• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar Kadmium (Cd) Pada Air Sumur Dengan Tekanan Darah Masyarakat di Desa Namo Bintang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kadar Kadmium (Cd) Pada Air Sumur Dengan Tekanan Darah Masyarakat di Desa Namo Bintang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Air

2.1.1 Pengertian Air

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dengan fungsi yang tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lain. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan aktivitas-aktivitas lainnya (Achmad, 2004).

Berdasarkan Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bahwa yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum langsung.

Di Indonesia, jumlah dan pemakaian air bersumber pada air tanah, air permukaan dan air atmosfer yang ketersediannya sangat ditentukan oleh air atmosfer atau sering dikenal dengan air hujan (Kusnoputranto, 2000).

2.1.2 Sumber Air

(2)

2.1.2.1 Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada saat prepitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer yang disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbondioksida, nitrogen, dan amonia.

2.1.2.2 Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, sumur permukaan, sebagian besar berasal dari hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

2.1.2.3Air Tanah

Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Presipitasi membuat air tersebut bergerak ke permukaan tanah dalam bentuk hujan, salju, dan lain-lain. Setelah kembali ke permukaan tanah, air kembali melewati siklus air melalui satu atau beberapa tahapan berikut ini :

1. Evaporasi langsung kembali ke atmosfer

(3)

2. Aliran ke permukaan badan air

Air mengalir diatas permukaan tanah menuju kolam, parit, danau atau lautan. Air dari badan air akan berevaporasi kembali ke atmosfer, atau pada anak sungai / parit dan akan berlanjut mengalir ke lautan.

3. Meresap ke dalam tanah

Air dapat diserap oleh tumbuh-tumbuhan dan kemudian dikembalikan ke atmosfer dalam bentuk uap air setelah melewati transpirasi tanaman.

Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sumber air lain. Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu mengalami proses purifikasi atau penjernihan. Persediaan air tanah juga cukup tersedia sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu, air tanah juga memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibandingkan dengan sumber air lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral seperti magnesium, kalsium dan logam berat seperti besi yang dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu, untuk mengisap dan mengalirkan air ke atas permukaan diperlukan pompa.

2.1.3 Syarat Air Bersih

Berdasarkan Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air, syarat-syarat-syarat-syarat air bersih antara lain :

(4)

Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu parasit, bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti Eschericia coli.

2. Persyaratan Fisik

Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini selain penting untuk aspek kesehatan langsung yang terkait dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman, tetapi juga penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimia, seperti warna air dan bau.

3. Persyaratan Kimia

Persyaratan kimia menjadi penting karena banyak sekali kandugan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh. Bahan kimia seperti nitrat, arsenik, dan berbagai macam logam berat khususnya air raksa, timah hitam, dan kadmium dapat menjadi gangguan pada tubuh dan berubah menjadi racun.

4. Persyaratan Radioaktif

(5)

2.1.4 Pemanfaatan Air

Dari sekian banyak manfaat air, jumlah air yang benar-benar dikonsumsi hanya sebagian kecil saja, yakni yang tergolong penyediaan air minum/bersih. Namun demikian dari kelompok ini pun, yang benar dikonsumsi sangat sedikit. Misalnya saja, orang hanya minum 2 liter/orang/hari, demikian pula jumlah air yang dikonsumsi hewan atau tumbuhan, hanya sedikit saja. Sebagian besar hanya digunakan sebagai media. Misalnya, penyediaan air bersih ini sebagian besar akan kembali kealam sebagai air bekas cucian, bekas membersihkan rumah, bekas menggelontor kotoran, bekas mandi, dll (Soemirat,2009).

Adapun kegunaan air adalah : 1. Air untuk minum

2. Air untuk keperluan rumah tangga 3. Air untuk industri

4. Air untuk mengairi sawah

5. Air untuk kolam perikanan, dll (Wardhana,2001)

(6)

bereproduksi, air selalu memegang peranan penting. Kekurangan air menyebabkan penyakit batu ginjal dan kandung kemih, karena terjadi kristalisasi unsur-unsur yang ada di dalam cairan tubuh.

2.1.5 Sarana Air Bersih 2.1.5.1 Sumur

Sumur merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan maupun di perkotaan Indonesia. Secara teknis sumur dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Sumur Gali

Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah-rumah perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Sumur gali menyediakan air permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya, rembesan berasal dari tempat pembuangan kotoran manusia dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri (Depkes RI, 1985).

