BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penanaman Kedisiplinan Siswa
1. Pengertian Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari
bahasa latin “Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan
mengajar. Sedangkan istilah bahasa inggrisnya yaitu “Discipline” yang
berarti: 1) tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri; 2)
latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu, sebagai
kemampuan mental atau karakter moral; 3) hukuman yang diberikan untuk
melatih atau memperbaiki; 4) kumpulan atau sistem-sistem peraturan-
peraturan bagi tingkah laku (Mac Millan dalam Tu‟u, 2004: 20). Disiplin
berasal dari kata “disciple” yakni seseorang yang belajar secara suka rela
mengiuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin
dan anak merupakan murid murid yang menuju ke hidup yang berguna dan
bahagia. Jadi, disiplin adalah merupakan cara masyarakat mengajar anak
perilaku moral yang disetujui kelompok (Hurlock, 2002: 82).
Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa
kedisiplinan adalah sikap seseorang yang menunjukkan ketaatan atau
kepatuhan terhadap peraturan atau tata tertib yang telah ada dan dilakukan
2. Fungsi Kedisiplinan di Sekolah
Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin
menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib
kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam
belajar. Disiplin yang dimiliki oleh siswa akan membantu siswa itu sendiri
dalam tingkah laku sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Siswa
akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapinya.
Aturan yang terdapat di sekolah akan bisa dilaksanakan dengan baik jika
siswa sudah memiliki disiplin yang ada dalam dirinya. Kedisiplinan
sebagai alat pendidikan yang dimaksud adalah suatu tindakan, perbuatan
yang dengan sengaja diterapkan untuk kepentingan pendidikan di sekolah.
Tindakan atau perbuatan tersebut dapat berupa perintah, nasehat, larangan,
harapan, dan hukuman atau sanksi. Kedisiplinan sebagai alat pendidikan
diterapkan dalam rangka proses pembentukan, pembinaan dan
pengembangan sikap dan tingkah laku yang baik. Sikap dan tingkah laku
yang baik tersebut dapat berupa rajin, berbudi pekerti luhur, patuh, hormat,
tenggang rasa dan berdisiplin.
Di samping sebagai alat pendidikan, kedisiplinan juga berfungsi
sebagai alat menyesuaikan diri dalam lingkungan yang ada. Dalam hal ini
kedisiplinan dapat mengarahkan seseorang untuk menyesuaikan diri
terutama dalam menaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di
menyesuaikan diri di sekolah berarti kedisiplinan dapat mengarahkan
siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cara menaati tata tertib
sekolah. Berfungsinya kedisiplinan sebagai alat pendidikan dan alat
menyesuaikan diri akan mempengaruhi berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Di sekolah yang kedisiplinannya baik, kegiatan
belajar mengajar akan berlangsung tertib, teratur, dan terarah. Sebaliknya
di sekolah yang kedisiplinannya rendah maka kegiatan belajar
mengajarnya juga akan berlangsung tidak tertib, akibatnya kualitas
pendidikan sekolah itu akan rendah.
Tu‟u (2004: 38) menyatakan fungsi kedisiplinan di sekolah adalah sebagai
berikut:
(1) Menata Kehidupan Bersama
Manusia adalah makhluk unik yang memiliki ciri, sifat,
kepribadian, latar belakang dan pola pikir yang berbeda-beda. Sebagai
makhluk sosial, selalu terkait dan berhubungan dengan orang lain. Dalam
hubungan tersebut diperlukan norma, nilai peraturan untuk mengatur agar
kehidupan dan kegiatannya dapat berjalan lancar dan baik. Jadi fungsi
disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam kelompok tertentu
(2) Membangun Kepribadian
Pertumbuhan kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh
faktor lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat
dan lingkungan sekolah. Disiplin yang diterapkan di masing-masing
lingkungan tersebut memberi dampak bagi pertumbuhan kepribadian yang
baik. Jadi lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap
kepribadian seseorang.
(3) Melatih Kepribadian
Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak
terbentuk serta merta dalam waktu singkat. Namun, terbentuk melalui
suatu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk
membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan.
(4) Pemaksaan
Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin
dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat. Disiplin dapat pula
terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar. Dikatakan
terpaksa karena melakukannya bukan berdasarkan kesadaran diri,
melainkan karena rasa takut dan ancaman sanksi disiplin. Jadi disiplin
berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti
(5) Hukuman
Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-hal positif yang harus
dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi/hukuman bagi yang
melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi/hukuman sangat penting
karena dapat memberi dorongan dan kekutan bagi siswa untuk menaati
dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman/sanksi, dorongan ketaatan
dan kepatuhan dapat diperlemah.
(6) Mencipta Lingkungan Kondusif
Sekolah merupakan ruang lingkup pendidikan. Dalam pendidikan
ada proses mendidik, mengajar dan melatih. Sekolah sebagai ruang
lingkup pendidikan perlu menjamin terselenggaranya proses pendidikan
yang baik. Kondisi yang baik bagi proses tersebut adalah kondisi aman,
tenang, tertib dan teratur, saling menghargai, dan hubungan pergaulan
yang baik, hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni
peraturan bagi guru-guru, dan bagi para siswa, serta peraturan-peraturan
lain yang dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten
dan konsekuen. Apabila kondisi ini terwujud, sekolah akan menjadi
lingkungan kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Di tempat
seperti itu, potensi dan hasil siswa akan mencapai hasil optimal. Untuk
sekolah, disiplin itu sangat perlu dalam proses belajar mengajar, alasannya
Apabila peraturan sekolah tanpa tata tertib, akan muncul perilaku
yang tidak tertib, tidak teratur, tidak terkontrol, perilaku liar, yang pada
gilirannya mengganggu kegiatan pembelajaran. Suasana kondusif yang
dibutuhkan dalam pembelajaran menjadi terganggu. Dalam hal ini,
penerapan dan pelaksanaan peraturan sekolah, menolong para siswa agar
dilatih dan dibiasakan hidup teratur, bertanggung jawab dan dewasa.
Disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik,
konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan
perilaku siswa. Disiplin dapat mendorong mereka belajar secara konkret
dalam praktik hidup di sekolah tentang hal-hal positif yaitu melakukan
hal-hal yang lurus dan benar, dan menjauhi hal-hal yang negatif. Dengan
pemberlakuan disiplin, siswa belajar beradaptasi dengan lingkungan yang
baik itu, sehingga muncul keseimbangan diri dalam hubungan dengan
orang lain.
Dalam hal itu, menurut Maman Rachman (dalam Tu‟u 2004: 35-
36), pentingnya disiplin bagi para siswa sebagai berikut:
a) Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak
menyimpang.
b) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan lingkungan.
c) Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta
d) Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan
individu lainnya.
e) Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.
f) Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.
g) Peserta didik belajar dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.
h) Kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwanya dan
lingkungannya.
Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, tenang tersebut memberi
gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian,
sungguh-sungguh dan kompetitif dalam pembelajarannya. Lingkungan
disiplin seperti itu ikut memberi andil lahirnya siswa-siswa yang berhasil
dengan kepribadian unggul. Di sana ada dan terjadi kompetisi positif
diantara mereka. Untuk mencapai dan memiliki ciri-ciri kepribadian
tersebut, diperlukan pribadi yang giat, gigih, tekun dan disiplin.
3. Unsur-Unsur Disiplin
Menurut Tulus Tu‟u (2004:33) menyebutkan unsur – unsur
Disiplin adalah sebagai berikut.
1) Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang berlaku.
2) Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena
keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan,
paksaan dan dorongan dari luar dirinya.
3) Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah,
membina, dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang
ditentukan atau diajarkan.
4) Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku,
dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah
laku.
5) Peraturan-peraturaan yang berlaku sebagai pedoman dan
ukuran perilaku.
.Disiplin itu lahir, dan berkembang dari sikap seseorang di dalam
sistem nilai budaya yang telah ada di dalam masyarakat. Terdapat unsur
pokok yang membentuk disiplin, pertama sikap yang telah ada pada diri
manusia dan sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat. Sikap atau
attitude merupakan unsur yang hidup di dalam jiwa manusia yang harus
mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat berupa tingkah laku atau
pemikiran. Sedangkan sistem nilai budaya merupakan bagian dari budaya
yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman dan penunutun bagi
kelakuan manusia.
Perpaduan antara sikap dengan sistem nilai budaya yang menjadi
atau tingkah laku. Unsur tersebut membentuk suatu pola kepribadian yang
menunjukkan perilaku disiplin atau tidak disiplin.
4. Penanggulangan Kedisiplinan
Disiplin sekolah menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan
pendidikan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Oleh
karena itu, kepala sekolah, guru dan orang tua perlu terlibat dan
bertanggung jawab membangun disiplin siswa dan disiplin sekolah.
Dengan keterlibatan dan tanggung jawab itu, diharapkan para siswa
berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu unggul dan sukses.
Keunggulan dan kesuksesan itu terwujud sebab sekolah berhasil
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses
pendidikan. Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan hasil
dirinya. Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah menurut
Singgih Gunarsa (dalam Tu‟u 2004: 57) dapat dilakukan melalui tahapan
preventif, represif dan kuratif. Mendorong siswa melaksanakan tata tertib
sekolah. Memberi persuasi bahwa tata tertib itu baik untuk perkembangan
Dalam penanggulangan disiplin, beberapa hal berikut ini perlu mendapat
perhatian, yaitu:
1) Adanya tata tertib.
Dalam mendisiplinkan siswa, tata tertib sangatbermanfaat
untuk membiasakannya dengan standar perilaku yang sama dan
diterima oleh individu lain dalam ruang lingkupnya. Dengan
standar yang sama ini, diharapkan tidak ada diskriminasi dan rasa
ketidakadilan pada individu-individu yang ada di
lingkungan tersebut. Di samping itu, adanya tata tertib, para siswa
tidak dapat lagi bertindak dan berbuat sesuka hatinya.
2) Konsisten dan konsekuen.
Masalah umum yang muncul dalam disiplin adalah tidak
konsistennya penerapan disiplin. Ada perbedaan antara tata tertib
yang tertulis dengan pelaksanaan di lapangan. Dalam sanksi atau
hukuman ada perbedaan antara pelanggar yang satu dengan yang
lain. Hal seperti ini akan membingungkan siswa. Perlu sikap
konsisten dan konsekuen orang tua dan guru dalam implementasi
disiplin.
3) Hukuman.
Hukuman bertujuan mencegah tindakan yang tidak
4) Kemitraan dengan orang tua.
Pembentukan individu berdisiplin dan penanggulangan
masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung jawab
sekolah, tetapi juga tanggung jawab orang tua atau keluarga
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan tersebut, antara
lain yaitu: (1) anak itu sendiri, (2) sikap pendidik, (3) lingkungan, dan (4)
tujuan. Faktor anak itu sendiri mempengaruhi kedisiplinan anak yang
bersangkutan. Oleh karena itu, dalam menanamkan kedisiplinan faktor
anak harus diperhatikan, mengingat anak memiliki potensi dan kepribadian
yang berbeda antara yang satu dan yang lain. Pemahaman terhadap
individu anak secara cermat dan tepat akan berpengaruh terhadap
keberhasilan penanaman kedisiplinan. Selain faktor anak, sikap pendidik
juga mempengaruhi kedisiplinan anak. Sikap pendidik yang bersikap baik,
penuh kasih sayang, memungkinkan keberhasilan penanaman kedisplinan
pada anak. Hal ini dimungkinkan karena pada hakikatnya anak cenderung
lebih patuh kepada pendidik yang bersikap baik. Sebaliknya, sikap
pendidik yang kasar, keras, tidak peduli, dan kurang wibawa akan
berdampak terhadap kegagalan penanaman kedisiplinan di sekolah.
