• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Agama di Tengah Krisis Moral Bangs

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika Agama di Tengah Krisis Moral Bangs"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Etika Agama di Tengah

Krisis Moral Bangsa

Alo is A. N u gro h o 1

Abs tra ct: Our nation m oral crisis is closely related to our incapability to

do w hat so-called “expanding the circle” in the m oral deliberation today . The corruptors and black m erchants in som e w ay are the people w ho w an t to “feed” their fam ily , and it m eans also the “exten ded fam ily ”. So, w e are too n aiv e if judge them as a group of egoistic people. Yet, w e can say that they suffer a m oral “m y opia”. Their solitude horizon is v ery narrow . They on ly thin k the goodn ess of their n ear surroun sings. Their horizon does n ot reach the “nation area” or “n ational interest”, let alon e “hum an bein g” an d “the future of people,” “ecological care.”

Ka ta Ku n ci: etika, kesadaran , kepedulian

Pe n d a h u lu a n

Dalam acara tasyakuran perin gatan Hari Am al Bhakti ke-63 Departem en Agam a tahun 20 0 9 di Pekan Raya J akarta, 17 J an uari 20 0 9, Men teri Agam a Republik In don esia m en yim pulkan adan ya keyakin an publik bahwa di In don esia telah terjadi krisis m oral dan etika keagam aan . Men urut Men ag, m eski belum pern ah dilakukan penelitian ten tan g keben aran klaim tersebut, tetapi secara “com m on sen se”, opin i itu telah terlan jur diyakin i m asyarakat sebagai suatu keben aran .2

Bagi observasi rakyat biasa yan g berpartisipasi dalam kehidupan biasa, seben arn ya tidak sukar m en gum pulkan berita-berita yan g dapat m en dukun g “com m on sen se” itu. Bagi sem en tara kalan gan , video m esum m irip Ariel den gan Lun a Maya atau den gan Cut Tari m en jadi salah satu bukti bahwa telah terjadi krisis m oral ban gsa, karen a kasus itu m en un jukkan bahwa sebagian m asyarakat m en gan ggap perzin ahan dan perselin gkuhan sebagai tin dakan lum rah. Efek video itu pun lebih lanjut akan m em pen garuhi m o-ralitas pihpihak yan g m asih m em pertahan kan etika agam a serta an

ak-      

1 Guru Besar etika dan filsafat Unika Atma Jaya, Jakarta.

2Http://www.depag.go.id/index.php?a=detilberita&id=3922, diunduh pada 3 Desember

(2)

 

9 8 I Konfrontasi 

 

an ak yan g belum m en gen al budaya perselin gkuhan .3 Kasus video “Ban dun g

Lautan Asm ara” tahun 20 0 1 terulan g sem bilan tahun kem udian dan terasa lebih heboh karen a m elibatkan para selebritas yan g sedan g bersin ar. Ditam -bah dengan berita kawin cerai dan perilaku seksual para selebritas, term asuk para “selebritas politik”, “selebritas intelektual” dan “selebritas agam a”, publik m en an gkap bahwa kasus video porno hanyalah puncak dari gunung es yan g besar.

Meski dam pak sosialn ya tidak kecil, n am un krisis m oral di atas serin g dika-tegorikan sebagai krisis dalam kaitan n ya den gan “kesalehan pribadi”. Lebih lan jut, ban yak pula pihak yan g lebih prihatin pada krisis m oral dalam kait-an n ya den gkait-an “kesalehkait-an publik”, sem isal ykait-ang m en cuat dalam bentuk korupsi, kesen jangan kaya m iskin dan m em udarn ya toleran si.