(7)

dengan kedalaman 3 meter dari permukaan tanah dan terbuat dari bahan kedap air, lantai sumur sekurang-kurangnya berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir sumur minimal 0,8 meter dari permukaan tanah, memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat (Entjang, 2000).

b. Sumur Bor

Dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang lebih dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai sehingga sedikit dipengaruhi kontaminasi. Umumnya, air dari sumur bor bebas dari pengotoran mikrobiologi dan secara langsung dapat dipergunakan sebagai air minum (Depkes RI, 1985)

Menurut Chandra (2007), berdasarkan kedalamannya sumur terbagi dua yaitu: a. Sumur Dangkal (shallow well)

Sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan di atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi yang ada perlu sekali diperhatikan.

b. Sumur Dalam (deep well)

(8)

2.1.6 Peranan Air Dalam Penyebaran Penyakit 2.1.6.1 Penyakit Menular

Menurut Slamet (2007), air merupakan bagian dari lingkungan yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam penggunaannya, air dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit yang dibagi ke dalam 4 (empat) cara yaitu :

1. Air Sebagai Penyebar Mikroba Patogen (Water Borne Disease)

Penyakit disebarkan secara langsung oleh air dan hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebab terjadinya penyakit masuk ke dalam sumber air yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jenis mikroba yang ada di dalam air yaitu virus, bakteri, protozoa dan metazoa. Penyakit yang disebabkan karena mikroba patogen ini seperti cholera, thypus abdominalis, hepatitis A, poliomyelitis, disentri. Keluhan yang dapat muncul seperti mencret dan kotoran berlendir.

2 . Air Sebagai Sarang Vektor Penyakit (Water Related Insecta Vector)

(9)

3. Kurangnya Penyediaan Air Bersih (Water Washed Disease)

Kurang tersedianya air bersih untuk menjaga kebersihan diri, dapat menimbulkan berbagai penyakit kulit dan mata. Hal ini terjadai karena bakteri yang ada pada kulit dan mata mempunyai kesempatan untuk berkembang. Keluhan yang dapat muncul seperti kulit merah, gatal-gatal dan mata merah, gatal dan berair.

4. Air Sebagai Sarang Hospes Sementara (Water Based Disease)

Penyakit ini memiliki host perantara yang hidup di dalam air. Penyakit yang dapat muncul adalah schistosomiasis dan dracontiasis.

2.1.6.2 Penyakit Tidak Menular

Air dapat menimbulkan kerugian dan gangguan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia atau zat radioaktif yang ada di dalam air, terutama logam berat. Logam-logam berat hasil buangan limbah industri menimbulkan kasus pada beberapa daerah atau negara, misalnya keracunan merkuri (Hg) yang menyebabkan cacat bawaan pada bayi yang dikenal sebagai penyakit Minamata di Jepang, logam kadmium (Cd) yang dapat menyebabkan kenaikan darah karena kadmium (Cd) mempengaruhi kinerja otot polos pembuluh darah secara langsung maupun tidak langsung lewat ginjal, bahkan kerusakan dan penghambatan kinerja sistem fisiologis tubuh, kerja paru-paru, liver, kemandulan, serta imunitas juga syaraf dan kerapuhan pada tulang (Effendi, 2007).

(10)

terutama di organ penyaringan sehingga dapat mengganggu fungsi fisiologis tubuh (Wardhana, 2004).

Adanya sulfat dalam jumlah besar yang berkaitan dengan magnesium pada air minum dapat menimbulkan reaksi laxative. Selain itu sifat korosif air terhadap logam akan lebih besar dengan adanya sulfat dengan kadar yang tinggi. Pada umumnya sulfat tidak dihilangkan pada proses pengolahan air minum, bahkan kadar sulfat ini dapat meningkat karena penggunaan alumunium sulfat untuk flokulasi kimiawi pada penjernihan air. Walau pengaruhnya tidak sebesar senyawa khlorida dan karbonat, sulfat juga mempengaruhi rasa air minum (Slamet, 2004).

2.2 Pencemaran Air

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya (Wardhana, 2001).

(11)

2.2.1 Polutan Air

Menurut Effendi (2003), polutan dikelompokkan menjadi dua berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, yaitu :

1. Polutan Alamiah

Polutan memasuki lingkungan (badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan fenomena alam lainnya.

2. Polutan Antropogenik

Polutan yang masuk ke lingkungan (badan air) akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan perkotaan, maupun kegiatan industri.

Berdasarkan sifat toksiknya, polutan dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Polutan Toksik

Polutan ini biasanya bukan berupa bahan-bahan yang alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan artifisial lainnya. Polutan ini dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. 2. Polutan Tidak Toksik

(12)

dan tumbuhan air secara pesat, yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem akuatik secara keseluruhan.

