• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Berdasarkan Basis Ekono (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Potensi Berdasarkan Basis Ekono (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Potensi Berdasarkan Basis Ekonomi Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kota Blitar Terhadap Provinsi Jawa Timur

(Mata Kuliah Ekonomi Wilayah & Kota)

Disusun Oleh:

1. Ecky Samodra Yahya (135060600111013)

Kelas D

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No- 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara, Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan peluang sekaligus tantangan bagi Pemerintah Daerah dalam mengembangkan daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah diberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk menggali dan mengusahakan semua potensi sektor ekonomi yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan daerah.

Merujuk Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah menyebutkan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundangundangan. Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya untuk memberikan wewenang lebih besar kepada daerah agar dapat membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Kota Blitar adalah sebuah Kota di Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kota Blitar adalah 32.58 km2. Secara administratif Kota Blitar dibagi kedalam 22 Kecamatan, 200 kecamatan dan desa. Sebagai daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor pertanian, Kota Blitar merupakan salah satu daerah yang menyediakan swasembada padi. Sektor pertanian berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian Kota Blitar.

Perhitungan sektor basis Kota Blitar dilakukan dengan menggunakan analisis Location Quotient dengan data hasil produksi tahun 2008 – 2010. Selain itu digunakan analisis Shift Share untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pada sektor basis yang ada di Kota Blitar. Diharapkan setelah diketahui sektor basis dan non basis diketahui, maka pemerintah Kota Blitar dapat meningkatkan produksi hasil panen, khususnya untuk sektor basis sehingga dapat memberikan keuntungan bagi pendapatan daerah Kota Blitar.

(3)

Adapun tujuan dari analisis ini sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sektor unggulan atau basis pada Kota Blitar terhadap Provinsi Jawa Timur

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999:116).

2.1.1 Pengertian Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi berupaya untuk menemukan dan mengenali aktivitas basis dari suatu wilayah, kemudian meramalkan aktivitas itu dan menganalisis dampak tambahan dari aktivitas ekspor tersebut. Konsep kunci dari teori basis ekonomi adalah bahwa kegiatan ekspor merupakan mesin pertumbuhan. Tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh bagaimana kinerja wilayah itu terhadap permintaan akan barang dan jasa dari luar.

Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146).

2.1.2 Pengertian Sektor Basis dan Non-Basis

Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah.Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory).

Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu:

a. Sektor-sektor Basis

Sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

(5)

Sektor bukan basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan.Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang.Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.

Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.

Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis merupakan sektor sekunder (city folowing) artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari pembangunan yang menyeluruh.

2.1.3 Indikator Sektor Basis dan Non-Basis

Salah satu cara dalam menentukan suatu sektor sebagai sektor basis atau non-basis adalah analisis Location Quotient (LQ). Arsyad (1999:315) menjelaskan bahwa teknik Location Quotient dapat membagi kegiatan ekonomi suatu daerah menjadi dua golongan yaitu:

a. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Sektor ekonomi seperti ini dinamakan sektor ekonomi potensial (basis)

b. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah tersebut dinamakan sektor tidak potensial (non basis) atau local industry.

(6)

BAB III

METODE ANALISIS 3.1 Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan struktur/kinerja ekonomi daerah terhadap struktur ekonomi yang lebih tinggi (provinsi atau nasional) sebagai referensi.

a. Location Quotient (LQ)

LQ di dasarkan pada teori basis ekonomi. Tujuannya adalah menentukan sektor ekonomi basis (ekspor) dan non-basis. Dalam analisis LQ ekonomi diasumsikan tertutup. Asumsi lain, jika suatu daerah lebih berspesialisasi dibanding negara dalam menghasilkan produk tertentu (LQ>1), maka ia akan mengekspor barang tersebut. Hasil dari LQ ini akan digunakan untuk mengetahui struktur ekonomi, bukan untuk proyeksi.

Keterangan :

Eij = Variabel regional (contoh: hasil komoditas) sektor i di wilayah j (Kota)

Ej = Variabel regional di wilayah j

Ein = Variabel regional di sektor i di wilayah n (provinsi) En = Variabel regional di wilayah n

b. Analisis Hasil LQ

LQi > 1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor basis (B), sedangkan LQi < 1 disebut sektor nonbasis (NB).

c. Keunggulan Metode LQ

Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain :

1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung.

2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend.

d. Kelemahan Metode LQ

Beberapa kelemahan metode LQ adalah:

1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional.

(7)

3.2 Analisis Shift Share

a. Analisis Shift Share

Analisis untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (tingkat regional atau nasional).

Dengan Vjt= Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex:Kota) pada tahun akhir.

Vt = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Provinsi) pada tahun akhir.

Va = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Provinsi) pada tahun awal.

Va = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Kota) pada tahun awal.

b. Analisis Hasil Total Shift Share

Jika nilai Shift Share > 1 = positif (+) Shift Share < 1 = negatif (-)

Shift share positif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah ke satu lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah kedua (wilayah perbandingan).

Shift Share negatif artinya pertumbuhan suatu sektor pada tingkat wilayah kesatu lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut pada wilayah kedua (wilayah perbandingan).

c. Keunggulan Shift Share

Keunggulan analisis Shift- share antara lain (Stevens B.H. dan Moore dalam Modul Isian Daerah untuk SIMRENAS):

1. Analisis Shift-share tergolong sederhana. Namun demikian, dapat memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi.

