• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENANAMAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) (Studi Deskriptif di SMP Negeri 1 Wanasari) - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENANAMAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) (Studi Deskriptif di SMP Negeri 1 Wanasari) - repository perpustakaan"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penanaman Kedisiplinan Siswa

1. Pengertian Kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari

bahasa latin “Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan

mengajar. Sedangkan istilah bahasa inggrisnya yaitu “Discipline” yang

berarti: 1) tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri; 2)

latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu, sebagai

kemampuan mental atau karakter moral; 3) hukuman yang diberikan untuk

melatih atau memperbaiki; 4) kumpulan atau sistem-sistem peraturan-

peraturan bagi tingkah laku (Mac Millan dalam Tu‟u, 2004: 20). Disiplin

berasal dari kata “disciple” yakni seseorang yang belajar secara suka rela

mengiuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin

dan anak merupakan murid murid yang menuju ke hidup yang berguna dan

bahagia. Jadi, disiplin adalah merupakan cara masyarakat mengajar anak

perilaku moral yang disetujui kelompok (Hurlock, 2002: 82).

Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa

kedisiplinan adalah sikap seseorang yang menunjukkan ketaatan atau

kepatuhan terhadap peraturan atau tata tertib yang telah ada dan dilakukan

(2)

2. Fungsi Kedisiplinan di Sekolah

Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin

menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib

kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam

belajar. Disiplin yang dimiliki oleh siswa akan membantu siswa itu sendiri

dalam tingkah laku sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Siswa

akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapinya.

Aturan yang terdapat di sekolah akan bisa dilaksanakan dengan baik jika

siswa sudah memiliki disiplin yang ada dalam dirinya. Kedisiplinan

sebagai alat pendidikan yang dimaksud adalah suatu tindakan, perbuatan

yang dengan sengaja diterapkan untuk kepentingan pendidikan di sekolah.

Tindakan atau perbuatan tersebut dapat berupa perintah, nasehat, larangan,

harapan, dan hukuman atau sanksi. Kedisiplinan sebagai alat pendidikan

diterapkan dalam rangka proses pembentukan, pembinaan dan

pengembangan sikap dan tingkah laku yang baik. Sikap dan tingkah laku

yang baik tersebut dapat berupa rajin, berbudi pekerti luhur, patuh, hormat,

tenggang rasa dan berdisiplin.

Di samping sebagai alat pendidikan, kedisiplinan juga berfungsi

sebagai alat menyesuaikan diri dalam lingkungan yang ada. Dalam hal ini

kedisiplinan dapat mengarahkan seseorang untuk menyesuaikan diri

terutama dalam menaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di

(3)

menyesuaikan diri di sekolah berarti kedisiplinan dapat mengarahkan

siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cara menaati tata tertib

sekolah. Berfungsinya kedisiplinan sebagai alat pendidikan dan alat

menyesuaikan diri akan mempengaruhi berlangsungnya kegiatan belajar

mengajar di sekolah. Di sekolah yang kedisiplinannya baik, kegiatan

belajar mengajar akan berlangsung tertib, teratur, dan terarah. Sebaliknya

di sekolah yang kedisiplinannya rendah maka kegiatan belajar

mengajarnya juga akan berlangsung tidak tertib, akibatnya kualitas

pendidikan sekolah itu akan rendah.

Tu‟u (2004: 38) menyatakan fungsi kedisiplinan di sekolah adalah sebagai

berikut:

(1) Menata Kehidupan Bersama

Manusia adalah makhluk unik yang memiliki ciri, sifat,

kepribadian, latar belakang dan pola pikir yang berbeda-beda. Sebagai

makhluk sosial, selalu terkait dan berhubungan dengan orang lain. Dalam

hubungan tersebut diperlukan norma, nilai peraturan untuk mengatur agar

kehidupan dan kegiatannya dapat berjalan lancar dan baik. Jadi fungsi

disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam kelompok tertentu

(4)

(2) Membangun Kepribadian

Pertumbuhan kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh

faktor lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat

dan lingkungan sekolah. Disiplin yang diterapkan di masing-masing

lingkungan tersebut memberi dampak bagi pertumbuhan kepribadian yang

baik. Jadi lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap

kepribadian seseorang.

(3) Melatih Kepribadian

Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak

terbentuk serta merta dalam waktu singkat. Namun, terbentuk melalui

suatu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk

membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan.

(4) Pemaksaan

Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin

dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat. Disiplin dapat pula

terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar. Dikatakan

terpaksa karena melakukannya bukan berdasarkan kesadaran diri,

melainkan karena rasa takut dan ancaman sanksi disiplin. Jadi disiplin

berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti

(5)

(5) Hukuman

Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-hal positif yang harus

dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi/hukuman bagi yang

melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi/hukuman sangat penting

karena dapat memberi dorongan dan kekutan bagi siswa untuk menaati

dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman/sanksi, dorongan ketaatan

dan kepatuhan dapat diperlemah.

(6) Mencipta Lingkungan Kondusif

Sekolah merupakan ruang lingkup pendidikan. Dalam pendidikan

ada proses mendidik, mengajar dan melatih. Sekolah sebagai ruang

lingkup pendidikan perlu menjamin terselenggaranya proses pendidikan

yang baik. Kondisi yang baik bagi proses tersebut adalah kondisi aman,

tenang, tertib dan teratur, saling menghargai, dan hubungan pergaulan

yang baik, hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni

peraturan bagi guru-guru, dan bagi para siswa, serta peraturan-peraturan

lain yang dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten

dan konsekuen. Apabila kondisi ini terwujud, sekolah akan menjadi

lingkungan kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Di tempat

seperti itu, potensi dan hasil siswa akan mencapai hasil optimal. Untuk

sekolah, disiplin itu sangat perlu dalam proses belajar mengajar, alasannya

(6)

Apabila peraturan sekolah tanpa tata tertib, akan muncul perilaku

yang tidak tertib, tidak teratur, tidak terkontrol, perilaku liar, yang pada

gilirannya mengganggu kegiatan pembelajaran. Suasana kondusif yang

dibutuhkan dalam pembelajaran menjadi terganggu. Dalam hal ini,

penerapan dan pelaksanaan peraturan sekolah, menolong para siswa agar

dilatih dan dibiasakan hidup teratur, bertanggung jawab dan dewasa.

Disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik,

konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan

perilaku siswa. Disiplin dapat mendorong mereka belajar secara konkret

dalam praktik hidup di sekolah tentang hal-hal positif yaitu melakukan

hal-hal yang lurus dan benar, dan menjauhi hal-hal yang negatif. Dengan

pemberlakuan disiplin, siswa belajar beradaptasi dengan lingkungan yang

baik itu, sehingga muncul keseimbangan diri dalam hubungan dengan

orang lain.

Dalam hal itu, menurut Maman Rachman (dalam Tu‟u 2004: 35-

36), pentingnya disiplin bagi para siswa sebagai berikut:

a) Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak

menyimpang.

b) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan

tuntutan lingkungan.

c) Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta

(7)

d) Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan

individu lainnya.

e) Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.

f) Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.

g) Peserta didik belajar dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.

h) Kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwanya dan

lingkungannya.

Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, tenang tersebut memberi

gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian,

sungguh-sungguh dan kompetitif dalam pembelajarannya. Lingkungan

disiplin seperti itu ikut memberi andil lahirnya siswa-siswa yang berhasil

dengan kepribadian unggul. Di sana ada dan terjadi kompetisi positif

diantara mereka. Untuk mencapai dan memiliki ciri-ciri kepribadian

tersebut, diperlukan pribadi yang giat, gigih, tekun dan disiplin.

3. Unsur-Unsur Disiplin

Menurut Tulus Tu‟u (2004:33) menyebutkan unsur – unsur

Disiplin adalah sebagai berikut.

1) Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang berlaku.

2) Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena

(8)

keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan,

paksaan dan dorongan dari luar dirinya.

3) Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah,

membina, dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang

ditentukan atau diajarkan.

4) Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku,

dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah

laku.

5) Peraturan-peraturaan yang berlaku sebagai pedoman dan

ukuran perilaku.

.Disiplin itu lahir, dan berkembang dari sikap seseorang di dalam

sistem nilai budaya yang telah ada di dalam masyarakat. Terdapat unsur

pokok yang membentuk disiplin, pertama sikap yang telah ada pada diri

manusia dan sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat. Sikap atau

attitude merupakan unsur yang hidup di dalam jiwa manusia yang harus

mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat berupa tingkah laku atau

pemikiran. Sedangkan sistem nilai budaya merupakan bagian dari budaya

yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman dan penunutun bagi

kelakuan manusia.

Perpaduan antara sikap dengan sistem nilai budaya yang menjadi

(9)

atau tingkah laku. Unsur tersebut membentuk suatu pola kepribadian yang

menunjukkan perilaku disiplin atau tidak disiplin.

4. Penanggulangan Kedisiplinan

Disiplin sekolah menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan

pendidikan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Oleh

karena itu, kepala sekolah, guru dan orang tua perlu terlibat dan

bertanggung jawab membangun disiplin siswa dan disiplin sekolah.

Dengan keterlibatan dan tanggung jawab itu, diharapkan para siswa

berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu unggul dan sukses.

Keunggulan dan kesuksesan itu terwujud sebab sekolah berhasil

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses

pendidikan. Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan hasil

dirinya. Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah menurut

Singgih Gunarsa (dalam Tu‟u 2004: 57) dapat dilakukan melalui tahapan

preventif, represif dan kuratif. Mendorong siswa melaksanakan tata tertib

sekolah. Memberi persuasi bahwa tata tertib itu baik untuk perkembangan

(10)

Dalam penanggulangan disiplin, beberapa hal berikut ini perlu mendapat

perhatian, yaitu:

1) Adanya tata tertib.

Dalam mendisiplinkan siswa, tata tertib sangatbermanfaat

untuk membiasakannya dengan standar perilaku yang sama dan

diterima oleh individu lain dalam ruang lingkupnya. Dengan

standar yang sama ini, diharapkan tidak ada diskriminasi dan rasa

ketidakadilan pada individu-individu yang ada di

lingkungan tersebut. Di samping itu, adanya tata tertib, para siswa

tidak dapat lagi bertindak dan berbuat sesuka hatinya.

2) Konsisten dan konsekuen.

Masalah umum yang muncul dalam disiplin adalah tidak

konsistennya penerapan disiplin. Ada perbedaan antara tata tertib

yang tertulis dengan pelaksanaan di lapangan. Dalam sanksi atau

hukuman ada perbedaan antara pelanggar yang satu dengan yang

lain. Hal seperti ini akan membingungkan siswa. Perlu sikap

konsisten dan konsekuen orang tua dan guru dalam implementasi

disiplin.

3) Hukuman.

Hukuman bertujuan mencegah tindakan yang tidak

(11)

4) Kemitraan dengan orang tua.

Pembentukan individu berdisiplin dan penanggulangan

masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung jawab

sekolah, tetapi juga tanggung jawab orang tua atau keluarga

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan

Beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan tersebut, antara

lain yaitu: (1) anak itu sendiri, (2) sikap pendidik, (3) lingkungan, dan (4)

tujuan. Faktor anak itu sendiri mempengaruhi kedisiplinan anak yang

bersangkutan. Oleh karena itu, dalam menanamkan kedisiplinan faktor

anak harus diperhatikan, mengingat anak memiliki potensi dan kepribadian

yang berbeda antara yang satu dan yang lain. Pemahaman terhadap

individu anak secara cermat dan tepat akan berpengaruh terhadap

keberhasilan penanaman kedisiplinan. Selain faktor anak, sikap pendidik

juga mempengaruhi kedisiplinan anak. Sikap pendidik yang bersikap baik,

penuh kasih sayang, memungkinkan keberhasilan penanaman kedisplinan

pada anak. Hal ini dimungkinkan karena pada hakikatnya anak cenderung

lebih patuh kepada pendidik yang bersikap baik. Sebaliknya, sikap

pendidik yang kasar, keras, tidak peduli, dan kurang wibawa akan

berdampak terhadap kegagalan penanaman kedisiplinan di sekolah.

Faktor lingkungan juga mempengaruhi kedisiplinan seseorang.

(12)

situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisis, lingkungan teknis, dan

lingkungan sosiokultural. Lingkungan fisis berupa lingkungan sekolah,

keluarga dan masyarakat. Lingkungan teknis berupa fasilitas atau sarana

prasarana yang bersifat kebendaan; dan lingkungan sosiokultural berupa

lingkungan antar individu yang mengacu kepada budaya sosial masyarakat

tertentu. Ketiga lingkungan tersebut juga mempengaruhi kedisiplinan

seseorang, khususnya siswa.

Selain ketiga faktor di atas, faktor tujuan juga berpengaruh

terhadap kedisiplinan seseorang. Tujuan yang dimaksud di sini adalah

tujuan yang berkaitan dengan penanaman kedisiplinan. Agar penanaman

kedisiplinan kepada siswa dapat berhasil, maka tujuan tersebut harus

ditetapkan disetiap instansi, bahkan setiap unit, tentu sudah sering

melakukan kegiatan upacara bendera terutama di lingkungan sekolah.

Langkah penanaman kedisiplinan ditingkat dini (baca siswa) dan

pembiasaan sikap terhadap siswa melalui upacara bendera sudah barang

tentu sering dilakukan di tingkat sekolah. Akan tetapi apakah pelaksanaan

upacara bendera ini selalu dapat dilakukan secara rutin? Tentu ada banyak

hal yang menjadi kendala pelaksanaan upacara, terutama situasi cuaca atau

pun kondisi iklim terkadang menghambat target pelaksanaan upacara

tersebut. Di samping itu pula, ada kebiasaan malas bertengger di panas

matahari, lemah atau kondisi tubuh yang tidak fit dan berbagai alasan

lainnya membuat seseorang tidak ingin mengikuti pelaksanaan upacara

(13)

merupakan langkah atau tindakan awal mendisiplinkan diri dan

membiasakan sikap patriotisme.

6. Perlunya Kedisiplinan

Disiplin diperlukan oleh siapa pun dan di mana pun. Hal itu

disebabkan di mana pun seseorang berada, di sana selalu ada

peraturan atau tata tertib. Disiplin itu penting karena :

1) Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa

berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali

melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi

potensi dan prestasinya.

2) Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas,

menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara

positif, disiplin memberi dukungan lingkungan yang tenang dan tertib

bagi proses pembelajaran.

3) Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan

norma-norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak

dapat menjadi individu yang tertib, teratur dan disiplin.

4) Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan

kelak ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan

(14)

Ahli lain, Singgih D. Gunarsa (1992:137) menyatakan

sebagai berikut. Disiplin perlu dalam mendidik anak supaya anak dengan

mudah :

1) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenai

hak milik orang lain.

2) Mengerti dan segera menurut, untuk menjalankaan kewajiban

dan secara langsung mengerti larangan-larangan.

3) Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk.

4) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa

merasa terancam oleh hukuman.

5) Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain.

7. Macam-Macam Disiplin

Dalam penelitian ini disiplin belajar yang dimaksud dibagi

menjadidua yaitu disiplin belajar di sekolah dan disiplin belajar di rumah.

(1) Disiplin belajar di sekolah

a. Pengertian disiplin belajar di sekolah

Yang dimaksud disiplin belajar di sekolah adalah

keseluruhan sikap dan perbuatan siswa yang timbul dari kesadaran

dirinya untuk belajar, dengan mentaati dan melaksanakan sebagai siswa

(15)

yang ada. Yang didukung adanya kemampuan guru, fasilitas, sarana dan

prasarana sekolah.

b. Macam-macam Disiplin Belajar di Sekolah

Siswa sebagai input dalam suatu proses pendidikan perlu selalu

aktif mengikuti berbagai kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sikap

disiplin belajar perlu ditimbulkan pada diri siswa, sehingga hal tersebut

dapat membawa pengaruh yang baik dalam usaha pencapaian prestasi

belajarnya.

Perilaku disiplin belajar siswa di sekolah dapat dibedakan menjadi empat

macam ialah:

1) Disiplin siswa dalam masuk sekolah

Yang dimaksud disiplin siswa dalam masuk sekolah

ialah keaktifan, kepatuhan dan ketaatan dalam masuk sekolah.

2) Disiplin siswa dalam mengerjakan tugas

Mengerjakan tugas merupakan salah satu

rangkaian kegiatan dalam belajar, yang dilakukan di dalam

maupun di luar jam pelajaran sekolah. Tujuan dan pemberian tugas

biasanya untuk menunjang pemahaman danpenguasaan mata

pelajaran yang disampaikan di sekolah, agar siswa berhasil dalam

belajarnya. Agar siswa berhasil dalam belajarnya perlulah

(16)

pengerjaan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam

buku pegangan, ulangan harian, ulangan umum dan ujian.

3) Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah

Siswa yang memiliki disiplin belajar dapat dilihat

dari keteraturan dan ketekunan belajarnya. Disiplin siswa dalam

mengikuti pelajaran di sekolah menuntut adanya keaktifan,

keteraturan, ketekunan dan ketertiban dalam mengikuti pelajaran,

yang terarah pada suatu tujuan belajar.

4) Disiplin siswa dalam menaati tata tertib di sekolah

Disiplin siswa dalam menjalankan tata tertib di

sekolah adalah kesesuaian tindakan siswa dengan tata tertib

atau peraturan sekolah yang ditunjukkan dalam setiap perilakunya

yang selalu taat dan mau melaksanakan tata tertib sekolah dengan

penuh kesadaran.

8. Pembentukan disiplin

Pendapat Soegeng Prijodarminto (1994:15-17; 23-24)

tentang pembentukan disiplin. Disiplin terjadi karena alasan berikut ini.

1) Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina, melalui latihan,

pendidikan,penanaman kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai

(17)

2) Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit

paling kecil, organisasi atau kelompok.

3) Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia

muda, dimulai dari keluarga dan pendidikan.

4) Disiplin lebih mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri.

5) Disiplin dapat dicontohkan oleh atasan kepada bawahan.

Jadi, pembentukan disiplin ternyata harus melalui proses

panjang, dimulai sejak dini dalam keluarga dan dilanjutkan sekolah. Hal-

hal penting dalam pembentukan itu terdiri dari kesadaran diri,

kepatuhan, tekanan, sanksi, teladan, lingkungan disiplin, dan latihan-

latihan.

9. Indikator Disiplin Belajar

Menurut Arikunto (1990:137) dalam penelitian mengenai

kedisiplinnannya membagi tiga macam indikator kedisiplinan, yaitu: 1)

perilaku kedisiplinan di dalam kelas, 2) perilaku kedisiplinan di luar kelas

di lingkungan sekolah, dan 3) perilaku kedsiplinan di rumah. Tu‟u

(2004:91) dalam penelitian mengenai disiplin sekolah mengemukakan

bahwa indikator yang menunjukan pergeseran/perubahan hasil belajar

siswa sebagai kontribusi mengikuti dan menaati peraturan sekolah adalah

(18)

kelas. Sedangkan menurut Syafrudin dalam jurnal Edukasi (2005:80)

membagi indikator disiplin belajar menjadi empat macam, yaitu: 1)

ketaatan terhadap waktu belajar, 2) ketaatan terhadap tugas-tugas

pelajaran, 3) ketaatan terhadap penggunaan fasilitas belajar, dan 4)

ketaatan menggunakan waktu datang dan pulang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti

membagi indikator disiplin belajar menjadi empat macam, yaitu:

a. Ketaatan terhadap tata tertib sekolah

b. Ketaatan terhadap kegiatan belajar di sekolah

c. Ketaaatan dalam mengerjakan tugas-tugas pelajaran

d. Ketaatan terhadap kegiatan belajar di rumah

B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Secara bahasa Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan)

oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi

Pendidikan Kewargaan (Azra) dan Pendidikan Kewarganegaraan.

(Soemantri et al dalam Taniredja 2009:2) Istilah Pendidikan Kewargaan

pada sisi lain identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan, namun di sisi

lain. Istilah Kewargaan menurut Rosyada dalam Taniredja (2012:2).

(19)

Pendidikan Kewarganegaraan, namun juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (global society)”.

Pendidikan kewarganegaraan menurut zamroni dalam taniredja (2009:3)

adalah:

“Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masayarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis,melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.”

Sekolah merupakan lembaga yang di dalamnya memuat

pendidikan-pendidikan kepada siswanya. Melalui mata pelajaran

pendidikan kewarganegaraan yang diberikan, diharapkan bias memuat

nilai-nilai kedisiplinan yang dapat ditanamkan dalam diri siswa melalui

proses pembelajaran yang dilakukan. Perubaan tingkah laku siswa menjadi

hal yang penting dalam pembelajaran PKn. Seperti yang diungkapkan

Wrighman (Usman, 2010:4) Peran guru adalah:

“Terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya”.

Aspek tingkah laku menjadi salah satu tujuan peubahan dalam proses

pembelajaran, dunia pendidikan diharapkan tidak hanya menjadi wadah

dalam memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi juga sebagai proses

pembentukan karakter siswa. Menurut Suparlan (2006:52) ada tujuh

kaidah dalam proses pembelajaran dan pengajaran yang harus diperhatikan

oleh guru:

1. Opportunity to Learn (Kesempatan untuk belajar dan

melakkan sendiri)

(20)

memungkinkan siswa unuk mengamati, memilih, dan menggunakan proses-proses nyata, produk dan ketrampilan dan nilai-nilai yang mereka harapkan. Proses belajar mengajar harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa, tidak hanya secara verbalistis menerima informasi dari guru.

2. Connection and Challenge (Kaitan dan Tantangan)

Pengalaman belajar siswa harus terkait dengan pengetahuan yang telah dimliki, kecakapan, dan nilai-nilai yang diharapkan untuk dikuasai dan dimiliki oleh siswa. Pengalaman belajar siswa harus memiliki kaitan dengan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran akan menarik jika memiliki kaitan dengan kebutuhan dan kehidupan sehari-hari siswa serta difasilitasi oleh guru agar siswa tertantang untuk menerapkannya.

3. Action and Reflection (melakukan sendiri dan menghayati sendiri)

Pengalaman belajar akan lebih bermakna jika siswa diberkan kesempatan untuk melakukan, menghayati, dan kalau memungkinkan dapat menemukan kesimpulan sendiri. Dengan melakukan sendiri siswa akan memperoleh penghayatan yang tidak mungkin mereka lupakan dalam kehidupannya.

4. Motivasi and Purpose (motivasi dan tujuan)

Pengalaman harus menarik minat siswa, dan siswa memahami dengan jelas tujuan mereka memperoleh pengalaman belajar itu. Para siswa akan lebih tertarik untuk mempelajari sesuatu jika mereka mengetahui apa tujuan dan relevansinya dengan kehidupan.untuk itu sejak awal perencanaan pembelajaran sebaiknya para siswa sudah mulai dilibatkan dalam merancang pembelajaran, dan melaksanakan prosesnya secara mandiri, sehingga mereka memperoleh kesempatan secara optimal untuk menilai keberhasilannya. 5. Inclusivity and Defference (Inclusivitas dan Perbedaan)

Pengalaman harus menghargai dan mengakmodasi perbedaan diantara siswa. Semua siswa harus merasakan bahwa mereka menjadi satu bagian yang tak terpisahkan. Guru harus memperhatikan perbedaan gaya belajar dan perbedaan individual (individual defferencies) siswa. Guru harus menyadari adanya latar belakang perbedaan sosial ekonomi, dan kecepatan belajar, dan sosial budaya siswa.

6. Autonomy and collaboraciton (otonomi da colaborasi)

(21)

lain mereka harus mampu melaksanakannya secara bekerjasama. Melakukan keterlibatan yang lebih luas dalam berbagai kegiatan yang diberikan oleh guru, para siswa akan memperoleh pengalaman untuk menghargai prinsip kemandirian, dan sekaligus menghargai betapa pentingnya nilai kebersamaan dan kerjasama.

7. Supportive Environment (lingkungan yang mendukung) Sekolah dan ruang kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga aman, nyaman, dan kondusif untuk berlangsungnya pembelajaran yang efektif. Para siswa memerlukan lingkungan yang aman dan nyaman, sehingga mereka dapat belajar dengan resiko yang amat kecil dari bahaya karena luka atau resiko yang lebih besar.

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.

Sebagai tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan

maka belajar hanya dialami siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya

atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar berkat siswa

memperoleh sesuatu yang ada disekitar lingkungan sekitar. Lingkungan

yang dipelajari siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-

tumbuhan, manusia, atau hal-hal lain yang menjadi bahan belajar.

Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:10) “belajar

terdiri dari 3 komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal,

dan hasil belajar”.Antara satu komponen dengan komponen yang lain

saling terkat dan mempengaruhi. Karena itulah harus ada kesemimbangan

antara kondisi eksternal, internal sehingga hasil belajar yang dicapai sesuai

harapan. Begitu juga dengan penanaman nilai demokrasi perlu dipahami

bahwa dari kondisi eksternal dan internal harus diperhatikan karena

mempengaruhi terhadap pencapaian hasil yaitu tertanamnya nilai

(22)

dapam menanamkan nilai demokrasi terutama melalui pembelajaran PKn

karena didalam materinya termuat materi tentang pendidikan demokrasi,

sehingga diharapkan dari materi yang diperoleh siswa bisa

mengaplikasikan dalam kehidupan nyata tentang pelaksanaannya.

Menurut piaget dalam dimyati dan mudjiono (2006:14) pembelajaran

terdiri dari 4 langkah yaitu:

1) Menentukan topik yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa 2) Memilih dan mengembangkan aktivitas kelas dengan topik

tersebut

3) Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah.

4) Menilai pelaksanaan setiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melaksanakan revisi.

Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu

menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dalam diri siswa, karena itulah guru

dalam melakukan pembelajaran perlu memperhatikan aspek-aspek dalam

pembelajaran seperti materi, media, dan metode. Menurut Unesco dalam

Taniredja (2006:51) ada 4 jenis belajar yang fundamental yaitu:

(23)

1. Hakekat Pembelajaran PKn

Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari

segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi

warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan

oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004).

Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang

sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral

Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang

terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana

untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang

berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan

dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai

individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada

nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan

perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004

serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata

(24)

Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat

Pendidikan Menengah Umum.

2. Tujuan Pembelajaran PKn

Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah sebagai berikut ini.

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangggapi isu

kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak

secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

3. Materi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Materi pembelajaran merupakan substansi yang akan disampaikan

dalam proses pembelajaran (Djamarah dan zain, 2002: 50). Guru

mempunyai tugas yang penting dalam menembangkan dan memperkaya

meteri pembelajaran, karena hal tersebut merupakan salah satu faktor

penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Ada beberapa hal

(25)

a) Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan kompetensi yang

ingin dicapai.

b) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat

perkembangan siswa pada umumnya.

c) Materi pembelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik

dan berkesinambungan.

d) Meteri pembelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat

tekstual maupun kontekstual (Djamarah dan Zain, 2002: 51).

Berdasarkan hal tersebut, maka materi pembelajaran PKn harus

berdasarkan pada kompetensi yang ingin dicapai. Materi yang dibelajarkan

harus bermakna bagi siswa dan merupakan hal yang benar-benar penting,

baik dilihat dari kompetensi yang ingin dicapai maupum fungsinya untuk

menentukan materi pada proses pembelajaran selanjutnya.

4. Ruang Lingkup Pembelajaran PKn

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

a) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam

perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa

Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif

terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan

(26)

b) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan

keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di

masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan

nasional, Hukum dan peradilan internasional

c) Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan

kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan

internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan

HAM

d) Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga

diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi,

Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan

bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara

e) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan

konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah

digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi

f) Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,

Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi

dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju

masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat

(27)

g) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan

ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,

Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,

Pancasila sebagai ideologi terbuka

h) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar

negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan

internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi

globalisasi.

5. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Djahiri (1995/1996: 28) dalam bukunya “Strategi Pengajaran

Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT”, bahwa metode

merupakan kumpulan sejumlah teknik. Terdapat beberapa metode

dalam pembelajaran PKn yang dikemukakan Djahiri (1985: 36), antara

lain:

a) Ceramah (lecturing)

Pada umumnya metode pembelajaran memerlukan ceramah,

sehingga tidaklah benar pernyataan bahwa metode ini jelek dan

harus dibuang. Akan tetapi, yang harus dihindari adalah penggunaan

metode ceramah selama satu jam pelajaran penuh terus menerus

dengan memakai pola ceramah murni yang naratif, monoton dan

bersifat normatif imperatif.

(28)

1) Setiap orang memiliki potensi dan kemahiran untuk ceramah

(lepas dari benar-salah).

2) Merupakan kiprah umum bahkan “membudaya” di kalangan

perguruan/sekolah.

3) Bersifat praktis, mudah, murah dan cepat menyampaikan

substansi sehingga target waktu bisa dikejar.

4) Mampu menyelaraskan ketimpangan waktu dengan banyaknya

bahan.

5) Tidak membutuhkan persiapan pengembangan media.

6) Mampu mengungkap dan mengklarifikasi isi atau pesan dalam

bahasa yang komunikatif dan cepat. Hampir semua hal mampu

diungkap secara verbal.

7) Mampu menguasai kelas dalam ukuran bagaimanapun juga.

8) Bila ada kekeliruan bisa segera diperbaiki.

9) Sejumlah hasil pengiring yang dapat dihasilkan dari metode ini

adalah: Melatih daya tangkap dan analitis ucapan orang lain dan

Latihan sosial untuk tatap muka dan etika dengan bicara.

10) Mampu mengangkat hal yang tidak ada dalam buku atau belum

diungkap sumber atau pihak lain.

Sedangkan kelebihan metode ceramah menurut Suryosubroto

(dalam Taniredja, dkk 2011: 48) adalah:

1) Guru dapat menguasai seluruh arah kelas.

(29)

Kelemahan metode ceramah antara lain:

1) Guru sukar mengetahui sampai dimana murid-murid telah

mengerti pembicaraannya.

2) Murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang

dimaksud guru.

b) Ekspositorik

Ekspositorik berasal dari kata „ekspose‟ yang berarti

menunjukkan, memperagakan dan atau memperlihatkan. Metode belajar

ekspositori adalah metode belajar yang memperagakan sesuatu untuk

menciptakan KBM yang terarah dan terkendali menuju target sasaran

guru atau pengajar. Pengajar terlebih dahulu harus memahami

pengertian data dan fakta.

c) Metode Pengajaran Konsep (teaching konsep)

Sebelum menggunakan metode pengajaran konsep, seorang

Djahiri (1995/1996) mengungkapkan bahwa:

1) Data adalah realita yang ada, kejadian, atau hal baik fisik-non fisik,

materiil-immateriil, dan personal-kondisional.

2) Fakta adalah sejumlah data yang memiliki keterkaitan menunjuk

kepada suatu konsep.

3) Konsep adalah label/nama/istilah yang merupakan rangkaian sejumlah

fakta menuju suatu pengertian/makna isi pesan dan atau fungsi peran

(30)

d) Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab ini dianggap memiliki kadar CBSA yang

tinggi, karena pertanyaan akan menggugah dan mengundang potensi

diri siswa.

e) Partisipatori

Partisipatori sebagai metode dalam kegiatan belajar mengajar,

membelajarkan siswa mengenai kehidupan atau kegiatan nyata ataupun

yang simulatif. Sarana untuk berpartisipatorik adalah kehidupan

keluarga atau masyarakat, instansi kedinasan atau kemasyarakatan,

laboratorium, atau pusat modeling. Jenis partisipatorik antara lain studi

lapangan, kegiatan bakti social, magang, modeling atau simulasi, dan

studi proyek.

f) Diskusi dan Kelompok Belajar

Ciri khas dari diskusi sebagai pola kegiatan belajar mengajar

yakni demokratis. Metode diskusi mengundang dan melibatkan banyak

orang serta tidak ada dominasi seseorang, memiliki indicator CBSA

yang tinggi karena meminta daya analisis dan evaluatif terhadap

masalah yang dilontarkan atau tanggapan dan sanggahan terhadap orang

lain. Djahiri (1995/1996: 53) mengungkapkan bahwa diskusi adalah

kegiatan belajar siswa dialogistik sacara intra potensi diri antar potensi

orang lain serta potensi dunia keilmuan dan kehidupan.

(31)

1) Adanya proses dialogistik, yakni interaksi antara struktur kognitif

dengan afektif dan psikomotor, antara potensi diri kita dengan orang

lain atau dengan dunia nyata serta keilmuan.

2) Adanya sharing ideas (pertukaran pikiran/pendapat, berargumentasi

yang benar dan memiliki landasan), ada proses bereproduksi dan

berekspresi.

3) Adanya arahan inkuiri/mencari/meneliti dan mendapatkan sesuatu.

4) adanya proses sosialisasi diri.

Bentuk-bentuk diskusi menurut Djahiri (1995/1996, 58) antara lain:

1) Diskusi kelas

2) Diskusi kelompok

3) Diskusi panel

4) Seminar

5) Lokakarya

6) Diskusi penjaring

Kelompok belajar adalah kelompok sejumlah siswa untuk

melakukan kegiatan belajar bersama secara terarah dan teratur. Djahiri

(1995/1996: 20) mengemukakan bahwa “kelompok belajar yang sesuai

dengan pembelajaran PKn adalah kelompok belajar kooperatif”.

Kelompok belajar kooperatif merupakan perpaduan antara

kelompok belajar dan pola kegiatan kooperatif. Kooperatif di sini ialah

kebersamaan kebersamaan dan kesetiakawanan social yang tinggi.

(32)

menciptakan persaingan yang sehat, artinya tidak mendidik siswa untuk

bersifat individualis.

g) Metode Inkuiri dan Pemecahan masalah

Kedua metode ini pada dasarnya sama, tetapi dalam metode

pemecahan masalah hanya sampai pada proses penentuan alternatif

pemecahan/keputusan, sedangkan dalam inkuiri sampai pada tahapan

penetapan yang terbaik.

Keunggulan kedua metode ini menurut Djahiri (1995/1996: 58)

antara lain:

1) Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar.

2) Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata.

3) Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi

rasional/berlandas.

4) Mensosialisasikan siswa .

5) Mendayagunakan aneka sumber dan lingkungan belajar.

Jenis inkuiri ini adalah inkuiri sederhana, lengkap dan nilai.

Inkuiri sederhana tidak memerlukan keseluruhan proses

dilaksanakan, hanya hakekat dasarnya saja yakni mengkaji, mencari,

dan menentukan pilihan. Inkuiri yang lengkap merupakan metode

khusus yang langkah dan prosesnya telah baku, sedangkan inkuiri

nilai adalah pola inkuiri sederhana yang fokus substansinya pada

(33)

6. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Kata “media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan

bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harifah berarti

“perantara atau pengantar”. Dengan demikian, media merupakan

wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Djamarah

dan Zain, 2010 : 120).

Sedangkan media pembelajaran menurut Shofyan (2010)

merupakan :

“segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi eduksi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat dan berdayaguna‟‟. Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber

pengajaran. Djahiri (1995/1996: 31) mengemukakan bahwa

sumber pembelajaran merupakan tempat di mana butir mata

pelajaran dan media bisa dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku,

perpustakaan, media cetak, kehidupan nyata, dan lain-lain.

Sedangkan media pembelajaran lebih diutamakan pada fungsi dan

perannya.

Djahiri (1995/1996) mengemukakan bahwa dengan adanya media

pembelajaran diharapkan dapat berperan untuk:

1) Menjadi fasilitator proses Kegiatan Belajar Siswa dan

peningkatan Hasil Belajar Real.

(34)

3) Meningkatkan motivasi belajar atau suasana belajar yang baik.

4) Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran

dan keberhasilan pengajaran.

5) meningkatkan proses KBM secara efektif, efisien dan optimal.

6) Menyegarkan KBM.

Jenis dan bentuk media yang ditemukan oleh Djamarah dan

Zain (2010 : 124-126) antara lain dilihat dari Jenisnya, media

dibagi kedalam:

1) Media Auditif

Media Auditif adalah media yang hanya mengandalkan

kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan

hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau yang

mempunyai kelainan pedengaran.

2) Media Visual

Media Visual adalah media yang hanya mengandalkan

indera penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan

gambar diam seperti film strip (film rangkai), slides (film

bingkai) foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Adapula media

visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak

seperti film bisu, dan film kartun.

(35)

Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur

suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai

kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media

yang pertama dan kedua. Media ini dibagi kedalam:

a) Audiovisual diam, yaitu media yang menampilkan suara

dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides),

film rangkai suara, dan cetak suara.

b) Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan

unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara

dan video-cassatte.

(Djamarah dan Zain (2010 : 124-126))

Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber pengajaran.

Djahiri (1995/1996: 31) mengemukakan bahwa sumber pembelajaran

merupakan tempat di mana butir mata pelajaran dan media bisa

dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku, perpustakaan, media cetak,

kehidupan nyata, dan lain-lain. Sedangkan media pembelajaran lebih

diutamakan pada fungsi dan perannya. Penggunaan media ini

harusnya menjadi pertimbangan guru ketika akan memilih dan

menggunakan media yang tepat untuk digunakan dalam pengajaran.

7. Sumber Belajar Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Winataputra dan Ardiwinata (Djamarah dan Zain, 2010

: 48) sumber belajar adalah sebagai “sesuatu yang dapat dipergunakan

(36)

belajar seseorang”. Dengan demikian, sumber belajar juga diartikan

sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang

mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana peserta didik

untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.

Roestiyah (Djamarah dan Zain, 2010: 48-49) mengatakan bahwa

sumber-sumber belajar itu adalah:

a) Manusia ( dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat).

b) Buku/Perpustakaan.

c) Media Massa (majalah, surat kabar, radio, televisi, dan lain-

lain).

d) Dalam Lingkungan.

e) Alat pengajaran ( buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape,

papan tulis, kapur, spidol dan lain-lain).

f) Museum ( tempat penyimpanan benda-benda kuno).

Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik

maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan

yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkan sumber belajar.

8. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Wand and Brown (Djamarah dan Zain, 2010: 50),

evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan

nilai dari sesuatu. Berkaitan dengan evaluasi pembelajaran, evaluasi

dilakuakn pada kegiatan akhir dalam bentuk refleksi dan praktek

(37)

mengadakan berbagai macam penilaian.Mulai dari ulangan harian,

ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.

Pasaribu dan Simanjuntak (Djamarah dan Zain, 2010 : 50-51),

menegaskan bahwa tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu:

a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:

1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan

murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman

yang didapat.

3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan.

b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:

1) Merangsang kegiatan siswa

2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagala.

3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan,

perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.

C. Pendidikan Kewarganegaraan

PKn sebagai pendidikan nilai dapat membantu para siswa memilih sistem

nilai yang dipilihnya dan mengembangkan aspek afektif yang akan

ditampilkan dalam perilakunya.

tujuan PKn menurut Djahiri (1994/1995: 10) adalah sebagai berikut:

1. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu:

(38)

katerampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

2. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan penikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan tujuan PKn di atas, dapat disimpulkan bahwa pada

hakekatnya dalam setiap tujuan membekali kemampuan-kemampuan pada

peserta didik dalam hal tanggung jawabnya sebagai warga Negara, yaitu

warga Negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berpikir kritis, rasional dan kreatif, berpartisipasi dalam kegiatan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, membentuk diri berdasarkan

karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa lain.

Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja,

maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang

meliputi:

1. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi

teori.

(39)

a. Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang

kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan,

menganalisis, mensintesiskan, dan menilai;

b. Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a)

keterampilan bertanya dan mengetahui masalah, (b)

keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan

mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan

menganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f)

keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan

mengkomunikasikan kesimpulan.

3. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak

mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti

slogan harus dapat dijabarkan.

4. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam

keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan

kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan

dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan

sehari-hari. Dufty mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang

sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan

dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik

PKn, (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.

Sedangkan menurut Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui

(40)

1. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila

sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup Negara RI.

2. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam

Negara RI.

3. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam

butir di atas.

4. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap

perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.

5. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang

memiliki misi salah satunya yaitu sebagai pendidikan nilai. Dalam

proses pendidikan nasional PKn pada dasranya merupakan wahana

pedagogis pembangunan watak atau karakter. Secara makro PKn

juga merupakan wahana sosial-pedagogis pencerdasan kehidupan

bangsa. Hal ini sejalan dengan konsepsi fungsi pendidikan nasional

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam konteks pencapaian

tujuan pendidikan nasional PKn secara substantif-pedagogis

menyentuh semua esensi tujuan pendidikan nasional mulai dari iman

dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

(41)

Peran sekolah sebagai pendidik moral menjadi semakin penting,

pada saat dimana hanya sebagian anak yang mendapatkan pendidikan

moral dari orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil.

Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus dilakukan sebagai

suatu keniscayaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

serta bermasyarakat global. Setiap individu warganegara sepantasnya

mengerti dan memiliki komitmen terhadap fondasi moral demokrasi yakni

menghormati hak orang lain, memetuhi hukum yang berlaku, partisipasi

dalam kehidupan masyarakat dan peduli terhadap perlunya kebaikan bagi

umum.

D. Kerangka Pemikiran

Penulis berusaha dan berfikir melalui pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) dapat menanamkan kedisiplinan siswa.

Penanaman kedisiplinan dilaksanakan dengan baik melaui, perencanaan

yang matang,pengorganisasian yang baik, pelaksanaan yang efektif sesuai

rencana, adanya evaluasi kelebihan dan apa kelemahannya dianalisis maka

pelaksanaan tersebut dapat menanamkan kedisiplinan siswa di SMP

Negeri 1 Wanasari Kabupaten Brebes. Pelaksanaan Penanaman

kedisiplinan siswa harus dimulai dalam lingkungan keluarga karena

keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama di

dalam kehidupan manusia. Baik buruknya kedisiplinan siswa tergantung

pada berhasil atau tidaknya pendidikan yang diperoleh di sekolah.

(42)

pada kemampuan sekolah dalam implementasi Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) yang banyak ditemui kendala-kendala.

Pendidikan diartikan tidak hanya sebagai formal transfer of

knowledge namun bagaimana membentuk pribadi-pribadi manusia yang

memiliki sikap dan tingkah laku yang baik terutama di dalam proses

pembelajaran. Pada komponen sekolah yang berperan dalam mewujudkan

penanaman kedisiplinan siswa tersebut salah satunya melaui komponen

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Guru mengontrol tingkah laku siswa

di dalam proses pembelajaran melalui peraturan yang diterapkan dalam

pembelajaran tersebut.

E. Kajian Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian tentang kedisiplinan di perguruan

tinggi. Di dalam pengupasan penelitain ini terdapat berbagai penelitian

mengenai kedisiplinan yaitu diantaranya mengenai sikap dan moral

kedisiplina ,nilai-nilai kedisiplinan dan penelitian yang berhubungan

dengan tata tertib. Berikut di antara beberapa penelitian yang relevan dan

sejenis tentang pengulasan kedisiplinan yaitu sebagai berikut :

a) Penelitian dengan judul “Disiplin belajar siswa dalam mengikuti mata

pelajaran pendidikan kewarganegaraan (Studi kasus di SMPN 21

Malang)” yang ditulis oleh Pramono Wiji pata Tahun 2010. Penelitian

yang menggunakan pendekatan kualitatif ini memaparkan gambaran

(43)

penelitian yang didapat bahwa dalam penanaman nilai kedisiplinan

para guru dengan memberikan imbalan, motivasi, teladan, pujian, dan

dengan memberikan contoh yang mencerminkan tindakan disiplin,

serta dengan cara mengingatkan terus dan anak-anak juga mulai

diajarkan untuk melakukan hal-hal kecil dengan penuh tanggung

jawab. Dalam penanaman nilai kedisiplinan para guru perlu mendapat

dukungan dan kerjasama dari semua pihak baik kepala sekolah,

karyawan serta orang tua, dan dalam penanamannyapun sangat

diharapkan dari mereka teladan yang baik agar tercapai apa yang

diharapkan bagi anak-anak. Nilai kedisiplinan sangat penting bagi

masa depan anak sehingga perlu ditanamkan sejak dini.

b) Skripsi yang berjudul “Pembelajaran Nilai-Nilai Disiplin

Dalam PKn Siswa Kelas XI Sebagai Upaya Penegakan Tata Tertib di

SMAN 3 Probolinggo”yang ditulis oleh Pujo Dwi Nugroho pada

Tahun 2013 Fakultas Ilmu Sosial.

c) Skripsi yang berjudul “Tata Tertib Sekolah Sebagai Sarana Pendidikan

Moral Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 5

Semarang”yang ditulis oleh Giri Harto Wiratomo pada Tahun 2007

Fakultas Ilmu Sosial jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

Universirtas Negeri Semarang. Penelitian yang menggunakan

pendekatan kualitatif ini memaparkan gambaran tentang Tata Tertib

Sekolah sebagai sarana Pendidikan Moral.Skripsi ini berisi tentang

(44)

siswa terhadap kesadaran moral. Pelaksanaan Sekolah sebagai sarana

pendidikan moral menggunakan system credit poin yaitu setiap

pelanggaran tata tertib sekolah mendapatkan point tertentu.

Dalam beberapa penelitain di atas sekiranya ada dan memiliki

persamaan dari hasil penelitain yang kemudian akan muncul di

pembahasan yang akan peneliti kerjakan. Namun yang membedakan

dalam penlitian yang peneliti kerjakan yaitu untuk mengatetahui

Penanaman kedisiplinan siswa melalui pembelajara Pendidikan

Kewarganegaraan . Penelitian ini akan mengupas tentang strategi PKn di

kelas maupun di luar kelas dalam rangka penanaman nilai kedisiplinan

Gambar

gambar diam seperti film strip (film rangkai), slides (film

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Ada pengaruh perilaku

Metode pelatihan stimulasi akan diberikan untuk anak-anak usia dini dalam 7 sesi yaitu sesi 1: Mengenali dan memahami kemampuan anak sesuai tahap-tahap

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa (73,33%) responden memiliki penerapan yang baik dalam hal penggantian air pencuci gelas, yaitu2-3 kali setelah digunakan

Mata kuliah ini memberikan kemampuan dasar berman piano sebagai instrumen pengiring untuk vokal atau instrumen lainnya dalam bentuk pola irama yang sederhana..

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081,

mengenai penelitian tentang Pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK) yang Dilakukan oleh Perawat di Rumah Sakit Putri Hijau Medan, dengan ini menyatakan

YANG KREATIF SANGAT BERPOTENSI DI BIDANG KARYA-KARYA SENI TERMASUK SENI ANIMASI / SEHINGGA DIHARAPKAN YOGYA SEBAGAI PUSAT FILM KARTUN DAN ANIMASI DAN GO.

SEGMEN BERITA REPORTER A jogjakarta sebagai pusat film