2.2.2 Indikator Pencemaran Air

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang digolongkan menjadi :

1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, adanya perubahan warna, bau dan rasa.

2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.

3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada di dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hidrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand), serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand).

1. pH atau konsentrasi ion hidrogen

(13)

besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5 (Effendi, 2003).

2. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)

Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa alga. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesis alga tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh alga untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfir (Warlina, 1985).

Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Effendi, 2003).

3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand)

(14)

yang berperan, sedangkan oksidasi bahan organik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu. Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.

Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibanding yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, deterjen, insektisida, dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit (Effendi, 2003).

4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisakarida, dan sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD (Effendi, 2003).

2.2.3 Sumber Pencemaran Air

Menurut (Mukono, 2006), terdapat beberapa sumber pencemaran air yaitu: 1. Domestik (Rumah Tangga) berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi,

(15)

2. Industri, Polutan yang dihasilkan tergantung pada jenis industrinya. Jenis polutan yang dapat mencemari air tergantung pada bahan baku, proses industri, bahan bakar, dan sistem pengelolaan limbah cair yang digunakan oleh industri tersebut. 3. Pertanian dan Perkebunan

Polutan airnya dapat berupa :

a. Zat kimia, misalnya berasal dari penggunaan pupuk dan pestisida.

b. Mikrobiologi, misalnya virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak dan cacing tambang di lokasi pertanian.

c. Zat radioaktif, berasal dari penggunaannya dalam proses pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat pertumbuhan tanaman.

Polutan air dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Fisik

Pasir atau lumpur yang tercampur dalam limbah air. b. Kimia

Bahan pencemar yang berbahaya antara lain merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), pestisida dan jenis logam berat lainnya.

c. Mikrobiologi

(16)

d. Radioaktif

Beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat menimbulkan pencemaran air.

2.3 Pencemaran Logam Berat

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terpisahkan dari benda-benda yang berasal dari logam. Logam digunakan untuk membuat alat perlengkapan rumah tangga, seperti sendok, garpu, pisau, dan berbagai jenis peralatan rumah tangga lainnya (Widowati, Sastiono & Jusuf 2008). Menurut Palar (2008), logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Sebagai contoh adalah merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), dan krom (Cr).

(17)

2.3.1 Pencemaran Logam Berat Pada Tanah

Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Jenis limbah yang berpotensi merusak lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat logam-logam berat. Subowo dalam Widaningrum (2007) menyatakan bahwa adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut.

Kandungan logam berat dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh di atasnya, kecuali terjadi interaksi di antara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Menurut Darmono (1995), interaksi logam berat dan lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a) proses sorbsi atau desorbsi, b) difusi pencucian, dan c) degradasi. 2.3.2 Pencemaran Logam Berat Pada Perairan

(18)

Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Pencemaran logam berat dapat merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek ekologis, kerusakan ekosistem perairan akibat pencemaran logam berat dapat ditentukan oleh faktor kadar dan kesinambungan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat toksisitas dan bioakumulasi. Pencemaran logam berat dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur komunitas perairan, jaringan makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik dan resistensi.

2.4 Kadmium (Cd) 2.4.1 Pengertian Umum

Kadmium adalah logam kebiruan yang lunak, termasuk golongan II B tabel berkala dengan konfigurasi elekron [Kr] 4d105s2. Unsur ini bernomor atom 48, mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm³. Titik didih dan titik lelehnya berturut-turut 765˚C dan 320,9˚C. Kadmium merupakan racun bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara.

(19)

memiliki keistimewaan non korosif. Kadmium banyak digunakan dalam pembuatan alloy, pigmen warna pada cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati, Sastiono & Jusuf, 2008).

Kadmium dari hasil sampingan peleburan dan refining bijih Zn rata-rata memiliki kadar kadmium sebesar 0,2 – 0,3%. Sumber lain adalah dari penggunaan sisa lumpur kotor sebagai pupuk tanaman yang kemudian terbawa oleh aliran angin dan air.

Karakteristik kadmium yang lainnya adalah bila dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion OH- , ion-ion Cd2+ akan mengalami pengendapan. Endapan yang terbentuk biasanya dalam bentuk senyawa terhidratasi yang berwarna putih. Bila logam kadmium digabungkan dengan senyawa karbonat, fosfat, arsenat dan oksalat-ferro sianat maka akan terbentuk senyawa berwarna kuning (Palar,2008).