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kedisiplinan seseorang.
situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisis, lingkungan teknis, dan
lingkungan sosiokultural. Lingkungan fisis berupa lingkungan sekolah,
keluarga dan masyarakat. Lingkungan teknis berupa fasilitas atau sarana
prasarana yang bersifat kebendaan; dan lingkungan sosiokultural berupa
lingkungan antar individu yang mengacu kepada budaya sosial masyarakat
tertentu. Ketiga lingkungan tersebut juga mempengaruhi kedisiplinan
seseorang, khususnya siswa.
Selain ketiga faktor di atas, faktor tujuan juga berpengaruh
terhadap kedisiplinan seseorang. Tujuan yang dimaksud di sini adalah
tujuan yang berkaitan dengan penanaman kedisiplinan. Agar penanaman
kedisiplinan kepada siswa dapat berhasil, maka tujuan tersebut harus
ditetapkan disetiap instansi, bahkan setiap unit, tentu sudah sering
melakukan kegiatan upacara bendera terutama di lingkungan sekolah.
Langkah penanaman kedisiplinan ditingkat dini (baca siswa) dan
pembiasaan sikap terhadap siswa melalui upacara bendera sudah barang
tentu sering dilakukan di tingkat sekolah. Akan tetapi apakah pelaksanaan
upacara bendera ini selalu dapat dilakukan secara rutin? Tentu ada banyak
hal yang menjadi kendala pelaksanaan upacara, terutama situasi cuaca atau
pun kondisi iklim terkadang menghambat target pelaksanaan upacara
tersebut. Di samping itu pula, ada kebiasaan malas bertengger di panas
matahari, lemah atau kondisi tubuh yang tidak fit dan berbagai alasan
lainnya membuat seseorang tidak ingin mengikuti pelaksanaan upacara
merupakan langkah atau tindakan awal mendisiplinkan diri dan
membiasakan sikap patriotisme.
6. Perlunya Kedisiplinan
Disiplin diperlukan oleh siapa pun dan di mana pun. Hal itu
disebabkan di mana pun seseorang berada, di sana selalu ada
peraturan atau tata tertib. Disiplin itu penting karena :
1) Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa
berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali
melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi
potensi dan prestasinya.
2) Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas,
menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara
positif, disiplin memberi dukungan lingkungan yang tenang dan tertib
bagi proses pembelajaran.
3) Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan
norma-norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak
dapat menjadi individu yang tertib, teratur dan disiplin.
4) Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan
kelak ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan
Ahli lain, Singgih D. Gunarsa (1992:137) menyatakan
sebagai berikut. Disiplin perlu dalam mendidik anak supaya anak dengan
mudah :
1) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenai
hak milik orang lain.
2) Mengerti dan segera menurut, untuk menjalankaan kewajiban
dan secara langsung mengerti larangan-larangan.
3) Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk.
4) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa
merasa terancam oleh hukuman.
5) Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain.
7. Macam-Macam Disiplin
Dalam penelitian ini disiplin belajar yang dimaksud dibagi
menjadidua yaitu disiplin belajar di sekolah dan disiplin belajar di rumah.
(1) Disiplin belajar di sekolah
a. Pengertian disiplin belajar di sekolah
Yang dimaksud disiplin belajar di sekolah adalah
keseluruhan sikap dan perbuatan siswa yang timbul dari kesadaran
dirinya untuk belajar, dengan mentaati dan melaksanakan sebagai siswa
yang ada. Yang didukung adanya kemampuan guru, fasilitas, sarana dan
prasarana sekolah.
b. Macam-macam Disiplin Belajar di Sekolah
Siswa sebagai input dalam suatu proses pendidikan perlu selalu
aktif mengikuti berbagai kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sikap
disiplin belajar perlu ditimbulkan pada diri siswa, sehingga hal tersebut
dapat membawa pengaruh yang baik dalam usaha pencapaian prestasi
belajarnya.
Perilaku disiplin belajar siswa di sekolah dapat dibedakan menjadi empat
macam ialah:
1) Disiplin siswa dalam masuk sekolah
Yang dimaksud disiplin siswa dalam masuk sekolah
ialah keaktifan, kepatuhan dan ketaatan dalam masuk sekolah.
2) Disiplin siswa dalam mengerjakan tugas
Mengerjakan tugas merupakan salah satu
rangkaian kegiatan dalam belajar, yang dilakukan di dalam
maupun di luar jam pelajaran sekolah. Tujuan dan pemberian tugas
biasanya untuk menunjang pemahaman danpenguasaan mata
pelajaran yang disampaikan di sekolah, agar siswa berhasil dalam
belajarnya. Agar siswa berhasil dalam belajarnya perlulah
pengerjaan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam
buku pegangan, ulangan harian, ulangan umum dan ujian.
3) Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah
Siswa yang memiliki disiplin belajar dapat dilihat
dari keteraturan dan ketekunan belajarnya. Disiplin siswa dalam
mengikuti pelajaran di sekolah menuntut adanya keaktifan,
keteraturan, ketekunan dan ketertiban dalam mengikuti pelajaran,
yang terarah pada suatu tujuan belajar.
