena, itu bentuk shinju(心中) yang muncul dewasa ini adalah Jyoushi(情 死) yaitu jisatsu(自 殺) yang dilakukan oleh sepasang kekasih,
Oyako-Shinju(親 子 心 中)yaitu jisatsu(自 殺) yang dilakukan oleh orang tua dan anak,
Boshi-Shinju(母子心中)yaitu jisatsu(自殺)yang dilakukan oleh ibu dan anak, Fushi-Shinju (夫子心中 )yaitu jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh ayah dan anak, Ikka-Shinju(一家心中)yaitu jisatsu(自
殺) yang dilakukan oleh satu keluarga.
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam penelitian kebudayaan masyarakat diperlukan pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Menurut Koentjaraningrat (1976: 1) kerangka teori berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata. Dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan psikologi sosial, teori sosiologi, juga pendekatan fenomenologis untuk meneliti masalah
yang berkaitan dengan shinju(心中).
Menurut Soerjono Soekanto dalam Upe (2010: 39) menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial dan masalah sosial.
Menurut Moleong (2005: 8), pendekatan fenomenologis menekankan rasionalitas dan realitas budaya yang ada serta berusaha memahami budaya dari sudut pandang pelaku budaya tersebut. Dalam pendekatan fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang dalam situasi tertentu.
Penulis menggu nakan teori psikologi sosial, teori sosiologi, dan pendekatan
中)dan dampak yang ditimbulkan oleh shinju(心中)terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang karena perilaku individu pelaku shinju(心中) merupakan gejala psikologi sosial yang terjadi di masyarakat.
Menurut Myers (2002 : cabang ilmu psikologi yang mempelajari secara menyeluruh tentang hakikat dan sebab-sebab perilaku individu dalam lingkungan sosial.
1.5 Tujuan dan Manfaat 1.5.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahuilatar belakang terjadinya shinju(心中) di Jepang.
2. Mengetahuidampak yang ditimbulkan olehshinju( 心 中 )terhadap kehidupanmasyarakatJepang dewasa ini.
1.5.2 Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Menambahwawasanbagipenulisdanpembacamengenaifenomenashinju(心中).
2. Menjadi bahan referensi bagi pembaca yang ingin meneliti masalah shinju(心中) lebih jauh.
4. Diharapkan mampu menambah informasi bagi para pembaca khususnya pelajar bahasa
Jepang mengenai masalah sosial yang sedang dihadapi masyarakat Jepang yaitu shinju(心
中).
1.6 Metode Penelitian
Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk menunjang keberhasilan tulisanyang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk itu, dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976: 30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.
Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan, dengan mengambil acuan dari berbagai buku yang berkaitan dengan masyarakat, masalah sosial dan lain-lain.
Selanjutnya, penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Selain itu penulis juga memanfaatkan koleksi pribadi, dan berbagai informasi dari situs-situs internet yang
membahas tentang masalah Shinju(心中)untuk melengkapi data-data dalam penelitian ini.
1. Pemilihan topik dan judul penelitian. 2. Merumuskan masalah yang ingin diteliti. 3. Menyusun kerangka teori.
4. Melakukan studi pustaka. 5. Mengumpulkan data. 6. Menganalisis data. 7. Menggunakan referensi. 8. Menulis laporan penelitian.