Adapun sifat fisik dan sifat kimia kadmium, yaitu : 1) Sifat Fisik

a. Logam berwarna putih keperakan b. Mengkilat

c. Lunak/Mudah ditempa dan ditarik d. Titik lebur rendah

(20)

2) Sifat Kimia

a. Kadmium tidak larut dalam basa

b. Larut dalam H₂SO₄ encer dan HCl encer Cd c. Kadmium tidak menunjukkan sifat amfoter

d. Bereaksi dengan halogen dan nonlogam seperti S, Se, P e. Kadmium adalah logam yang cukup aktif

f. Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan membentuk asap coklat CdO g. Memiliki ketahanan korosi yang tinggi

h. CdI₂ larut dalam alkohol 2.4.2 Sumber Kadmium (Cd)

Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co) serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn), dan timbal (Pb).

(21)

Sumber antropogenik berkontribusi terhadap pajanan pada manusia dalam jumlah yang cukup besar akibat produksi, pemakaian, dan pembuangan serta pembakaran produk-produk yang mengandung kadmium (Bull, 2010). Emisi alami kadmium ke lingkungan dapat berasal dari letusan gunung berapi, kebakaran hutan, pembentukan aerosol garam laut dan fenomena alami lainnya (Shevchenko et al. 2003).

Secara alami, tanaman tembakau relatif tinggi terakumulasi oleh kadmium. Dengan demikian, merokok merupakan sumber penting dari paparan kadmium dan dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam konsentrasi kadmium pada ginjal, yang merupakan organ target toksisitas kadmium .

Sumber pencemaran dan paparan kadmium berasal dari polusi udara, keramik berglazur, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar kadmium, fungisida, pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas kadmium berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok yang mengandung kadmium, perokok pasif, plastik berlapis kadmium, serta air minum (Widowati, Sastiono & Jusuf, 2008).

Dalam lingkungan,menurut Clark (1986) sumber kadmium yang masuk ke perairan berasal dari:

1) Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng. 2) Air bilasan dari elektroplating.

(22)

4) Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % kadmium sebagai bahan ikutan (impurity); semua kadmium ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.

5) Pupuk fosfat dan endapan sampah. 2.4.3 Efek Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan logam berat yang sangat berbahaya karena tidak dapat dihancurkan oleh organisme hidup dan dapat terakumulasi ke lingkungan, membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi (Rochyatun dan Rozak, 2007).

Kadmium menjadi populer sebagai logam berat yang berbahaya setelah timbulnya pencemaran sungai di wilayah Toyama Jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Pencemaran kadmium pada air minum di Jepang

menyebabkan penyakit “itai-itai”. Gejalanya ditandai dengan ketidaknormalan tulang

dan beberapa organ tubuh menjadi mati. Keracunan kronis yang disebabkan oleh kadmium adalah kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti pada pernapasan, sirkulasi darah, penciuman, serta merusak kelenjar reproduksi, ginjal, jantung dan kerapuhan tulang (Palar, 2008).

(23)

Menurut Darmono (2001), kadmium merupakan logam berat yang paling banyak menimbulkan toksisitas pada makhluk hidup. Kadmium dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh kadmium, sehingga untuk mengukur kadmium intake ke dalam tubuh manusia perlu dilakukan pengukuran kadar kadmium dalam makanan yang dimakan atau kandungan kadmium dalam feses. Pemasukan kadmium melalui makanan adalah 10 – 40 μg/hari, sedikitnya 50% diserap oleh tubuh. Rekomendasi pemasukan kadmium menurut gabungan FAO/WHO dengan batas toleransi tiap

minggunya adalah 420 μg untuk orang dewasa dengan berat badan 60 kg. Pemasukan

kadmium rata-rata pada tubuh manusia ialah 10 – 20 % dari batas yang telah direkomendasikan.

a. Efek kadmium (Cd) Terhadap Tumbuhan dan Hewan

(24)

Kadmium dapat terserap untuk bahan organik dalam tanah. Ketika kadmium hadir di tanah itu bisa sangat berbahaya, karena serapan melalui makanan akan meningkat. Tanah yang diasamkan meningkatkan serapan kadmium oleh tanaman. Hal ini merupakan potensi bahaya binatang yang tergantung pada tanaman untuk bertahan hidup. Kadmium dapat terakumulasi dalam tubuh binatang tersebut, terutama ketika makan beberapa tanaman. Sapi mungkin memiliki jumlah besar cadmium dalam ginjalnya karena ini. Cacing tanah dan organisme tanah penting lainnya sangat rentan untuk keracunan kadmium. Cacing bisa mati pada konsentrasi sangat rendah dan memiliki konsekuensi bagi struktur tanah. Ketika konsentrasi kadmium di tanah tinggi mereka dapat mempengaruhi proses mikroorganisme tanah dan ancaman ekosistem seluruh tanah (Khan, 2008).

