• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kehilangan Air Fisik Pdam Tirtanadi Sunggal Pada Wilayah Pelayanan Kompleks Graha Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kehilangan Air Fisik Pdam Tirtanadi Sunggal Pada Wilayah Pelayanan Kompleks Graha Sunggal"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Non Revenue Water (NRW)

Dunia air minum tidak pernah terlepas dengan istilah Non Revenue Water (NRW). NRW adalah total produksi perusahaan yang tidak memberikan penghasilan kepada perusahaan. Artinya proporsi NRW dibanding dengan total produski ternyata bisa sangat berarti. Bahkan McIntosh (2003) mengemukakan bahwa, persentase NRW di berbagai kota di Asia dapat mencapai 50-65%. (Utama, 2010).

Tingginya nilai NRW mencerminkan besarnya volume air yang hilang karena kebocoran, maupun tidak adanya tagihan ke pelanggan. Hal ini secara serius mempengaruhi finansial sebuah perusahaan air karena menurunnya pendapatan dan naiknya biaya operasional. Tingkat NRW yang tinggi biasanya terjadi karena utilitas air yang buruk, kurangnya pengelolaan, tanggungjawab, dan kemampuan teknis maupun manajemen yang sangat diperlukan untuk memenuhi pelayanan ke masyarakat (Kingdom et al., 2006). Adapun perkiraan tingkat NRW di dunia disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perkiraan Tingkat NRW di Dunia

Populasi

Sumber : WHO dan Kingdom et al., 2006

(2)

jaringan distribusi. Tambahan lainnya 16 miliar m3

Menurut Utama (2010), akibat yang ditimbulkan karena NRW jangka pendek yaitu pelanggan dirugikan karena harus membayar untuk pelayanan yang tidak memuaskan, setiap air yang berharga terbuang dengan percuma, serta pemborosan sumber daya untuk memproduksi. NRW dalam jangka panjang yaitu, penghasilan yang seharusnya didapat dari air bersih ini bisa digunakan oleh perusahaan untuk investasi finansial pada jaringan baru sekaligus memberikan pelayanan air bersih yang lebih luas.

per tahun air yang didistribusikan ke konsumen tetapi tidak tercatat karena adanya pencurian, pembacaan meter yang buruk sampai penggunaan ilegal. Beberapa negara berpenghasilan rendah, tingkat kehilangan air dapat mencapai 50-60% dari total suplai air, dengan rata-rata 35% (Simbeye, 2010). Setengah dari tingkat kehilangan air di negara-negara berkembang, dimana beberapa utilitas publik mengalami kerusakan menjadikan pendapatan tambahan yang harusnya digunakan untuk biaya pengembangan pelayanan dan pelanggan mengalami kerugian karena terbatasnya penyediaan air serta kualitas air yang buruk (Kingdom et al., 2006)

Definisi lainnya, NRW diartikan sebagai air yang hilang, yang dapat diukur dan diketahui besarnya namun tidak dapat direkeningkan atau tidak dapat menjadi penghasilan, tetapi dapat dipertanggungjawabkan (Yayasan Pendidikan Tirta Dharma dalam Harlini dkk, 2006).

2.2 Definisi Kehilangan Air

Kehilangan air dapat diartikan sebagai jumlah total air yang mengalir ke jaringan distribusi air minum dari sebuah instalasi pengolahan air bersih dikurang dengan jumlah total air yang resmi menjadi rekening dari pelanggan industri dan pelanggan rumah tangga (Farley et al., 2008).

Menurut Pilcher et al. (2008), kehilangan air merupakan inefisiensi pada operasi penyaluran air di transmisi dan jaringan distribusi serta pada beberapa sistem dan dapat berjumlah proporsi yang cukup besar dari total produksi air. Kehilangan air pada umumnya disebabkan karena adanya kebocoran air pada pipa transmisi dan distribusi serta kesalahan dalam pembacaan meter.

(3)

meter induk dan jumlah air yang dibaca pada meter pelanggan (Seminar Perpamsi dalam Ferijanto, 2007).

Air yang diproduksi oleh perusahaan air bersih tidak seluruhnya dapat dijual kepada pelanggan serta dapat diukur melalui meter air. Adapun perbedaan mendasar antara NRW dan kehilangan air (water losses) yaitu perbedaan antara jumlah air yang diproduksi dengan air yang terjual (yang didistribusi) kepada pelanggan melalui meter air. Oleh sebab itu, jumlah air yang didistribusikan secara gratis melalui meter air ditambah NRW dapat digunakan untuk menghitung jumlah total produksi air yang digunakan. Di sisi lain, kehilangan air merupakan air yang didistribusi dalam bentuk kebocoran, pencurian air, dan penggunaan ilegal lainnya. Perbedaan lainnya antara NRW dengan kehilangan air adalah sebagian dari NRW merupakan penggunaan air yang dimanfaatkan secara produktif, seperti untuk pemadam kebakaran, pembersihan jalan dan publik, maupun pengabaian jumlah air pada saat pembacaan meter air (Putra dan Nopriansyah, 2014).