2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.

(8)

d. Kelemahan Shift Share

Kelemahan analisis Shift-share, yaitu:

1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.

2. Masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik.

3. Ada data periode waktu tertentu di tengah periode pengamatan yang tidak terungkap.

4. Analisis ini membutuhkan analisis lebih lanjut apabila digunaka untuk peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya.

(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Produksi Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur

Hasil sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur menurut Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2010 dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur adalah jagung, padi, belimbing dan pepaya. Berikut adalah jumlah (ton) pada masing-masing komoditas.

Tahun

Komoditas

Jagung Padi Belimbing Pepaya

2008 1.254.745 1.963.740 92.946 104.776

2009 1.255.643 1.964.089 73.455 109.235

2010 1.257.721 1.963.983 73.686 109.375

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010 4.2 Data Hasil Produksi Sektor Pertanian di Kota Blitar

Hasil sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur menurut Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2010 dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur adalah jagung, padi, belimbing dan pepaya. Berikut adalah jumlah (ton) pada masing-masing komoditas.

Tahun

Sumber: BPS Statistik Daerah Kota Blitar 2014 4.3 Perhitungan Analisis Location Qoutient (LQ)

(10)

Jenis

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010 1. Perhitungan LQ jagung

(11)

Jumlah

12.281 10.904.593

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Pada tabel hasil LQ diatas dapat dilihat terdapat kotak merah pada komoditas, karena nilai LQ > 1 yaitu 1,42 untuk komoditas padi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil komoditas dari padi dapat mencukupi kebutuhan di Kota Blitar dan di wilayah lainnya.

Komoditas jagung, pepaya dan belimbing merupakan komoditas yang tidak unggul di Kota Blitar. Hal ini disebabkan karena nilai LQ 0,84 untuk komoditas jagung, 0,44 untuk komoditas belimbing dan 0,18 untuk komoditas pepaya. Dengan nilai kurang dari satu maka komoditas ini tidak dapat mencukupi kebutuhan Kota Blitar, apalagi untuk mencukupi kebutuhan wilayah lain.

4.4.1 Perhitungan Analisis Shift Share

Adapun hasil produksi sektor pertanian di Kota Blitar dan Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel dibawah ini

Tabel Hasil LQ Produksi Pertanian

Tahun

Komoditas Provinsi Jawa Timur Komoditas di Kota Blitar

Jagung Padi Belimbing Pepaya Jagung Padi Belimbin

g Pepaya

2008 1.254.745 1.963.740 92.946 104.776 83,85 102,62 4,96 4,85 2009 1.255.643 1.964.089 73.455 109.235 84,57 108,56 4,67 5,74 2010 1.257.721 1.963.983 73.686 109.375 75,68 152,86 4,83 4,63 Sumber: BPS Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010

Dalam perhitungan Shift Share ini, perhitungan dimulai dari tahun awal yakni menggunakan tahun dasar 2008 dan tahun akhir tahun 2010.

1. Perhitungan Shift Share Jagung

Total S . Share Belimbing=4,83−

(

73.686 92.946

)

4,96

¿0,89

(12)

Total S . Share Pepaya=4,63−

(

109.375 104.776

)

4,85

¿−0,43

(13)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Kota Blitar meemiliki sektor ekonomi dibidang ekonomi pertanian tanaman pangan yang terdiri dari tanaman jagung, padi, belimbing dan pepaya. Berdasarkan hasil perhitungan yang di dapat dari analisis LocationQuoation (LQ) dan Shift Share di Kota Blitar mempunyai komoditas pertanian pangann yang unggul dan menghasilkan nilai yang positif (mengalami pertumbuhan dengan cepat) adalah hasil komoditas pertanian pangan padi dan belimbing, dibandingkan dengan komoditas jagung dan buah pepaya.

5.2 Saran

Gambar

Tabel Hasil LQ Produksi Pertanian
Tabel Hasil LQ Produksi Pertanian

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pedoman jurnal peneliti terdahulu tersebut maka dapat diambil judul penelitian “Pengaruh Customer Satisfaction dan Brand Image Terhadap Word Of Mouth

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perbedaan suhu lingkungan dan lama thawing yang berbeda terhadap kualitas semen beku (motilitas, persen hidup

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah, rahmat, nikmat, karunia, kesehatan dan kemudahanNya dalam pelaksanaan skripsi serta penyusunan

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan dalam hasil belajar IPA siswa.Adapun peningkatan hasil pembelajaran dapat dilihat dari perolehan nilai siswa dalam

Untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pemilik kenderaan, UPT/SAMSAT Medan Utara telah melakukan reformasi dengan cara, membuka pelayanan PKB melalui

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan : 1) pengembangan kurikulum sekolah syari’ah sebagai bagian dari pengelolaan pembelajaran ; 2) peran kepala sekolah dan pendidik

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan naungan kasih-Nya, serta segala sesuatu dalam hidup, sehingga penulis

Pada  tahun  2012  ini  telah  dilaksanakan  program  Sanitasi  Total  Berbasis  Masyarakat (STBM)  serta program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)