Dalam ekosistem air kadmium dapat terakumulasi dalam remis, tiram, udang, lobster dan ikan. Kerentanan terhadap kadmium dapat sangat bervariasi antara organisme perairan. Organisme air laut dikenal lebih tahan terhadap keracunan kadmium daripada organisme air tawar. Hewan yang makan atau minum kadmium kadang-kadang mendapatkan tekanan darah tinggi, penyakit hati dan saraf atau kerusakan otak.

b. Efek kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan Manusia

(25)

(CdO). Gejala yang timbul berupa gangguan saluran pernapasan, mual, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang.

Keracunan kronis terjadi bila memakan kadmium dalam waktu yang lama. Gejala akan terjadi setelah selang waktu beberapa lama dan kronis seperti:

a. Keracunan pada nefron ginjal yang dikenal dengan nefrotoksisitas, yaitu gejala proteinuria atau protein yang terdapat dalam urin, juga suatu keadaan sakit dimana terdapat kandungan glukosa dalam air seni yang dapat berakibat kencing manis atau diabetes yang dikenal dengan glikosuria, dan aminoasidiuria atau kandungan asam amino dalam urine disertai dengan penurunan laju filtrasi (penyaringan) glumerolus ginjal.

b. Kadmium kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskuler yaitu kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah maupun tekanan darah yang meningkat (hipertensi). Hal tersebut terjadi karena tingginya aktifitas jaringan ginjal terhadap kadmium. Gejala hipertensi ini tidak selalu dijumpai pada kasus keracunan kadmium kronis.

(26)

Efek kronis terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Peristiwa ini terjadi karena kadmium yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir oleh tubuh. Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa kadmium tidak dapat lagi ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium dalam tubuh.

Menurut Nordberg et al. (2007) waktu parah kadmium adalah 7 (tujuh) sampai 16 tahun. Waktu paruh yang panjang menunjukkan bahwa manusia tidak mempunyai jalur ekskresi yang efektif untuk membuang kadmium. Kadmium dikenal tidak memiliki fungsi biologis pada manusia. Akumulasi kadmium yang berlebihan dalam tubuh dianggap berpotensi toksik.

(27)

2.4.4 Metabolisme (Absorbsi, Distribusi dan Ekskresi) Kadmium (Cd) dalam Tubuh

Menurut Widowati, Sastiono & Jusuf, (2008), kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:

a. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara. b. Melalui wadah / tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan

atau minuman.

c. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar cadmium. d. Melalui rantai makanan.

e. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium.

Menurut Palar (2008), sebagian besar kadmium masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui feses sekitar 3-4 minggu kemudian dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat sebagai metalotionein. Metalotinein mengandung unsur sistein, dimana kadmium terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil dan fosfatil dari protein dan purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas kadmium disebabkan oleh interaksi antara kadmium dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh.

(28)

dari paru dan hal ini merupakan salah satu gejala gangguan paru karena toksisitas kadmium.

Absorpsi kadmium melalui gastrointestinal lebih rendah dibandingkan absorpsi melalui respirasi, yaitu sekitar 5-8%. Absorpsi kadmium meningkat bila terjadi defisiensi kalsium (Ca), besi (Fe) dan rendah protein dalam makanan. Defisiensi kalsium akan merangsang sintesis ikatan Ca-protein sehingga akan meningkatkan absorpsi kadmium, sedangkan kecukupan seng (Zn) dalam makanan dapat menurunkan absorpsi kadmium. Hal ini diduga karena seng (Zn) merangsang produksi metalotionin.

Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap ginjal dan hati. Pada umumnya, sekitar 50-75% kadmium dalam tubuh terdapat pada kedua organ tersebut. Kadmium ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma, khususnya oleh albumin.

(29)

2.5 Nilai Ambang Batas Kadmium

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 419 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air menetapkan bahwa kandungan kadmium maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005 mg/l dalam daftar persyaratan kualitas air bersih. Sedangkan untuk air minum, pemerintah menerbitkan Permenkes No. 492 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dan menetapkan kadar maksimum kadmium dalam air minum adalah 0,003 mg/l.

WHO menentukan bahwa asupan kadmium yang masih dapat ditoleransi

secara mingguan adalah 7μg/kg/berat badan/minggu. OSHA menetapkan pajanan

kadmium yang aman di lingkungan kerja adalah 5 μg/m3 (sebagai gas buangan). The

National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) juga telah menentukan

kandungan yang dapat membahayakan kehidupan dan kesehatan adalah 9 mg/m3 (NIOSH, 2006; NTP, 2004).