Secara umum, perhitungan untuk mencari persen kehilangan air dapat menggunakan rumus sebagai berikut.

... (2.1)

Dimana :

H = kehilangan air (%)

D = jumlah air yang didistribusikan (m3

K = jumlah air yang terjual atau jumlah air yang tercatat dalam rekening tagihan (m )

3

2.3 Bentuk Kehilangan Air

)

2.3.1 Kehilangan Air Fisik (Real Losses)

(4)

Menurut Farley et al. (2008), kehilangan air fisik terkadang disebut sebagai kehilangan yang sesungguhnya (real losses), yaitu volume kehilangan tahunan melalui semua jenis kebocoran, ledakan dan luapan pada pipa, reservoir pelayanan, dan pipa dinas, hingga setelah pembacaan meter. Kehilangan air fisik dapat juga dapat diartikan sebagai kehilangan air berupa kebocoran yang terjadi pada jaringan distribusi air minum maupun kebocoran yang terlihat yang dilaporkan oleh masyarakat.

2.3.2 Kehilangan Air Non-Fisik (Apparent Losses)

Menurut Ferijanto (2007), kehilangan air non-fisik merupakan kehilangan air yang sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor nonteknis yang sulit dilacak maupun ditanggulangi karena menyangkut masalah kompleks baik di dalam maupun di luar PDAM itu sendiri. Kehilangan air non-fisik merupakan kehilangan air yang terpakai tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya karena berbagai alasan. Kehilangan air ini dapat dikategorikan antara lain:

a. Commercial Losses : disebabkan oleh pelanggan yang tak terdaftar, adanya sambungan ilegal, maupun manipulasi atau penipuan dan lain sebagainya.

b. Metering Losses : disebabkan oleh pembacaan meteran yang salah, tertimbunnya meteran, kesalahan pengujian meteran, dll.

Kesalahan penanganan data juga termasuk ke dalam contoh kehilangan non-fisik, yang meliputi:

1) Pembacaan meter yang salah atau tidak dibaca oleh petugas pembaca meter 2) Pencatatan meter yang curang/salah

3) Kesalahan pada saat penanganan data (pemindahan data yang salah sehingga data menjadi berbeda)

2.4 Sumber Kehilangan Air

Secara umum, sumber-sumber kehilangan air sama pada setiap sistem. Potensi untuk menghasilkan kehilangan air juga tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya (Seminar Perpamsi dalam Ferijanto, 2007). Menurut Sari dalam Ferijanto (2007), sumber-sumber kehilangan air antara lain:

(5)

Meter air merupakan alat yang digunakan untuk mengukur banyaknya aliran air secara kontinu pada suatu sistem kerja yang dilengkapi dengan unit penghitung dan indikator pengukur sebagai tanda dari volume air yang lewat (SNI Spesifikasi Meter Air Minum, 2008). Adapun tujuan meter air yang digunakan pada sistem penyediaan air bersih (Sari dalam Ferijanto, 2007), yaitu:

a. untuk melihat jumlah produksi air;

b. untuk melihat besarnya pemakaian air keperluan pelanggan;

c. untuk melihat besarnya pemakaian air konsumen, termasuk kepentingan sosial; d. untuk mendapat nilai tarif air;

e. untuk dapat memperhitungkan rekening pelanggan;

f. untuk memperkirakan besar kehilangan air dari sistem instalasi keseluruhan; g. untuk kebutuhan penelitian/pengendalian.

Berdasarkan hasil pengujian yang pernah dilakukan, menunjukkan bahwa meter air tidak selalu dapat diandalkan kebenaran penunjukkannya. Faktanya untuk beberapa kondisi sistem pengaliran air, meter air memperlihatkan kurangnya ketelitian saat beroperasi. Selain kecepatan aliran, udara juga dapat mempengaruhi ketelitian suatu meter air. Jika instalasi penyaluran air minum yang bekerja secara periodik namun pada saat operasi berhenti, maka sejumlah udara akan masuk ke dalam pipa distribusi melalui celah-celah pipa atau katup yang tidak tertutup sempurna maupun dari pipa yang bocor. Hal tersebut menyebabkan aliran udara dalam meter air akan memutar dial meter dengan cepat. Peristiwa ini sering terjadi dan ditemui di lapangan pada meter air pelanggan.

(6)

Gambar 2.1 Meter Air

Sumber : SNI Spesifikasi Meter Air Minum, 2008

Dari Gambar 2.1 terdapat indeks meteran yang terdiri atas dua warna yang berbeda di meter air. Pada meter air tersebut, empat angka pertama berwarna hitam yang menunjukkan kubikasi sebagai dasar perhitungan tagihan dan tiga angka terakhir berwarna merah yang dibaca 1 m3

2. Pipa Transmisi dan Distribusi

. Dengan melihat angka pada meter air, pelanggan dapat mengetahui jumlah air yang digunakan pelanggan serta menghitung besarnya jumlah tagihan rekening air.