In don esia yan g disebut-sebut sebagai salah satu bin tan g n egara em ergin g

m arkets tern yata m erupakan n egara terkorup dari 16 n egara tujuan in vestasi

di Asia Pasifik. Dem ikian hasil survei bisn is yan g dirilis Political & Econ om ic

Risk Consultancy atau PERC. Dalam survei tahun 20 10 , In don esia m en em

-pati perin gkat pertam a sebagai n egara terkorup den gan m en cetak skor 9,0 7 dari n ilai 10 . Posisi kedua ditem pati Kam boja, kem udian Vietn am , Filipin a, Thailan d, India, Chin a, Malaysia, Taiwan , Korea Selatan , Makao, J epan g, Am erika Serikat, H on gkon g, Australia, dan Sin gapura sebagai negara yan g palin g bersih.4 Dalam perin gkat an gka m ulai dari 0 (n egara terbersih) hin

g-ga 10 (n eg-gara terkorup), “perolehan ” In don esia m en in gkat dari 7,98 pada 20 0 8 dan 8 , 32 pada 20 0 9 m en jadi 9,0 7 pada 20 10 .

Kesahihan tem uan PERC m em ang dapat diperdebatkan. Nam un kasus “Cicak vs Buaya” akhir tahun 20 0 9 yan g m en galam i ram ifikasi dan ov

er-lapping m en jadi “Kasus Makelar Kasus”, “Kasus Ban k Cen tury”, “Kasus

Mafia Peradilan ”, “Kasus Reken in g Gen dut para Petin ggi Polisi”, “Kasus Gayus”, “Kasus Makelar Pajak”, “Kasus foto turn am en ten n is”, bersam a den gan “kasus Deputi Gubern ur BI” dan kasus-kasus lain yan g m en im pa parlem en , birokrasi, aparat hukum dan para politisi, han ya m en gukuhkan hasil tem uan PERC. Badan-badan eksekutif, legislatif dan yudikatif kita telah tern oda.

Dalam hal kesen jan gan kaya m iskin , angka kem iskinan pada 20 10 m enurut perhitun gan Badan Pusat Statistik yan g lazim n ya lebih optim istis pun , tidak ban yak beran jak jauh dari an gka kem iskin an pada 20 0 9. An gka Kem iskin an

      

3 “Bangsa Ini Alami Krisis Moral”, Pos Kota, Juni 2010.

4.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/03/08/21205485/PERC:.Indonesia.Nega

(3)

di In don esia pada Maret 20 10 m en capai 31,0 2 juta (13,33 persen ), turun 1,51 juta diban dingkan den gan pen duduk m iskin pada Maret 20 0 9 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen ).5 Mereka yan g tergolon g m iskin m en urut BPS ialah

m ereka yang pengeluaran per kapita kurang dari Rp. 211.726,-- per bulan atau Rp.7.0 0 0 , per hari. Sem entara itu, kelom pok den gan pen geluaran 10 -20 USD (Rp. 90 .0 0 0 ,-- - Rp. 18 0 .0 0 0 ,--) per kapita per hari naik dari 0 ,4 juta oran g pada 20 0 9 m en jadi 2,23 juta oran g pada 20 0 9.6

Sem entara itu, kalan gan lain m en un jukkan m em udarn ya m oralitas “bhineka tun ggal ika” sebagai salah satu bukti adan ya krisis m oral itu. Pada Oktober 20 10 , Lin gkaran Survei Indon esia m engum um kan hasil tem uannya bahwa tin gkat toleran si atas keberagam an berdasarkan paham Bhinn eka Tun ggal Ika m en urun drastis. Sebalikn ya, pem ben aran kekerasan den gan m en gatas-n am akagatas-n agam a m egatas-n igatas-n gkat secara siggatas-n ifikagatas-n . Ugatas-ntuk m elihat sejauh m agatas-n a toleran si tersebut, LSI m en gajukan pertan yaan kun ci tentang kekerasan yan g dialam i Ahm adiyah. Dari hasil survei per Septem ber 20 10 , sebanyak 30 ,2 persen respon den m en yetujui kekerasan terhadap Ahm adiyah. H asil in i jauh m enin gkat diban dingkan hasil survei tahun 20 0 5 yan g han ya 13,9 persen .7

Tidak m udah m en guraikan ben an g kusut dalam kehidupan berban gsa in i. Biasan ya, dikatakan bahwa harapan n ya terletak pada pen didikan . Nam un , pen didikan bukan han ya apa yan g diajarkan m elalui kata-kata atau m elalui tin dakan -tin dakan yan g disen gaja. Tindakan -tin dakan yan g tidak disengaja, yan g dijalan kan sebagai kebiasaan , yan g tidak direfleksi, juga m erupakan “kurikulum pen didikan ” yan g tak disadari, m erupakan “kurikulum tersem -bun yi”, m aksudn ya tersem -bun yi dari kesadaran kita sen diri. Di sin i kita akui kelem ahan etika sebagai pem ikiran ten tan g n orm an orm a atau kewajiban kewajiban , karen a pem ikiran tentang n orm an orm a atau kewajiban -kewajiban itu pun didoron g oleh gairah hidup yan g m en ggelegak sejak dalam ketidaksadaran . Kita m un gkin pun ya façade yang kita sem bun yikan dari sorot m ata oran g lain , apa pun alasan n ya. Nam un sean dain ya tidak ban yak facade pun , kita pun ya blin dspot yan g dilihat oleh sorot m ata oran g lain , n am un tak kita sadari. Dan kita pun ya sisi yan g disebut ketaksadaran .8

      

5http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul10.pdf, diunduh pada 3 Desember 20 0.

6 Faisal Basri, “Pindah Gigi Lebih Tinggi”, Kompas, 13 Desember 2010, h. 5.

7http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=6306, diunduh pada 13 Desember 2010.

(4)

 

10 0 I Konfrontasi 

 

Ga ira h H id u p d a n Etika

Ketaksadaran itu berkaitan den gan gairah hidup (elan v ital) yang m en gge-legak. Sigm un d Freud m en afsirkan n ya sebagai libido yan g selalu bergerak liar m enuju ke kenikm atan (pleasure), n am un ego m en gaturn ya agar gerak-annya dibuat dengan cara-cara yang dapat diterim a secara sosial (sebagai-m an a diin tern alisasi dala(sebagai-m ben tuk superego). Friedrich Nietzsche (sebagai-m en geja-n ya sebagai “der W ille zur M acht” (hasrat akageja-n kekuasaageja-n ). Meski m ageja-n usia m estin ya bey on d good and ev il, yan g baik yan g m en jadi tujuan kesem -purn aan etika Nietzschean ialah yan g m en gejar kekuasaan . Ern st Cassirer m en gejan ya sebagai hasrat un tuk m en getahui (m en gen al), un tuk m en ata lin gkun gan , m elalui aksi pen an daan , sehin gga hidup m an usia adalah hidup sebagai anim al sy m bolicum . Charles Darwin m en afsirkan n ya sebagai hasrat un tuk bertahan hidup (struggle for surv ival). Whitehead m en gritik Darwin dan m en gajukan tafsiran n ya bahwa gelegak hidup itu bertujuan un tuk “to

keep aliv e, to live w ell and to liv e better”.9

“W ell” dan “better” berkaitan den gan “good”. Oleh karen a itu, etika Paul Ricoeur m en gatakan bahwa struktur teleologis dari hidup m an usia terletak pada dim en si m eta-etis yan g m elan dasi dan m em beri ten aga pada etika. Struktur teleologis itu ialah keterarahan kepada “yang baik”, sebagaim ana Whitehead terpukau den gan apa yan g oleh Plato sudah diken al sebagai “the

idea of the good”. Lepaskan etika dari struktur teleologis in i, m aka yan g

tin ggal han yalah form alism e koson g, basa-basi yan g tawar dan basi, prose-dur yan g baku dan m ati. Tak ada gairah, tak ada cin ta, tak ada kein dahan yan g m en jadi ruhn ya. Itu ban alitas, kata H an n ah Aren dt. Itu n ecrophily , kata Erich From m .

Gairah kehidupan yang tam pak jelas dalam sajak-sajak pen yair besar Indo-n esia iIndo-n i, 10 dan yan g oleh Alfred North Whitehead disebut creativ ity atau

on goin gn ess, dan oleh H en ri Bergson disebut elan v ital, m em iliki struktur

teleologis, terarah (in ten tion al) kepada “yang baik”. “Yang Baik” m engun-dan g engun-dan m em bisikkan pan ggilan n ya kepada gairah hidup. Dia adalah yan g “duduk m en dekat” (Upanishad) dan m en geja jalan -jalan ke arah kebaikan (m arga dari catur ary a saty an i). Paul Ricoeur, seoran g failasuf, m em erin ci

      

9 Alfred North Whitehead a.b. Alois A. Nugroho, Fungsi Rasio (Yogyakarta:

Kanisius, 2001 ).

10 Misalnya dalam sajak Chairil Anwar, berjudul “Aku” (kumpulan Deru Campur

(5)

arah gairah hidup ini sebagai kerin duan un tuk “hidup baik, bersam a dan un tuk oran g lain , dalam institusi-in stitusi yan g adil”.11

“Yang baik” m engubah chaos m en jadi kosm os, gairah yan g chaotic, yan g tak bern am a dan tak berkata, m en jadi orien tasi yan g dapat dirin ci m elalui “firm an ” atau “sabda”. Di sin ilah baran gkali kon sep “etika agam a” harus diletakkan . Keterarahan kepada hy pergood12 diperin ci ke dalam n orm

a-n orm a atau kewajibaa-n -kewajibaa-n m oral. Dalam bahasa Ricoeur, tataraa-n ia-n i disebut tataran deon tologis. Bahkan tataran ini pun tidak sepi dari diskusi dan in terpretasi, yan g berkaitan den gan teologi atau ilm u kalam . Dalam den om in asi religius yan g sam a pun , apa yan g wajib, yan g dilaran g dan yan g boleh tidak selalu m enim bulkan kata sepakat. Mun cul fen om en a sosial dan historis yan g disebut m azhab atau schools.

Nam un dem ikian , betapa pun m ajem ukn ya tafsir dan m azhab atas hy

per-good in i, sudah tersedia orien tasi un tuk m en gejar perfeksion ism e m oral atau

“kesem purn aan hidup”. Adalah m asuk akal sem ata bila m an usia m en garah-kan hidupn ya kepada “yan g baik” sebagaim an a diajargarah-kan oleh doktrin “kesem purn aan hidup” yan g dian utn ya. Kem asukakalan inilah yan g m en in spirasi J ohn Rawls un tuk m en yebut sikap setiap oran g saleh yan g m en g-arahkan hidupn ya betul-betul kepada “kesem purn aan hidup” sebagai sikap yang “rasional”.13 Label “rasion al” in i cukup m en arik, karen a biasan ya

per-feksion is m oral sem acam in i m alah kita sebut sebagai “tidak rasion al”. Men gapa agam a-agam a dun ia yan g sudah m en ggaram i wilayah Nusan tara selam a tak kuran g dari 19 abad seperti tak berdaya m en ghadapi krisis m oral In don esia m odern ?14 Pertam a, ada kem un gkin an m an usia In don esia tidak

betul-betul m en ghayati struktur teleologisn ya dan secara “rasion al” m en ga-rahkan hidupn ya kepada hy pergood sebagai com prehen sive doctrin e atau ajaran ten tang “kesem purn aan hidup” m ereka. Kaitan an tara ritus-ritus dan n orm a-n orm a “agam a” den gan hy pergood kuran g dilihat dan didalam i. Kedua, baran gkali juga kepatuhan terhadap n orm a-n orm a deon tologis

      

11 Paul Ricoeur, Reflections on the Just (translated by David Pellauer), (Chicago: University of Chicago Press, 2007).

12 Istilah Charles Taylor dalam Sources of the Self (Cambridge: Cambridge University Press, 2003), h.6.

13 John Rawls, Political Liberalism (New York: Columbia University Press, 2005), h.3. Baca juga Samuel Freeman, Rawls (New York: Routledge, 2007).

14 Pertanyaan ini muncul dalam penataran P pada zaman Orba: Mengapa meski

(6)

 

10 2 I Konfrontasi 

 

han ya “form alistis”, artin ya han ya patuh bila dilihat oleh “sorot m ata oran g lain ”, tidak ben ar-ben ar didoron g oleh gairah “cin ta kepada yan g baik”. Dua kem un gkin an di atas m em bawa kita kepada satu kata kunci lain dari etika Ricoeur, yakn i “im putabilitas”, yan g dalam bahasa buku teks etika kuran g lebih berbun yi “oton om i m oral” (yan g dilawan kan den gan “hetero-n om i m oral”).15 Im putabilitas berarti kem am puan atau kapabilitas un tuk

m en gebawahkan diri, dalam arti m em atuhi, n orm a-n orm a m oral yan g disa-dari sebagai norm a-n orm a yan g disetujui oleh diri sen diri, begitu besarn ya persetujuan itu seakan -akan m alah n orm a-n orm a itu dipasan g sen diri bagi diri sen diri.16 Gairah kehidupan yan g m ewujud dalam kerin duan kepada

“yang baik” dan kem am puan “rasion al” un tuk m elihat kaitan antara kepa-tuhan kepada n orm a-n orm a dan terwujudn ya hy pergood17 in i m em perkuat

kem am puan in san i yan g disebut “im putabilitas” itu.

Kita pertam a-tam a diharapkan “m em persem bahkan” bukan kurban bakar-an , bukbakar-an kam bin g atau sapi, m elain kbakar-an diri kita sen diri. Artin ya, kita m e-m en uhi pan ggilan “yan g baik” bukan sebagai kae-m bin g atau sebagai e-m an usia sejauh dia m akhluk hidup, tetapi sebagai m an usia yan g m em iliki kesadaran , kem am puan refleksi, rasion alitas, perasaan kein dahan , kerinduan , cin ta.18

Dem ikian lah, kalau m orallitas agam a yan g deon tologis itu diam alkan berda-sarkan m otif teleologis berupa kerin duan pada “Yan g Baik”, apa yan g disebut “etika agam a” akan secara efektif terwujud dalam perilaku m asyarakat, tidak sebatas pada form alitas dan perilaku ritualistis saja.

Yan g juga pen tin g adalah pokok ten tan g apa yan g diistilahkan oleh Ricoeur den gan “solicitude”, kepedulian terhadap oran g lain . Dalam realisasi hy

per-good itu, m an usia m elihat bahwa “yan g baik” juga terefleksikan dalam

kepe-dulian terhadap oran g lain. Kepekepe-dulian terhadap oran g lain in i bukan han ya

      

15 Misal Frans Magnis Suseno, Etika Umum: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral (Yog-yakarta: Kanisius, 1979).

16 Paul Ricoeur, Reflections on the Just, (translated by David Pellauer), Chicago: University of Chicago Press, 2007).

17 Bagi kalangan Kristiani, terwujudnya hypergood itu dirumuskan dalam doa yang diajarkan oleh Kristus sendiri dengan “Datanglah kerajaanMu” (adveniat regnum tuum, Thy

Kingdom come, Uw Rijk kome, kraton Dalem kawiyarna.). Hypergood Kristiani ialah bela rasa

(compassion) terhadap orang-orang yang menderita, sampai diri sendiri rela menderita,

bahkan sampai mati di salib. [Untuk catatan kaki ini, penulis berterima kasih kepada Uskup Agung Jakarta, Mgr. Prof. Dr. Ignatius Suharyo].

(7)

terbatas pada lin gkun gan dekat yan g diken al akrab dan m em iliki hubungan afektif lan gsun g, m elain kan juga bahkan m en ggapai m ereka yan g an on im , yang tak dikenal, yang hidup tak hanya pada m asa kini, tetapi juga pada m asa akan datan g. Rasion alitas, kata Peter Sin ger, juga ditan dai oleh m elu-asn ya lin gkaran pihak-pihak yan g dipertim ban gkan atau dipedulikan (m oral

recipients) dalam deliberasi m oral,19 tidak han ya sekeluarga, sedarah,

sesu-ku, seum at, separtai, dan sem acam n ya. Bela rasa dan kesediaan m em pe-dulikan oran g lain in i bahkan m en ggapai pihak-pihak yan g lazim n ya dian g-gap “m usuh”, seperti dikisahkan dalam perum pam aan “Oran g Sam aria yan g berbelas kasih” (the good Sam aritan ).20

Krisis m oral ban gsa dapat dikatakan berhubun gan den gan ketakm am puan kita un tuk m elakukan “expan ding the circle” dalam deliberasi m oral in i. Terlalu sim plistis, bila kita m en ghakim i peselingkuh dan koruptor serta pen yalah gun a jabatan sebagai oran g-oran g egois sem ata-m ata. Mereka biasan ya juga oran g-oran g yan g m em iliki solicitude. Rasion alisasi atau bukan , adultery serin g juga dipicu oleh doron gan un tuk m em beri “m in um ” oran g lain yan g “dahaga”, m em beri “m akan ” oran g lain yan g “lapar”. Koruptor dan pen yalah gun a jabatan juga oran g-oran g yan g bern iat baik untuk “m encukupi” keluarga yang biasan ya juga berarti “keluarga besar” (exten ded fam ily ). Para pen gusaha yang m elakukan tin dakan -tin dakan tidak etis sering juga m elakukan n ya untuk kepen tin gan para pem egan g saham , bahkan para pekerja. Politisi yan g tidak peka terhadap kem iskinan rakyat, serin g juga didoron g oleh n iat untuk m em asok dan a bagi partain ya. Akan tetapi, tetap bisa kita katakan bahwa m ereka sem ua m engidap m y opia m oral. H orison solicitude m ereka am at sem pit. Mereka han ya m em pertim ban gkan kebaikan bagi lin gkun gan dekat. H orison m ereka tidak m en -jan gkau wilayah “ban gsa” atau “kepen tin gan n asion al”, apalagi “um at m an u-sia”, “m asa depan um at m an uu-sia”, kepedulian ekologis.”

Ca ta ta n Pe n u tu p : Ta ta ra n Ke bija ks a n a a n Pra ktis

Skem a etika Ricoeur seben arn ya m asih m en gen al satu tataran lagi, yaitu yan g disebutn ya tataran “phronetical” (dari bahasa Yun an i yan g dipakai oleh Aristoteles, phronesis, katakanlah itu keadaan proporsion al, tak lebih dan tak kuran g) atau yan g oleh Taylor disebut “practical w isdom ”. Dalam ken yataan , jaran g kita dihadapkan pada han ya satu n orm a deontologis yang perlu dipertim ban gkan un tuk diterapkan . Biasan ya ada lebih dari satu,

      

19 Peter Singer, The Expanding Circle: Ethics, Evolution and Moral Progress (Princeton: Princeton University Press, 2011).

20 Lukas 10:25-37. Yang menarik ialah bahwa perumpamaan itu merupakan jawaban

(8)

 

10 4 I Konfrontasi 

 

sehin gga kita perlu m en gem ban gkan kem am puan un tuk m en em ukan “takaran ” yan g tepat dalam pelaksan aan n orm a-n orm a itu. Situasi-situasi yan g m elibatkan dim en si m oral itu pun tidak selalu persis sam a, sehingga perlu pula dikem ban gkan kem am puan un tuk “m en akar situasi”.

Akan m un cul pen tin gn ya istilah lain di sam pin g “ration ality ” dalam kaitan-n ya dekaitan-n gakaitan-n hy pergood tadi, yakkaitan-n i istilah reasokaitan-n ablekaitan-n ess yakaitan-n g dikem bakaitan-n g-kan oleh para pem ikir Rawlsian . Kalau rasion alitas berhubun gan den gan “kesem purn aan ”, perfeksion ism e, “reasonableness” dalam praktik berhu-bun gan den gan “proporsion alitas” tadi.21 Dalam kon teks J ohn Rawls, istilah

in i justru m un cul dalam kaitann ya dengan peran an kosa kata yan g berasal dari “etika agam a” dalam forum publik politik yan g resm i. Bagi Rawls, diskursus dalam forum publik politik resm i (eksekutif, legislatif, yudikatif) wajib m en ggun akan “pen alaran publik” dan bahasa yan g tidak m en ggu-n akaggu-n “kosa kata agam a” terteggu-n tu, kareggu-n a hal itu akaggu-n m em argiggu-n alkaggu-n sebagian warga n egara yan g tidak fam iliar den gan “pen alaran ” dan “kosa kata” bersangkutan . Nam un pada tingkat civil society , etika agam a berpe-ran an penting. Dan republik dem okratis yan g sehat dan kuat ialah republik yan g ditopan g oleh civil society yan g sehat dan kuat, artin ya republik dim an a setiap warga n egara berupaya hidup sesuai den gan hy pergood yan g diajarkan oleh agam a m asin g-m asin g.

      

(9)

Biblio gra fi

Freem an, Sam uel, Raw ls (New York: Routledge, 20 0 7).

Rawls, J ohn, Political Liberalism (New York: Colum bia Un iversity Press, 20 0 5).

Ricoeur, Paul, R eflection s on the Just (tran slated by David Pellauer), (Chicago: Un iversity of Chicago Press, 20 0 7).

Sin ger, Peter, The Expan din g Circle: Ethics, Ev olution an d M oral Progress (Prin ceton : Prin ceton Un iversity Press, 20 11).

Taylor, Charles, Sources of the Self (Cam bridge: Cam bridge Un iversity Press, 20 0 3).

Whitehead, Alfred North a.b. Alois A. Nugroho, Fungsi Rasio (Yogyakarta: Kan isius, 20 0 1).

Whitehead, Alfred North a.b. Alois A. Nugroho, M encari Tuhan Sepanjang

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan eksklusi sosial yang lebih menekankan upaya mengatasi ketidaksetaraan hubungan antara kelompok dominan yang menguasai berbagai sumberdaya dengan kelompok-kelompok lainnya

PENGARUH KECEPATAN MOTOR STEPPER TERHADAP KONSUMSI DAYA SISTEM PADA PROTOTYPE

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol buah Labu Siam terhadap penurunan kadar Gula Darah (KGD), kadar Interleukin 6 (IL-6) dan peningkatan

Sebagai contoh dalam pekerjaan professional dan manajerial, para wanita melaporkan bahwa mereka harus menyembunyikan perasaan – perasaan negative mereka untuk

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan aspek struktural dari kesepuluh geguritan Suwardi Endraswara yang meliputi struktur fisik dan struktur batinnya, (2)

Pembelajaran PAI terpadu dapat diartikan juga sebagai pembelajaran yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan pendidikan dengan memadukan pendidikan agama Islam dengan

Analisis perbandingan dari metode yang berbeda dikaji berdasarkan hasil karakteristik analisis termal menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan

Dalam pengerjaannya, pemasangan kaca ini dimulai dari tanggal 27 februari 2009 sampai target akhir bulan maret harus selesai, waktu yang dibutuhkan seharusnya hanya