2.6 Mekanisme Toksisitas Kadmium

(30)

darah (Klaassen et al., 2009). Meskipun komplek kadmium-metallothionein tidak menyebabkan efek toksik bagi sebagian besar organ, komplek ini akan difiltrasi di glomerulus dan diambil kembali oleh sel epitel tubulus proksimal, efekya adalah kadmium-metallothionein memiliki efek paradox yang mempermudah mengantarkan kadmium dari hati ke ginjal (Bridges dan Zalups, 2005).

Setelah kadmium diambil oleh sel epitel tubulus proksimal, komplek kadmium-metallothionein awalnya terakumulasi di dalam lisosom, dimana komlek ini akan didegradasi, mengakibatkan kadmium akan dibebaskan di dalam sel. Pelepasan Cd²+ akan dengan cepat bergabung dengan group sulfhidril intraseluler, baik yang berada pada protein atau dengan senyawa berat molekul yang rendah seperti glutation. Interaksi kadmium dengan group sulfhidril dapat menyebabkan perubahan fungsi protein secara langsung dan mengakibatkan induksi stress oksidatif (Liu et al., 2009). Kadmium intraseluler menyebabkan perubahan fungsi tubulus proksimal dan merontokkan sel-sel yang rusak yang kemudian akan dibuang melalui urin. Rontoknya sel-sel yang mati atau yang mengalami kerusakan memicu proses perbaikan yaitu dengan terjadinya dediferensiasi sel-sel yang tidak mengalami injury dalam satu proses yang disebut pembentukan epitel mesenkim transformal. Sel yang ter-dediferensiasi bermigrasi menuju area yang sudah rontok dari membrane basal dan menggantikan sel-sel yang sudah mengalami kerusakan (Boventere, 2003).

(31)

2.7 Dampak Kadmium tehadap Tekanan Darah

Kadmium yang terdapat pada makanan dan air, ketika dikonsumsi oleh manusia dan masuk kedalam tubuh maka akan bereaksi dengan protein berat molekul rendah yaitu metalotionein. Selanjutnya kadmium terakumulasi di ginjal, hati dan organ reproduksi sesuai dengan pertambahan usia. Penelitian Charlena (2004) menyatakan bahwa efek langsung pada jaringan yang terkena atau terpapar kadmium akan menyebabkan kematian (nekrosis) pada lambung dan saluran pencernaan, kerusakan pembuluh darah, perubahan degenerasi pada hati dan ginjal. Perubahan degenerasi ginjal akan berpengaruh pada kerusakan dan ketidakmaksimalan kerja ginjal, sehingga terjadi perubahan pengaturan volume darah.

Ginjal memainkan peran besar dalam menentukan tekanan darah. Tekanan darah yang tidak terkendali dapat menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis. Sebaliknya penyakit ginjal kronis juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (National Kidney Foundation, 2012).

(32)

mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Pengurangan massa ginjal akan mengakibatkan nefron yang masih hidup akan melakukan kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Proses maladaptasi ini berlangsung singkat sehingga terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus mendadak yang akhirnya mengalami penurunan. Hiperfiltrasi yang terjadi juga akibat peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal. Kerusakan progresif nefron akan terjadi dan berlangsung lama (kronik). Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik (Suwitra, 2007).

(33)

meningkatkan ROS / RNS, tetapi juga menghabiskan tingkat antioksidan, sehingga dalam keadaan oksidan / antioksidan terjadi ketidakseimbangan (Wang et al,2004).

2.8. Tekanan Darah

2.8.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah (HullA, 1986). Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah dari sistem sirkulasi atau sistem vaskuler terhadap dinding pembuluh darah (James J, 2008).

Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti berikut -120 /80 mmHg. Nomor atas (120) menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan sistole. Nomor bawah (80) menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastole. Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat tenaga kerja istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring.

(34)

saat tidur malam hari. Bila tekanan darah diketahui lebih tinggi dari biasanya secara berkelanjutan, orang itu dikatakan mengalami masalah darah tinggi. Penderita darah tinggi mesti sekurang-kurangnya mempunyai tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat.

Tabel 2.1 Standar Tekanan Darah Normal

No Usia Diastole Sistole

1 Pada masa bayi 50 70-90

2 Pada masa anak 60 80-100

3 Masa remaja 60 90-110

4 Dewasa muda 60-70 110-125

5 Umur lebih tua 80-90 130-135

Sumber : Evelyn, 1999

2.9 Hipertensi

2.9.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut Kemenkes RI (2014) adalah

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit

dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung

dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal

(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila

tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai.