Pipa transmisi merupakan pipa yang digunakan untuk menyalurkan air dari satu unit lokasi ke unit lainnya. Pada instalasi pengolahan air bersih, pipa transmisi umumnya berfungsi untuk mengantarkan air dari intake menuju unit instalasi pengolahan yang lain. Air bersih yang selanjutnya dialirkan dari sumber air ke reservoir distribusi juga dialirkan melalui pipa transmisi. Sedangkan pipa distribusi adalah pipa yang berfungsi untuk mengalirkan air bersih ke pelanggan.

(7)

a) Tekanan

Tekanan dalam pipa juga mempengaruhi terjadinya kehilangan air. Hal ini merupakan indikator terjadinya suatu kebocoran fisik pada jaringan distribusi. Tekanan yang besar dalam pipa dapat mengakibatkan udara di dalam pipa yaitu udara yang terakumulasi dalam pipa akan mempengaruhi perputaran propeller dalam meter air (Leakage Reduction dalam Ferijanto, 2007).

Perubahan tekanan yang terjadi di dalam pipa disebabkan oleh beberapa hal, seperti jam distribusi pelayanan (intermittent supply), perubahan tekanan secara tiba-tiba, maupun terjadinya tekanan yang memuncak secara tiba-tiba. Perubahan-perubahan ini dapat menimbulkan tingginya potensi pecah pipa pada sistem jaringan distribusi. Oleh sebab itu, besar tekanan dalam pelayanan air bersih harus sesuai dengan standar untuk dapat menyuplai air ke seluruh daerah distribusi (Putra dan Nopriansyah, 2014).

b) Beban

Terjadinya getaran lalu lintas dan beban dari luar seperti kendaraan, akan mengakibatkan beban yang dipikul pipa semakin besar. Beban ini dapat direduksi dengan melakukan penimbunan pipa sesuai peraturan. Beban yang dipikul pipa akan semakin kecil pengaruhnya jika pemasangan pipa dilakukan dengan baik.

c) Konstruksi

Konstruksi seperti sambungan antar pipa pada sistem penyediaan air bersih haruslah kokoh. Pada lokasi penyebrangan perlu adanya jembatan pipa sebagai penyangga serta angker blok yang dipasang pada lokasi-lokasi rawan untuk meredam gaya-gaya dari luar. Dapat dilakukan penimbunan lapisan paling bawah dengan pasir, kerikil dan kemudian dipadatkan dengan tanah. Sebelum penimbunan secara permanen, terlebih dahulu perlu dilakukan pengetesan tekanan pada pipa.

d) Korosi

(8)

e) Kualitas Material

Pemilihan kualitas material haruslah baik dan dilakukan dengan cermat. Hal ini dapat mempengaruhi jangka waktu terjadinya kerusakan pada sistem. Jika kualitas buruk maka akan terjadi kerusakan lebih cepat. Kualitas yang bagus akan berumur lebih lama dan lebih tahan terhadap gangguan.

3. Aksesoris Pipa (Fitting)

Aksesoris pipa (fitting) meliput i joint, bend, tee, cross, dan valve. Jika sistem penyambungan antar fitting kurang baik dan tidak sesuai dengan tekanan kerja yang diijinkan dapat menyebabkan pipa menjadi mudah pecah. Sementara itu, area tempat penyambungan fitting dengan pipa adalah area yang rawan akan kebocoran terlebih jika konstruksi pemasangan tidak baik sehingga sangat dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada bagian tersebut (Twort dalam Ferijanto, 2007).

4. Pencucian Pipa (Flushing) dan Pemakaian Tanpa Meter Air

Pencucian pipa atau flushing merupakan salah satu contoh kehilangan air fisik. Penggunaan air yang dipakai untuk pencucian pipa (flushing) merupakan jumlah yang tidak tercatat. Umumnya, jumlah yang digunakan sebesar 2% dari jumlah produksi, tetapi seharusnya tercatat oleh meter air agar jumlah pemakaiannya lebih jelas.

Adanya pemakaian air oleh pelanggan namun tidak dilengkapi oleh meter air menyebabkan beban rekening tidak berdasarkan pada pemakaian air sebenarnya dan menyebabkan angka pemakaian air menjadi tidak pasti (Leakage Reduction dalam Ferijanto, 2007). Contoh pemakaian air tanpa meter air adalah penggunaan air yang dipakai pada instalasi pengolahan air minum misalnya penggunaan air untuk pencucian unit pengolahan.

5. Sambungan Liar (Illegal Connection)

(9)

6. Kesalahan Administrasi

Beberapa kesalahan administrasi seperti penagihan yang kurang tertib dan tidak sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan, kesalahan pembacaan meter dan pencatatan meter, kesalahan pada pembukuan, proses pembuatan rekening ataupun karena petugas pembaca meter yang tidak membaca dengan benar. Kesalahan administrasi dapat mengacaukan pencatatan dan sulit untuk dikendalikan. Jumlah pemakaian air menjadi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan sehingga air yang didistribusi dengan yang terpakai menjadi tidak jelas. Selain itu, pemakaian untuk infrastruktur seperti hidran, taman-taman kota juga seringkali tidak diketahui secara pasti jumlah pemakaiannya karena tidak ada meter air.

7. Sosial Budaya

Faktor sosial budaya dapat menjadi penyebab terjadinya kehilangan air. Konsumen dan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab tidak jarang melakukan kecurangan yang menjadi sumber munculnya kehilangan air. Bentuk-bentuk kecurangan yang sering ditemui dan dilakukan antara lain:

1) Pemakaian tanpa meter air 2) Adanya sambungan liar

3) Terdapat sambungan ganda sebelum meter air 4) Meter air yang dimodifikasi

5) Melepas meter air saat pengaliran kemudian dipasang lagi

6) Merusak cara kerja meter air serta meletakkan magnet di dekat dial

(10)

2.5 Audit Air

Audit air merupakan langkah pertama mengurangi tingkat kehilangan air dengan mengembangkan pendalaman tentang sistem air secara menyeluruh. Kegiatan ini akan membantu para penyedia layanan air bersih untuk memahami nilai, sumber, dan biaya dari terjadinya kehilangan air. Artinya para manajer perusahaan air minum harus melakukan audit mengenai kehilangan air dan NRW agar memantau perkembangan dari pelaksanaan pengurangan kehilangan air. Asosiasi Air Internasional atau International Water Association yang dikenal dengan IWA, telah mengeluarkan satu konsep audit air yang telah diikuti oleh banyak negara di dunia yaitu neraca air internasional (water balance) (Farley et al., 2008).

2.6 Neraca Air

Neraca air merupakan metode perhitungan kehilangan air yang diusulkan oleh IWA pada konferensi di Berlin tahun 2001. Penggunaan metode neraca air dapat memudahkan perusahaan dalam menganalisis kehilangan air. Hakekatnya, neraca air merupakan kerangka untuk menilai kondisi kehilangan air di suatu perusahaan. Perhitungan neraca air artinya mengungkap ketersediaan dan keandalan data serta tingkat pemahaman terhadap situasi NRW atau Air Tak Berekening (ATR), menciptakan kesadaran tentang adanya masalah ATR, serta sebagai petunjuk langsung menuju perbaikan (Deppu BPPSPAM, 2014). Neraca air dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Neraca Air Internasional

Sumber : IWA, 2001

Konsumsi Bermeter Berekening Air Berekening Konsumsi Tak Bermeter Berekening

Konsumsi Resmi Tak Berekening

Konsumsi Bermeter Tak Berekening

Air Tak Berekening

(NRW) Konsumsi Tak Bermeter Tak Berekening

Kehilangan Air

Kehilangan Air Non-Fisik

Konsumsi Tak Resmi

Ketidakakuratan Meter Pelanggan dan Kesalahan Penanganan Data

Kehilangan Air Fisik

Kebocoran pada Pipa Distribusi dan Transmisi Kebocoran dan Luapan dari Tangki-Tangki

Penyimpanan Perusahaan Air Minum Kebocoran di Pipa Dinas hingga ke Meter

(11)

Berdasarkan Tabel 2.2, air tak berekening (NRW) merupakan selisih antara volume input total pada sistem dengan konsumsi berekening. Adapun komponen Air Tak Berekening dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

ATR = Volume Input Sistem – Konsumsi Berekening ... (2.2)

Pengertian dari istilah-istilah neraca air pada Tabel 2.2 (Farley et al., 2008), yaitu: a. Volume Input Sistem (System Input Volume)

Merupakan volume tahunan yang masuk ke dalam sistem penyediaan air bersih.

b. Konsumsi Resmi (Authorised Consumption)

Volume tahunan air bermeter maupun tidak bermeter dari pelanggan yang terdaftar. Termasuk pemasok air dan yang memiliki kewenangan untuk mengambil air, seperti air yang dipakai di kantor pemerintahan atau hidran pemadam kebakaran.

c. Kehilangan Air (Water Losses)

Merupakan selisih antara Volume Input Sistem dan Konsumsi Resmi. Kehilangan Air terbagi atas Kehilangan Air Non-Fisik dan Kehilangan Air Fisik. Adapun rumus menghitung kehilangan air dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut.

Kehilangan Air = Volume Input Sistem – Konsumsi Resmi ... (2.3)

d. Konsumsi Resmi Berekening (Billed Authorised Consumption)

Setiap komponen Konsumsi Resmi yang berekening (ditagih) dan menghasilkan

pemasukan (Air Berekening [Revenue Water]).

e. Konsumsi Resmi Tak Berekening (Unbilled Authorised Consumption)

Setiap komponen Konsumsi Resmi yang sah tetapi tidak berekening (tidak ditagih).

Oleh sebab itu, tidak menghasilkan pemasukan.

f. Kehilangan Air Non-Fisik/Komersial (Commercial Losses)

Semua jenis ketidakakuratan yang berhubungan dengan meter pelanggan termasuk

kesalahan penanganan data seperti pembacaan meter maupun konsumsi yang tak

(12)

g. Kehilangan Air Fisik (Real/Physical Losses)

Merupakan kehilangan dari sistem bertekanan dan tangki penyimpanan perusahaan

air minum. Pada sistem bermeter seperti meter pelanggan, sedangkan sistem tak

bermeter yaitu titik pertama penggunaan per taman (stop keran/keran). Adapun

persamaan untuk menghitung kehilangan fisik, yaitu:

Kehilangan Fisik = Kehilangan Air – Kehilangan Non-Fisik ... (2.4)

h. Konsumsi Bermeter Berekening (Billed Metered Consumption)

Semua konsumsi bermeter yang juga berekening, mencakup semua kelompok

pelanggan seperti rumah tangga, komersial, industri atau lembaga.

i. Konsumsi Tak Bermeter Berekening (Billed Unmetered Consupmtion)

Semua konsumsi berekening yang dihitung berdasarkan pada estimasi atau

perhitungan tertentu namun tidak bermeter. Misalnya, penagihan berdasarkan pada

perkiraan untuk jangka waktu meter pelanggan yang sedang rusak.

j. Konsumsi Bermeter Tak Berekening (Unbilled Metered Consumption)

Merupakan Konsumsi Bermeter namun karena berbagai alasan menjadi tidak

berekening. Misalnya konsumsi bermeter oleh perusahaan air minum itu sendiri

ataupun air yang disediakan untuk instansi dan lembaga tanpa direkeningkan.

k. Konsumsi Tak Bermeter Tak Berekening (Unbilled Unmetered Consumption)

Setiap Konsumsi Resmi yang tanpa pembayaran (tanpa rekening) juga tidak

bermeter. Dalam hal ini air yang digunakan mencakup pemakaian untuk pemadam

kebakaran, pencucian pipa dan saluran pembuangan, pembersihan jalan, dll.

l. Konsumsi Tak Resmi (Unauthorised Consumption)

Merupakan semua penggunaan air yang tak resmi, seperti pemakaian air secara ilegal

dari hidran air yang biasanya digunakan untuk keperluan konstruksi. Contoh lainnya

(13)

m. Ketidakakuratan Meter Pelanggan dan Kesalahan Penanganan Data (Customer

Metering Inaccuracies and Data Handling Errors)

Merupakan kehilangan air nonfisik yang termasuk jenis kehilangan komersial yang

disebabkan karena ketidakakuratan meter pelanggan, kesalahan penanganan data, dan

pembacaan meter.

n. Kebocoran pada Pipa Transmisi dan/atau Distribusi

Mencakup air yang hilang akibat adanya kebocoran ataupun retakan pada pipa

transmisi maupun distribusi. Kebocoran ini seringkali tidak terlaporkan. Termasuk

juga semburan-semburan besar yang dilaporkan dan diperbaiki, tetapi sebelumnya

sudah bocor selama waktu tertentu.

o. Kebocoran dan Limpahan di Tangki Penyimpanan Perusahaan Air Minum (Leakage

and Overflows at Utility's Storage Tanks)

Kebocoran dan limpahan pada tandon penyimpanan perusahaan air minum yang

disebabkan oleh masalah operasional maupun teknis.

p. Kebocoran pada Sambungan Pipa Dinas sampai Titik Meter Pelanggan (Leakage on

Service Connections up to point of Customer Metering)

Dalam hal ini air yang hilang terjadi karena kebocoran atau pecahan di sambungan

pipa pelanggan dari titik keran sampai ke titik pelanggan.

q. Air Berekening (Revenue Water)

Mencakup Konsumsi Resmi yang berekening atau ditagih serta menghasilkan

pemasukan (Konsumsi Resmi Berekening).

r. Air Tak Berekening (Non-Revenue Water)

Setiap komponen pada input sistem yang tidak ditagih/tidak berekening dan tidak

menghasilkan pemasukan.

2.7 Indeks Kebocoran Infrastruktur (Infrastructure Leakage Index/ILI)

(14)

Menurut Farley et al. (2008), Indeks Kebocoran Infrastruktur (Infrastructure Leakage Index/ILI) merupakan satu indikator kehilangan fisik yang cukup baik untuk mempertimbangkan pengelolaan jaringan. Indeks ini dikembangkan oleh IWA dan WLCC (Water Loss Control Committee) dari AWWA (American Water Works Association).

Dengan adanya ILI, dapat dilihat sejauh mana satu jaringan distribusi dikelola sebagai pengendalian kehilangan air. ILI merupakan rasio antara CAPL (Current Annual Volume of Physical Losses) yang adalah volume tahunan kehilangan fisik terhadap MAPL (Minimum Achievable Annual Physical Losses) yang merupakan kehilangan fisik tahunan yang dicapai secara minimum. Adapun persamaan untuk mencari nilai ILI dapat dilihat pada Persamaan 2.5.

ILI = ... (2.5)

Dimana :

ILI = Infrastructure Leakage Index (Indeks Kebocoran Infrastruktur)

CAPL = Current Annual of Physical Losses (Volume Tahunan Kehilangan Fisik) (liter/tahun)

MAAPL = Minimum Achievable Annual Physical Losses (Kehilangan Fisik yang Dapat Dicapai secara Minimal) (liter/hari)

Untuk mencari nilai CAPL dan MAAPL dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut.

MAAPL (liter/hari) = [(18 x Lm) + (0.8 x Nc) + (25 x Lp)] x P ... (2.6)

Dimana :

MAAPL = Minimum Achievable Annual Physical Losses (Kehilangan Fisik yang Dapat Dicapai secara Minimal) (liter/hari)

Lm = panjang pipa utama (km) Nc = jumlah sambungan pelanggan Lp = panjang rata-rata pipa dinas (km) P = tekanan rata-rata (m)

(15)

Dimana :

CAPL = Current Annual of Physical Losses (Volume Tahunan Kehilangan Fisik) (liter/tahun)

Catatan : ILI merupakan satu rasio dan tidak memiliki satuan agar membantu perbandingan pada perusahaan air minum di negara-negara (Farley et al., 2008).

Jika nilai ILI sudah didapat, selanjutnya membandingkan dengan matriks target kehilangan fisik. Matriks ini menunjukkan tingkat nilai ILI yang diharapkan dan kehilangan fisik dari perusahaan air minum di berbagai negara. Negara-negara maju umumnya memiliki nilai ILI yang kecil. Adapun matriks target kehilangan fisik dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Matriks Target Kehilangan Fisik

Kategori Kinerja

Teknis ILI

Kehilangan Fisik (liter/sambungan/hari)

(keadaan sistem bertekanan pada tekanan rata-rata)

10 m 20 m 30 m 40 m 50 m

Sumber : World Bank Institute dan IWA, 2010

Dengan menggunakan matriks target tersebut, pemilik perusahaan air minum dapat memandu pengembangan dan perbaikan jaringan lebih jauh. Penilaian pada matriks target kehilangan fisik dapat dikategorikan antara lain (Farley et al., 2008):

a) Kategori A (Baik)

(16)

b) Kategori B (Berpotensi)

Memiliki potensial untuk penurunan kehilangan air dan menghasilkan perbaikan. Perlu mempertimbangkan pengelolaan tekanan, lebih lagi melakukan penurunan kebocoran aktif dan pemeliharaan pipa.

c) Kategori C (Lemah)

Tingkat kehilangan air yang cukup buruk, namun dapat ditoleransi jika terdapat air baku yang berlimpah dan harga jual yang relatif murah. Perlu dilakukan upaya penurunan kehilangan air yang lebih intensif.

d) Kategori D (Buruk)

Sumber daya yang ada digunakan dengan tidak efisien oleh perusahaan air minum sehingga harus dilakukan program penurunan tingkat kehilangan air.

2.8 Upaya Pengendalian Kehilangan Air Fisik

Strategi pengendalian kehilangan air fisik pada distribusi air bersih merupakan hal yang lebih sulit dilaksanakan jika dibandingkan dengan mengurangi kehilangan non-fisik karena perlu melakukan penanggulangan secara teknis. Pengendalian kehilangan air fisik harus dilihat klasifikasi kebocorannya, baik kebocoran yang terlihat (terlapor) maupun kebocoran tak terlihat. Berdasarkan klasifikasi tersebut, kebocoran yang paling banyak terjadi adalah kebocoran tidak terlihat, seperti kebocoran yang muncul ke permukaan serta kebocoran yang terjadi di pipa dinas (Putra dan Nopriansyah, 2014).

2.8.1 District Meter Area (DMA)

District Meter Area (DMA) merupakan metode penurunan kehilangan air dengan cara membagi satu jaringan pasokan air menjadi zona-zona kawasan bermeter. DMA bertujuan untuk mendeteksi suatu kebocoran pada suatu bagian sistem jaringan distribusi yang difokuskan menjadi satu wilayah deteksi kebocoran. Dengan kata lain, suatu daerah jaringan distribusi diisolasi untuk melihat potensi terjadinya kebocoran di daerah tersebut.

(17)

1. Jumlah sambungan pada DMA umumnya antara 1.000-2.500 sambungan; 2. Jumlah katup yang harus ditutup untuk mengisolasi DMA;

3. Banyaknya meter air untuk mengukur air masuk dan air keluar (semakin sedikit meter yang diperlukan, semakin kecil biaya pembentukan);

4. Variasi permukaan tanah yang berpengaruh terhadap tekanan-tekanan di dalam DMA (semakin datar kawasan, semakin stabil tekanan yang ada sehingga lebih mudah untuk membentuk kendali tekanan).

Pemilihan metode DMA dapat diaplikasikan pada tipe pemukiman domestik dan non domestik yang tingkat deteksi kebocorannya diprioritaskan. Metode DMA sebaiknya berada pada aliran air masuk tunggal (input tunggal), namun jika input aliran air yang masuk lebih dari satu, metode DMA tetap dapat digunakan bila semua input diukur dengan benar. DMA akan lebih efektif jika memiliki kelengkapan perangkat sehingga diharapkan peralatan pengukuran seperti meter induk, meter pelanggan, gate valve, dan peralatan penunjang lainnya dimiliki oleh wilayah zona (Putra dan Nopriansyah, 2014).

PDAM Kabupaten Bandung pernah melaksanakan metode DMA sebagai salah satu cara untuk menurunkan NRW dengan melakukan pergantian 343 unit meter air pelanggan kelas B menjadi kelas C di zona 1 DMA Cingcin Permata Indah. Kelas C pada meter air merupakan jenis kelas meter air yang lebih handal dibandingkan kelas B. Dampak yang dihasilkan dari penggantian meter air pelanggan ini, yaitu tingkat NRW di wilayah DMA tersebut menurun dari 47% menjadi 16%. Penurunan NRW ini merupakan suatu hasil yang signifikan (Farley et al., 2008). Dengan melakukan metode DMA, nyatanya dapat memberikan pengaruh positif terhadap sistem pelayanan air bersih.

2.8.2 Step Test

Step test adalah metode yang dilakukan dengan membentuk penapisan (scoping) jaringan yang bertujuan untuk memperkecil area aliran air sehingga dapat memperkirakan titik kebocoran. Step test dilakukan pada wilayah terkecil yaitu subzona. Metode step test diperlukan untuk melihat di wilayah kebocoran mana yang harus diprioritaskan pengawasan jaringannya. Adapun prinsip step test antara lain: 1. Menutup valve secara bertahap dari valve yang paling jauh dengan berurutan menuju

(18)

2. Bagian demi bagian akan semakin tertutup terhadap meter air sehingga menyebabkan aliran air menjadi nol.

3. Selanjutnya, bagian demi bagian dibuka kembali dari valve yang terdekat dengan distrik meter sampai valve terjauh. Hal ini bertujuan sebagai faktor pembanding debit pada tahap penutupan.

4. Selisih dan aliran air Q pada setiap tahapan merupakan indikator terjadinya kebocoran.

2.8.3 Teknik Sounding

Teknik sounding merupakan teknik yang dilakukan sebagai langkah pemantapan dari strategi untuk memastikan suatu titik berpotensi korelasi kebocoran (leak correlation) yaitu kebocoran yang sesungguhnya atau tidak. Sounding bertujuan untuk menemukan titik nyata kebocoran secara pasti. Teknik sounding bekerja mengikuti besarnya gelombang suara dan getaran media penghantar suara yang ditangkap oleh suatu sensor. Potensi terjadinya kebocoran dapat dilihat dengan mengamati kekuatan gelombang suara yang ditangkap oleh sensor. Jika suara yang paling kuat tertangkap sensor, mengindikasi titik sumber bunyi sebagai titik kebocoran air yang berada di dalam tanah (Yayasan Pendidikan Tirta Dharma dalam Tanjung, 2013). Sounding akan menginspeksi jaringan pipa distribusi yang dilakukan secara berkala dengan menggunakan alat pendeteksi kebocoran atau katup pada jaringan distribusi.

Sounding menggunakan alat yang disebut leak detector. Secara umum, leak detector

dilengkapi dengan alat bantu dengar dikarenakan frekuensi suara yang dilacak relatif rendah akibat dihambat oleh lapisan tanah. Dengan alasan tersebut, menyebabkan pelaksanaan teknik sounding harus dilakukan pada sekitar lokasi yang diam dan tanpa ada aktivitas yang dapat menimbulkan suara dan getaran yang mengganggu selama proses pelaksanaan sounding, maka teknik sounding sebaiknya dilakukan pada malam hari (Yayasan Pendidikan Tirta Dharma dalam Tanjung, 2013).

2.9 Populasi dan Sampel 2.9.1 Populasi

(19)

manusia, benda, maupun jumlah dari objek tersebut. Pada populasi akan dibahas mengenai sifat dan karakteristik yang ada yang ditentukan oleh peneliti (Sugiyono dalam Ferijanto, 2007).

2.9.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai objek penelitian. Sampel dapat diartikan sebagai contoh. Jadi sampel merupakan sedikit bagian dari populasi yang diambil untuk kemudian diteliti. Alasan perlu dilakukan pengambilan sampel karena terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya; memudahkan penelitian, serta mendapatkan informasi yang lebih fokus (Nasution, 2003).

2.9.3 Metode Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapatkan sampel yang refresentatif dan mewakili dari populasi yang ada. Menurut Henry dalam Dwiastuti (2012), pengambilan sampel dibedakan menjadi dua jenis yakni probabilitas (probability sampling) dan nonprobabilitas (nonprobability sampling).

2.9.3.1 Propability Sampling

(20)

Tabel 2.4 Tipe Metode Sampel Probabilitas

Tipe Sampel Deskripsi Kapan Digunakan

Simple random sampling Sampel acak sederhana artinya setiap

bagian dari populasi yang ada mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Sampel nantinya akan dipilih secara acak. Kelebihan dari cara pengambilan sampel ini karena sederhana dan mudah dilakukan.

1. Bila populasi tidak tersebar luas. 2. Bila populasi sedikitnya homogen

dengan karakteristik yang diteliti.

Systematic sampling Metode pengambilan sampel dengan

unsur pertama yang dipilih secara acak dan unsur selanjutnya dipilih secara sistematis dengan pola tertentu. Populasi sifatnya besar dan homogen.

1.Bila terdapat stratifikasi pada populasi.

2.Bila stratifikasi dengan banyak data digunakan.

Stratified sampling Masing-masing bagian dari populasi

dibentuk menjadi strata dan dipilih secara acak dari masing-masing strata. Populasi bersifat heterogen.

1. Bila penyebaran karakteristik populasinya sangat sedikit dan menumpuk dalam kelompok kecil.

Cluster sampling Tidak tersedia kerangka sampel dan

masing-masing unit populasi dibentuk dalam cluster kemudian cluster dipilih secara acak. Anggota cluster adalah unit sampel.

1. Bila populasi bisa dikelompokkan ke cluster saat unit populasi individu berbeda dari karakteristik yang dibahas.

Sumber : Dwiastuti, 2012

2.9.3.2 Nonpropability Sampling

Pengambilan sampel nonprobabilitas (nonpropability sampling) artinya sampel diambil berdasarkan pertimbangan peneliti agar mencapai tujuan penelitian dan dipilih secara sistematis. Metode sampel nonprobabilitas terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Sampling Sistematis

Sampling sistematis merupakan metode pengambilan sampel yang berdasarkan pada urutan dari anggota populasi yang sebelumnya telah diberi nomor urut.

b. Sampling Kuota

Sampling kuota bertujuan untuk menentukan sampel dari populasi yang memiliki karakteristik tertentu dan jumlah yang diinginkan.

c. Sampling Insidental

(21)

d. Sampling Purposif

Sampling purposif adalah metode sampel dengan pertimbangan tertentu. Metode sampling ini lebih cocok digunakan pada penelitian kualitatif.

e. Sampling Jenuh

Gambar

Tabel 2.1 Perkiraan Tingkat NRW di Dunia
Gambar 2.1 Meter Air
Tabel 2.2 Neraca Air Internasional
Tabel 2.3 Matriks Target Kehilangan Fisik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitaian atas pengelolaan barang/aset daerah pada Pemerintah Kabupaten Sampang tersebut diketahui hal-hal: (1) Secara umum, masih banyak Pengguna Barang

Diferensiasi Layanan dan Diferensiasi Citra terhadap Keunggulan Bersaing dan Kinerja Pemasaran (Studi pada PT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diferensiasi produk

tanaman (El-Yazeid dan Abou-Aly, 2011), hingga 5-20% (Gunes et al ., 2009) dan mengurangi penggunaan pupuk (Singh dan Reddy 2011; Zaidi et al ., 2009) Kemampuan

Sampai saat ini penyalahgunaan a Narkotika di belahan dunia manapun tidak pernah kunjung berkurang, bahkan di Amerika Serikat yang dikatakan memiliki segala kemampuan sarana

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh variasi waktu inkubasi dalam menghidrolisis tongkol jagung menjadi glukosa dengan menggunakan Trichoderma

Led terdiri dari delapan buah yang disusun dengan secara common katoda, di mana led tersebut berfungsi sebagai indicator cahaya yang mengindikasikan pintu tersebut dalam keadaan

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Current unifying building models such as the Industry Foundation Classes (IFC), while being comprehensive, do not directly provide data structures that focus on spatial reasoning