ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN
A. PENGERTIAN AMDAL
Sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu studi tentang dampak lingkungan yang bakal timbul, baik dampak sekarang maupun dimasa yang akan datang. Studi ini disamping untuk mengetahui dampak yang akan timbul, juga mencarikan jalan keluar untuk mengatasi dampak tersebut. Studi inilah yang kita kenal dengan nama Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Pengertian Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) menurut PP No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan kegiatan. Arti lain analisis dampak lingkungan hidup adalah teknik untuk menganalisis apakah proyek yang akan dijalankan akan mencemarkan lingkungan atau tidak dan jika ya, maka diberikan jalan alternatif pencegahannya.
Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan
nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan padalingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal.
Fungsi
Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
Sebagai Scientific Document dan Legal Document Izin Kelayakan Lingkungan
B. DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Perlunya dilakukan studi AMDAL sebelum usaha dilakukan mengingat kegiatan-kegiatan investasi pada umumnya akan mengubah lingkungan hidup. Oleh karena itu, menjadi penting untuk memerhatikan komponen-komponen lingkungan hidup sebelum investasi dilakukan.
Adapun komponen lingkungan hidup yang harus dipertahankan dan dijaga serta dilestarikan fungsinya, antara lain:
1. Hutan lindung, hutan konservasi, dan cagar biosfer. 2. Sumber daya manusia.
3. Keanekaragaman hayati. 4. Kualitas udara.
5. Warisan alam dan warisan udara. 6. Kenyamanan lingkungan hidup.
7. Nilai-nilai budaya yang berorientasi selaras dengan lingkungan hidup. Kemudian, komponen lingkungan hidup yang akan berubah secara mendasar dan penting bagi masyarakat disekitar suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, seperti antara lain:
1. Kepemilikan dan penguasaan lahan 2. Kesempatan kerja dan usaha
3. Taraf hidup masyarakat 4. Kesehatan masyarakat
Berikut ini dampak negatif yang mungkin akan timbul, jika tidak dilakukan AMDAL secara baik dan benar adalah sebagai berikut:
1. Terhadap tanah dan kehutanan a. Menjadi tidak subur atau tandus. b. Berkurang jumlahnya.
d. Tailing bekas pembuangan hasil pertambangan akan merusak aliran sungai berikut hewan dan tumbuhan yang ada disekitarnya.
e. Pembabatan hutan yang tidak terencana akan merusak hutan sebagai sumber resapan air.
f. Punahnya keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, akibat rusaknya hutan alam yang terkena dampak dengan adanya proyek/usaha.
2. Terhadap air
a. Mengubah warna sehingga tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan sehari-hari.
b. Berubah rasa sehingga berbahaya untuk diminum karena mungkin mengandung zat-zat yang berbahaya.
c. Berbau busuk atau menyengat.
d. Mengering sehingga air disekitar lokasi menjadi berkurang.
e. Matinya binatang air dan tanaman disekitar lokasi akibat dari air yang berubah warna dan rasa.
f. Menimbulkan berbagai penyakit akibat pencemaran terhadap air bila dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari.
3. Terhadap udara
a. Udara disekitar lokasi menjadi berdebu
b. Dapat menimbulkan radiasi-radiasi yang tidak dapat dilihat oleh mata seperti proyek bahan kimia.
c. Dapat menimbulkan suara bising apabila ada proyek perbengkelan. d. Menimbulkan aroma tidak sedap apabila ada usaha peternakan atau industri makanan.
e. Dapat menimbulkan suhu udara menjadi panas, akibat daripada keluaran industri tertentu.
4. a. Akan menimbulkan berbagai penyakit terhadap karyawan dan masyarakat sekitar.
b. Berubahnya budaya dan perilaku masyarakat sekitar lokasi akibat berubahnya struktur penduduk.
Alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak diatas adalah sebagai berikut:
1. Terhadap tanah
a. Melakukan rehabilitasi.
b. Melakukan pengurukan atau penimbunan terhadap berbagai penggalian yang menyebabkan tanah menjadi berlubang.