Menurut American Heart Association {AHA} dalam Kemenkes RI (2014),

penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai

(35)

penyebabnya. Sedangkan gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis

individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita

penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka

terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi.

Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada

masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya.

Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung

berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga berdengung (tinnitus), dan

mimisan.

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh (Brashers, 2004).

2.9.2 Klasifikasi Hipertensi

Adapun klasifikasi hipertensi menurut Gunawan (2001) terbagi menjadi:

1. Berdasarkan penyebab

a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun

dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak

(36)

b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita

hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,

penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu

(misalnya pil KB).

2. Berdasarkan bentuk

a. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.

(37)

c. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) dalam Kemenkes RI (2014), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II seperti pada tabel 2.2 di bawah ini.

(The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure).

2.9.3 Faktor-faktor Risiko Hipertensi

Faktor resiko terjadinya hipertensi menurut National Heart Lung and Blood Institute (2009) antara lain:

1) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.

2) Jenis Kelamin

(38)

3) Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat

Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.

a. Minum Minuman Beralkohol

Minuman alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resistensi terhadap obat anti hipertensi. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol serta diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak bila mengkonsumsi alkohol sekitar 2 –3 gelas ukuran standar setiap harinya.

b. Kurangnya aktifitas fisik

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat.

c. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi,

sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap oleh

pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di

(39)

adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja

lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi (Sagala, 2011).

Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena

dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam

tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah. Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya.

2.10 Teori Simpul

Ahmadi (2005) menjelaskan proses terjadinya penyakit dalam prespektif lingkungan dalam suatu teori yang disebut sebagai teori Simpul pada gambar 2.1 sebagai berikut:

Media Transimisi

Gambar 2.1 Diagram Skematik Patogenesis Penyakit (diadaptasi dari Ahmadi, 2005)

Berdasarkan skematik patogenesis penyakit (gambar 2.1) maka proses/patogenesis penyakit diuraikan dalam empat simpul, yakni simpul 1, yang

Sumber Penyakit

Komponen

Lingkungan Penduduk

Sakit Sehat

(40)

disebut sebagai sumber penyakit; simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit; simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, jender, sedangkan simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau pajanan dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit atau agen penyakit.

Titik simpul akan menjadi tuntunan dalam manajemen pencegahan penyakit tertentu. Dengan mengendalikan sumber penyakit maka proses kejadian di simpul 3 dan 4 dapat dicegah. Gambaran skematik yang tertera pada gambar diatas dapat memberikan petunjuk yakni titik - titik simpul tempat mendapatkan informasi. Informasi kesehatan yang diperoleh dengan kegiatan surveilans secara paripurna dapat diperoleh dari titik simpul 1, 2, 3 atau 4. Dengan demikian manajemen penyakit berdasarkan informasi yang terpercaya atau bukti dapat digambarkan dengan teori Simpul (Ahmadi, 2005).

Simpul 1: Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan mengeluarkan agen penyakit. Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara. Umumnya, melalui produk beracun yang dihasilkannya ketika berada dalam tubuh, atau secara langsung dapat mencederai sebagian atau keseluruhan bagian tubuh manusia sehingga menimbulkan gangguan fungsi maupun morfologi tubuh.

(41)

radiasi, energy, kebisingan, kekuatan cahaya; kelompok bahan kimia toksik, seperti pestisida, logam berat, gas polutan udara dan lain-lain (Ahmadi, 2005).

Simpul 2: Media Transmisi Penyakit

Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit yang dikenal sebagai media transmisi penyakit diantaranya adalah: udara, air, tanah/pangan, binatang/serangga dan manusia. Media transimisi tidak akan memiliki potensi penyakit bila di dalamnya tidak terdapat agen penyakit.

Air dapat memiliki potensi menimbulkan penyakit bila terdapat bakteri Salmonella typhi, bakteri Vibrio cholerae atau air tersebut mengandung bahan beracun seperti pestisida, logam berat dan lainnya. Demikian pula, udara dikatakan berbahaya bila mengandung polutan toksik atau jamur.

Penyakit tidak menular juga dapat dipindahkan melalui perantaraan media tertentu seperti udara, air atau pangan. Agen penyakit tidak menular seperti bahan kimia toksik juga berasal dari sebuah sumber, misalnya knalpot mobil, cerobong asap industri, titik buangan limbah, atau secara alamiah disemburkan oleh kawah gunung berapi.