4) Disiplin siswa dalam menaati tata tertib di sekolah
Disiplin siswa dalam menjalankan tata tertib di
sekolah adalah kesesuaian tindakan siswa dengan tata tertib
atau peraturan sekolah yang ditunjukkan dalam setiap perilakunya
yang selalu taat dan mau melaksanakan tata tertib sekolah dengan
penuh kesadaran.
8. Pembentukan disiplin
Pendapat Soegeng Prijodarminto (1994:15-17; 23-24)
tentang pembentukan disiplin. Disiplin terjadi karena alasan berikut ini.
1) Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina, melalui latihan,
pendidikan,penanaman kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai
2) Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit
paling kecil, organisasi atau kelompok.
3) Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia
muda, dimulai dari keluarga dan pendidikan.
4) Disiplin lebih mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri.
5) Disiplin dapat dicontohkan oleh atasan kepada bawahan.
Jadi, pembentukan disiplin ternyata harus melalui proses
panjang, dimulai sejak dini dalam keluarga dan dilanjutkan sekolah. Hal-
hal penting dalam pembentukan itu terdiri dari kesadaran diri,
kepatuhan, tekanan, sanksi, teladan, lingkungan disiplin, dan latihan-
latihan.
9. Indikator Disiplin Belajar
Menurut Arikunto (1990:137) dalam penelitian mengenai
kedisiplinnannya membagi tiga macam indikator kedisiplinan, yaitu: 1)
perilaku kedisiplinan di dalam kelas, 2) perilaku kedisiplinan di luar kelas
di lingkungan sekolah, dan 3) perilaku kedsiplinan di rumah. Tu‟u
(2004:91) dalam penelitian mengenai disiplin sekolah mengemukakan
bahwa indikator yang menunjukan pergeseran/perubahan hasil belajar
siswa sebagai kontribusi mengikuti dan menaati peraturan sekolah adalah
kelas. Sedangkan menurut Syafrudin dalam jurnal Edukasi (2005:80)
membagi indikator disiplin belajar menjadi empat macam, yaitu: 1)
ketaatan terhadap waktu belajar, 2) ketaatan terhadap tugas-tugas
pelajaran, 3) ketaatan terhadap penggunaan fasilitas belajar, dan 4)
ketaatan menggunakan waktu datang dan pulang.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
membagi indikator disiplin belajar menjadi empat macam, yaitu:
a. Ketaatan terhadap tata tertib sekolah
b. Ketaatan terhadap kegiatan belajar di sekolah
c. Ketaaatan dalam mengerjakan tugas-tugas pelajaran
d. Ketaatan terhadap kegiatan belajar di rumah
B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Secara bahasa Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan)
oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
Pendidikan Kewargaan (Azra) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
(Soemantri et al dalam Taniredja 2009:2) Istilah Pendidikan Kewargaan
pada sisi lain identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan, namun di sisi
lain. Istilah Kewargaan menurut Rosyada dalam Taniredja (2012:2).
Pendidikan Kewarganegaraan, namun juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (global society)”.
Pendidikan kewarganegaraan menurut zamroni dalam taniredja (2009:3)
adalah:
“Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masayarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis,melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.”
Sekolah merupakan lembaga yang di dalamnya memuat
pendidikan-pendidikan kepada siswanya. Melalui mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan yang diberikan, diharapkan bias memuat
nilai-nilai kedisiplinan yang dapat ditanamkan dalam diri siswa melalui
proses pembelajaran yang dilakukan. Perubaan tingkah laku siswa menjadi
hal yang penting dalam pembelajaran PKn. Seperti yang diungkapkan
Wrighman (Usman, 2010:4) Peran guru adalah:
“Terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya”.
Aspek tingkah laku menjadi salah satu tujuan peubahan dalam proses
pembelajaran, dunia pendidikan diharapkan tidak hanya menjadi wadah
dalam memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi juga sebagai proses
pembentukan karakter siswa. Menurut Suparlan (2006:52) ada tujuh
kaidah dalam proses pembelajaran dan pengajaran yang harus diperhatikan
oleh guru:
1. Opportunity to Learn (Kesempatan untuk belajar dan
melakkan sendiri)
memungkinkan siswa unuk mengamati, memilih, dan menggunakan proses-proses nyata, produk dan ketrampilan dan nilai-nilai yang mereka harapkan. Proses belajar mengajar harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa, tidak hanya secara verbalistis menerima informasi dari guru.
2. Connection and Challenge (Kaitan dan Tantangan)
Pengalaman belajar siswa harus terkait dengan pengetahuan yang telah dimliki, kecakapan, dan nilai-nilai yang diharapkan untuk dikuasai dan dimiliki oleh siswa. Pengalaman belajar siswa harus memiliki kaitan dengan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran akan menarik jika memiliki kaitan dengan kebutuhan dan kehidupan sehari-hari siswa serta difasilitasi oleh guru agar siswa tertantang untuk menerapkannya.
3. Action and Reflection (melakukan sendiri dan menghayati sendiri)
Pengalaman belajar akan lebih bermakna jika siswa diberkan kesempatan untuk melakukan, menghayati, dan kalau memungkinkan dapat menemukan kesimpulan sendiri. Dengan melakukan sendiri siswa akan memperoleh penghayatan yang tidak mungkin mereka lupakan dalam kehidupannya.
4. Motivasi and Purpose (motivasi dan tujuan)
Pengalaman harus menarik minat siswa, dan siswa memahami dengan jelas tujuan mereka memperoleh pengalaman belajar itu. Para siswa akan lebih tertarik untuk mempelajari sesuatu jika mereka mengetahui apa tujuan dan relevansinya dengan kehidupan.untuk itu sejak awal perencanaan pembelajaran sebaiknya para siswa sudah mulai dilibatkan dalam merancang pembelajaran, dan melaksanakan prosesnya secara mandiri, sehingga mereka memperoleh kesempatan secara optimal untuk menilai keberhasilannya. 5. Inclusivity and Defference (Inclusivitas dan Perbedaan)
Pengalaman harus menghargai dan mengakmodasi perbedaan diantara siswa. Semua siswa harus merasakan bahwa mereka menjadi satu bagian yang tak terpisahkan. Guru harus memperhatikan perbedaan gaya belajar dan perbedaan individual (individual defferencies) siswa. Guru harus menyadari adanya latar belakang perbedaan sosial ekonomi, dan kecepatan belajar, dan sosial budaya siswa.
6. Autonomy and collaboraciton (otonomi da colaborasi)
lain mereka harus mampu melaksanakannya secara bekerjasama. Melakukan keterlibatan yang lebih luas dalam berbagai kegiatan yang diberikan oleh guru, para siswa akan memperoleh pengalaman untuk menghargai prinsip kemandirian, dan sekaligus menghargai betapa pentingnya nilai kebersamaan dan kerjasama.
7. Supportive Environment (lingkungan yang mendukung) Sekolah dan ruang kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga aman, nyaman, dan kondusif untuk berlangsungnya pembelajaran yang efektif. Para siswa memerlukan lingkungan yang aman dan nyaman, sehingga mereka dapat belajar dengan resiko yang amat kecil dari bahaya karena luka atau resiko yang lebih besar.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan
maka belajar hanya dialami siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya
atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar berkat siswa
memperoleh sesuatu yang ada disekitar lingkungan sekitar. Lingkungan
yang dipelajari siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-
tumbuhan, manusia, atau hal-hal lain yang menjadi bahan belajar.
Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:10) “belajar
terdiri dari 3 komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal,
dan hasil belajar”.Antara satu komponen dengan komponen yang lain
saling terkat dan mempengaruhi. Karena itulah harus ada kesemimbangan
antara kondisi eksternal, internal sehingga hasil belajar yang dicapai sesuai
harapan. Begitu juga dengan penanaman nilai demokrasi perlu dipahami
bahwa dari kondisi eksternal dan internal harus diperhatikan karena
mempengaruhi terhadap pencapaian hasil yaitu tertanamnya nilai
dapam menanamkan nilai demokrasi terutama melalui pembelajaran PKn
karena didalam materinya termuat materi tentang pendidikan demokrasi,
sehingga diharapkan dari materi yang diperoleh siswa bisa
mengaplikasikan dalam kehidupan nyata tentang pelaksanaannya.
Menurut piaget dalam dimyati dan mudjiono (2006:14) pembelajaran
terdiri dari 4 langkah yaitu:
1) Menentukan topik yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa 2) Memilih dan mengembangkan aktivitas kelas dengan topik
tersebut
3) Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah.
4) Menilai pelaksanaan setiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melaksanakan revisi.
Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu
menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dalam diri siswa, karena itulah guru
dalam melakukan pembelajaran perlu memperhatikan aspek-aspek dalam
pembelajaran seperti materi, media, dan metode. Menurut Unesco dalam
Taniredja (2006:51) ada 4 jenis belajar yang fundamental yaitu:
1. Hakekat Pembelajaran PKn
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari
segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi
warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004).
Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang
sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral
Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang
terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana
untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang
berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan
dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai
individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan
perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004
serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata
Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat
Pendidikan Menengah Umum.
2. Tujuan Pembelajaran PKn
Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah sebagai berikut ini.
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangggapi isu
kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
3. Materi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Materi pembelajaran merupakan substansi yang akan disampaikan
dalam proses pembelajaran (Djamarah dan zain, 2002: 50). Guru
mempunyai tugas yang penting dalam menembangkan dan memperkaya
meteri pembelajaran, karena hal tersebut merupakan salah satu faktor
penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Ada beberapa hal
a) Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai.
b) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa pada umumnya.
c) Materi pembelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik
dan berkesinambungan.
d) Meteri pembelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat
tekstual maupun kontekstual (Djamarah dan Zain, 2002: 51).
Berdasarkan hal tersebut, maka materi pembelajaran PKn harus
berdasarkan pada kompetensi yang ingin dicapai. Materi yang dibelajarkan
harus bermakna bagi siswa dan merupakan hal yang benar-benar penting,
baik dilihat dari kompetensi yang ingin dicapai maupum fungsinya untuk
menentukan materi pada proses pembelajaran selanjutnya.
4. Ruang Lingkup Pembelajaran PKn
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
a) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam
perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan
b) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan
keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di
masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan
nasional, Hukum dan peradilan internasional
c) Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan
kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan
internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan
HAM
d) Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga
diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi,
Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan
bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara
e) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan
konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah
digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi
f) Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi
dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat
g) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka
h) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar
negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan
internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi
globalisasi.
5. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Djahiri (1995/1996: 28) dalam bukunya “Strategi Pengajaran
Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT”, bahwa metode
merupakan kumpulan sejumlah teknik. Terdapat beberapa metode
dalam pembelajaran PKn yang dikemukakan Djahiri (1985: 36), antara
lain:
a) Ceramah (lecturing)
Pada umumnya metode pembelajaran memerlukan ceramah,
sehingga tidaklah benar pernyataan bahwa metode ini jelek dan
harus dibuang. Akan tetapi, yang harus dihindari adalah penggunaan
metode ceramah selama satu jam pelajaran penuh terus menerus
dengan memakai pola ceramah murni yang naratif, monoton dan
bersifat normatif imperatif.
1) Setiap orang memiliki potensi dan kemahiran untuk ceramah
(lepas dari benar-salah).
2) Merupakan kiprah umum bahkan “membudaya” di kalangan
perguruan/sekolah.
3) Bersifat praktis, mudah, murah dan cepat menyampaikan
substansi sehingga target waktu bisa dikejar.
4) Mampu menyelaraskan ketimpangan waktu dengan banyaknya
bahan.
5) Tidak membutuhkan persiapan pengembangan media.
6) Mampu mengungkap dan mengklarifikasi isi atau pesan dalam
bahasa yang komunikatif dan cepat. Hampir semua hal mampu
diungkap secara verbal.
7) Mampu menguasai kelas dalam ukuran bagaimanapun juga.
8) Bila ada kekeliruan bisa segera diperbaiki.
9) Sejumlah hasil pengiring yang dapat dihasilkan dari metode ini
adalah: Melatih daya tangkap dan analitis ucapan orang lain dan
Latihan sosial untuk tatap muka dan etika dengan bicara.
10) Mampu mengangkat hal yang tidak ada dalam buku atau belum
diungkap sumber atau pihak lain.
Sedangkan kelebihan metode ceramah menurut Suryosubroto
(dalam Taniredja, dkk 2011: 48) adalah:
1) Guru dapat menguasai seluruh arah kelas.
Kelemahan metode ceramah antara lain:
1) Guru sukar mengetahui sampai dimana murid-murid telah
mengerti pembicaraannya.
2) Murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang
dimaksud guru.
b) Ekspositorik
Ekspositorik berasal dari kata „ekspose‟ yang berarti
menunjukkan, memperagakan dan atau memperlihatkan. Metode belajar
ekspositori adalah metode belajar yang memperagakan sesuatu untuk
menciptakan KBM yang terarah dan terkendali menuju target sasaran
guru atau pengajar. Pengajar terlebih dahulu harus memahami
pengertian data dan fakta.
c) Metode Pengajaran Konsep (teaching konsep)
Sebelum menggunakan metode pengajaran konsep, seorang
Djahiri (1995/1996) mengungkapkan bahwa:
1) Data adalah realita yang ada, kejadian, atau hal baik fisik-non fisik,
materiil-immateriil, dan personal-kondisional.
2) Fakta adalah sejumlah data yang memiliki keterkaitan menunjuk
kepada suatu konsep.
3) Konsep adalah label/nama/istilah yang merupakan rangkaian sejumlah
fakta menuju suatu pengertian/makna isi pesan dan atau fungsi peran
d) Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab ini dianggap memiliki kadar CBSA yang
tinggi, karena pertanyaan akan menggugah dan mengundang potensi
diri siswa.
e) Partisipatori
Partisipatori sebagai metode dalam kegiatan belajar mengajar,
membelajarkan siswa mengenai kehidupan atau kegiatan nyata ataupun
yang simulatif. Sarana untuk berpartisipatorik adalah kehidupan
keluarga atau masyarakat, instansi kedinasan atau kemasyarakatan,
laboratorium, atau pusat modeling. Jenis partisipatorik antara lain studi
lapangan, kegiatan bakti social, magang, modeling atau simulasi, dan
studi proyek.
f) Diskusi dan Kelompok Belajar
Ciri khas dari diskusi sebagai pola kegiatan belajar mengajar
yakni demokratis. Metode diskusi mengundang dan melibatkan banyak
orang serta tidak ada dominasi seseorang, memiliki indicator CBSA
yang tinggi karena meminta daya analisis dan evaluatif terhadap
masalah yang dilontarkan atau tanggapan dan sanggahan terhadap orang
lain. Djahiri (1995/1996: 53) mengungkapkan bahwa diskusi adalah
kegiatan belajar siswa dialogistik sacara intra potensi diri antar potensi
orang lain serta potensi dunia keilmuan dan kehidupan.
1) Adanya proses dialogistik, yakni interaksi antara struktur kognitif
dengan afektif dan psikomotor, antara potensi diri kita dengan orang
lain atau dengan dunia nyata serta keilmuan.
2) Adanya sharing ideas (pertukaran pikiran/pendapat, berargumentasi
yang benar dan memiliki landasan), ada proses bereproduksi dan
berekspresi.
3) Adanya arahan inkuiri/mencari/meneliti dan mendapatkan sesuatu.
4) adanya proses sosialisasi diri.
Bentuk-bentuk diskusi menurut Djahiri (1995/1996, 58) antara lain:
1) Diskusi kelas
2) Diskusi kelompok
3) Diskusi panel
4) Seminar
5) Lokakarya
6) Diskusi penjaring
Kelompok belajar adalah kelompok sejumlah siswa untuk
melakukan kegiatan belajar bersama secara terarah dan teratur. Djahiri
(1995/1996: 20) mengemukakan bahwa “kelompok belajar yang sesuai
dengan pembelajaran PKn adalah kelompok belajar kooperatif”.
Kelompok belajar kooperatif merupakan perpaduan antara
kelompok belajar dan pola kegiatan kooperatif. Kooperatif di sini ialah
kebersamaan kebersamaan dan kesetiakawanan social yang tinggi.
menciptakan persaingan yang sehat, artinya tidak mendidik siswa untuk
bersifat individualis.
g) Metode Inkuiri dan Pemecahan masalah
Kedua metode ini pada dasarnya sama, tetapi dalam metode
pemecahan masalah hanya sampai pada proses penentuan alternatif
pemecahan/keputusan, sedangkan dalam inkuiri sampai pada tahapan
penetapan yang terbaik.
Keunggulan kedua metode ini menurut Djahiri (1995/1996: 58)
antara lain:
1) Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar.
2) Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata.
3) Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi
rasional/berlandas.
4) Mensosialisasikan siswa .
5) Mendayagunakan aneka sumber dan lingkungan belajar.
Jenis inkuiri ini adalah inkuiri sederhana, lengkap dan nilai.
Inkuiri sederhana tidak memerlukan keseluruhan proses
dilaksanakan, hanya hakekat dasarnya saja yakni mengkaji, mencari,
dan menentukan pilihan. Inkuiri yang lengkap merupakan metode
khusus yang langkah dan prosesnya telah baku, sedangkan inkuiri
nilai adalah pola inkuiri sederhana yang fokus substansinya pada
6. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Kata “media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan
bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harifah berarti
“perantara atau pengantar”. Dengan demikian, media merupakan
wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Djamarah
dan Zain, 2010 : 120).
Sedangkan media pembelajaran menurut Shofyan (2010)
merupakan :
“segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi eduksi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat dan berdayaguna‟‟. Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber
pengajaran. Djahiri (1995/1996: 31) mengemukakan bahwa
sumber pembelajaran merupakan tempat di mana butir mata
pelajaran dan media bisa dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku,
perpustakaan, media cetak, kehidupan nyata, dan lain-lain.
Sedangkan media pembelajaran lebih diutamakan pada fungsi dan
perannya.
Djahiri (1995/1996) mengemukakan bahwa dengan adanya media
pembelajaran diharapkan dapat berperan untuk:
1) Menjadi fasilitator proses Kegiatan Belajar Siswa dan
peningkatan Hasil Belajar Real.
3) Meningkatkan motivasi belajar atau suasana belajar yang baik.
4) Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran
dan keberhasilan pengajaran.
5) meningkatkan proses KBM secara efektif, efisien dan optimal.
6) Menyegarkan KBM.
Jenis dan bentuk media yang ditemukan oleh Djamarah dan
Zain (2010 : 124-126) antara lain dilihat dari Jenisnya, media
dibagi kedalam:
1) Media Auditif
Media Auditif adalah media yang hanya mengandalkan
kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan
hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau yang
mempunyai kelainan pedengaran.
2) Media Visual
Media Visual adalah media yang hanya mengandalkan
indera penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan
gambar diam seperti film strip (film rangkai), slides (film
bingkai) foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Adapula media
visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak
seperti film bisu, dan film kartun.
Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur
suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai
kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media
yang pertama dan kedua. Media ini dibagi kedalam:
a) Audiovisual diam, yaitu media yang menampilkan suara
dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides),
film rangkai suara, dan cetak suara.
b) Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan
unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara
dan video-cassatte.
(Djamarah dan Zain (2010 : 124-126))
Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber pengajaran.
Djahiri (1995/1996: 31) mengemukakan bahwa sumber pembelajaran
merupakan tempat di mana butir mata pelajaran dan media bisa
dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku, perpustakaan, media cetak,
kehidupan nyata, dan lain-lain. Sedangkan media pembelajaran lebih
diutamakan pada fungsi dan perannya. Penggunaan media ini
harusnya menjadi pertimbangan guru ketika akan memilih dan
menggunakan media yang tepat untuk digunakan dalam pengajaran.
7. Sumber Belajar Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Winataputra dan Ardiwinata (Djamarah dan Zain, 2010
: 48) sumber belajar adalah sebagai “sesuatu yang dapat dipergunakan
belajar seseorang”. Dengan demikian, sumber belajar juga diartikan
sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang
mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana peserta didik
untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
Roestiyah (Djamarah dan Zain, 2010: 48-49) mengatakan bahwa
sumber-sumber belajar itu adalah:
a) Manusia ( dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat).
b) Buku/Perpustakaan.
c) Media Massa (majalah, surat kabar, radio, televisi, dan lain-
lain).
d) Dalam Lingkungan.
e) Alat pengajaran ( buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape,
papan tulis, kapur, spidol dan lain-lain).
f) Museum ( tempat penyimpanan benda-benda kuno).
Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik
maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan
yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkan sumber belajar.
8. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Wand and Brown (Djamarah dan Zain, 2010: 50),
evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan
nilai dari sesuatu. Berkaitan dengan evaluasi pembelajaran, evaluasi
dilakuakn pada kegiatan akhir dalam bentuk refleksi dan praktek
mengadakan berbagai macam penilaian.Mulai dari ulangan harian,
ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.
Pasaribu dan Simanjuntak (Djamarah dan Zain, 2010 : 50-51),
menegaskan bahwa tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu:
a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:
1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan
murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman
yang didapat.
3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1) Merangsang kegiatan siswa
2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagala.
3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
C. Pendidikan Kewarganegaraan
PKn sebagai pendidikan nilai dapat membantu para siswa memilih sistem
nilai yang dipilihnya dan mengembangkan aspek afektif yang akan
ditampilkan dalam perilakunya.
tujuan PKn menurut Djahiri (1994/1995: 10) adalah sebagai berikut:
1. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu:
katerampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
2. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan penikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan tujuan PKn di atas, dapat disimpulkan bahwa pada
hakekatnya dalam setiap tujuan membekali kemampuan-kemampuan pada
peserta didik dalam hal tanggung jawabnya sebagai warga Negara, yaitu
warga Negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berpikir kritis, rasional dan kreatif, berpartisipasi dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa lain.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja,
maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang
meliputi:
1. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi
teori.
a. Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang
kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesiskan, dan menilai;
b. Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a)
keterampilan bertanya dan mengetahui masalah, (b)
keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan
mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan
menganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f)
keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan
mengkomunikasikan kesimpulan.
3. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak
mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti
slogan harus dapat dijabarkan.
4. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam
keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan
kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan
dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan
sehari-hari. Dufty mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang
sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan
dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik
PKn, (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.
Sedangkan menurut Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui
1. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila
sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup Negara RI.
2. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam
Negara RI.
3. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam
butir di atas.
4. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap
perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
5. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang
memiliki misi salah satunya yaitu sebagai pendidikan nilai. Dalam
proses pendidikan nasional PKn pada dasranya merupakan wahana
pedagogis pembangunan watak atau karakter. Secara makro PKn
juga merupakan wahana sosial-pedagogis pencerdasan kehidupan
bangsa. Hal ini sejalan dengan konsepsi fungsi pendidikan nasional
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam konteks pencapaian
tujuan pendidikan nasional PKn secara substantif-pedagogis
menyentuh semua esensi tujuan pendidikan nasional mulai dari iman
dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
Peran sekolah sebagai pendidik moral menjadi semakin penting,
pada saat dimana hanya sebagian anak yang mendapatkan pendidikan
moral dari orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil.
Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus dilakukan sebagai
suatu keniscayaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
serta bermasyarakat global. Setiap individu warganegara sepantasnya
mengerti dan memiliki komitmen terhadap fondasi moral demokrasi yakni
menghormati hak orang lain, memetuhi hukum yang berlaku, partisipasi
dalam kehidupan masyarakat dan peduli terhadap perlunya kebaikan bagi
umum.
D. Kerangka Pemikiran
Penulis berusaha dan berfikir melalui pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) dapat menanamkan kedisiplinan siswa.
Penanaman kedisiplinan dilaksanakan dengan baik melaui, perencanaan
yang matang,pengorganisasian yang baik, pelaksanaan yang efektif sesuai
rencana, adanya evaluasi kelebihan dan apa kelemahannya dianalisis maka
pelaksanaan tersebut dapat menanamkan kedisiplinan siswa di SMP
Negeri 1 Wanasari Kabupaten Brebes. Pelaksanaan Penanaman
kedisiplinan siswa harus dimulai dalam lingkungan keluarga karena
keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama di
dalam kehidupan manusia. Baik buruknya kedisiplinan siswa tergantung
pada berhasil atau tidaknya pendidikan yang diperoleh di sekolah.
pada kemampuan sekolah dalam implementasi Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) yang banyak ditemui kendala-kendala.
Pendidikan diartikan tidak hanya sebagai formal transfer of
knowledge namun bagaimana membentuk pribadi-pribadi manusia yang
memiliki sikap dan tingkah laku yang baik terutama di dalam proses
pembelajaran. Pada komponen sekolah yang berperan dalam mewujudkan
penanaman kedisiplinan siswa tersebut salah satunya melaui komponen
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Guru mengontrol tingkah laku siswa
di dalam proses pembelajaran melalui peraturan yang diterapkan dalam
pembelajaran tersebut.
E. Kajian Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian tentang kedisiplinan di perguruan
tinggi. Di dalam pengupasan penelitain ini terdapat berbagai penelitian
mengenai kedisiplinan yaitu diantaranya mengenai sikap dan moral
kedisiplina ,nilai-nilai kedisiplinan dan penelitian yang berhubungan
dengan tata tertib. Berikut di antara beberapa penelitian yang relevan dan
sejenis tentang pengulasan kedisiplinan yaitu sebagai berikut :
a) Penelitian dengan judul “Disiplin belajar siswa dalam mengikuti mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan (Studi kasus di SMPN 21
Malang)” yang ditulis oleh Pramono Wiji pata Tahun 2010. Penelitian
yang menggunakan pendekatan kualitatif ini memaparkan gambaran
penelitian yang didapat bahwa dalam penanaman nilai kedisiplinan
para guru dengan memberikan imbalan, motivasi, teladan, pujian, dan
dengan memberikan contoh yang mencerminkan tindakan disiplin,
serta dengan cara mengingatkan terus dan anak-anak juga mulai
diajarkan untuk melakukan hal-hal kecil dengan penuh tanggung
jawab. Dalam penanaman nilai kedisiplinan para guru perlu mendapat
dukungan dan kerjasama dari semua pihak baik kepala sekolah,
karyawan serta orang tua, dan dalam penanamannyapun sangat
diharapkan dari mereka teladan yang baik agar tercapai apa yang
diharapkan bagi anak-anak. Nilai kedisiplinan sangat penting bagi
masa depan anak sehingga perlu ditanamkan sejak dini.
b) Skripsi yang berjudul “Pembelajaran Nilai-Nilai Disiplin
Dalam PKn Siswa Kelas XI Sebagai Upaya Penegakan Tata Tertib di
SMAN 3 Probolinggo”yang ditulis oleh Pujo Dwi Nugroho pada
Tahun 2013 Fakultas Ilmu Sosial.
c) Skripsi yang berjudul “Tata Tertib Sekolah Sebagai Sarana Pendidikan
Moral Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 5
Semarang”yang ditulis oleh Giri Harto Wiratomo pada Tahun 2007
Fakultas Ilmu Sosial jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Universirtas Negeri Semarang. Penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif ini memaparkan gambaran tentang Tata Tertib
Sekolah sebagai sarana Pendidikan Moral.Skripsi ini berisi tentang
siswa terhadap kesadaran moral. Pelaksanaan Sekolah sebagai sarana
pendidikan moral menggunakan system credit poin yaitu setiap
pelanggaran tata tertib sekolah mendapatkan point tertentu.
Dalam beberapa penelitain di atas sekiranya ada dan memiliki
persamaan dari hasil penelitain yang kemudian akan muncul di
pembahasan yang akan peneliti kerjakan. Namun yang membedakan
dalam penlitian yang peneliti kerjakan yaitu untuk mengatetahui
Penanaman kedisiplinan siswa melalui pembelajara Pendidikan
Kewarganegaraan . Penelitian ini akan mengupas tentang strategi PKn di
kelas maupun di luar kelas dalam rangka penanaman nilai kedisiplinan