2. Terhadap air
a. Memasang filter/saringan air.
b. Memberikan semacam obat untuk menetralisir air yang tercemar. c. Membuat saluran pembuangan yang teratur ke daerah tertentu. 3. Terhadap udara
a. Memasang alat kedap suara untuk mencegah suara bising. b. Memasang saringan udara untuk menghindari asap dan debu.
4. Terhadap karyawan
a. Menggunakan peralatan pengaman.
b. Diberikan asuransi jiwa dan kesehatan kepada setiap pekerja
c. Menyediakan tempat kesehatan untuk pegawai perusahaan yang terlibat.
5. Terhadap masyarakat sekitar
a. Menyediakan tempat kesehatan secara gratis kepada masyarakat. b. Memindahkan masyarakat ke lokasi yang lebih aman.
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN STUDI AMDAL
Tujuan AMDAL adalah menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Berikut adalah hal-hal yang harus
dilakukan dalam rangka mencapai tujuan studi AMDAL:
1. Mengidentifikasi semua rencana usaha yang akan dilaksanakan 2. Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting.
3. Memperkirakan dan mengevaluasi rencana usaha yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
4. Merumuskan RKL dan RPL.
Kegunaan dilaksanakannya studi AMDAL:
wilayah.
2. Membantu proses pengambilan.
3. Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari rencana usaha.
4. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari rencana usaha.
5. Memberi informasi kepada masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha.
D. RONA LINGKUNGAN HIDUP
Rona lingkungan hidup pada umumnya sangat beranekaragam dalam bentuk, ukuran, tujuan, dan sasaran. Rona lingkungan hidup juga berbeda menurut letak geografi, keanekaragaman faktor lingkungan hidup, dan pengaruh manusia. Karena itu kemungkinan timbulnya dampak lingkungan hidup pun berbeda-beda sesuai dengan rona lingkungan yang ada.
Hal-hal yang perlu dicermati dalam rona lingkungan hidup adalah: 1. Wilayah studi rencana usaha.
2. Kondisi kualitatif dan kuantitatif dari berbagai SDA yang ada di wilayah studi rencana usaha.
Berikut ini beberapa contoh komponen lingkungan hidup yang bisa dipilih untuk ditelaah sesuai hasil pelingkupan dalam KA-AMDAL:
Fisik Kimia
Komponen fisik kimia yang penting untuk ditelaah diantaranya:
1. Iklim, kualitas udara, dan kebisingan
a. Komponen iklim meliputi tipe iklim, suhu, kelembaban curah hujan dan jumlah air hujan, keadaan angin, serta intensitas radiasi matahari.
b. Data periodik bencana, seperti sering terjadi angin ribut, banjir bandang diwilayah studi rencana usaha.
c. Data yang tersedia dari stasiun meteorologi dan geofisika yang mewakili wilayah studi tersebut.
d. Pola iklim mikro pola penyebaran bahan pencemar udara secara umum maupun pada kondisi cuaca buruk.
e. Kualitas udara baik pada sumber maupun daerah sekitar wilayah studi rencana usaha.
f. Sumber kebisingan dan getaran, tingkat kebisingan serta periode kejadiannya.
2. Fisiografis
bantuan secara geologis.
3. Hidrologi
a. Karakteristik fisik sungai, danau, dan rawa.
b. Rata-rata debit dekade, bulan, tahunan, atau lainnya. c. Kadar sedimentasi (lumpur) tingkat erosi.
d. Kondisi fisik daerah resapan air, permukaan dan air tanah. e. Fluktuasi, potensi, dan kualitas air tanah.
f. Tingkat penyediaan dan kebutuhan pemanfaatan air untuk keperluan sehari-hari dan industri.
g. Kualitas fisik kimia dam mikrobiologi air mengacu pada mutu dan parameter kualitas air yang terkait dengan limbah yang akan keluar.
4. Hidrooseanografi
Pola hidrodinamika kelautan seperti: a. Pasang surut
b. Arus dan gelombang c. Morfologi pantai
d. Abrasi dan akresi serta pola sedimentasi yang terjadi secara alami di daerah penelitian.
5. Ruang, lahan, dan tanah
a. Inventarisasi tata guna lahan dan sumber daya lainnya pada saat rencana usaha yang diajukan dan kemungkinan potensi pengembangan dimasa datang.
b. Rencana tata guna tanah dan SDA lainnya yang secara resmi atau belum resmi disusun oleh pemerintah setempat.
c. Kemungkinan adanya konflik yang timbul antara rencana tata guna tanah dan SDA lainnya yang sekarang berlaku dengan adanya pemilikan atau penentuan lokasi bagi rencana usaha.
d. Inventarisasi estetika dan keindahan bentang alam serta daerah rekreasi yang ada diwilayah studi rencana usaha.
Bilologi
Komponen biologi yang penting untuk ditelaah diantaranya:
1. Flora
a. Peta zona biogeoklimati dari vegetasi yang berada diwilayah studi rencana usaha.
2. Fauna
a. Taksiran kelimpahan fauna dan habitatnya yang dilindungi undang-undang dalam wilayah studi rencana usaha.
b. Taksiran penyebaran dan kepadatan populasi hewan invertebrata yang dianggap penting karena memiliki peranan dan potensi sebagai bahan makanan atau sumber hama dan penyakit.
c. Perikehidupan hewan penting diatas termasuk cara perkembangbiakan dan cara memelihara anaknya perilaku dalam daerah teritorinya.
Sosial
Komponen sosial yang penting untuk ditelaah diantaranya:
1. Demografi
a. Struktur penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan, dan agama.
b. Tingkat kepadatan penduduk.
c. Pertumbuhan (tingkat kelahiran dan kematian bayi). d. Tenaga kerja.
2. Ekonomi
a. Ekonomi rumah tangga. b. Ekonomi sumber daya alam. c. Perekonomian lokal dan regional. 3. Budaya
a. Kebudayaan. b. Proses sosial.
c. Pranata sosial/kelembagaan masyarakat dibidang ekonomi. d. Warisan budaya.
e. Pelapisan soasial berdasarkan pendidikan, ekonomi, pekerjaan, dan kekuasaan.
f. Kekuasaan dan kewenangan.
g. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha. h. Adaptasi ekologis.
4. Kesehatan masyarakat
a. Parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana pembangunan dan berpengaruh terhadap kesehatan.
b. Proses dan potensi terjadinya pemajanan. c. Potensi besarnya dampak timbulnya penyakit. d. Karakteristik spesifik penduduk yang beresiko. e. Sumber daya kesehatan.
g. Status gizi masyarakat.
h. Kondisi lingkungan yang dapat memperburuk proses penyebaran penyakit.
E. PRAKIRAAN DAMPAK BESAR DAN PENTING
Dampak besar dan terpenting dalam studi AMDAL menurut pedoman penyusunan AMDAL hendaknya dimuat hal-hal sebagai berikut:
1. Prakiraan secara dampak usaha pada saat prakonstruksi, konstruksi operasi, dan pascaoperasi terhadap lingkungan hidup.
2. Penentuan arti penting perubahan lingkungan hidup bagi masyarakat diwilayah studi rencana usaha dan pemerintahan dengan mengacu pada pedoman penentuan dampak.
3. Dalam melakukan telaah butir 1 & 2 tersebut diperhatikan dampak yang bersifat langsung dan tidak langsung.
4. Mengingat usaha atau kegiatan masih berada pada tahap pemilihan alternatif usaha maka telaahan dilakukan untuk masing-masing alternatif. 5. Dalam melakukan analisis prakiraan dampak penting agar digunakan metode-metode formal secara sistematis.
F. EVALUASI DAMPAK BESAR DAN PENTING
Hasil evaluasi mengenai hasil telaahan dampak dari rencana usaha
selanjutnya menjadi masukan bagi instansi yang bertanggungjawab untuk memutuskan kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha sebagaimana dimaksud dalam PP No. 27 Tahun 1999.
1. Telaahan terhadap dampak besar dan penting
a. Yang dimaksud dengan evaluasi dampak yang bersifat holistis adalah telaah secara totalitas terhadap beragam dampak besar dan penting lingkungan hidup.
b. Telaahan secara holistis dengan menggunakan metode-metode evaluasi yang lazim dan sesuai dengan kaidah metode evaluasi dampak penting dalam AMDAL sesuai keperluannya.
c. Dampak-dampak besar dan penting yang dihasilkan dari evaluasi disajikan sebagai dampak-dampak besar dan penting yang harus dikelola.
2. Telaahan sebagai dasar pengelolaan
a. Hubungan sebab akibat (kausatif) antara rencana usaha kegiatan dan rona lingkungan hidup dengan dampak positif dan negatif yang mungkin timbul. b. Ciri dampak penting juga perlu dikemukakan dengan jelas.
c. Identifikasi kesenjangan antara perubahan yang diinginkan dan perubahan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan.
e. Analisis bencana alam dan analisis resiko bila rencana usaha berasa dalam daerah bencana alam atau dekat sumber bencana alam.
G. RUANG LINGKUP STUDI DAN METODE ANALISIS DATA
Ruang lingkup studi meliputi dampak besar dan penting yang ditelaah, yakni: 1. Rencana usaha penyebab dampak terutama komponen langsung yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkannya.
2. Kondisi rona lingkungan hidup yang terkena dampak lingkungan.
3. Jenis-jenis kegiatan yang ada disekitar rencana lokasi beserta dampak yang ditimbulkannya.
4. Aspek pada butir 1,2,3,4 mengacu pada hasil pelingkupan yang tertuang dalam dokumen kerangka acuan untuk AMDAL.
Penjelasan ini agar dilengkapi dengan peta yang menggambarkan lokasi rencana usaha beserta kegiatan-kegiatan yang berada disekitarnya. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL
1. Pemrakarsa:
a. Nama dan alamat lengkap instansi/perusahaan sebagai pemrakarsa rencana usaha dan penanggungjawab pelaksanaan rencana usaha. 2. Penyusun AMDAL:
a. Nama dan alamat lengkap lembaga/perusahaan disertai dengan kualifikasi dan rujukannya dan penanggungjawab penyusun AMDAL.
Wilayah Studi
Lingkup wilayah studi mencakup pada penetapan wilayah studi yang digariskan dalam kerangka acuan untuk AMDAL dan hasil pengamatan dilapangan. Batas wilayah studi AMDAL digambar pada peta dengan skala yang memadai.
Pelingkupan Wilayah Studi
Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi wilayah studi AMDAL sesuai hasil pelingkupan dampak besar dan penting. Lingkup wilayah studi AMDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang, sebagai berikut:
1. Batas Proyek
Yakni ruang dimana suatu rencana usaha melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi, dan operasi.
2. Batas Ekologis
Yakni ruang persebaran dampak dari suatu rencana usaha menurut media transportasi limbah, termasuk ruang disekitar rencana usaha yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas usaha.
3. Batas Sosial
Yakni ruang disekitar rencana usaha yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha.
Yakni ruang dimana masyarakat secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Batas Ruang Lingkup Studi AMDAL
Yakni ruang yang merupakan kesatuan dari keempat wilayah diatas, namun penentuannya disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki keterbatasan sumber data.
Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Perlunya dilakukan metode pengumpulan dan analisis data yang ilmiah dengan pertimbangan mengingat studi AMDAL merupakan telaahan mendalam atas dampak besar dan penting usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup.
1. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer maupun sekunder yang dapat dipercaya yang diperoleh melalui metode atau alat yang bersifat sahih.
2. Metode pengumpulan data, metode analisis atau alat yang digunakan, serta lokasi pengumpulan data berbagai komponen lingkungan hidup yang diteliti.
3. Pengumpulan data dan informasi untuk demografi sosial ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dan kesehatan masyarakat
menggunakan kombinasi dari tiga atau lebih metode agar diperoleh data yang realibitasnya tinggi.
H. SISTEMATIKA PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL
AMDAL perlu disusun secara sistematis, sehingga dapat:1. Langsung mengemukakan masukan penting yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan rencana usaha.
2. Mudah dipahami isinya oleh semua pihak termasuk masyarakat. 3. Memuat uraian singkat tentang rencana usaha dan dampaknya serta kesenjangan data informasi yang dihadapi selama menyusun AMDAL.
I. KEGUNAAN DAN KEPERLUAN RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN
Kegunaan dan keperluan mengapa rencana usaha harus dilakukan ditinjau dari segi kepentingan pemrakarsa maupun segi menunjang program
pembangunan.
1. Penentuan batas lahan yang langsung akan digunakan oleh rencana usaha harus dinyatakan dengan peta berskala memadai.
2. Hubungan antara lokasi rencana usaha dengan jarak dan tersedianya SDA hayati dan non hayati.
3. Alternatif usaha berdasarkan hasil studi kelayakan.
4. Tata letak usaha dilengkapi dengan peta berskala memadai yang memuat informasi tentang letak bangunan dan struktur lainnya yang akan dibangun. 5. Tahap pelaksanaan.
b. Tahap konstruksi c. Tahap operasi
d. Tahap pasca operasi
Visi Undang-Undang No. 26 tentang Penataan Ruang
adalah terwujudnya ruang nusantara yang mengandung unsur-unsur penting dalam menunjang kehidupan masyarakat, sebagai berikut:
1. keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya;
2. kenyamanan: kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat
menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai;
3. produktivitas: proses dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi kesejahteraan
masyarakat dan meningkatkan daya saing;
4. berkelanjutan: kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.
Untuk mendukung visi di atas, maka setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:
keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Sementara pasal 6 ayat (1) mempertegas bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan potensi khusus sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu kesatuan.
kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwaproporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk:
(1) pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;
(2) konservasi sumber daya alam; dan
(3) pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona
peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang terdiri dari:
(1) ketentuan tentang ’amplop’ ruang (koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar ruang hijau,garis sempadan);
(2) penyediaan sarana dan prasarana;
(3) ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi
Pasal 5 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007,
mengandung penetapan dua fungsi kawasan utama, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya yang dibagi ke dalam beberapa sub-kawasan yang akan memperjelas fungsi sesuai tata guna (peruntukan ruang/lahan) sektoral yang satu sama lain saling melengkapi (komplementer) seperti pada
Diagram 1
Pembagian Fungsi Kawasan Menurut UU No. 26 Tahun 2007
Sedangkan klasifikasi penataan ruang dapat dilihat pada
diagram 2.
Diagram 2
Dari klasifikasi penataan ruang tersebut ditetapkan strategi umum dan strategi implementasi penyelengaraan penataan ruang, sebagai berikut:
1. Pasal 6 yakni menyelenggarakan penataan ruang wilayah nasional secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, kenyamanan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
2. Pasal 6 ayat (2) yakni menetapkan prinsip-prinsip ”komplementaritas” dalam rencana struktur ruang dan recana pola ruang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
3. Pasal 7 sampai dengan pasal 8 yaitu memperjelas pembagian
wewenang antara Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang;
4. Pasal 17, pasal 28 - pasal 30 yakni: (a) memberikan perhatian besar kepada aspek lingkungan/ ekosistem;(b) menekankan struktur dan pola ruang dalam rencana tata ruang.
Dalam menghadapi tantangan dan permasalahan menuju ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, penyelenggaraan
permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan penataan ruang, seperti:
konflik spasial antara provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan otonomi daerah;
rencana tata ruang wilayah yang belum sepenuhnya menjadi acuan penerapan tata ruang;
aspek pengendalian pemanfaatan ruang yang lemah;
berlangsung terusnya berbagai permasalahan perkotaan klasik (macet, bencana tanah longsor, kumuh,)
Sedang pentahapan penyusunan dari RTRW Nasional sampai pada tingkat pembangunan dalam RTRW Kota, dapat dilihat pada diagram 3 berikut
Diagram 3
Dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah, tuntutan penerapan prinsip-prinsip good governance hendaknya terus diupayakan melalui
peningkatan kepedulian dan peran masyarakat khususnya dalam penetapan fungsi, peran, serta pendekatan kebijakan dan strategi penataan ruang. Pada level terendah, penerapan prinsip-prinsipgood governance ini dilakukan melalui pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya.
Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk : 1. mengetahui Rencana Tata Ruang;
2. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; 3. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
4. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tak sesuai dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya.
1. menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
3. memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui :
1. pelibatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang 2. peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui: (a) partisipasi dalam penyusunan RTR;
(b) partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
(c) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN DAN IMPLIKASINYA
Perubahan paradigma dalam pembangunan wilayah dan kota, khususnya dalam penyediaan ruang terbuka hijau di wilayah kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang hendaknya dilaksanakan sepenuhnya oleh Bupati/Walikota dengan dukungan penuh dari pihak legislatif di masing-maisng daerah. Hal ini tentu saja dilaksanakan dengan melihat kondisi bio-geografi lingkungan dan sumber daya manusia di masing-masing wilayah dan hendaknya dikembangkan secara bertahap. Hal ini telah dilaksanakan oleh beberapa Bupati dan Walikota yang juga telah mendapat dukungan penuh dari badan legislatifnya, seperti kelima wilayah kota Provinsi DKI Jakarta, Surabaya, dan lain-lain.
Kota Semarang tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau” yang dimaksudkan sebagai perwujudan dari perubahan paradigma dimaksud (Diagram 4).
Diagram 4
Tahapan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Penyusunan RTRW Kabupaten berlaku mutatis mutandis (Pasal 28 UUPR No. 26 Tahun 2007) untuk penyusunan RTRW Kota dengan
penambahan muatan pada rencana-rencana:
(2) penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau; dan (3) penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial-ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
Model perencanaan tata ruang terakhir yang disepakati para Walikota di dunia (KLH, 2005) padaPenandatanganan Bersama Kesepakatan
Lingkungan Hidup adalah dikenal dengan istilah Green City. Meskipun terdapat dua persepsi berbeda tentang istilah Kota Hijau ini, yaitu:
1 Sebagai visi (negara bagian di USA) menghijaukan kota-kota dengan menanam banyak tanaman dan tumbuhan serta membangun taman-taman kota;
2 Negara-negara Eropa mempunyai persepsi ‘hijau’ sebagai “Kota yang Sehat” dan hampir bebas dari emisi polusi CO2, CO, N2O, dan lain-lain
serta orientasinya pada penggunaan sarana angkutan dengan energi non-fosil.
Meskipun demikian sekitar dua dekade lalu beberapa walikota di
beberapa negara sedang berkembang, seperti di benua Amerika Selatan dan di Asia telah berhasil mengembangkan lingkungan kota layak huni
Pada hakekatnya penyebab utama perencanaan dan perancangan permukiman kota adalah ketidakpedulian akan pentingnya sanitasi lingkungan yang “higienis”, yang kemudian secara sadar maupun tidak, menjadi perilaku (kebiasaan) warga yang tak terpuji. Lingkungan menjadi semakin buruk akibat tidak ditegakkannya peraturan perundang-undangan yang ada. Hal ini mengakibatkan beberapa permasalahan sebagai berikut:
(1) kondisi sanitasi dasar lingkungan permukiman, menimbulkan masalah kesehatan yang serius;
(2) persediaan air bersih yang minim (tak cukup bahkan tak ada);
(3) sampah padat dan limbah cair tidak terkelola dengan baik (tak ada ‘sewerage system;
(4) makanan tidak higienis (keracunan, pemakaian zat kimia/pengawet, pewarna, penyedap),
(6) sistem transportasi/ lalu lintas yang buruk dengan adanya kemacetan lalu lintas dan polusi udara;
(7) buruknya lingkungan kerja/ kantor (hal ini ditandai dengan berkembangnya bakteri legionellosi, yang
mengakibatkan sick building syndrome).
Hampir semua permasalahan di atas saling terkait dan merupakan akibat dari penyelenggaraan penataan ruang yang buruk. Oleh karena itu, dalam rangka menuju pembangunan “Kota Sehat”, maka diperlukan
persyaratan ketat pembangunan sarana dan prasarana sanitasi kota. Ruang terbuka hijau adalah ruang terbuka kawasan perkotaan yang merupakan bagian ruang terbuka suatu kawasan perkotaan, di mana antara lain relatif terdapat banyak unsur hijau tanaman dan tumbuhan yang
sengaja atau tak sengaja ditanam. Unsur hijau ini antara lain berfungsi sebagai pendukung keberlangsungan proses siklus alami
(fisik-ekologis), pendukung bagi upaya peningkatan kesejahteraan warganya (baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan estetika). Sementara itu, ruang terbuka non-hijau kawasan perkotaan yang permukaan tanahnya bisa diperkeras (paved) untuk kepentingan tertentu, termasuk di sini adalah ruang terbuka ‘biru’ (danau, waduk serta jalur sungai atau tepi pantai) termasuk areal yang sengaja dibangun, diperuntukkan bagi peresapan air permukaan (hujan), kolam genangan (retention basin), atau luapan air hujan (banjir).
KOTA EKOLOGIS MASA DEPAN
Berdasarkan gambaran yang bisa dilihat pada diagram 2 dan diagram 5, ruang terbuka hijau menjadi merupakan suatu komponen kota yang harus disediakan dalam suatu kota. Hal ini mengingat kenyataan bahwa hampir semua kota, khususnya kota-kota besar di Indonesia telah mengalami degaradasi lingkungan.
pencapaian visi tersebut masih terlalu jauh, maka disarankan untuk diarahkan pada proyek skala kecil atau sebagian kota saja. Hal ini selain lebih relatif lebih mudah untuk dilakukan, juga akan lebih berari karena terus berjalan menyusuri setiap bagian kota sehingga pencapaian visi tercapat dan proses penyusuran tersebut menjadi sangat berarti (Tjallingi,
S, dalam Hendrik & Duijvestein, 2002).
Kota ekologis mensyaratkan pentingnya perubahan (restrukturisasi) hubungan antara permukiman dan lingkungan. Perubahan ini bukan dengan membongkar bangunan lama (bersejarah), akan tetapi dengan perbaikan ruang komunal dan ruang kehidupan. Hal ini dilakukan misalnya dengan membangun ruang-ruang publik yang dapat menampung penduduk dengan tingkat kepadatan tinggi, tanpa mengabaikan permasalahan yang dihadapi oleh komunitas tersebut, terutama keamanan. Sebagai contoh adalah pembangunan tiga kawasan (teritori) yaitu “the strip” (pedestrian), small courtyards (untuk penghuni 5 lantai), dan large courtyards’ untuk
penghuniapartment lebih besar. Sementara itu, Kota Curitiba dan Kota Singapura merupakan kota yang berkarakter ‘manusiawi’ (liveable).
The participating cityadalah kota di mana seluruh warga tanpa kecuali mampu bekerja sama memelihara kualitas lingkungan menjadi “kompak” serta karakter jalan lebar dan hijau (boulevard) (Den Haag, dibangun 1930). Dalam hal ini, keterbatasan ruang diatasi dengan pengembangan bagian perairan kota dengan infrastruktur semi permanen (light city) atau mudah dibongkar dengan pola aturan khusus, seperti rumah-rumah perahu “orang laut” atau pasar terapung di Banjarmasin.
Pengembangan bagian kota yang mempertimbangkan adanya daerah hijau menjadi pilihan masyarakat, meskipun harganya menjadi sangat
mahal. Hal ini dapat dilihat di beberapa pengembangan perumahan yang menerapkan konsep lingkungan yang hijau, sehat dan asri. Di samping itu, pengembangan kota hendaknya mempertimbangkan kemungkinan adanya ’peluang’ agar energi sebanyak mungkin dapat dihemat melalui
pembangunan “green infrastructures”. Dengan demikian, semua habitat biota (flora/fauna) dapat hidup bersimbiosis mutualistisme dalam suatu kota.
(1) apakah kota yang padat (compact city) tidak akan menyebar (sprawling) ke daerah pinggiran dan apakah kota ini mempunyai kelebihan efisiensi distribusi aktivitas penduduk dengan berbagai moda;
(2) apakah kota polisentrik (decentralized
concentration (polycentric) city) merupakan kelanjutan proses
pengembangan compact city yaitu pada pusat-pusat spesialisasi fungsi di dalam suatu kota; dan
(3) apakah short-cycles city merupakanperkembangan lebih lanjut dari kedua model kota tersebut di atas?
Dari berbagai uraian di atas, diharapkan bahwa penerapan prinsip-prinsip ekologis dan lingkungan dapat menciptakan terwujudnya
keberlanjutan kota melalui pemanfaatan sumber daya alam lokal dengan sistem daur ulang, otonomi lokal yang lebih luas, dan ecological
footprints yang lebih kecil.
PENUTUP
Keberadaan ruang terbuka hijau sebagai penyeimbang area terbangun merupakan unsur utama tata ruang kota yang mutlak harus ada pada suatu kota yang berwawasan lingkungan, aman, serasi, seimbang dan berkelanjutan.
Para perencana kota hendaknya perlu memahami berbagai informasi tentang pengelolaan jasa utama kota, seperti penyediaan air yang aman, jasa kebersihan/sanitasi, energi, perumahan /permukiman, transportasi, persediaan pangan, ruang terbuka hijau dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi degradasi lingkungan dan dampak sosial negatif dari suatu pembangunan kota.
Pertumbuhan ekonomi kota hendaknya dapat menjadi salah satu indikator pengukuran pembangunan dengan tetap mengindahkan pembagian sumber daya alam yang adil dan menguntungkan bagi semua pihak (termasuk kaum marjinal).
Perencanaan kota harus ditekankan pada adopsi pendekatan-pendekatan baru dan perancangan teknologi tepat guna untuk
DAFTAR PUSTAKA
Anies, 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan, solusi
mencegah dan menanggulangi penyakit menular. Seri
Lingkungan dan Penyakit. Penerbit: PT Elex Media Komputindo,
Kelompok Gramedia, Jakarta. Anggota IKAPI. ISBN:
979-20-8692-7
Pinderhughes, Raquel. 2004. Alternative urban Future,
planning for sustainable development in cities throughout the
world. Chapter six: Alternative Urban Futures (hal 220-226).
Rowman & Littlefield Publishers, Inc. PO Box 317. Oxford
OX29RU, UK.
Purnomohadi, Ning. 1995. Ruang Terbuka Hijau dan Perannya
dalam Pengelolaan Kualitas Udara di Metropolitan
Jakarta. Bahan Disertasi FPS-PSL-IPB (tidak dipublikasikan),
Purnomohadi, Ning (Penulis Utama), 2006. Ruang Terbuka Hijau
Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Penerbit: Direktorat
Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum
RI. ISBN 979-15540-0-5.
Purnomohadi, Ning, 2007. Konsep dan Strategi Membangun
Masalah yang Dihadapi (Bahan diskusi/makalah-tidak
dipublikasikan)
Tjallingi, S, dalam Hendrik & Duijvestein, 2002. The Ecological
City – Impressions. Studi DIOC-DGO (Delft Interfaculty Research
Centre – Sustainable Built Environment) dari Delft University of
Technology, 1997.
Wardhani, Citra. 2006. Kota Berkelanjutan (Sustainable City),
salah satu editor dalam dalam buku ” SUSTAINABLE
DEVELOPMENT”, Beberapa Catatan Tambahan. Asosiasi SYLFF
(The Ryoichi Sasakawa Young Leaders Fellowship Fund),
Universitas Indon