Simpul 3: Perilaku Pemajanan

(42)

pada setiap orang berbeda satu sama lain. Ada yang mengonsumsi air yang tercemar logam berat dalam jumlah besar, ada juga dalam jumlah kecil. Semua ditentukan oleh perilaku masing-masing orang yang dipengaruhi pendidikan, pengetahuan dan lain-lain (Ahmadi, 2005).

Simpul 3 dapat diukur dengan melakukan pemeriksaan biomarker atau tanda biologi. Misalnya, pengukuran kandungan merkuri dalam darah atau dalam urin, kandungan plasmodium malaria dalam darah, atau kandungan Pb dalam darah. Selain itu juga dapat diukur kandungan agen penyakit yang bersangkutan atau metabolitnya. Secara tidak langsung juga bisa diukur derajat perlawanan antibodi seseorang terhadap agen penyakit yang bersangkutan.

Simpul 4: Penyakit

Penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang dikatakan sakit bila terdapat kelainan bentuk, fungsi akibat hasil interaksi dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial.

(43)

2.11 Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan diatas, maka disusun suatu landasan teori yang mengadopsi teori Simpul yang dikemukakan oleh Ahmadi (2005) yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Kadmium yang ditemukan dalam air sumur milik masyarakat dapat berasal dari leachate (air lindi) yang mengandung kadmium dari hasil penguraian limbah padat seperti plastik, alat-alat elektronik, logam-logam, baterai atau dari sisa pupuk di tempat penampungan akhir sampah, yang mengalir dalam air tanah dan akhirnya mengkontaminasi air sumur. Air lindi yang berasal dari tempat penampungan akhir sampah adalah sumber pencemaran kadmium yang merupakan simpul satu dalam teori simpul.

Air sumur milik masyarakat yang dijadikan sebagai sumber air minum berdasarkan studi yang dilakukan oleh Nainggolan (2010), Ashar dan Santi (2011), kemudian penelitian lanjutan Ashar (2015), membuktikan bahwa air sumur memiliki

(44)

kandungan kadmium yang telah melebihi baku mutu air bersih. Keberadaan kadmium yang merupakan agen kimia yang bersifat toksik menjadikan air sumur sebagai simpul dua atau media transmisi penyakit.

Jumlah kadmium yang masuk ke dalam tubuh masyarakat yang mengkonsumsi air minum yang berasal dari air sumur yang mengandung kadmium dapat berjumlah banyak atau sedikit tergantung dari perilaku pemajanan seperti lama terpajan (mengkonsumsi air), frekuensi pajanan, banyaknya asupan, jenis kelamin, usia, status gizi dan berat badan populasi. Biomarker keberadaan kadmium dalam tubuh dapat diketahui melalui pemeriksaan kadmium dalam darah, urin, ginjal, kadar B2MG urin, metallothionein urin dan retinol binding protein urin. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tinggi rendahnya agen toksik (kadmium) dalam tubuh masyarakat adalah simpul tiga dalam teori simpul.

(45)

2.12 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka teori, dan tujuan penelitian maka disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Paparan Kadmium :

1. Kadar Kadmium Air Sumur

2. Jumlah Asupan Air 3. Durasi Pajanan

Tekanan Darah Karakteristik Responden :

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Pekerjaan 4. Status Gizi

Gambar

Tabel 2.1 Standar Tekanan Darah Normal
Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah
Gambar 2.1 Diagram Skematik Patogenesis Penyakit (diadaptasi dari Ahmadi,
Gambar 2.2 Kerangka Teori
+2

Referensi

Dokumen terkait

yang dipantulkan oleh solar dish akan semakin besar, sehingga radiasi. yang difokuskan oleh solar dish akan semakin

Hasil penakwila hanya bisa dikemukakan kepada para fsuf yang

Berdasarkan bukti-bukti tersebut maka perlu dilakukan penelitian pendahuluan pada hewan coba untuk membuktikan pemberian yogurt pisang tanduk terhadap penurunan

An internal inspector is also a trainer, and his/her job is to identify points of improvements on the farm and to teach farmers how to improve..  Do not just criticize the farmer

Berdasarkan analisis learning obstacle terhadap tes uji coba awal, teridentifikasi beberapa kesulitan yang dialami siswa terkait kemampuan koneksi matematis pada materi

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Gaya Hidup, Motivasi dan Kelompok Referensi

Please note these grades may change following results enquiries... Please note these grades may change following

Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga, dan Lokasi Terhadap Loyalitas Melalui Kepuasan Tamu Pada Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan.. Medan: